Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN DENGAN BAYI YANG MENDERITA HIPOTERMI, HIPOGLIKEMI, PENYAKIT YANG DI DERITA IBU SELAMA KEHAMILAN

Di S U S U N Oleh Kelompok V Nama : Ayu Lestari : Cut Rahmi Fonna : Eva Rosyanti

AKBID MEDICA BAKTI NUSANTRA

I. a.

Hipotermi Pengertian Suhu normal bayi baru lahir adalah 36,5-37,50C (suhu ketika). Genjala awal hipotermia, apa bila suhu di bawah 360C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi terasa dingin, maka bayi sudah mengalami hipotermi sedang (suhu 32-360C). hipotermi berat jika suhu tubuh kurang dari 320C. Di samping sebagai suatu gejala, hipotermi juga merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian. Akibat hipotermi, adalah bayi akan mengalami stres dingin (cold stress). Jika hipotermi berlanut, akan timbul cidera dingin (cold injury). Selanjutnya mungkin saja terjadi hioglikemi dan asidosis metabolik. Kondisi ini mempunyai resiko terjadinya kematian bayi. b. Tanda dan Gejala Gejala hipotermi pada bayi bariu lahir, antara lain bayi tidak mau menerek/ minum, bayi tampak mengantuk saja atau lesu, tubuh bayi teraba dingin, dalam keadaan berat, denyut jantung menurun dan kulit bayi mengeras (sklerema). Tandatanda awal hipotermmi sedang/ stres dingin, adalah kaki teraba dingin, kemangpuan menghisap lemah, aktivitas berkurang-letergi, tangisan lemah, kulit bewarna tidak merata (cutis marmorata). Tanda-tanda hipotermi sedang, bibir dan kuku kebiruan, pernafasan lambat, pernafasan tidak teratur, bunyi jantung lambat, selanjutnya mungkin timbul hipoglikemi dan asidosis metabolic. Tanda-tanda stadium lanjut hipotermi muka, ujung kaki da tangan bewarna merah terang, bagian tubuh lainnya pucat, kulit mengeras merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan (sklerema).

c.

Faktor Resiko Factor-faktor penting yang dianggab berisiko terjadinya hipotermi, antara lain

perawatan yang kurang tepat setelah lahir, bayi di pisahkan dari ibunya segera setelah lahir, bayi berat lahir rendah dan prematuritas, tempat melahirkan kurang dingin, umur bayi saat di pindahkan / dirujuk, suhu badan selama perjalanan rujukan tidak terjaga, sehingga bayi asfiksia, hipoksia atau penyakit lain. d. Penatalaksaan Prinsip penatalaksaan bayi dengan hipotermi adalah mengembalikan suhu tubuh di atas 36,50C dengan berbagai cara, di antaranya adalah menghangatkan dengan menggunakan radiant warmer atau di masukkan dalam penghangat atau incubator atau di beri sinar lampu dan menghangatkan bayi melalui panas tubuh ibu dengan metode kanguru. Bayi dilertakkan tertelungkup di dada ibu agar terjadi kontak kulit langsung ibu dan bayi. Untuk menjaga bayi tetap hangat, tubuh ibu dan bayi harus ada dalam satu pakaian (pakaian ibu longgar berkacing depan di depan). Bila tubuh bayi masih dingin, gunakan selimut atau kain hangat yang sudah di setrika untuk menutup tubuh ibu dan bayi sampai tubuh bayi hangat. Bayi hipotermi biasanya terjadi di hipoglikemi, untuk itu berikan ASI sedikit-sedikit tetapi sering. Bila tidak dapat menghisap, berikan infuse glucose 10% 60-80 ml/kgBB/hari. Prinsip dasar metode kanguru adalah mengganti perawatan BBLR dalam incubator dengan metode kanguru. Ibu di identikan dengan kanguru mendekap bayinya dengan seksama, bertujuan untuk mempertahankan suhu bayi secara optimal (36,5-37,50C). Suhu optimal di peroleh dengan adanya kontrak langsung antara kulit bayi dan kulit ibu secara kontinu. Ibu berfungsi sebagai HOST. Posisi bayi adalah tengak/ vertikal pada

