Anda di halaman 1dari 51

OSTEOMIELITIS

OSTEOMIELITIS A. KONSEP DASAR 1. Defenisi


Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati). Osteomeilitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. Beberapa ahli memberikan defenisi terhadap osteomyelitis sebagai berkut :

a.

Osteomyelitis adalah infeksi Bone marrow pada tulang-tulang panjang yang disebabkan oleh staphylococcus aureus dan kadang-kadang Haemophylus influensae (Depkes RI, 1995). b. Osteomyelitis adalah infeksi tulang (Carpenito, 1990). c. Osteomyelitis adalah suatu infeksi yang disebarkan oleh darah yang disebabkan oleh staphylococcus (Henderson, 1997) d. Osteomyelitis adalah influenza Bone Marow pada tulang-tulang panjang yang disebabkan oleh staphyilococcus Aureus dan kadang-kadang haemophylus influenzae, infeksi yang hampir selalu disebabkan oleh staphylococcus aureus. Tetapi juga Haemophylus influenzae, streplococcus dan organisme lain dapat juga menyebabkannya osteomyelitis adalah infeksi lain.

2. Etiologi
Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus infeksi di tempat lain (mis. Tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi saluran nafas atas). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi ditempat di mana terdapat trauma dimana terdapat resistensi rendah kemungkinan akibat trauma subklinis (tak jelas). Osteomielitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (mis. Ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang (mis, fraktur ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang (mis. Fraktur terbuka, cedera traumatik seperti luka tembak, pembedahan tulang. Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya buruk, lansia, kegemukan atau penderita diabetes. Selain itu, pasien yang menderita artritis reumatoid, telah dirawat lama di rumah sakit, mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum operasi sekarang atau sedang mengalami sepsis rentan, begitu pula yang menjalani pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus, mengalami nekrosis insisi marginal atau dehisensi luka, atau memerlukan evakuasi hematoma pascaoperasi.

3. Klasifikasi
Menurut kejadiannya osteomyelitis ada 2 yaitu : Osteomyelitis Primer Kuman-kuman mencapai tulang secara langsung melalui luka. Osteomyelitis Sekunder Adalah kuman-kuman mencapai tulang melalui aliran darah dari suatu focus primer ditempat lain (misalnya infeksi saluran nafas, genitourinaria furunkel). Sedangkan osteomyelitis menurut perlangsungannya dibedakan atas : a. Steomyelitis akut 1) Nyeri daerah lesi 2) Demam, menggigil, malaise, pembesaran kelenjar limfe regional a. b.

3) 4) 5) 6) 7) 8) b. 1) 2) 3) 4)

Sering ada riwayat infeksi sebelumnya atau ada luka Pembengkakan lokal Kemerahan Suhu raba hangat Gangguan fungsi Lab = anemia, leukositosis Osteomyelitis kronis Ada luka, bernanah, berbau busuk, nyeri Gejala-gejala umum tidak ada Gangguan fungsi kadang-kadang kontraktur Lab = LED meningkat

Osteomyelitis menurut penyebabnya adalah osteomyelitis biogenik yang paling sering :


a. b. c. Staphylococcus (orang dewasa) Streplococcus (anak-anak) Pneumococcus dan Gonococcus

4. Insiden
Osteomyelitis ini cenderung terjadi pada anak dan remaja namun demikian seluruh usia bisa saja beresiko untuk terjadinya osteomyelitis pada umumnya kasus ini banyak terjadi laki-laki dengan perbandingan 2 : 1.

5. Patofisiologi
Staphylococcus aurens merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya sering dujumpai pada osteomielitis meliputi Proteus, Pseudomonas dan Ecerichia coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resisten penisilin, nosokomial, gram negatif dan anaerobik. Awitan osteomielitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama (akut fulminan stadium I) dan sering berhubungan dengan penumpukan hematoma atau infeksi superfisial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan. Respons inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan Vaskularisas dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombosis pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dengan nekrosis tulang sehubungan dengan peningkatan dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya, kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan terbentuk abses tulang. Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan; namun yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati, namun seperti pada rongga abses pada umumnya, jaringan tulang mati (sequestrum) tidak mudah mencair dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronik.

6. Manifestasi Klinis
Jika infeksi dibawah oleh darah, biasanya awitannya mendadak, sering terjadi dengan manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam tinggi, denyut nadi cepat dan malaise umum). Gejala sismetik pada awalnya dapat menutupi gejala lokal secara lengkap. Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan mengenai periosteum dan jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan. Pasien menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan dan berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul. Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah infeksi membengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan. Pasien dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah dapat menjadi pada jaringan parut akibat kurangnya asupan darah.

7. Evaluasi Diagnostik
a. Pemeriksaan darah Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endapan darah. b. Pemeriksaan titer antibodi anti staphylococcus Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas. c. Pemeriksaan feses Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri Salmonella. d. Pemeriksaan Biopsi tulang. e. Pemeriksaan ultra sound Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi. f. Pemeriksaan radiologis Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik, setelah dua minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difusi Pada osteomielitis akut, pemeriksaan sinar x awal hanya menunjukkan pembengkakan jaringan lunak. Pada sekitar 2 minggu terdapat daerah dekalsifikasi ireguler, nekrosis tulang baru. Pemindaian tulang dan MRI dapat membantu diagnosis definitif awal. Pada osteomielitis kronik, besar, kavitas iregular, peningkatan periosteum, sequestra atau pembentukan tulang padat terlihat pada sinar x. pemindaian tulang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi area infeksi. 8. Penatalaksanaan Daerah yang terkana harus diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan mencegah terjadinya fraktur. Dapat dilakukan rendaman salin hangat selama 20 menit beberapa kali per hari untuk meningkatkan aliran daerah. Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi, Kultur darah dan swab dan kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi organisme dan memilih antibiotika yang terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari satu patogen. Begitu spesimen kultur telah diperoleh, dimulai pemberian terapi antibiotika intravena, dengan asumsi bahwa dengan infeksi staphylococcus yang peka terhadap penisilin semi sintetik atau sefalosporin. Tujuannya adalah mengentrol infeksi sebelum aliran darah ke daerah tersebut menurun akibat terjadinya trombosis. Pemberian dosis antibiotika terus menerus sesuai waktu sangat penting untuk mencapai kadar antibiotika dalam darah yang terus menerus tinggi. Antibiotika yang paling sensitif terhadap organisme penyebab yang diberikan bila telah diketahui

biakan dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak telah terkontrol, antibiotika dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan. Untuk meningkatkan absorpsi antibiotika oral, jangan diminum bersama makanan. Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat dan daerah itu diiringi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Tetapi antibitika dianjurkan. Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuvan terhadap debridemen bedah. Dilakukan sequestrektomi (pengangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk memajankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen. Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpengisap untuk mengontrol hematoma dan mebuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dengan pemberian irigasi ini. Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah; perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang.

9. Pencegahan
Sasaran utamanya adalah pencegahan osteomielitis. Penanganan infeksi lokal dapat menurunkan angka penyebaran hematogen. Penanganan infeksi jaringan lunak pada mengontrol erosi tulang. Pemilihan pasien dengan teliti dan perhatian terhadap lingkungan operasi dan teknik pembedahan dapat menurunkan insiden osteomielitis pascaoperasi. Antibiotika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang memadai saat pembedahan dan selama 24 jam sampai 48 jam setelah operasi akan sangat membantu. Teknik perawatan luka pascaoperasi aseptik akan menurunkan insiden infeksi superfisial dan potensial terjadinya osteomielitis. B. KONSEP KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Riwayat Keperawatan Dalam hal ini perawat menanyakan faktor-faktor resiko sehubungan dengan osteomielitis.Hal-hal yang dikaji meliputi umur, pernah tidaknya trauma, luka terbuka, tindakan operasi khususnya operasi tulang, dan terapi radiasi. Faktor-faktor tersebut adalah sumber potensial terjadinya infeksi. b. Pemeriksaan fisik Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek bila dipalpasi. Bisa juga terdapat aritema atau kemerahan dan panas. Efek sistemik menunjukkan adanya demam biasanya di atas 380, takhikardi, irritable, lemah bengkak, nyeri, maupun eritema. c. Riwayat psikososial Pasien seringkali merasa ketakutan, khawatir infeksinya tidak dapat sembuh, takut diamputasi. Biasanya pasien dirawat lama di rumah sakit sehingga perawat perlu mengkaji perubahan-perubahan kehidupan khususnya hubungannya dengan keluarga, pekerjaan atau sekolah.

d. Pemeriksaan diagnostik Hasil laboratorium menunjukkan adanya leukositosis dan laju endap darah meningkat. 50% pasien yang mengalami infeksi hematogen secara dini adanya osteomielitis maka dilakukan scanning tulang. Selain itu dapat pula dengan biopsi tulang atau MRI

2. a. b. c. d. e. f. g. h. i.

Diagnosis Keperawatan Berdasarkan pada data pengkajian, diagnosa keperawatan pasien dengan osteomielitis dapat meliputi yang berikut : Nyeri yang berhubungan dengan proses inflamasi Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan beban berat badan Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan luka Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan pasien tentang penyakitnya Intoleransi aktifitas berhubungan dengan nyeri dan ketakutan dalam bergerak. Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

3.

Penyimpangan KDM

Intervensi Keperawatan Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi Tujuan : Nyeri dapat hilang atau berkurang Kriteria hasil : Melaporkan berkurangnya nyeri Tidak mengalami nyeri tekan di tempat terjadinya Infeksi Tidak mengalarni ketidaknyamanan bila bergerak Pasien tampak tenang Expresi wajah rilex Dapat tidur atau beristirahat Berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan Intervensi 1) Selidiki keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas nyeri R/: Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program 2) Pantau Status neurovaskuler ekstremitas yang terkena.

4. a.

R/: Neurovaskuler berpengaruh dalam proses percepatan penyembuhan 3.) Mempertahankan imobilisasi (back slab). Rasionalisasi : Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaringan yang luka. Peningkatan vena return, menurunkan edem, dan mengurangi nyeri. Untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. 4.) Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka. Rasionalisasi : Mengurangi rasa nyeri dan memberikan rasa nyaman. 5.) Tinggikan bagian yang terkena R/:Untuk mengurangi pembengkakan dan ketidaknyamanan yang ditimbulkannya. 6.) Lakukan Teknik manajemen nyeri relaksasi napas dalam R/: Untuk mengurangi persepsi nyeri 7.) Kolaborasi pemberian analgetik. R/: untuk menghilangkan/mengontrol nyeri 8.) Berikan penjelasan tentang penyebab dan akibat nyeri R/: Klien yang disiapkan untuk mengalami nyeri melalui penjelasan nyeri yang sesungguhnya akan dirasakan (cenderung lebih tenang dibanding klien yang penjelasan kurang/tidak terdapat penjelasan) b. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan penurunan kekuatan otot Tujuan: Gangguan mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan. Kriteria Hasil: Berpartisipasi-dalam aktivitas perawatan~diri Mempertahankan fungsi penuh ekstremitas Yang sehat Memperlihatkan penggunaan alat imobilisasi dan alat bantu dengan Meningkatkan / fungsi yang sakit. Menunjukkan teknik mampu melakukan aktivitas Intervensi: 1) Kaji tingkat kerusakan mobilitas fisik klien R/: Sebagai dasar dalam menentukan intervensi selanjutnya 2) Program pengobatan dengan membatasi aktivitas. R/: Pembatasan aktivitas dianjurkan untuk mencegah kelelahan 3) Liindungi tulang dengan alat mobilisasi dan hindarkan stres pada tulang R/: Tulang menjadi lemah akibat proses infeksi. 4) Partisipasi aktif dalam kehidupan sehari-hari dalam batas fisik tetap dianjurkan R/: Untuk mempertahankan rasa sehat secara umum. 5) Berikan pemahaman kepada klien tentang pembatasan aktivitas R/: Pemahaman klien tentang tindakan yang dilakukan akan mendorong untuk lebih kooperatif dalam mengikuti program pengobatan 9.) Fisioterapi / aoakulasi terapi. Rasionalisasi : Mengurangi gangguan mobilitas fisik.

c.

Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan pada tulang Tujuan:Suhu tubuh dalam batas normal

KH : Klien mengatakan tidak demam, badan tidak terasa panas, suhu tubuh dalam batas normal Intervensi: 1.) Kaji adanya keluhan atau tanda-tanda perubahan peningkatan suhu tubuh R/:Perubahan (peningkatan) suhu tubuh akan menunjukkan berbagai gejala seperti mata merah, badan terasa hangat 2.) Monitor tanda vital : suhu badan R/: Sebagai indikator untuk mengetahui status hypertermi 3.) Ajarkan klien pentingnya mempertahankan cairan yang adekuat (sedikitnya 2000 l/hari) untuk mencegah dehidrasi, misalnya sari buah 2,5-3 liter/hari. R/ :Dalam kondisi demam terjadi peningkatan evaporasi yang memicu timbulnya dehidrasi 4.) Berikan kompres hangat pada lipatan ketiak dan femur R/: Menghambat pusat simpatis di hipotalamus sehingga terjadi vasodilatasi kulit dengan merangsang kelenjar keringat untuk mengurangi panas tubuh melalui penguapan 5.) Anjurkan klien untuk memakai pakaian yang menyerap keringat R/ kondisi kulit yang mengalami lembab memicu timbulnya pertumbuhan jamur. Juga akan mengurangi kenyamanan klien, mencegah timbulnya ruam kulit. 6.) Kolaborasi pemberian Obat antipeuretik R/ : Untuk menurunkan demam Obat antiboitik R/ : Untuk mengobati infeksi sehingga tidak terjadi peningkatan suhu tubuh

Gangguan istirahat tidur b/d nyeri Tujuan : Pola tidur kembali normal KH : Adanya perbaikan dalam pola tidur Intervensi : 1.) Lakukan pengkajian masalah gangguan tidur pasien, karakteristik dan penyebab kurang tidur R/:Memberikan informasi dasar dalam menentukan rencana keperawatan 2.) Keadaan tempat tidur, bantal yang nyaman dan bersih R/: Meningkatkan kenyamanan saat tidur 3.) Lakukan persiapan untuk tidur malam R/: Mengatur pola tidur 4.) Dorong beberapa aktifitas fisik pada siang hari, jamin pasien berhenti beraktifitas beberapa jam sebelum tidur. R/: Aktifitas siang hari dapat membantu pasien menggunakan energi dan siap untuk tidur malam hari. 5.) Instuksikan tindakan relaksasi. R/: Membantu menginduksi tidur. 6.) Kurangi kebisingan dan lampu. R/ : Memberikan situasi kondusif untuk tidur. 7.) Kolaborasi pemberian obat Analgetik R/: Menghilangkan nyeri, meningkatkan kenyamanan dan meningkatkan istirahat Berikan sedatif hipnotik sesuai indikasi

d.

R/: Membantu pasien untuk istirahat dan tidur

Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka pada kaki Tujuan : Integritas kulit membaik KH : tidak terjadi infeksi sekunder , terbentuk jaringan baru, dan jaringan nekrotik berkurang atau hilang Intervensi : 1.) Observasi adanya infeksi sekunder pada sekitar luka R/ : Untuk mengetahui adanya infeksi sekunder yang terjadi sebagai indikasi untuk melakukan intervensi selanjutnya. 2.) Ubah posisi kaki yang sakit setiap 2 jam R/ : Untuk meningkatkan sirkulasi darah ke jaringan 3.) Lakukan perawatan luka setiap hari dengan tekhnik sterulisasi R/ : Untuk mempercepat proses penyembuhan luka 4.) Buang jaringan nekrotik R/ :Untuk mempercepat proses pembentukan jaringa baru 5.) Penatalaksanaan pemberian antibiotik R/ :Untuk membunuh kuman atau bakteri ynag ada dalam gangren f. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit Tujuan :Ansietas berkurang atau hilang KH :Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang pada tingkat yang dapat diatasi. Intervensi : 1.) Kaji tingkat ansietas. Bantu pasien mengidentifikasi keterampilan koping yang telah dilakukan dengan berhasil pada masa lalu. R/ :Memandukan intervensi terapeutik dan partisipatif dalam perawatan diri, keterampilan koping pada masa lalu dapat mengurangi ansietas. 2.) Dorong menyatakan perasaan. Berikan umpan balik R/: Membuat hubungan terapeutik. Membantu orang terdekat dalam mengidentifikasi masalah yang menyebabkan stres 3.) Beri informasi yang akurat dan nyata tentang apa tindakan yang dilakukan R/ :Keterlibatan pasien dalam perencanaan perawatan memberikan rasa control dan membantu menurunkan ansietas 4.) Berikan lingkungan tenang dan istirahat R/: Memindahkan pasien dari stress luar, meningkatkan relaksasi, membantu menurunkan ansietas 5.) Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan perhatian, perilaku perhatian R/: indakan dukungan dapat membantu pasien merasa stres berkurang, memungkinkan energi untuk ditujukan pada penyembuhan 6.) Beri dorongan spiritual R/: Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan YME 7.) Berikan informasi tentang proses penyakit dan antisipasi tindakan R/ : Mengetahui apa yang diharapkan dapat menurunkan ansietas

e.

8.) Kolaborasi pemberian obat sedatif R/: Dapat digunakan untuk menurunkan ansietas dan memudahkan istirahat g. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan nyeri dan ketakutan dalam bergerak. Tujuan :Pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas. KH : Menurunnya keluhan terhadap kelemahan, dan kelelahan dalam melakukan aktifitas, berkurangnya nyeri. Intervensi: 1) Jelaskan aktivitas dan faktor yang dapat meningkatkan kebutuhan oksigen. R/ : Merokok, suhu ekstrim dan stres menyebabkan vasokonstruksi pembuluh darah dan peningkatan beban jantung. 2) Anjurkan program hemat energi. R/ : Mencegah penggunaan energi berlebihan. 3) Buat jadwal aktifitas harian, tingkatkan secara bertahap. R/: Mempertahankan pernapasan lambat dengan tetap mempertahankan latihan fisik yang memungkinkan peningkatan kemampuan otot bantu pernapasan. 4) Beri waktu istirahat yang cukup. R/: Meningkatkan daya tahan pasien, mencegah keletihan.

Resiko terhadap perluasan infeksi berhungan dengan pembentukan abses tulang. Tujuan : Tidak terjadi resiko perluasan infeksi yang dialami. KH : Mencapai waktu penyembuhan. Intervensi: 1.) Awasi TTV. Perhatikan demam ringan, menggigil,nadi dan pernapasan cepat R/: Untuk mengetahui penyimpangan yang terjadi 2.) Observasi drainase dari luka R/: adanya drain meningkatkan resiko infeksi 3.) Ganti balutan dengan sering , pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu R/: Balutan yang basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan media bagi bakteri 4.) Berikan antibiotic sesuai indikasi R/: mengurangi resiko infeksi i. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi Tujuan : Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan KH : Melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan. Intervensi: 1.) Ciptakan lingkungan saling percaya R/ : Menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum pasien bersedia mengambil bagian dalam proses belajar. 2.) Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya. R/: Mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien 3.) Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisi sekarang R/ : Dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas

h.

4.) Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan R/:Mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan. 5. Evaluasi a. Mengalami peredaan nyeri ditandai dengan: 1.) Melaporkan berkurangnya nyeri 2.) Tidak mengalami nyeri tekan di tempat terjadinya Infeksi 3.) Tidak mengalarni ketidaknyamanan bila bergerak 4.) Pasien tampak tenang 5.) Expresi wajah rilex 6.) Dapat tidur atau beristirahat 7.) Berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan b. Gangguan mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan ditandai dengan 1.) Berpartisipasi-dalam aktivitas perawatan~diri 2.) Mempertahankan fungsi penuh ekstremitas Yang sehat 3.) Memperlihatkan penggunaan alat imobilisasi dan alat bantu dengan 4.) Meningkatkan / fungsi yang sakit. 5.) Menunjukkan teknik mampu melakukan aktivitas c. Suhu tubuh dalam batas normal ditandai dengan klien mengatakan tidak demam, badan tidak terasa panas, suhu tubuh dalam batas normal d. Pola tidur kembali normal adanya perbaikan dalam pola tidur ditandai dengan e. Integritas kulit membaik dengan ditandai dengan tidak terjadi infeksi sekunder , terbentuk jaringan baru, dan jaringan nekrotik berkurang atau hilang f. Ansietas berkurang atau hilang ditandai dengan klien tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang pada tingkat yang dapat diatasi. g. Pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas ditandai dengan menurunnya keluhan terhadap kelemahan, dan kelelahan dalam melakukan aktifitas, berkurangnya nyeri. h. Tidak terjadi resiko perluasan infeksi yang dialami ditandai dengan mencapai waktu penyembuhan. i. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan ditandai dengan : Melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.

ASKEP OSTEOMIELITIS ARTRITIS


BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan bertanggung jawab terhadap pergerakan. Komponen utama sistem utama sistem muskuloskeletal adalah jaringan ikat. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendo, ligamen, bursa, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini. Beragamnya jaringan dan organ sistem muskuloskeletal dapat menimbulkan berbagai macam gangguan. Beberapa gangguan tersebut timbul primer pada sistem itu sendiri, sedangkan gangguan yang berasal dari bagian lain tubuh tetapi menimbulkan efek pada sistem muskuloskeletal. Tanda utama gangguan sistem muskuloskeletal adalah nyeri dan rasa tidak nyaman , yang dapat bervariasi dari tingkat yang paling ringan sampai yang sangat berat (Price, Wilson, 2005).

Penyakit infeksi adalah salah satu penyakit yang masih sering terjadi di dunia. Salah satu penyakit infeksi yang mengenai tulang adalah osteomielitis. Osteomielitis umumnya disebabkan oleh bakteri. Namun jamur dan virus yang bisa menjadi penyebabnya. Osteomielitis dapat mengenai tulangtulang panjang, vertebra, tulang tengkorak dan mandibula. Banyak mitos yang berkembang tentang penyakit ini, seperti diyakinkan bahwa informasi, akan berlanjut menyebar pada tulang dan akhirnya seluruh tubuh. Padahal yang sebenarnya adalah osteomielitis tidak menyebar ke bagian lain tubuh karena kelenjar lain tersebut punya aliran darah yang baik (terproteksi oleh sistem imun tubuh). Kecuali apabila terdapat sendi buatan di bagian tubuh yang lain dalam keadaan ini benda asing tersebut menjadi pathogen. Osteomielitis dapat terjadi pada semua usia tetapi sering terjadi pada anak-anak dan orang tua, juga pada orang dewasa muda dengan kondisi kesehatan yang serius dan diagnosa osteomielitis ditentukan berdasarkan gambaran klinis penyakit dan juga gambaran radiologik. Selain infeksi pada tulang, infeksi juga dapat menyerang persendian. Artritis septik karena infeksi bakterial merupakan penyakit yang serius yang cepat merusak kartilago hyaline artikular dan kehilangan fungsi sendi yang ireversibel. Diagnosis awal yang diikuti dengan terapi yang tepat dapat menghindari terjadinya kerusakan sendi dan kecacatan sendi. Insiden septik artritis pada populasi umum bervariasi 2-10 kasus per 100.000 orang per tahun. Insiden ini meningkat pada penderita dengan peningkatan risiko seperti artritis rheumatoid 28-38 kasus per 100.000 per tahun. 1.2 TUJUAN 1.2.1 TUJUAN UMUM Tujuan umum penulis dalam menyusun makalah ini adalah untuk mendukung kegiatan belajar mengajar jurusan keperawatan khususnya pada mata kuliah keperawatan Muskuloskeletal II tentang Asuhan Keperawatan Klien dengan Infeksi Muskuloskeletal: Osteomielitis dan Artritis. 1.2.2 TUJUAN KHUSUS 1. Mengetahui pengertian Osteomielitis dan Artritis Septik. 2. Mengetahui penyebab terjadinya Osteomielitis dan Artritis Septik 3. Mengetahui patofisiologi Osteomielitis dan Artritis Septik 4. Mengetahui manifestasi klinis Osteomielitis dan Artritis Septik. 5. Mengetahui evaluasi diagnostic Osteomielitis dan Artritis Septik 6. Mengetahui penatalaksanaan Osteomielitis dan Artritis Septik. 7. Mengetahui proses asuhan keperawatan Osteomielitis dan Artritis Septik

1.3 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

RUMUSAN MASALAH Bagaimana pengertian Osteomielitis dan Artritis Septik? Bagaimana penyebab terjadinya Osteomielitis dan Artritis Septik? Bagaimana patofisiologi Osteomielitis dan Artritis Septik? Bagaimana manifestasi klinis Osteomielitis dan Artritis Septik? Bagaimana evaluasi diagnostic Osteomielitis dan Artritis Septik? Bagaimana Penatalaksanaan Osteomielitis dan Artritis Septik? Bagaimana Proses asuhan keperawatan Osteomielitis dan Artritis Septik?

1.4 METODE PENGUMPULAN DATA Data ataupun pembahasan dalam makalah ini diperoleh dari beberapa referensi yaitu buku-buku atau sumber bacaan yang relevan serta media-media lain yang mendukung.