siang hari ketika ibu berdiri atau duduk dan tengkurang/ miring pada malam hari ketika ibu tidur/ berbaring. Pemantauan tanda-tanda klinik pada bayi dengan hipotermi sangat diperlukan, komplikasi yang terjadi, seperti arsidosis metabolik, syok dan gangguan respirasi sering menyebabkan kematian. II. a. Hipoglikemi Pengertian Hipoglikemi adalah konsentrasi glukosa darah bayi lebih rendah di banding konsentrasi rata-rata pada populasi bayi dengan umur BB sama (< 30mg% pada Bayi Cukup Bulan dan < 20mg% pada Bayi BBLR). Pada bayi aterm, hiporlikemia adalah konsentrasi glukosa plasma kurang dari 35mg/ dl dalam 72 jam pertama, kemudian menjadi 45mg/ dl. Pada bayi BBLR angka tersebut kurang dari 25mg/ dl. Ada empat kelompok bayi yang mempunyai resiko tinggi terjadi hipoglikemia, yaitu : bayi dari ibu dengan DM, bayi dengan BBLR mungkin mengalami malnutrisi intrauterine, bayi sangat imatur atau sedang sakit, serta bayi menderita penyakit genetik atau kelainan metabolisme primer, seperti galaktosemia, penyakit pada penyimpanan glukogen dan lain-lain. b. Tanda/ gejala Tanda dan gejala hipoglikemi berdasarkan urutan frekuensi gejalanya, adalah gerakan gelisah (jitteriness) atau tremor, episode sianosis, apatis, kejang, episode apnue/ takipnue intermiten, suara tangis lemah, bayi lemah, letargi, kesulitan makan, memutar-mutar bola makan, keringat banyak, puncat mendadak, hipotermia, henti

jantung (carsiac arrest), serta payah jantung. Gejala-gejala dapat muncul dalam beberapa jam sampai satu minggu setelah kelahiran. c. Penatalaksanaan Prosedur penetalaksaan bayi dengan hipoglikemi, adalah sebagai berikut membrikan air gula 30cc setiap kali tubuh dengan membungkus bayi dengan kain hangat, menjauhkan dari hal-hal yang dapat menyerap panas bayi, segera memberikan ASI, melakukan obserpasi tanda-tanda vital, warna kulit, reflek dan gejala-gejala hipoglikemi. Bila dalam 24 jam tidak ada perubahan, rujuk bayi kerumah sakit rujukan. III. a. Penyakit yang diderita ibu selama kehamilan Bayi lahir dari ibu dengan hepatitis B Ibu dengan hepatitis akut selama hamil atau tes serologis HBsAg positif dapat menularkan hepatitis B pada bayinya efeksi pada bayi baru lahir biasanya ditularkan dari ibu selama proses persalinan berlansung. Hepatitis biasanya tidak di tularkan selama bayi berada dalam kandungan karena firusnya tidak mudah melewati plasenta (ari-ari). Sebagian besar bayi yang terinfeksi akan mengalami hepatitis kronis (hepatitis menahun) yang biasanya baru menimbulkan gejala pada masa kanak-kanak. Hepatitis pada bayi baru lahir merupakan suatu penyakit yang serius, 25% dari penderita akhirnya meninggal pada bayi yang terinfeksi kadang ditemukan gejala berikut pembesaran hati (hepatomegali), ascites (penimbunan cairan didalam perut), serta sakit kuning (jaundice) akibat peningkatan kadar bilirubin. Wanita hamil secara rutin diperiksa terhadap kemungkinan infeksi oleh firus hepatitis B. bayi biasanya baru terinfeksi pada saat persalinan, karena itu kepada bayi