BAB II PEMBAHASAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN INFEKSI MUSKULOSKELETAL : OSTEOMIELITIS 2.1 DEFINISI OSTEOMIELITIS Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati). Osteomeilitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. Beberapa ahli memberikan defenisi terhadap osteomyelitis sebagai berkut : 1. Osteomyelitis adalah infeksi Bone marrow pada tulang-tulang panjang yang disebabkan oleh staphylococcus aureus dan kadang-kadang Haemophylus influensae (Depkes RI, 1995). 2. Osteomyelitis adalah infeksi tulang (Carpenito, 1990). 3. Osteomyelitis adalah suatu infeksi yang disebarkan oleh darah yang disebabkan oleh staphylococcus (Henderson, 1997) 4. Osteomyelitis adalah influenza Bone Marow pada tulang-tulang panjang yang disebabkan oleh staphyilococcus Aureus dan kadang-kadang haemophylus influenzae, infeksi yang hampir selalu disebabkan oleh staphylococcus aureus. Tetapi juga Haemophylus influenzae, streplococcus dan organisme lain dapat juga menyebabkannya osteomyelitis adalah infeksi lain. 2.2 ETIOLOGI OSTEOMIELITIS Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus infeksi di tempat lain (mis. Tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi saluran nafas atas). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi ditempat di mana terdapat trauma dimana terdapat resistensi rendah kemungkinan akibat trauma subklinis (tak jelas). Osteomielitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (mis. Ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang (mis, fraktur ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang (mis. Fraktur terbuka, cedera traumatik seperti luka tembak, pembedahan tulang. Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya buruk, lansia, kegemukan atau penderita diabetes. Selain itu, pasien yang menderita artritis reumatoid, telah di rawat lama dirumah sakit, mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum operasi sekarang atau sedang mengalami sepsis rentan, begitu pula yang menjalani pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus, mengalami nekrosis insisi marginal atau dehisensi luka, atau memerlukan evakuasi hematoma pascaoperasi. 2.3 KLASIFIKASI OSTEOMIELITIS Menurut kejadiannya osteomyelitis ada 2 yaitu : 1. Osteomyelitis Primer Kuman-kuman mencapai tulang secara langsung melalui luka. 2. Osteomyelitis Sekunder Adalah kuman-kuman mencapai tulang melalui aliran darah dari

suatu focus primer ditempat lain (misalnya infeksi saluran nafas, genitourinaria furunkel). Sedangkan osteomyelitis menurut perlangsungannya dibedakan atas : a. Steomyelitis akut 1. Nyeri daerah lesi 2. Demam, menggigil, malaise, pembesaran kelenjar limfe regional 3. Sering ada riwayat infeksi sebelumnya atau ada luka 4. Pembengkakan lokal 5. Kemerahan 6. Suhu raba hangat 7. Gangguan fungsi 8. Lab = anemia, leukositosis b. Osteomyelitis kronis 1. Ada luka, bernanah, berbau busuk, nyeri 2. Gejala-gejala umum tidak ada 3. Gangguan fungsi kadang-kadang kontraktur 4. Lab = LED meningkat Osteomyelitis menurut penyebabnya adalah osteomyelitis biogenik yang paling sering : a. Staphylococcus (orang dewasa) b. Streplococcus (anak-anak) c. Pneumococcus dan Gonococcus 2.4 INSIDEN OSTEOMIELITIS Osteomyelitis ini cenderung terjadi pada anak dan remaja namun demikian seluruh usia bisa saja beresiko untuk terjadinya osteomyelitis pada umumnya kasus ini banyak terjadi laki-laki dengan perbandingan 2 : 1. 2.5 PATOFISIOLOGI OSTEOMIELITIS Staphylococcus aurens merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya sering dujumpai pada osteomielitis meliputi Proteus, Pseudomonas dan Ecerichia coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resisten penisilin, nosokomial, gram negatif dan anaerobik. Awitan osteomielitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama (akut fulminan stadium I) dan sering berhubungan dengan penumpukan hematoma atau infeksi superfisial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan. Respons inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan Vaskularisas dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombosis pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dengan nekrosis tulang sehubungan dengan peningkatan dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya, kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan terbentuk abses tulang. Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan; namun yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati, namun seperti pada rongga abses pada umumnya, jaringan tulang mati (sequestrum) tidak mudah mencair dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronik. 2.6 MANIFESTASI KLINIS OSTEOMIELITIS Jika infeksi dibawah oleh darah, biasanya awitannya mendadak, sering terjadi dengan manifestasi

klinis septikemia (mis. Menggigil, demam tinggi, denyut nadi cepat dan malaise umum). Gejala sismetik pada awalnya dapat menutupi gejala lokal secara lengkap. Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan mengenai periosteum dan jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan. Pasien menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan dan berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul. Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah infeksi membengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan. Pasien dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah dapat menjadi pada jaringan parut akibat kurangnya asupan darah. 2.7 PENCEGAHAN OSTEOMIELITIS Sasaran utamanya adalah Pencegahan osteomielitis. Penanganan infeksi lokal dapat menurunkan angka penyebaran hematogen. Penanganan infeksi jaringan lunak pada mengontrol erosi tulang. Pemilihan pasien dengan teliti dan perhatian terhadap lingkungan operasi dan teknik pembedahan dapat menurunkan insiden osteomielitis pascaoperasi. Antibiotika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang memadai saat pembedahan dan selama 24 jam sampai 48 jam setelah operasi akan sangat membantu. Teknik perawatan luka pascaoperasi aseptik akan menurunkan insiden infeksi superfisial dan potensial terjadinya osteomielitis. 2.8 PENATALAKSANAAN OSTEOMIELITIS Daerah yang terkena harus diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan mencegah terjadinya fraktur. Dapat dilakukan rendaman salin hangat selama 20 menit beberapa kali per hari untuk meningkatkan aliran daerah. Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi, Kultur darah dan swab dan kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi organisme dan memilih antibiotika yang terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari satu patogen. Begitu spesimen kultur telah diperoleh, dimulai pemberian terapi antibiotika intravena, dengan asumsi bahwa dengan infeksi staphylococcus yang peka terhadap penisilin semi sintetik atau sefalosporin. Tujuannya adalah mengentrol infeksi sebelum aliran darah ke daerah tersebut menurun akibat terjadinya trombosis. Pemberian dosis antibiotika terus menerus sesuai waktu sangat penting untuk mencapai kadar antibiotika dalam darah yang terus menerus tinggi. Antibiotika yang paling sensitif terhadap organisme penyebab yang diberikan bila telah diketahui biakan dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak telah terkontrol, antibiotika dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan. Untuk meningkatkan absorpsi antibiotika oral, jangan diminum bersama makanan. Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat dan daerah itu diiringi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Tetapi antibitika dianjurkan. Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuvan terhadap debridemen bedah. Dilakukan sequestrektomi (pengangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk memajankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen. Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpengisap untuk mengontrol hematoma dan mebuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dengan pemberian irigasi ini. Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah;

perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN INFEKSI MUSKULOSKELETAL : ARTRITIS SEPTIK 2.9 DEFINISI ARTRITIS SEPTIK Artritis septic adalah infeksi dari satu atau lebih sendi-sendi oleh mikroorganisme-mikroorganisme. Secara normal, sendi dilumasi dengan jumlah kecil dari cairan yang dirujuk sebagai cairan sinovial (synovial fluid) atau cairan sendi. Cairan sendi yang normal adalah steril dan, jika dikeluarkan dan dipelihara (dikulturkan) dalam laboratorium, tidak ada mikroba-mikroba yang akan ditemukan. Dengan septic arthritis, mikroba-mikroba dapat diidentifikasi dalam suatu cairan sendi yang terpengaruh. Paling umum, septic arthritis mempengaruhi suatu sendi tunggal, namun adakalanya lebih banyak sendi-sendi yang dilibatkan. Sendi-sendi yang terpengaruh sedikit banyak bervariasi tergantung pada mikroba yang menyebabkan infeksi dan faktor-faktor risiko yang mempengaruhi orang yang terpengaruh. Septic arthritis juga disebut infectious arthritis. Artritis septic sendiri mempunyai banyak pengertian, diantaranya : 1. Artritis Septik adalah keadaan darurat rematologi karena mampu menghasilkan kerusakan sendi yang cepat dan bahkan kematian jika tidak diakui dan diperlakukan lebih awal dan benar. 2. Artritis Septik adalah keadaan darurat rematologi karena mampu menghasilkan kerusakan sendi yang cepat dan bahkan kematian jika tidak diakui dan diperlakukan lebih awal dan benar.

2.10 ETIOLOGI ARTRITIS SEPTIK Sendi dapat mengalami infeksi akibat penyebaran dari infeksi di tempat tubuh lain (penyebaran hematogenus) atau secara langsung akibat trauma atau intervensi bedah. Trauma sendi sebelumnya, arthritis yang menyertai, dan menurunnya kekebalan penderita mempengaruhi terjadinya infeksi sendi lutut. Gonococci dan stapilococci serta Haemophilus influenzae penyebab utama infeksi sendi pada orang dewasa. Penemuan dan penangan yang segera pada infeksi sendi sangat penting karena timbunan pus dapat menyebabkan kondrolisis (kerusakan kartilago hyalin), yang penyembuhannya sangat buruk. Pada individu-individu "berisiko tinggi" yang tertentu, bakteri-bakteri lain mungkin menyebakan septic arthritis, seperti E. coli dan Pseudomonas spp. pada orang-orang penyalahguna obat-obat intravena dan orang-orang tua, Neisseria gonorrhoeae pada dewasa-dewasa muda yang aktif secara seksual, dan Salmonella spp. pada anak-anak muda atau orang-orang dengan penyakit sel sabit. Bakteri-bakteri lain yang dapat menyebabkan septic arthritis termasuk Mycobacterium tuberculosis dan spirochete bacterium yang menyebabkan penyakit Lyme. Faktor-faktor berikut meningkatkan risiko artritis septik: 1. Sendi implan Buatan 2. Bakteri infeksi di tempat lain dalam tubuh 3. Penyakit kronis atau penyakit (seperti diabetes, rheumatoid arthritis dan penyakit sel sabit) 4. Penggunaan narkoba intravena (IV) atau dengan injeksi 5. Obat-obatan yang menekan sistem kekebalan tubuh 6. Trauma sendi Terbaru 7. Artroskopi sendi terbaru atau operasi lain dalam sendi Septic arthritis dapat dilihat pada usia berapa pun. Pada anak-anak, itu terjadi paling sering pada mereka yang di bawah 3 tahun. Pinggul adalah sebuah situs sering infeksi pada bayi. Artritis septik jarang terjadi dari usia 3 sampai remaja. Anak-anak dengan artritis septik lebih mungkin dibandingkan orang dewasa terinfeksi dengan kelompok B streptokokus dan Haemophilus influenza jika mereka divaksinasi.

2.11 PATOFISIOLOGI ARTRITIS SEPTIK Septic arthritis berkembang ketika bakteri menyebar melalui aliran darah ke sendi. juga dapat terjadi ketika sendi secara langsung terinfeksi dengan bakteri selama cedera atau operasi. daerah yang paling umum untuk jenis infeksi lutut dan pinggul. 2.12 MANIFESTASI KLINIS ARTRITIS SEPTIK Pasien dengan arthritis septic biasanya datang dengan sendi yang hangat, nyeri, bengkak dengan penurunan rentang gerak. Menggigil sistemik, demam, dan leukositosis. Pengkajian adanya focus primer infeksi (misalnya adanya karbunkel) harus dicari. Pasien lansia dan orang yang memakai kortikosteroid atau obat imunosupresif mungkin tidak memperlihatkan manifestasi klinis yang khas untuk adanya infeksi. Gejala klinis yang tampak pada bayi berbeda dengan pada anak-anak dan dewasa, yaitu : Bayi 1. Dapat ditemukan kekakuan pada sendi yang terkena 2. Nyeri pada pergerakan sendi 3. Dapat terjadi demam, namun gejala ini bukan patokan utama 4. Dapat terjadi dislokasi patologik pada sendi pada minggu kedua. Gejala klinis pada: Anak-anak dan dewasa 1. Anak-anak dan orang dewasa dapat memberitahu lokasi terjadinya sakit dan nyeri yang timbul saat pergerakkan 2. Karena sendi sakit, maka tubuh secara otomatis berusaha untuk melindunginya dengan mengontraksikan otot-otot disekitar sendi 3. Kekakuan sendi jelas terlihat 4. Adanya demam 2.13 PENATALAKSANAAN ARTRITIS SEPTIK Konservatif Pemberian antibiotik dapat dilakukan sebelum operasi dilakukan. Antibiotik digunakan untuk mengobati infeksi. Istirahat, imobilisasi, elevasi, dan kompres dingin bisa membantu mengurangi rasa sakit. Melakukan latihan dalam sendi yang terkena membantu proses pemulihan. Jika cairan sendi (synovial fluid) menumpuk cepat dalam sendi sebagai akibat dari infeksi, Anda mungkin perlu sering aspirasi cairan dengan memasukkan jarum ke dalam sendi. Pada kasus yang berat mungkin memerlukan pembedahan untuk mengeringkan cairan dari sendi yang terinfeksi. Operasi Tujuan utama dilakukannya operasi adalah untuk membersihkan nanah yang ada pada sendi sehingga tidak terjadi kerusakan yang lenjut pada sendi. Operasi dapat dilakukan secara tertutup (arthroskopi lavage) atau dengan pembedahan terbuka. Jika penyakit ini sudah lanjut, maka dapat dilakuk an arthrodesis, yaitu penyatuan sendi, untuk menghilangkan nyeri, meningkatkan stabilitas, dan mengoreksi kelainan bentuk yang ada. Namun cara ini akan mengakibatkan hilangnya pergerakan sendi. Rehabilitasi Pada model percobaan, dengan menggunakan tehnik Continuous Passive Motion (CPM), ternyata dapat mencegah tulang rawan sendi dari kerusakan. 2.14 KOMPLIKASI ARTRITIS SEPTIK Komplikasi Dini 1. Kematian 2. Kerusakan sendi 3. Dislokasi patologik dari sendi 4. Kematian tulang Komplikasi Lanjut 1. Penyakit degeneratif pada sendi 2. Dislokasi permanen 3. Fibrous ankylosis

4. Bone ankylosis PROSES KEPERAWATAN PADA INFEKSI MUSKULOSKELETAL: OSTEOMIELITIS DAN ARTRITIS 2.15 PENGKAJIAN 2.15.1. PENGKAJIAN PADA OSTEOMIELITIS 1. Anamnesa Anamnesa meliputi a. Identitas klien : Nama, Jenis kelamin, Umur, Alamat, Pekerjaan, Agama,dsb. b. Keluhan utama : Pasien yang datang dengan awitan gejala akut (mis. Nyeri lokal, pembengkakan, eritema, demam) atau kambuhan keluarnya pus dari sinus disertai nyeri, pembengkakan dan demam sedang. c. Riwayat penyakit dahulu : Kaji adanya faktor risiko (mis. diabetes, terapi kortikosteroid jangka panjang) dan cedera, infeksi atau bedah ortopedi sebelumnya. d. Riwayat penyakit sekarang : Adanya daerah inflamasi, pembengkakan nyata, hangat dan nyeri tekan. Pada osteomielitis akut, pasien akan mengalami kelemahan umum akibat reaksi sistemik infeksi. Pada osteomielitis kronik, peningkatan suhu mungkin minimal, yang terjadi pada sore dan malam hari. e. Riwayat psikososial : Adanya stress dapat meningkatka rasa nyeri, merasa kehilangan kemampuan dan harapan, cemas terhadap kondisi yang dialami saat ini.

2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik focus pada B 6 ( Bone ) : Memperlihatkan adanya daerah inflamasi, pembengkakan nyata, hangat yang nyeri tekan. Cairan purulen dapat terlihat. Pasien akan mengalami kelemahan umum akibat reaksi sistemik infeksi, nyeri lokal. Pengkajian Nyeri a. Provokes/ Palliativ : Pemicu terjadinya nyeri yaitu adanya infeksi, trauma (mis. Fraktur terbuka, cedera traumatik seperti luka tembak, pembedahan tulang ). b. Quality / Quantity : Kualitas dari nyeri seperti ditusuk, terbakar, sakit seperti digencet. Kuantitas dari nyeri, dimana nyeri terjadi beberapa menit, jam, hari, bulan, dsb ). c. Region /radiasi ; daerah di mana nyeri terjadi pada organ tubuh yaitu pada osteo atau daerah tulang. d. Severe / scale : intensitas nyeri Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut : 1) skala intensitas nyeri deskritif 2) Skala identitas nyeri numerik 3) 4) Skala analog visual Skala nyeri menurut bourbanis

Keterangan : 0 :Tidak nyeri 1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik. 4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik. 7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi 10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.

e. Time : waktu terjadinya nyeri, pada waktu pagi hari, siang, atau malam hari. 3. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan laboratorium Pada fase akut ditemukan CPR yang meninggi, laju endap darah yang meninggi dan leukosit meningkat. b. Pemeriksaan radiologik Pada fase akut gambaran radiologic tidak menunjukkan kelainan. Pada fase kronik ditemukan suatu involukrum dan skuester. c. Pemeriksaan darah Sel darah putih meningkat sampai 30.000 l gr/dl disertai peningkatan laju endapan darah. d. Pemeriksaan feses Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri salmonella. e. Bone scan Pada pemeriksaan sidik tulang dengan menggunakan tehcnetum-99 maka akan terlihat gambaran abnormal dari tulang berupa peningkatan uptake pada daerah yang aliran darahnya meningkat dan daerah pembentukan tulang yang cepat. Dengan sidik tulang ini juga dapat ditemukan atau ditentukan lokasi terjadinya infeksi atau dapat juga dengan menggunakan gallium. f. X Ray Pada fase akut belum terlihat kelainan-kelainan patologis pada tulang dan hanya dapat terlihat berupa pembengkakan jaringan lunak saja, setelah lebih dari 10 hari baru ada perubahan pada gambar X ray yaitu gambaran Brodies ances. 2.15.2. PENGKAJIAN OSTEOMIELITIS 1. Anamnesa Anamnesa meliputi a. Identitas klien : Nama, Jenis kelamin, Umur, Alamat, Pekerjaan, Agama,dsb. b. Keluhan utama : Pasien dengan arthritis septic biasanya datang dengan sendi yang hangat, nyeri, bengkak dengan penurunan rentang gerak. Menggigil sistemik, demam, dan leukositosis. c. Riwayat penyakit dahulu : Kaji adanya faktor risiko (mis. Rheumatoid artritis, diabetes, penyakit sel sabit, terapi kortikosteroid jangka panjang) dan cedera, infeksi atau bedah ortopedi sebelumnya. d. Riwayat penyakit sekarang : Adanya sendi yang hangat, nyeri, bengkak dengan penurunan rentang gerak, menggigil sistemik dan demam. e. Riwayat psikososial : Adanya stress dapat meningkatka rasa nyeri, merasa kehilangan kemampuan dan harapan, cemas terhadap kondisi yang dialami saat ini. 2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik focus pada B 6 ( Bone ) : Adanya nyeri sendi, pembengkakan dengan penurunan rentak gerak. Pasien akan mengalami kelemahan umum akibat reaksi sistemik infeksi, nyeri lokal. 3. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan darah rutin dapat menunjukkan adanya peningkatan sel darah putih dan laju endap darah. Jika terdapat kecurigaan kearah artritis septik akut, maka perlu dilakukan segera aspirasi dengan jarum pada sendi yang terkena sebagai langkah diagnostik dan juga untuk mengetahui bakteri apa yang menginfeksi supaya penanganannya tepat. Penemuan sel darah putih yang lebih dari 100.000/ml pada aspirasi jarum merupakan tanda kuat terjadinya artritis septik akut. Pemeriksaan foto roentgen dan juga ultrasonografi pada minggu pertama dapat menunjukkan terjadinya pembengkakan.

2.16 DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan

2. Keruskan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri,alat immobilisasi dan keterbatasan beban berat badan. 3. Resiko terhadap penyebaran infeksi : pembentukan abses tulang . 4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai penyakit dan program pengobatan . . 2.17 INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Diagnosa: nyeri berhubungan dengan imflamasi dan pembengkakan. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri dapat berkurang dan terkontrol. Criteria hasil: 1. Menunjukkan nyeri berkurang atau terkontrol. 2. Terlihat rileks, dapat tidur atau beristirahat dan beraktifitas sesuai kemampuan. 3. Mengikuti program farmakologis yang diresepkan. 4. Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktifitas hiburan kedalam program control nyeri. INTERVENSI RASIONAL 1. Selidiki keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas( skala 0-10). Catat factor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal. 2. Berikan matras atau kasur keras, bantal kecil. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan.

3. Biarkan pasien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur atau duduk di kursi. Tingkatkan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi. 4. Tempatkan atau pantau penggunaan bantal, karung pasir, gulungan trokhanter, bebat, brace.

5. Dorong untuk mengubah posisi. Bantu pasien untuk bergerak di tempat tidur, sokong tulang yang sakit di atas dan di bawah,hindari gerakan yang menyentak. 6. Libatkan dalam aktifitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu.

7. Berikan masase yang lembut. - membantu dalam menentukan kebutuhan managemen nyeri dan keefektifan program. - matras yang lembut atau empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada tulang yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada tulang yang terinflamasi/nyeri. - pada penyakit berat atau eksaserbasi, tirah baring mungkin diperlukan (sampai perbaikan objektif dan subjektif didapat) untuk membatasi nyeri atau cedera tulang.

- Mengistirahatkan tulang-tulang yang sakit dan mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan mungkin dapat mengurangi kerusakan pada tulang. Meskipun demikian, ketidakaktifan lama dapat mengakibatkan hiulangnya mobilitas atau fungsi tulang. - Mencegah terjadinya kelelahan umum, dan kekakuan tulang, menstabilkan tulang, mengurangi gerakan atau rasa sakit pada tulang. - Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat. - Meningkatkan relaksasi atau mengurangi tegangan otot. 2. Diagnose: Keruskan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri,alat immobilisasi dan keterbatasan beban berat badan. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan, tidak terjadi kerusakan mobilitas fisik. Criteria hasil: 1. Mempertahankan fungsi posisi. 2. Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari kompensasi bagian tubuh. 3. Mendemonstrasikan teknik yang memungkinkan melakukan aktifitas. INTERVENSI RASIONAL 1. Evaluasi/lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi atau rasa sakit pada tulang. 2. Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup. Demonstrasikan atau bantu teknik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas, misalnya trapeze. 3. Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan berjalan. 4. Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi atau kloset, menggunakan pegangan tangga pada bak atau pancuran dan toilet, peggunaan alat bantu mobilitas atau kursi roda penyelamat. 5. Bantu dengan rentang gerak aktif atau pasif, demikian juga latihan resistif dan isometric jika memungkinkan. - Tingkat aktifitas atau latihan tergantung dari perkembangan atau resolusi dari proses inflamasi. - Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi. Mempermudah perawatan diri dan kemandirian pasien. Teknik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit. - Memaksimalkan fungsi tulang, mempertahankan mobilitas. - Menghindari cedera akibat kecelakaan atau jatuh.

- mempertahankan atau meningkatkan fungsi tulang, kekuatan otot, dan stamina umum. Latihan tidak adekuat dapat menimbulkan kekakuan tulang, karenanya aktifitas yang berlebihan dapat merusak tulang.

3. Diagnose: Resiko terhadap penyebaran infeksi : pembentukan abses tulang . Tujuan: seteleh dilakukan intervensi keperawatan tidak terjadi penyebaran infeksi dan infeksi dapat terkontrol. Criteria hasil: 1. Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi. 2. Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi. INTERVENSI RASIONAL 1. Pantau tanda-tanda vital secara tepat khususnya selama awal terapi. 2. Batasi pengunjung sesuai indikasi. 3. Dorong keseimbangan istirahat adekuat dengan aktifitas sedang. Tingkatkan masukan nutrisi adekuat. 4. Awasi keefektifan terapi antmikrobia. - selama periode waktu ini potensial komplikasi fatal dapat terjadi. - menurunkan pemajanan terhadap pathogen infeksi lain. - memudahkan proses penyembuhan. - tanda perbaikan kondisi harus terjadi dalam 24 -48 jam. 4. Diagnosa: Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai penyakit dan program pengobatan Tujuan: setelah dilakuakn intevensi keperawatan klien dapat mengetahui tentang penyakitnya dan mengetahui tentang program pengobatan. Criteria hasil: 1. Menujukkan pemahaman akan proses penyakit. 2. Ikut serta dalam program pengobatan dan memuali gaya hidup yang diperlukan. INTERVENSI RASIONAL 1. Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan 2. Beriakan informasi mengenai terapi obatobatan ,intreraksi,efek samping ,dan pentingnya ketaatan program 3. Dorong periode istrahat adekuat dengan aktivitas yang terjadwal. 4. Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakoterapeutik 5. Berikan informasi mengenai alat bantu,misalnya tongkat,palang keamanan,tempat duduk toilet yang bias di naikkan . - Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan. - Meningkatka pemahaman dan meningkatkan kerja sama dalam penyembuhan atau dan mengurangi resiko komplikasi. - Mencegah kepenatan ,menghemat energy dan meningkatkan penyembuhan.

- Keuntungan dari terapi obat-obatan tergantung dari ketepatan dosis - Mengurangi paksaan untuk menggunakan tulang dan memungkinkan individu untuk ikut serta secara lebih nyaman dalam aktivitas yang di butuhkan atau di inginkan .

Osteomyelitis adalah merupakan infeksi tulang dan sumsum tulang yang disebabkan bakteri pyogen dimana mikroorganisme berasal dari fokus di tempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah. Osteomyelitis hematogen akut Merupakan infeksi tulang dan sumsum tulang akut yang disebabkan bakteri pyogen dimana mikroorganisme berasal dari fokus di tempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah. Sering ditemukan pada anak-anak dan sangat jarang pada orang dewasa. Diagnosis yang dini sangat penting, oleh karena prognosis tergantung dari pengobatan yang tepat dan segera. Etiologi Faktor predisposisi 1. Umur, terutama mengenai bayi dan anak-anak 2. Jenis kelamin; lebih sering pada laki-laki 3. Trauma; hematoma akibat trauma pada daerah metafisis 4. Lokasi; pada daerah metafisis, karena merupakan daerah aktif terjadinya pertumbuhan tulang 5. Nutrisi; lingkungan dan imunitas yang buruk serta adanya fokus infeksi sebelumnya Osteomyelitis hematogen akut dapat disebabkan oleh : 1. Staphylococcus aureus -hemolyticus 2. Haemophylus influenzae, pada anak dibawah umur 4 tahun 3. Organisme lain, seperti E. coli, Pseudomonas aeruginosa, proteus mirabilis dan lain-lain. Patologi dan patogenesis

Penyebaran osteomyelitis terjadi melalui dua cara, yaitu : 1. Penyebaran umum Melalui sirkulasi darah berupa bakteriemi dan septikemi, Melalui embolus infeksi yang menyebabkan infeksi multifokal pada daerah lain. 2. Penyebaran local

Subperiosteal abses akibat penerobosan abses melalui periosteum, Selulitis akibat abses subperiosteal menembus sampai dibawah kulit, Penyebaran ke dalam sendi sehingga terjadi arthritis septic. Penyebaran ke medulla tulang sekitarnya sehingga system sirkulasi dalam tulang terganggu. Hal ini menyebabkan kematian tulang local dengan terbentuknya tulang mati (sekuester)

Teori terjadinya infeksi pada daerah metafisis yaitu : 1. Teori vascular (Trueta) Pembuluh darah pada daerah metafisis berkelok-kelok, membentuk sinus-sinus dengan akibat aliran darah menjadi lebih lambat. Aliran ini akan menyebabkan mudahnya bakteri untuk berkembang biak. 2. Teori fagositosis (Rang) Daerah metafisis merupakan daerah pembentukan RES. Bila terjadi infeksi, bakteri akan difagosit oleh sel-sel fagosit matur di tempat ini. Meskipun demikian, di daerah ini terdapat juga sel-sel fagosit immatur yang tidak dapat memfagosit bakteri, sehingga beberapa bakteri tidak difagositer dan berkembang biak di daerah ini. 3. Teori trauma Bila trauma artificial dilakukan pada binatang percobaan maka akan terjadi hematoma pada daerah lempeng epifisis. Dengan penyuntkkan bakteri secara intravena, akan terjadi infeksi pada daerah hematoma tersebut.. Patologi yang terjadi pada osteomyelitis hematogen akut tergantung pada factor predisposisi. Infeksi terjadi melalui sirkulasi dari focus di tempat lain dalam tubuh pada fase bakteriemi dan dapat menimbulkan septicemia.