baru lahir yang ibunya menderita hepatitis B, diberikan suntikan immunoglobulin hepatitis B 200 IU (0,5 ml) intramuskuler, disuntikkan pada paha sisi lain dalam 24 jam setelah lahir, atau paling lambat 28 jam setelah lahir, sebelum terjadinya imfeksi suntikan ini akan melindungi bayi untuk sementara. Pada saat yang sama juga diberikan vaksinasi hepatitis B untuk pelindungan jangka panjang. Berikan dosis awal vaksin hepatitis B (VHB) 0,5 mr intramuskuler segera setelah lahir (sebaiknya dalam 12 jam sesudah lahir) dilanjutkan dosis kedua dan ketiga sesuai jadwal imunisasi hepatitis B. Yakinkan ibu untuk tetap menyusui bayinya. b. Bayi Lahir Dari Ibu Denga Tuberkulosis Penyebab tuberkulosis adalah bakteri mycobacterium tuberculosis. Janin bisa tertulat tuberkulosis dari ibunya selama masih berada dalam kandungan, sebelum atau selama persalinan berlansung (karena menghirup atau menelan cairan ketuban yang terinfeksi) maupun setelah lahir (karena menghirup udara yang terkomtaminasi oleh percikan ludah yang terinfeksi) jika tidak diobati dengan antibiotik atau tidak diberikan vaksinasi, maka sekitar separuh bayi yang ibunya menderita tuberkulosis aktif akan menderita penyakit ini pada tahun pertama. Gejalanya bisa berupa demam, tampak mengantuk, tidak menghisap, gangguan pernafasan, dada berkembang (tidak terjadi penambahan berat badan), serta kebesaran hati dan limpa karena organ ini menyaring bakteri tuberculosis sehingga menyibabkan aktivasi sel-sel darah putih. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pada ibu hamil secara rutin dilakukan tes tuberkulin hasil yang positif sebaiknya diikuti dengan pemeriksaan roentgen dada. Tes tuberkulin sering kali dilakukan pada bayi yang ibunya

memberikan tes positif. Jika diduga suatu tuberkulosis, maka dilakukan pembiakan cairan serebrospinal, cairan dari saluran pernafasan dalam cairan lambung. Untuk mengetahui adanya infeksi pada paru-paru, dilakukan roentgen dada. Biopsi hati, kelenjar getah bening atau paru-paru dilakukan untuk memperkuat diagnosis. Jika seorang wanita hamil menunjukkan hasil tes yang positif tetapi tanda segaja dan hasil rontgen dadanya normal, diberikan isoniazid. Tetapi pengobatan ini biasanya baru diberikan pada trismester ketika atau setelah persalinan adanya resiko kerusakan hati pada wanita hamil. Jika seorang wanita hamil memiliki gajala, diberikan anti biotik isoniazid, pirazinamid, dan rifampin. Selama ibu masih bisa menularkan penyakitnya bayi tidak boleh di rawat atau berada dekat ibu. Sebagai tindakan pencengahan, diberikan isoniazid kepada bayi. Ibu menderita tuberkulosis aktif dan mendapat pengobatan kurang dari dua melahirkan, atau didiagnosi TBC setelah melahirkan, jangan di berikan vaksin BCG saat setelah bayi lahir. Berikan profilaksin isoniazid (INH) 5 mg/kgBB sekali sehari secara oral.pada umur 8 minggu lakukan evaluasi dan radiologi bila memukinkan. Kepada bayi yang menderita tuberkulosis di brikan isoniazid, refampin dan pirazinamic. Jika infeksi sudah smapai ke otak, diberikan kortikosteroid. Bila dicurai TBC aktif, mulai berikan pengobatan anti TBC lengkap (sesuaikan dengan program pengobatan TBC pada bayi dan anak dan kirim kepuskesmas setempat). Bila nbayi baik dan hasil tes negative, lanjutkan pencegahan dengan INH selama 6 bulan. Tunda pemberian vaksin BCG sampai 2 minggu setalah pengobatan selesai. Bila vaksin BCG terlanjur diberikan, ulang pemberianya 2 minggu setelah pengobatan INH

selesai. Yakinkan ibu, ASI tetap boleh diberikan, lakukan tindak lanjut terhadap bayi setiap 2 minggu untuk menilai kenaikan berat badan. c. Bayi Lahir dari Ibu dengan diabetes mellitus Bayi lahir dari ibu denga diabetes mellitus (DM), beresiko terjadi hipoglikemia pada 3 hari pertama setelah lahir, walaupun bayi sudah dapat minum dengan baik. Anjurkan ibu untuk menyusui dini dan lebih sering, paling tidak 8 hari x siang malam. Bila bayi berumur kurang dari 3 hari, amati sampai umur 3 hari. Periksa kadar glukose saat bayi datang / pada umur 3 jam. 3 jam setelah pemeriksaan pertama, kemudian setiap 6 jam selama 24 jam atau sampai kadar glukose dalam batas normal dalam 2 x pemiriksaan berturut-turut. Bila kadar glukpose kurang dari 45 mg/ dl atau bayi menunjukkan tanda hipoglikemia (tremor/ letargi), tangani untuk hipoglikemia. Bila dalam pengobatan tidak ada tanda-tanda hipoglikemia atau masalah lain, bayi dapat mnum dengan baik, pulangkan bayi pada hari ke 3. Bila bayi berumur 3 hari / lebih dan tidak pada tanda-tanda penyakit, bayi tidak perlu pengamatan. Bila bayi dapat minum dengan baik dan tidak masalah lain yang memerlukan perawatan di RS, bayi dapat di pulangkan.

d.

Bayi Lahir Dari Ibu Dengan Sifilis Sifilis kongentalis adalah suatu infeksi oleh bakteri treponema pallidum yang ditularkan dari ibu kepada janin didalam kandungannya. Kemungkinan terjadinya penularan dari ibu hamil yang menderita silfillis kepada janin melalui plasenta (ari-ari)

adalah sebesar 60-80%. Penularan biasanya terjadi pada silfilis stadium awal yang tidak di obati. Hampir 50% bayi yang terinfeksi selama beberapa dalam kandungan akan meninggal sesaat sebelum atau sudah dilahirkan. Gejala pada bayi baru lahir, antara lain : rewel, pembesaran kelenjar, getah bening, hati dan limpa, berat badan bayi tidak bertamabah atau gagal berkembang, wajahnya tampak seperti orang tua, bibirnya pecah-pecah, dari hidungnya keluar lendir berdarah, lepuhan kecil (vesikel) pada kelapak tangan dan kelapak kaki, ruam makulopapuler bewarna tembaga pada wajah, telapak tangan, telapak kaki, ruam pada kaki mulut, alat kelamin dan anus, hidungnya datar (saddle nose) meningitis (perandangan selaput otak), koroiditis (peradangan bagian belakang mata) kejam, serta hidrosefalus (pembesaran rongga otak yang berisi carian akibat peninggatan tekanan di dalam otak) Gejala pada bayi lebih besar dan anak-anak ialah nyeri tulang, tidak mau bergerak karena tungkai dan lengannya nyeri, kelainan pada tulang kering (saber shins), pembengkakan sendi, gigi Hutchinson (gigi berbintik-bintik dan berbentuk seperti baji), pembentukan jaringan parut pada luka di mulut, kelamin dan anus (disebut ragade), keterbelakangan mental, ganggugan penglihatan, kornea keruh, gangguan pendengaran atau tuli, bercak abu-abu seperti lendir di anus dan vulva (disebut kondiloma lata). Banyak anak yang menderita sifilis kongenitalis tetap berada pada stsdium laten dan tidak pernah menunjuk gejala. Pada babrapa anak akhirnya akan timbul gejala berupa : luka terlauka didalam hidung dan langit-langit mulut, benjolan yang menyerupai tombol pada tulang tungkai dan tulang tengkorak, tuli dan buta, gigi Hutchinson.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik, kemungkina disertai riwayat sifilis pada ibu selama hamil. Pemeriksaan yang dilakukan pada ibu: Tes VDRL, Tes antibodi fluoresensi FTA-ABS, tanda-tanda sifilis pada plasenta. Pemeriksaan pada bayi yang lebih besar atau anak-anak: Tes serologis untuk sifilis (VDRL dan FTA-ABS), pemeriksaan mikroskop lapang pandang gelap (untuk menunjukkan adanya treponema palidum), rontgen tulang. Bila hasil tes ibu positif dan sudah diobati dengan penisilin 2,4 juta U dimulai sejak 30 hari sebelum melahirkan, bayi tidak perlu diobati. Bila ibu tidak diobati atau pengobatan tidak adekuat atau status pengobatan tidak diketahui, maka dilakukan beberapa hal berikut ini : 1) dosis tunggal. 2) Beri ibu dan bapak bayi benzathine benzylpenicilin 2,4 juta Berikan pada bayi benzathine benzylpenicilin intramuskuler

U intramuskuler dalam dua suntikan di tempat berbeda. 3) 4) Rujuk ibu dan bapak bayi ke RS untuk tindak lanjut. Kalukan tindak lanjut dalam 4 minggu untuk pemeriksaan

pertumbuhan bayi dan tanda-tanda sifilis kongenital. 5) Cari tanda-tanda sifilis congenital pada bayi (edma, ruam

kulit, lepuh di telapak tangan /kaki, kondiloma di anus, rinitis, hidrops fetalis/hepatosplenomegali). 6) kongenital. 7) Laporkan kasus ke Dinas Kesehatan setempat Bila ada tanda-tanda di atas, berikan terapi untuk sifilis