Embolus infeksi kemudian masuk kedalam juksta epifisis pada daerah metafisis tulang panjang. Fase selanjutnya terjadi hyperemia dan edema di daerah metafisis disertai pembentukkan pus. Terbentuknya pus dalam tulang dimana jaringan tulang tidak dapat berekspansi akan menyebabkan tekanan dalam tulang bertambahsehingga akan mengakibatkan terganggunya sirkulasi dan timbul trombosis pada sirkulasi tulang yang akhirnya menyebabkan nekrosis tulang. Disamping proses yang itu, pembentukkan tulang baru yang ekstensif terjadi pada bagian dalam periosteum sepanjang diafisis (terutama pada anak-anak) sehingga terbentuk suatu lingkungan tulang seperti peti mayat yang disebut involucrum dengan jaringan sekuestrum didalamnya. Proses ini terlihat pada akhir minggu ke dua. Apabila pus menembus tulang maka terjadi pengaliran pus dari involucrum melalui lubang yang disebut kloaka/sinus jaringan lunak dan kulit. Pada tahap selanjutnya, penyakit akan berkembang menjadi osteomyelitis kronis. Pada daerah tulang kanselosa, infeksi dapat terlokalisir serta diliputi oleh jaringan fibrosa yang membentuk abses tulang kronis (abses Brodie). Bedasarkan umur dan pola vaskularisasi pada daerah metafisis dan epifisis,trueta membagi proses patologi pada osteomyelitis hematogen akut atas tiga jenis : 1. Bayi Adanya pola vaskularisasi foetal menyebabkan penyebaran infeksi dari metafisis dan epifisis dengan masuk kedalam sendi, sehingga seluruh tulang termasuk sendi dapat terkena.lempeng epifisis biasanya lebih resisten terhadap infeksi. 2. Anak Dengan terbentuknya lempeng epifisis serta osifikasi yang sempurna, resiko infeksi pada epifisis berkurang karena lempeng epifisis merupakan barier terhadap infeksi. Selain itu, tidak ada hubungan vaskularisasi yang berarti antara metafisis dan epifisis. Infeksi pada sendi hanya dapat terjadi bila ada infeksi intraartikular. 3. Dewasa Osteomyelitis hematogen akut sangat jarang terjadi karena lempeng epifisis telah hilang. Walaupun infeksi dapat menyebar ke epifisis, namun infeksi intraartikuler sangat terjadi. Abses subperiosteal juga sulit terjadi karena periosteum melekat erat dengan korteks.

Gambaran Klinis Gambaran klinis osteomielitis hematogen tergantung dari stadium patogenesis dari penyakit. Osteomielitis hematogen akut berkembang secara progresif/cepat. Pada keadaan ini mungkin dapat ditemukan adanya infeksi bacterial pada kulit dan saluran nafas bagian atas.Gejala dapat berupa nyeri yang konstan pada daerah infeksi, nyeri tekan dan terdapat gangguam anggota gerak yang bersangkutan. Gejala umum timbul akibat bakteremia dan septicemia, berupa : Panas tinggi, Nafsu makan berkurang. Pada pemeriksaan fisik ditemukan : Nyeri tekan Gangguan pergerakan sendi oleh karena pembengkakan sendi dan gangguan akan bertambah berat jika terjadi spasme local. Gangguan sendi juga dapat disebabkan oleh efusi sendi atau infeksi sendi (arthritis septic) Pada orang dewasa lokalisasi infeksi biasanya pada daerah vertebra torakolumbal yang terjadi akibat torakosintesis atau akibat prosedur urologis dan dapat ditemukan adanya riwayat kencing manis, malnutrisi, adiksi obatobatan atau pengobatan dengan imuno supresif. Pemeriksaan Laboratorium :
1.

Pemeriksaan Darah Sel darah putih meningkat sampai 30.000 disertai peningkatan LED. Pemeriksaan titer antibody anti stafilokokus. Pemeriksaan Kultur darah untuk menentukan jenis bakterinya (50% positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas. Juga harus diperiksa adanya penyakit anemia sel sabit yang merupakan jenis osteomielitis yang jarang.

2.

Pemeriksaan feses

Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri salmonella.
3.

Pemeriksaan biopsy Dilakukan pada tempat yang dicurigai .

4.

Pemeriksaan Ultrasound Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi.

5.

Pemeriksaan radiologist Pemeriksaan foto polos dalam 10 hari pertama, tidak ditemukan kelainan radiologist yang berarti dan mungkin hanya ditemukan pembengkakan jaringan lunak. Gambaran destruksi tulang dapat terlihat setelah 10 hari berupa rarefraksi tulang yang bersifat difus pada daerah metafisis dan pembentukan tulang baru dibawah periosteum yang terangkat. Komplikasi :

1. 2. 3. 4. 5.

Septikemia Infeksi yang bersifat metastatik Artritis supuratif Gangguan pertumbuhan Osteomielitis kronis Diagnosa Banding :

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Selulitis Artritis supuratif akut Demam reumatik Krisis sel sabit Penyakit gaucher Tumor Ewing.

Pengobatan :
1. 2. 3. 4.

Istirahat dan pemberian analgesic Pemberian cairan intravena dan kalau perlu transfuse darah Istirahat local dengan bidai atau traksi Pemberian Antibiotik secepatnya sesuai dengan penyebab utama yaitu Stafilokokus aureus, sambil menunggu hasil biakan kuman. Antibiotic

5.

diberikan 3-6 minggu, Antibiotik tetap diberikan 2 minggu setelah LED normal. Drainase Bedah, dilakukan apabila setelah 24 jam pengobatan local dan sistemik antibiotic gagal (tidak ada perbaikan KU), drainase dilakukan selama beberapa hari dengan menggunakan cairan NaCl dan dengan antibiotic.

Osteomyelitis Hematogen Subacute Gejala Osteomyelitis hematogen subacute lebih ringan oleh karena organisme yang menyebabkan kurang purulen dan penderita lebih resisten Etiologi Osteomyelitis hematogen subacute biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus dan umumnya berlokasi dibagian distal femur dan proksimal tibia. Patologi Biasanya terdapat cavitas dengan batas tegas pada tulang kanselosa dan mengandung cairan semipurulen. Kavitas dilingkari oleh jaringan granulasi yang terdiri dari sel-sel inflamasi acute dan kronik dan biasanya terdapat penebalan trabekula Gambaran Klinis

Atrofi otot Nyeri local Sedikit pembengkakan Dan dapat pula penderita menjadi pincang Terdapat rasa nyeri pada daerah sekitar sendi selama beberapa minggu atau mungkin berbulan-bulan. Suhu tubuh penderita biasanya normal

Diagnosis Foto roentgen biasanya ditemukan kavitas berdiameter 1-2 cm, terutama pada daerah metafisis dari tibia dan femur atau kadang-kadang pada daerah diafisis tulang panjang. Pemeriksaan labratorium

Leukosit normal LED meningkat

Pengobatan Pengobatan yang diberikan berupa pemberian antibiotic yang adekuat selam 6 minggu, apabila diagnosis ragu-ragu, maka dapat dilakukan biopsy dan kuretase. Osteomyelitis Sklerosing/Garre Adalah suatu osteomyelitis subacute dan terdapat kavitas yang dikelilingi jaringan sclerotic pada daerah metafisis, dan diaphisis tulang panjang. Penderita biasanya remaja dan orang dewasa, terdapat rasa nyeri dan sedikit pembengkakan pada tulang Pemeriksaan radiologist Terlihat adanya kavitas yang dilingkari jaringan sklerotis dan tidak ditemukan kavitas yang sentral, hanya berupa suatu cavitas yang difus. Pengobatan Eksisi Kuretase Osteomyelitis Pasca Trauma Osteomyelitis akibat fraktur terbuka merupakan osteomylitis yang paling sering ditemukan pada orang dewasa. Pada suatu fraktur terbuka dapat ditemukan kerusakan jaringan, kerusakan pembuluh darah, edema, hematoma dan hubungan antara fraktur dan dunia luar. Sehingga pada fraktur terbuka umumnya menjadi infeksi, Etiologi Staphylokokus aureus, E. Colli, pseudomonas dan kadang-kadang oleh bakteri anaerobic, seperti clostridium, streptococcus anaerob atau bakteriodes. Gambaran Klinis Demam Nyeri Pembengkakan pada daerah fraktur

Dan sekresi pus pada luka Laboratorium Pada fraktur terbuka perlu dilakukan pemeriksaan biakan kuman guna menentukan kuman penyebabnya, pada pemeriksaan darah ditemukan leukositosis dan peningkatan LED. Pengobatan Prinsip penanganan pada kelainan ini sama dengan osteomyelitis lainnya, pada fraktur terbuka sebaiknya dilakukan pencegahan infeksi melalui pembersihan dan debridement luka. Luka dibiarkan terbuka dan diberikan antibiotic adekuat. Osteomyelitis Pasca Operasi Osteomyelitis jenis ini terjadi setelah suatu operasi tulang (terutama pada operasi yang menggunakan implant), dimana invasi bakteri disebabkan oleh lingkungan bedah. Gejala infeksi dapat timbul segera setelah operasi atau beberapa bulan kemudian Osteomyelitis pasca operasi yang paling ditakuti adalah osteomyelitis setelah suatu operasi artoplasty. Pada keadaan ini pencegahan lebih penting dari pada pegobatan. Pengobatan Pada operasi tanpa implant : pengobatannya sama dengan ostemyelitis post trauma dengan kerusakan jaringan yang sedikit. Pada fraktur yang difiksasi internal : Antibiotik IV dengan dosis besar, bila ada abses harus didrainase dan luka dibiarkan terbuka sampai bersih, jika gagal eksisi bagiang yang infeksi dan nekrosis, dan diirigasi dengan antibiotic secara intermitten dan suction drainasse mungkin dapat mengontrol infeksi dan mencegah terjadinya osteomyelitis kronis. Osteomyelitis Kronis Osteomyelitis kronis umumnya merupakan lanjutan dari osteomyelitis akut yang tidak terdiagnosis, atau tidak diobati dengan baik. Osteomyelitis kronis dapat juga terjadi setelah fraktur terbuka atau setelah operasi pada tulang

Etiologi Bakteri penyebab osteomyelitis kronis terutama oleh staphylokokus aureus atau E. Colli, proteus, pseudomonas. Staphylokokus epidermidis merupakan penyebab utama osteomyelitis kronis pada operasi-operasi orthopedic yang menggunakan implant. Patologi dan Patogeneses Infeksi tulang dapat menyebabkan terjadinya sekuestrum yang menghambat terjadinya resolusi dan penyembuhan spontan yang normal pada tulang. Sekustrum ini merupakan benda asing bagi tulang dan mencegah terjadinya penutupan kloaka (pada tulang) dan sinus (pada kulita) sekuetrum diselimuti oleh involucrum yang tidak dapat keluar atau dibersihkan dari medulla tulang kecuali dengan tindakan operasi. Proses selanjutnya terjadi destruksi dan sclerosis tulang yang dapat ditunjukanan melalui foto roentgen. Gambaran klinis

Keluarnya cairan dari luka atau sinus setelah operasi, yang bersifat menahun. Demam Nyeri local yang hilang timbul didaerah anggota gerak tertentu Pada Pemeriksaan Fisik : adanya sinus, fistel, atau sikatrik bekas operasi dengan nyeri tekan, mungkin dapat ditemukan sekuestrum yang menonjol keluar melalui kulit. Biasanya terdapat riwayat fraktur terbuka atau osteomyelitis pada penderita

Laboratorium

Peningkatan LED Leukositosis Peningkatan titer antibody anti staphylococcus Pemeriksaan kultur dan uji sensitifitas diperlukan untuk menentukan organisme penyebabnya

Pemeriksaan radiologist

Foto polos : ditemukan tanda-tanda porosis dan sclerosis tulang, penebalan periost, elevasi periosteum dan mungkin adanya sekuetrum Radiology scanning : membantu menegakkan diagnosis osteomyelitis kronis.

CT Scan dan MRI : bermanfaat untuk membuat rencana pengobatan serta untuk melihat sejauh mana kerusakan tulang yang terjadi.

Pengobatan 1. Pemberian antibiotic : untuk mencegah terjadinya penyebaran infeksi pada tulang sehat lainnya, mengontrol eksaserbasi akut 2. Tindakan opertif : dilakukan bila fase eksaserbasi akut telah reda, setelah pemberian antibotik yang adekuat, operasi yang dilakukan bertujuan untuk mengeluarkan seluruh jaringan nekrotik, baik jaringan lunak maupun jaringan tulang (sekuestrum) sampai jaringan sehat sekitarnya. Selanjutnya dilakukan drainasse kemudian irigasi secara kontinu selama beberapa hari. Adakalanya diperlukan penanaman rantai antibiotic didalam bagian tulang yang infeksi. Sebagai dekompresi pada tulang dan memudahkan antibiotik mencapai sasaran dan mencegah penyebaran osteomyelitis lebih lanjut. Komplikasi 1. Kontraktur sendi 2. Penyakit ameloid 3. Fraktur patologis 4. Perubahan menjadi ganas pada jaringan epidermis 5. Kerusakan epiphisis sehingga terjadi gangguan pertumbuhan. INFEKSI TUBERKULOSA Tuberkolosis Tulang dan Sendi Faktor predisposisi tuberculosis adalah : - Nutrisi dan sanitasi yang jelek - Ras ; banyak ditemukan pada orang Asia, Meksiko, Indian dan Negro - Trauma pada tulang dapat merupakan lokus minoris - Umur ; terutama ditemukan setelah umur satu tahun, paling sering pada umur 2-10 tahun.

- Penyakit sebelumnya, seperti morbili dan varisela dapat memprovokasi kuman. - Masa kehamilan dan pubertas dapat mengaktifkan tuberculosis. Patologi : 1. Primer kompleks Lesi primer biasanya pada paru-paru, faring atau usus dan kemudian pada saluran limfe menyebar ke limfonodus regional dan disebut sebagai kompleks primer 2. Penyebaran Sekunder Bila daya tahan tubuh penderita menurun, maka terjadi penyebaran melalui sirkulasi darah menghasilkan tuberculosis milier dan meningitis. Keadaan ini dapat terjadi setelah beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian dan bakteri dideposit pada jaringan ekstra-pulmoner. 3. Lesi tersier Tulang dan sendi merupakan tempat lesi tersier dan sebanyak 5 % dari tuberculosis paru akan menyebar dan berakhir sebagai tuberculosis sendi dan tulang. Pada saat ini kasus-kasus tuberculosis paru masih tinggi dan kasus tuberculosis tulang dan sendi juga diperkirakan masih tinggi. Osteomyelitis Tuberkulosa. Osteomyelitis tuberkulosa selalu merupakan penyebaran sekunder dari kelainan tuberkulosa dari tempat lain terutama dari paru-paru.Seperti pada osteomyelitis hematogen akut, penyebaran infeksi juga terjadi secara hematogen dan biasanya mengenai anak-anak.Perbedaannya, osteomyelitis hematogen akut umumnya terdapat pada daerah metafisis sementara osteomyelitis tuberkulosa terutama mengenai daerah tulang belakang. Spondilitis Tuberkulosa (Penyakit Pott) Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif oleh mikobakterium tuberkulosa. Tuberkulosis tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder dari focus di tempat lain dalam tubuh. Percivall Pott ( 1793) adalah penulis pertama tentang penyakit ini dan menyatakan terdapat hubungan antara penyakit ini dengan deformitas

tulang belakang yang terjadi, sehingga penyakit ini disebut juga penyakit Pott. Insidens Spondilitis tuberkulosa mrupakan 50% dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi yang terjadi. Spondilitis tuberkulosa terutama ditemukan pada kelompok umur 2-10 tahun engan perbandingan yang sama antara wanita dan pria. Etiologi Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberculosis di tempat lain dari tubuh.90-95 % disebabkan oleh M.tuberculosis typik, 5-10 % oleh M.tuberkulosis atypik. Lokalisasi spondilitis tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakal bawah dan lumbal atas, sehingga diduga adanya infeksi sekunder dari suatu tuberkulosa traktus urinarius, yang penyebabnya melalui vena paravertebralis. Patofisiologi Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal dari bagian sentral bagian depan atau daerah epifisial corpus vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan corpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada kortek epifisis, discus intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan corpus ini akan menyebabkan kifosis. Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, caseosa, tulang yang fibrosis serta basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah ligamentum longitudinal anterior. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi. Gambaran Klinis Riwayat sakit lama (tulang belakang ) Cold abces, paresthesia, weakness, gangguan vegetatif Pemeriksaan Fisik Look : deformitas berupa gibbus

adanya abses ( cold abcess ) Feel : Teraba tnjolan di tulang belakang Adanya fluktuasi abses Gangguan sensoris Move : Terbatasnya gerak tulang Berkurangnya kekuatan otot Pemeriksaan Penunjang

LED meningkat Mantoux test (+) Biopsi jarum PCR

Radiologis

Adanya destruksi corpus vertebra Angulasi ke posterior (gibbus) Paravertebral abses Penyempitan disus intervertebralis

Penatalaksanaan Tujuan : - Eradikasi - Perbaiki deformitas - Cegah komplikasi Konservatif


Bed rest Perbaiki KU Pemasangan brace Obat TB : Rifampicin : Dosis oral10mg/KgBB per hari Pirazinamid : maximal dose 1500 mg

INH : Dosis oral 5 mg/KgBB per hari. Etambutol : Dosis oral 15-25 mg/KgBB per hari Standar pengobatan terbagi dua kategori, yaitu : 1. Kategori I Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA (-)/Rontgen (+), diberikan dalam dua tahap, yakni : Tahap I : Diberikan Rifampicin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg dan Pirazinamid 1500 mg. Obat diberikan setiap hari selama dua bulan pertama (60 kali) Tahap II : Diberikan Rifampicin 450 mg, INH 600 mg. Obat diberikan tiga kali seminggu (intermiten) selama empat bulan (54 kali) 2. Kategori II Untuk penderita baru BTA (+) yang sudah pernah minum obat selama lebih dari sebulan, termasuk penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal, yang diberikan dalam dua tahap, yaitu : Tahap I : Diberikan Streptomycin 750 mg (injeksi), INH 300 mg, Rifampisin 450 mg, Pirazinamid 1500 mg dan Etambutol 750 mg. Obat diberikan setiap hari, Streptomycin injeksi hanya dua bulan pertama, dan obat lainnya selama tiga bulan (90 kali) Tahap II : Diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol 1250 mg. Obat diberikan tiga kali seminggu (intermiten) selama lima bulan (66 kali) Kriteria penghentian penggunaan obat dilakukan apabila : 1. Keadaan Umum penderita bertambah baik. 2. LED menurun 3. Gejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang 4. Gambaran radiologis ditemukan adanya union pada vertebrae yang terserang.

Syarat Konservatif : Tidak ada abses Tidak adadefisit neurologis Tidak ada kifosis Operatif Anterior dan posterior fusi Dilanjutkan pemakaian brace 6 bln Diagnosa Banding Tumor metastase : pada tumor metastase terdapat discus intact Komplikasi PARAPLEGI ( Potts paraplegia ) DAFTAR PUSTAKA - Rasjad, Chairudin Prof., Ortopedi,Makassar:2000 Ph.D., Pengantar Ilmu Bedah

- Apley AG, Solomon, Louis, et.al. Apleys System of Orthopaedics and Fractures, Ed. 8, Arnold, London:2001 A. TINJAUAN TEORI Pengertian Osteomielitis adalah infeksi tulang, lebih sulitdi sembuhkan dari pada infeksi jaringan lunak, karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi , tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (Pembentukan tulang baru disekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. Infeksi disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fukos infeksi di tempat lain ( misalnya : tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi saluran nafas ). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi di tempat di mana terdapat trauma atau di mana terdapat resistensi rendah, kemungkinan akibat trauma subklinis (tak jelas). Infeksi dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (misalnya : ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang ( misalnya : fraktur terbuka, cedera traumatic seperti luka tembak, pembedahan tulang).

Pasien yang beresiko tinggi mengalami Osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya buruk, lansia, kegemukan, atau penderita diabetes mellitus. Selain itu, pasien yang menderita artitis rheumatoid, telah di rawat lama di rumah sakit, mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum operasi sekarang, atau sedang mengalami sepsis rentan, begitu pula yang menjalani pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus, mengalami nefrosis insisi margial atau dehidrasi luka, atau memerlukan evakuasi hematoma pascaoperasi. Etiologi Staphylococcus aureus 70% 80 % Proteus Pseudomonas Escerehia Coli Dilakukan kultur Awitan Osteomielitis : Setelah pembedahan ortopedi terjadi 3 bulan pertama (Akut FulminanStadium 1) Antara 4-24 bulan setelah pembedahan (Awitan Lambat-Stadium 2) Penyebaran hematogen lebih dari 2 tahun setelah pembedahan (Awitan Lama-Stadium 3) Patofisiologi Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya yang sering dijumpai pada Osteomielitis meliputi : Proteus, Pseudomonas, dan Escerichia Coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resistensi penisilin, nosokomial, gram negative dan anaerobik. Awitan Osteomielitis stelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama (akut fulminan stadium 1) dan sering berhubngan dengan penumpukan hematoma atau infeksi superficial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama(stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan. Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombisis pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dan nefrosis tulang sehubungan dengan penigkatan tekanan jaringan dan medula. Infeksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah periosteum dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya. Kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan membentuk abses tulang. Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan namun yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati (sequestrum) tidak mudah mencari dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru(involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang ada tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronis. Klasifikasi Osteomielitis dapat diklasifikasikan dua macam yaitu:

Osteomielitis Primer Penyebarannya secara hematogen dimana mikroorganisme berasal dari focus ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah. Osteomielitis Sekunder (Osteomielitis Perkontinuitatum) Terjadi akibat penyebaran kuman dari sekitarnya akibat dari bisul, luka fraktur dan sebagainya. Tanda dan Gejala Gambaran klinis osteomielitis tergantung dari stadium patogenesis dari penyakit, dapat berkembang secara progresif atau cepat. Pada keadaan ini mungkin ditemukan adanya infeksi bacterial pada kulit dan saluran napas bagian atas. Gejala lain dapat berupa nyeri yang konstan pada daerah infeksi dan terdapat gangguan fungsi anggota gerak yang bersangkutan. Manifstasi Klinis Jika infeksi dibawa oleh darah, biasanya awaitan mendadak, sering terjadi dengan manifetasi klinis septikema (misalnya : menggigil, demam tinggi, tachycardia dan malaise umum). Gejala sistemik pada awalnya dapat menutupi gejala local secara lengkap. Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan mengenai posterium, dan jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak, dan sangat nyeri tekan. Pasien menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan dan berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul. Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah terinfeksi membengkak, hangat, nyeri, dan nyeri tekan. Pada pasein dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah terjadi pada jaringan parut akibat kurangnya asupan darah. Evaluasi Diagnostik Pada Osteomielitis akut ; pemeriksaan sinar-x hanya menunjukan pembengkakan jaringan lunak. Pada sekitar 2 minggu terdapat daerah dekalsifikasi ireguler, nefrosis tulang, pengangkatan periosteum dan pembentukan tulang baru. Pemindaian tulang dan MRI dapat membantu diagnosis definitive awal. Pemeriksaan darah memperhatikan peningkatan leukosit dan peningkatan laju endap darah. Kulur darah dan kultur abses diperlukan untuk menentukan jenis antibiotika yang sesuai. Pada Osteomielitis kronik, besar, kavitas ireguler, peningkatan periosteum, sequestra atau pembentukan tulang padat terlihat pada sinar-x. Pemindaian tulang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi area terinfeksi. Laju sedimentasi dan jumlah sel darah putih biasanya normal. Anemia, dikaitkan dengan infeksi kronik. Abses ini dibiakkan untuk menentukan organisme infektif dan terapi antibiotic yang tepat. Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan darah Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endapan darah.

2. Pemeriksaan titer antibodi anti staphylococcus Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas. 3. Pemeriksaan feses Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri Salmonella. 4. Pemeriksaan Biopsi tulang. 5. Pemeriksaan ultra sound Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi. 6. Pemeriksaan radiologis Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik, setelah dua minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus. Prinsip penatalaksanaan Daerah yang terkena harus diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan mencegah terjadinya fraktur. Dapat dilakukan rendaman salin hangat selama 20 menit beberapa kali per hari untuk meningkatkan aliran darah. Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi. Kultur darah, swab dan kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi organisme dan memilih antibiotika yang terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari satu pathogen. Begitu spesimen kultur diperoleh dimulai terapi antibiotika intravena, dengan asumsi bahwa dengan infeksi staphylococcusyang peka terhadap peningkatan semi sintetik atau sefalosporin. Tujuannya adalah mengontrol infeksi sebelum aliran darah ke daerah tersebut menurun akibat terjadinya trombosis. Pemberian dosis antibiotika terus menerus sesuai waktu sangat penting untuk mencapai kadar antibiotika dalam darah yang terus-menerus tinggi. Antibiotika yang paling sensitif terhadap organisme penyebab yang diberikan bila telah diketahui biakan dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak telah terkontrol antibiotika dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan. Untuk meningkatkan absorpsi antibiotika oral, jangan diminum bersama makanan. Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibioka, tulang yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik dinagkat dan daerah itu diirigasi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Terapi antibiotika dilanjutkan. Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuvan terhadap debridemen bedah. Dilakukan sequestrektomi (pangangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk menjalankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen. Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan grunulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpenghisap untuk mengontrol hematoma dan membuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dangan pemberian irigasi ini.

Rongga yang didebridemen dapat diisi dangan grafit tulang kanselus untuk merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flap otot (dimana sua

Penatalaksanaan Pada Pasien dengan Osteomielitis Hematogen Akut

Definisi Osteomielitis hematogen akut merupakan infeksi bakteri pada tulang dan sumsum tulang yang terjadi pada anak-anak. Infeksi ini dapat menyebar melalui darah (hematogen). Terjadi pada anak-anak karena penyakit ini mengenai tulang yang sedang tumbuh. Insidens * * Laki-laki : Mengenai wanita = 3 : anak-anak 1

* Lokasi tulang tersering : paha, tibia (tulang kering), radius dan ulna (lengan bawah), dan fibula Gejala Klinis Pada anak-anak, dapat ditemukan adanya riwayat infeksi bakteri di tempat lain selain tulang. Seperti halnya infeksi pada kulit atau saluran pernapasan bagian atas. Sekitar 50% ditemukan riwayat benturan atau trauma pada tulang. Pada anak-anak yang sudah dapat berkomunikasi, dapat dikeluhkan perasaan nyeri yang hebat pada ujung tulang panjang sehingga anak tidak mau menggunakan ekstremitas yang terkena tersebut. Dalam 24 jam pertama, jika tidak dilakukan penanganan, maka akan terjadi septikemia yang ditandai dengan gejala anak menjadi lemas, demam, dan anoreksia. Pada pemeriksaan fisis, dapat ditemukan adanya pembengkakan pada daerah yang terkena (biasanya pembengkakan timbul setelah beberapa hari). Penatalaksanaan

1. 2.

Rawat Dapat

inap

dan

bed

rest

total,

serta

diberikan

obat

penghilang secara

rasa

nyeri

dilakuakan

pemberian

nutrisi

tambahan

intravena

3. Dilakukan imobilisasi pada tulang yang terkena dengan removable splint atau traksi untuk : * * * Mencegah kontraktur Mengurangi Mencegah nyeri penyebaran

Penanganan Osteomyelitis Kronis dengan Biodegradable Antibiotics Delivery Systems


Author : Dwikora Novembri Utomo, dr., Sp.OT. Year : 2009 Abstact :

Osteomyelitis kronik adalah infeksi kronik pada medulla dan kortek tulang. Osteomyelitis kronis dikenal sebagai penyakit yang sulit disembuhkan secara tuntas. Pengobatan osteomyelitis kronis dengan antibiotika dan pembedahan (debridement) serta penambahan biodegradable antibiotics delivery systems saat ini banyak dilakukan karena terbukti lebih efektif dalam meningkatkan kadar antibiotik secara adekuat pada daerah yang terinfeksi juga tidak diperlukan tahapan operasi berikutnya yaitu mengambil implant yang sudah diberikan. Dilaporkan seorang laki-laki berusia 36 tahun datang ke IRD dr.Sutomo Surabaya dengan keluhan nyeri pada paha kanan penderita. Pada penderita telah dilakukan operasi debridement, guttering, dan pemberian biodegradable antibiotics delivery systems.
Keyword : Osteomyelitis kronik Debridement biodegradable antibiotics delivery systems

OSTEOMYELITIS
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteomilitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tinginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati). Infeksi ini bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus infeksi di tempat lain (misal tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi saluran napas atas). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi di tempat dimana terdapat trauma atau dimana terdapat resistensi rendah, kemungkinan akibat trauma sub klinis (tak jelas). Osteomilitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (misal ulkus dekubitus yg terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang (misal fraktur terbuka, cidera traumatik seperti luka tembak, pembedahan tulang). Pasien yang beriko tinggi mengalami osteomielitis adalah

mereka yang nutrisinya buruk, lansia, kegemukan, atau penderita diabetes. Selain itu, pasien yang menderita artritis reumatoid, telah dirawat lama dirumah sakit, mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang, mengalami pembedahan sendi sebelum operasi sekarang, atau sedang mengalami sepsis rentan, begitu pula yang menjalani pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus, mengalami nekrosis insisi marginal atau dehisensi luka, atau memerlukan evakuasi hematoma pasca .

B. Tujuan. 1. Untuk memahami definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, gambaran klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan asuhan keperawatan pada Osteomilitis. 2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan asuhan keperawatan C. Sistematika Penulisan Makalah ini terdiri dari 4 bab. Bab pertama berisi pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan. Bab kedua merupakan penjelasan dari teori Osteomilitis. Pada bab ketiga berisi analisa kasus Osteomilitis. Bab keempat merupakan bab terakhir yang berisi simpulan dan saran. BAB II ISI A. Definisi Osteomyelitis adalah infeksi pypgenic parah tulang dan jaringan sekitarnya. meskipun secara umum bakteri di asal, osteomyelitis bisa juga merupakan organisme penyebab infeksi yang paling umum, tetapi colli, Pseudomonas, Klebsiella, Salmonella, dan Proteus. juga dapat ditemukan. karena osteomyelitis bisa sangat sulit untuk menyembuhkan bahkan dengan jangka panjang. antibiotik, pengakuan prompt krusial. identifikasi ditunda atau pengobatan yang tidak memadai dapat menyebabkan infeksi kronis disertai rasa sakit terus, pengeringan sinus kronis, hilangnya fungsi, mputasi tau mati. Osteomyelitis terjadi paling sering pada tulang paha dan tibia. laki-laki terpengaruh lebih sering daripada perempuan, sering sebagai akibat dari trauma. kerentanan terhadap infeksi meningkat dengan penggunaan narkoba intravena, DM, immunocompromising penyakit, atau riwayat jika infeksi aliran darah. membatasi penyebaran osteomyelitis mungkin juga moer sulit di klien dengan gangguan seperti kurang gizi, alkohol, atau gagal hati. B. Patifisiologi Infeksi pada osteomyelitis dapat terjadi lokal atau dapat menyebar melalui periosteum, korteks, sumsum tulang, dan jaringan retikular. Jenis bakteri bevariasi berdasarkan pada umur pasien dan mekanisme dari infeksi itu sendiri. Terdapat dua kategori dari osteomyelitis akut: 1. Hematogenous osteomyelitis, infeksi disebabkan bakteri melalui darah. Acute hematogenous osteomyelitis, infeksi akut pada tulang disebabkan bekteri yang berasal dari sumber infeksi lain. Kondisi ini biasanya terjadi pada anak-anak. Bagian yang sering terkena infeksi adalah bagian yang sedang bertumbuh pesat dan bagian yang kaya akan vaskularisasi dari metaphysis. Pembuluh darah yang membelok dengan sudut yang tajam pada distal metaphysis membuat aliran darah melambat dan menimbulkan endapan dan trombus, tulang itu sendiri akan mengalami nekrosis lokal dan akan menjadi

tempat berkembang biaknya bakteri. Mula-mula terdapat fokus infeksi didaerah metafisis, lalu terjadi hiperemia dan udem. Karena tulang bukan jaringan yang bisa berekspansi maka tekanan dalam tulang ini menyebabkan nyeri lokal yang sangat hebat. Infeksi dapat pecah ke subperiost, kemudian menembus subkutis dan menyebar menjadi selulitis atau menjalar melalui rongga subperiost ke diafisis. Infeksi juga dapat pecah kebagian tulang diafisis melalui kanalis medularis. Penjalaran subperiostal kearah diafisis akan merusak pembuluh darah yang kearah diafisis, sehingga menyebabkan nekrosis tulang yang disebut sekuester. Periost akan membentuk tulang baru yang menyelubungi tulang baru yang disebut involukrum (pembungkus). Tulang yang sering terkena adalah tulang panjang yaitu tulang femur, diikuti oleh tibia, humerus ,radius , ulna, dan fibula. 2. Direct or contigous inoculation osteomyelitis disebabkan kontak langsung antara jaringan tulang dengan bakteri, biasa terjadi karena trauma terbuka dan tindakan pembedahan. Manisfestasinya terlokalisasi dari pada hematogenous osteomyelitis. Kategori tambahan lainnya adalah chronic osteomyelitis dan osteomyelitis sekunder yang disebabkan oleh penyakit vaskular perifer. Osteomyelitis sering menyertai penyakit lain seperti diabetes melitus, sickel cell disease, AIDS, IV drug abuse, alkoholism, penggunaan steroid yang berkepanjangan, immunosuppresan dan penyakit sendi yang kronik. Pemakaian prosthetic adalah salah satu faktor resiko, begitu juga dengan pembedahan ortopedi dan fraktur terbuka. Rasio antara pria dan wanita 2 :1. C. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis dapat sedikit berbeda menurut situs keterlibatan. infeksi pada tulang panjang disertai dengan nyeri lokal akut dan kemerahan atau saluran drainase, sering dengan riwayat trauma baru atau prostheses yang baru diperoleh. demam dan malaise mungkin ada, tapi orang dewasa tidak selalu muncul akut dengan tanda-tanda sistemik lainnya. infeksi pada tulang belakang biasanya membawa kesulitan nyeri dan mobilitas. klien dengan osteomielitis tulang belakang sering laporan riwayat infeksi genitourinari atau penyalahgunaan narkoba. osteomyelitis di kaki paling sering dikaitkan dengan insufisiensi vaskular. Laboratorium penelitian dan-x sinar atau scan tulang yang penting dalam diagnosis definitif osteomyelitis. WBC ditinggikan dan LED, bersama dengan manifestasi klinis, biasanya memudahkan diagnosis awal dan pengobatan dini, sementara dokter menunggu bukti lebih lanjut dari kultur darah atau analisis jarum aspirasinya. perubahan radiografi yang terkait dengan osteomyelitis pada umumnya jelas dalam waktu 710 hari tetapi dalam beberapa kasus diagnosis tidak dikonfirmasi pada x-sinar sampai 3-4 minggu setelah infeksi berkembang. osteomyelitis akut awal lebih efisien diidentifikasi dengan scan tulang radionuklida, yang dapat mendeteksi lesi dalam waktu 24-72 jam setelah awal infections.because kemampuannya untuk membedakan antara jaringan lunak dan sumsum tulang, Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga sedang menggunakan semakin untuk diagnosis definitif dari osteomyelitis. D. Pencegahan Pencegahan osteomielitis adalah sasaran utamanya. Penanganan infeksi lokal dapat menurunkan angka penyebaran hematogen. Penanganan infeksi jaringan lunak dapat mengontrol erosi tulang. Antibiotika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang memadai saat pembedahan dan 24 jam sampai 48 jam setelah operasi akan sangat membantu. Teknik perawatan luka pasca operasi aseptik akan menurunkan insiden infeksi superfisial dan potensial terjadinya osteomielitis. E. Hasil Pengelolaan

Eliminasi organisme penyebab infeksi baik lokal dari tulang dan sistemik dari tubuh, adalah tujuan pengobatan utama untuk osteomyelitis akut. pengobatan yang tepat juga mencegah kelainan tulang lebih lanjut dan cedera, meningkatkan kenyamanan klien, dan menghindari komplikasi mobilitas terganggu. operasi awalnya dilakukan pada klien dewasa dengan osteomyelitis untuk memastikan debridemen efektif dan drainase, eliminasi ruang mati, dan cakupan jaringan lunak yang memadai. antibiotik sendiri jarang mengatasi infeksi pada orang dewasa, tetapi mereka bekerja lebih efektif setelah bedah persiapan dari daerah perawatan. dosis tinggi parenteral antibiotik sering diberikan untuk 4-8 minggu untuk mencapai tingkat bakterisida dalam jaringan tulang. antibiotik oral dilanjutkan selama 4-8 minggu, dengan scan tulang seri dan pengukuran ESR dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas terapi obat. terbuka, luka pengeringan dikemas dengan kain kasa untuk mempromosikan drainase. jika pengobatan awal tertunda atau tidak memadai, tulang nekrotik memisahkan dari tulang hidup untuk membentuk sequestra, yang berfungsi sebagai media untuk pertumbuhan mikroorganisme tambahan. osteomyelitis chronis dapat mengakibatkan. F. Proses Keperawatan Pasien Osteomyelitis 1. PENGKAJIAN Pasien yang datang dengan awitan gejala akut (mis. Nyeri, pembengkakan, dandemam sedang. Pasien dikaji adanya factor risiko( misalnya; lansia, diabetes, terapi kortikosteroid jangka panjang) cedera, infeksi, atau bedah ortopedi sebelumnya. Pasien selalu menghindar dari tekanan di daerah tersebut dan melakukan gerakan perlindungan. Pada osteomielitis akut, pasien akan mengalami kelemahan umum akibat reaksi sistemik infeksi. Pemeriksaan fisik mempeerlihatkan adanya daerah inflamasi, pembengkakan nyata, hangat yang nyeri tekan. Cairan purulen dapat terlihat. Pasien akan mengalami peningkatan suhu tubuh. Pada Osteomielitis kronik, peningkatan suhu mungkin minimal, yang terjadi pada sore dan malam hari. 2. DIAGNOSIS Diagnosa Keperawatan Berdasar pada data pengkajian, diagnosa keperawatan pasien dengan osteomielitis dapat meliputi yang berikut : Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi, dan keterbatasan beban berat badan Risiko terhadap penyebaran infeksi : pembentukan abses tulang Kurang pengetahuan mengenai program pengobatan 3. PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI Sasaran. Sasaran pasien meliputi peredaran nyeri, perbaikan mobilitas fisik dalam batas-batas terapeutik, control dan eradikasi infeksi, dan pemahaman mengenai program pengobatan. 4. INTERVENSI KEPERAWATAN a. Peredaran Nyeri Bagian yang terkena harus diimobilisasi dengan bidai untuk mengurangi nyeri dan spasme otot. Sendi di atas dan di bawah bagian yang terkena harus di buat sedemikian sehingga masih dapat digerakkan sesuai rentangnya namun dengan lembut. Lukanya sendiri kadang terasa sangat nyeri dan harus ditangani dengan hati-hati dan perlahan.

Peninggian dapat mengurangi pembengkakan dan ketidaknyamanan yang di timbulkannya. Status neurovaskuler ekstermitas yang terkena harus dipantau. Teknik untuk mengurangi persepsi nyeri dan analgetik yang diresepkan cukup berguna. b. Perbaikan Mobilitas Fisik Program pengobatan membatasi aktivitas. Tulang menjadi lemah akibat proses infeksi dan harus dilindungi dengan alat imobilisasi dan penghindaran stress pada tulang. Pasien harus memahami rasional pembatasan aktivitas. Tetapi partisipasi aktif dalam kehidupan sehari-hari dalam batas fisik tetap dianjurkan untuk mempertahankan rasa sehat secara umum. c. Mengontrol Proses Infeksi Perawat memantau respon pasien terhadap terapi antibiotika dan melakukan observasi tempat pemasangan infuse adanya bukti flebitis atau infiltrasi. Bila diperlukan pembedahan, harus dilakukan upaya untuk meyakinkan adanya peredaran darah yang memadai (pengisapan luka untuk mencegah penumpukan cairan, peninggian daerah untuk memperbaiki aliran balik vena, menghindari tekanan pada daerah yang di-graft), Untuk mempeertahankan imobilitas yang dibutuhkan, dan memenuhi pembatasan beban berat badan. Kesehatan umum dan nutrisi pasien harus dipantau. Diet protein seimbang, vitamin C dan vitamin D dipilih untuk meyakinkan adanya keseimbangan nitrogen dan merangsang penyembuhan. d. Pendidikan Pasien dan Pertimbangan Perawatan di Rumah Penanganan Osteomielitis, termasuk perawatan luka dan terapi antibiotika intravena, dapat dilakukan di rumah. Pasien harus dalam keadaan stabil secara medis dan telah termotivasi, dan keluarga harus mendukung. Lingkungan rumah harus bersifat kondusif terhadap promosi kesehatan dan sesuai dengan program terapeutik. Pasien dan keluarganya harus memahami benar protocol antibiotika. Selain itu, penggantian balutan secara steril dan teknik kompres hangat harus diajarkan. Pendidikan pasien sebelum pemulangan dari rumah sakit dan supervise serta dukungan yang memadai dari perawatan di rumah sangat penting dalam keberhasilan penatalaksanaan osteomielitis di rumah. Pasien tersebut harus dipantau dengan cermat mengenai bertambahnya daerah nyeri atau peningkatan suhu yang mendadak. Pasien diminta untuk melakukan observasi dan melaporkan bila terjadi peningkatan suhu, keluarnya pus, bau, dan bertambahnya inflamasi. e. EVALUASI 1. Mengalami peredaan nyeri a. Melaporkan berkurangnya nyeri b. Tidak mengalami nyeri tekan di tempat terjadinya infeksi c. Tidak mengalami ketidaknyamanan bila bergerak 2. Peningkatan mobilitas fisik a. Berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri b. Mempertahankan fungsi penuh ekstermitas yang sehat c. Memperlihatkan penggunaan alat imobilisasi dan alat Bantu dengan aman 3. Tiadanya infeksi a. Memakai antibiotika sesuai resep b. Suhu badan normal c. Tiadanya pembengkakan d. Tiadanya pus e. Angka leukosit dan laju endap darah kembali normal

f. Biakan darah negatif 4. Mematuhi rencana terapeutik a. Memakai antibiotika sesuai resep b. Melindungi tulang yang lemah c. Memperlihatkan perawatan luka yang benar d. Melaporkan bila ada masalah segera e. Makan diet seimbang dengan tinggi protein dan vitamin C dan D f. Mematuhi perjanjian untuk tindak lanjut g. Melaporkan peningkatan kekuatan h. Tidak melaporkan peningkatan suhu badan atau kambuhan nyeeri, pembengkakan, atau gejala lain di tempat tersebut.

BAB III ANALISA KASUS KASUS a chronic osteomyelitis of 20 years duration. The patient had multiple surgical procedures and treatments with antibiotics, but continued to have a draining sinus in the lower leg. In the area adjacent to the draining sinus, soft tissue swelling and signs of chronic infection and previous surgical treatment can be seen. X-rays revealed the presence of chronic osteomyelitis in the tibia. Areas of radiolucency are present at the base of the wound that are compatible with erosion of bone due to infection. Although the bone is stable with no evidence of fracture or non-union, the extent and chronic nature of the infection may have required debridement that would weaken or destabilize the tibia. A debridement was performed to remove the bulk of the surrounding inflammatory tissue and infected bone. This left a defect of soft tissue and a raw surface of tibia. Enough bone was still present to provide lower extremity stability. Some scarring was left behind to minimize the size of the open wound and to reduce post-operative discomfort. The bulk of the unstable and thin scar would be excised at the flap procedure. A latissimus muscle flap was used to fill the defect in the tibia and resurface the area of scar tissue that was removed. The latissimus muscle has a long vascular leash and could reach proximal to the point where the patient's anterior tibial artery showed evidence of injury. Data Fokus DS : - Klien mengatakan menderita osteomyelitis kronis selama 20 tahun - Klien mengatakan pernah melakukan bedah dan mengkonsumsi beberapa antibiotik, tetapi tetap terdapat drainase luka di tungkai bawah. DO : - Terdapat jaringan yang bengkak dan tanda-tanda infeksi kronis dan bekas bedah sebelumnya di daerah dekat drainase luka. - Hasil pemeriksaan sinar X, terdapat osteomyelitis kronis di tibia. - Hasil X-ray di dasar luka terdapat erosi tulang akibat infeksi. - Terdapat radiolensi di dasar luka. - Tidak ada bukti fraktur. - Terdapat Infeksi yang meluas sehingga perlu dilakukan debridement untuk menghilangkan jaringan tulang yang terinfeksi.

Analisa Data Data Masalah Kemungkinan Penyebab DS: - Klien mengatakan menderita osteomyelitis kronis selama 20 tahun - Klien mengatakan pernah melakukan bedah dan mengkonsumsi beberapa antibiotik, tetapi tetap terdapat sinus pengeringan di tungkai bawah. DO : - Terdapat jaringan yang bengkak dan tanda-tanda infeksi kronis dan bekas bedah sebelumnya di daerah dekat drainase luka. - Terdapat radiolensi di dasar luka. - Terdapat Infeksi yang meluas sehingga perlu dilakukan debridement untuk menghilangkan jaringan tulang yang terinfeksi Resiko Penyebarluasan Infeksi Abses Tulang DS: - klien mengatakan menderita osteomilitis kronis selama 20 tahun DO: - Terdapat jaringan yang bengkak dan tanda-tanda infeksi kronis dan bekas bedah sebelumnya di daerah dekat drainase luka. - Hasil X-ray di dasar luka terdapat erosi tulang akibat infeksi. - Hasil pemeriksaan sinar X, terdapat osteomyelitis kronis di tibia. Gangguan Mobilitas Kerusakan kerangka neuromuskuler DS: - klien mengatakan terkena osteomielitis kronis selama 20 tahun. DO: - Keefektifan regiment terapeutik kurangnya pengetahuan tentang pengelolaan jangka panjang osteomyelitis DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Resiko Penyebarluasan Infeksi berhubungan dengan abses tulang 2. Gangguan mobilitas berhubungan dengan kerusakan kerangka neuromuskuler 3. Ketidakefektifan regiment terapeutik berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang pengelolaan janga panjang osteomyelitis INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Dx : Resiko Penyebarluasan Infeksi berhubungan dengan abses tulang Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, tidak terjadi penyebarluasan infeksi. Kriteria Hasil : - tidak terdapat tanda-tanda penyebarluasan infeksi, seperti dolor, kalor, fungsiolesa. - Proses penyembuhan luka mengalami kemajuan Intervensi :

- Pantau respon klien terhadap terapi antibiotik Rasional : untuk mengetahui efektifitas antibiotik yang diberikan - Lakukan inspeksi terhadap luka/ sisi alat invasif setiap hari. Rasional : mencatat tanda-tanda inflamasi/ infeksi lokal, perubahan pada karakter drainase luka atau sputum dan urin - Jaga klien tetap pada kontrol infeksi, sterilisasi, dan prosedur aseptik Rasional : tetapkan mekanisme yang dirancang untuk mencegah infeksi - Berikan klien diet protein seimbang vitamin C dan vitamin D Rasional : protein dan vitamin diperlukan dalam proses penyembuhan luka 2. Dx :Gangguan mobilitas berhubungan dengan kerusakan kerangka neuromuskuler Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam klien mampu melakukan mobilitas secara optimal Kriteria hasil : - Klien terlihat nyaman saat bergerak - Klien dapat meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin - Mempertahankan posisi fungsional - Meningkatkan kekuatan atau fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh Intervensi : - Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan oleh cedera dan perhatikan persepsi pasien terhadap mobilisasi Rasional : pasien mungkin dibatasi oleh pandangan persepsi diri tentang keterbatasan fisik aktual, memerlukan informasi atau intervensi untuk meningkatkan kemajuan kesehatan - Bantu pasien untuk mengurangi gangguan mobilitas sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pasien Rasional : membantu ketidakmampuan pasien dalam meningkatkan mobilitas - Bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda/kruk/tongkat sesegera mungkin. Instruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilitas tersebut. Rasional : mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring dan meningkatkan penyembuhan serta normalisasi fungsi organ. Belajar memperbaiki cara menggunakan alat penting untuk mempertahankan mobilisasi optimal dan keamanan pasien 3. Dx : Ketidakefektifan regiment terapeutik berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang pengelolaan jangka panjang osteomyelitis Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam regiment terapeutik efektif Kriteria hasil : - verbalisasi kepercayaan pada kemampuan diri atau pengasuh untuk melakukan rutinitas rumah manajemen. Intervensi : - memberikan informasi dan instruksi mengenai perawatan luka dan teknik aseptik Rasional : untuk mengurangi resiko kontaminasi silang dan mendorong penyembuhan luka. - review obat regimen yang mencakup jadwal, nama, dosis, tujuan, dan efek samping karena terapi antibiotik jangka panjang diperlukan. Rasional : prinsip pemakaian obat yang tepat dapat memaksimalkan hasil yang diperoleh - menekankan pentingnya diet yang tepat, istirahat, dokter rehabilitasi tindak lanjut, dan fisik Rasional : untuk memfasilitasi penyembuhan luka dan mengurangi risiko osteomyelitis yang lebih parah - memberikan instruksi tertulis tentang informasi yang sebelumnya bersama dengan nomor telepon Rasional : untuk memberikan informasi yang lengkap dan menelepon jika ada pertanyaan.

Waktu Tindakan Paraf

12 Okt 2010 11.00 WIB Klien datang dari UGD pukul 08.00 dengan luka osteomyelitis. Klien terpasang RL di UGD klien mendapatkan terapi antibiotik untuk mencegah penyebarluasan infeksi. TTV klien Nadi: 110x/menit, RR: 24x/mnt, S: 37,5, TD: 150/100 mmHg, CM. *memantau respon klien terhadap terapi antibiotik. 12 okt 2010-10-13 16.00 Pada jam ini perawat melakukan kunjungan ke 2 TTV: Nadi :100x/mnt, RR: 22x/mnt, S: 37,2, TD:140/100, Klien terlihat lebih segar namun klien tidak bersemangat dan tidak bergerak dari tempat tidur. *mengkaji derajat gangguan mobilitas. 12 okt 2010 11.00 Merupakan 3 jam setelah klien datang dari UGD. Klien mengatakan takut lukanya seperti dulu yang menyebabkan ia berada di rumah sakit seperti sekarang ini. Klien mengatakan dari dulu tidak tau cara merawat lukanya. *memberikan informasi mengenai perawatan luka dan tekhnik aseptik. EVALUASI TGL WAKTU DIAGNOSA KEPERAWATAN S.O.A.P 10/10/10 Jam 11.00 Resiko Penyebarluasan Infeksi berhubungan dengan abses tulang S: Klien mengatakan jika kondisi luka osteomyielitisnya sudah sedikit lebih membaik dari sebelumnya. O: Tidak ada tanda-tanda penyebarluasan infeksi seperti dolor, kalor dan fungsiolesa. Kemudian bengkak pada luka osteomyielitis di kaki klien mulai berkurang. A: Resiko penyebarluasan infeksi teratasi. P: Lanjutkan pemberian antibotik pada klien dan lakukan inspeksi terhadap luka/sisi alat invasif setiap hari. 10/10/10 Jam 16.00 Gangguan mobilitas berhubungan dengan kerusakan kerangka neuromuskuler S: klien mengatakan tidak dapat melakukan aktifitas sehari-sehari tanpa bantuan bantuan orang lain O: klien terlihat hanya tidur-tiduran saja dan melakukan berbagai aktifitasnya di tempat tidur. A: Gangguan mobilitas teratasi. P:Bantu klien untuk mengurangi gangguan mobilitas sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pasien. 10/10/10 Jam 11.00 Ketidakefektifan regiment terapeutik berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang pengelolaan jangka panjang osteomyelitis S: Klien mengatakan jika tidak merasa khawatir lagi tentang kondisi lukanya dan mulai paham tentang cara perawatan luka dan tekhnik aseptik. O: Klien terlihat lebih ceria dan paham tentang penjelasan cara perawatan luka yang diajarkan oleh perawat. A: Ketidakefektifan regiment terapeutik teratasi P: Lakukan review obat regimen yang mencakup jadwal, nama, dosis, tujuan, dan efek samping karena terapi antibiotik jangka panjang diperlukan.

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Infeksi jaringan tulang disebut sebagai osteomielitis, dan dapat timbul akut atau kronik. Bentuk akut dicirikan dengan adanya awitan demam sistemik maupun manifestasi local yang berjalan dengan cepat. Osteomielitis kronik adalah akibat dari osteomielitis akut yang tidak ditangani dengan baik. Seperti yang

sudah disebutkan sebelumnya, osteomielitis sangan resisten terhadap pengobatan dengan antibiotika. Osteomielitis dibagi 2 yaitu soteomielitis primer dan sekunder. Bakterinya (Staphylococcus aureus, Streptococcus, Haemophylus influenzae) berpindah melalui aliran darah menuju metafisis tulang didekat lempeng pertumbuhan dimana darah mengalir ke dalam sinusoid. Staphylococcus aurens merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya sering dujumpai pada osteomielitis meliputi Proteus, Pseudomonas dan Ecerichia coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resisten penisilin, nosokomial, gram negatif dan anaerobik. 4.2 Saran Menasehati rumah sakit memperbaiki jalur birokrasinya, jangan sampai slogan beurecrazy is public enemy menjadi kenyataan. supaya masyarakat lebih mempecayakan penanganan masalah kesehatan kepada dokter dan ada baiknya. Pada pasien sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan berdasarkan indikasi dilakukannya tindakan pembedahan yang sudah dijelaskan pada bagian Pembahasan masalah. Selain itu juga agar prognosisnya lebih baik. Pasien juga sebaiknya berobat ke rumah sakit pemerintah saja untuk keringanan biaya yang ditanggung dan agar pamakaian kartu Askesnya dapat diterima.

Anda mungkin juga menyukai