Pencegahan sifilis congenital, antara lain dengan cara memahami bahwa pemeriksaan kehamilan sangat penting, karena biasanya dilakukan tes serologia rutin rutin untuk sifilis. Pemberian suntikan penicillin kepda ibu hamil bisa mencegah terjadinya sifilis kongenitalis. e. Bayi lahir dari ibu dengan malaria Bayi lahir dari ibu dengan malaria dapat mengalami premature, BBLR, KMK, demam, masalah minum, iritabel, hepatosplenomegali, ikterus dan anemia. Apabila menemukan kasus bayi baru lahir dari ibu yang menderita malaria, lakukan hal-hal berikut ini: 1) 2) 3) 4) 5) Anjurkan ibu tetap menyusui. Periksa hapusan darah, terutama plasmodium. Bila hasil negatif tidak perlu pengobatan. Bila hasil positif, obati dengan anti malaria Ibu hamil yang menderita malaria, bayi berisiko menderita

ikterus, hepatosplenomegali, anemia, demam, masalah minum, muntah (sangat sulit dibedakan dengan gejala malaria yang didapat/bukan kongenital). 6) Gejala dapat timbul 14 jam-8 minggu setelah lahir. Berikan

klorokuin basa 10 mg/kgBB peroral, 6jam kemudian dilanjutkan 5mg/kgBB, selanjutnya 5mg/kgBB 12 jam dan 24 jam setelah pemberian pertama. 7) Jangan memberikan kina pada bayi di bawah umur 4 bulan

(efek samping hipotensi). f. Bayi lahir dari uibu dengan sitomegalovirus

Infeksi sitomegalovirus adalah suatu penyakit virus yang bisa menyebabkan kerusakan otak dan kematian pada bayi baru lahir. Sitomegalovirus congenital terjadi jika virus dari ibu yang terinfeksi menular kepada janin yang dikandungnya melalui plasenta (ari-ari). Infeksi pada ibu mungkin tidak menimbulkan gejala sehingga ibu tidak menyadari bahwa dia sedang menderita infeksi sitomegalovirus. Sesudah lahir, bayi bisa tertular oleh infeksi sitomegalovirus melalui ASI atau tranfusi darah. Bayi cukup umur yang ibunya terinfeksi sitomegalovirus, tidak menimbulkan gejala dan bayi yang diberi ASI terlindungi oleh antibodi yang terkandung di dalam ASI. Bayi prematur yang tidak mendapat ASI dan menjalani transfuse darah yang terkontaminasi, akan menderita infeksi yang berat karena mereka tidak memiliki antibodi. Kebanyakan bayi yang menderita sitomegalovirus kongetitalis tidak

menunjukkan gejala. Hanya 10% yang menunjukkan gejala-gejala berikut berat badan lahir rendah, mikrosefalus (kepala kecil), kejang, ruam kulit (peteki/bintik-bintikkecil berwarna keunguan), jaundice (sakit kuning), ubun-ubun menonjol, pembesaran hati dan limpa(hepatosplenomegali), perandangan retina, kalsifikasi intracranial

(pengendapan mineral di dalam otak). Sebanyak 30% dari bayi tersebut meninggal. Lebih dari 90% bayi yang selamat dan 10% bayi yang tidak menunjukkan gejala, di kemudian hari akan mengalami kelainan saraf dan otak (di penglihatan). Bayi yang terinfeksi setelah lahir bisa menderita pneumonia, pembesaran dan peradangan hati serta pembesaran limpa. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik serta riwayat infeksi sitomegalovirus ibu ketika hamil. Untuk memperkuat diagnosis bisa

dilakukan pembiakan terhadap contoh air kemih atau darah. Pemeriksaan yang biasa dilakukan : analisis air kemih untuk mencari badan inklusi viru, titer antibody terhadap sitomegalovirus pada ibu dan bayi, rontgen kepala (menunjukkan adanya kalsifikasi intrakranial), kadar bilirubin (untuk menilai baratnya jaundice dan kerusakan hati), funduskopi (untuk menunjukkan adanya korioretinitis), hitung darah lengkap (bisa menunjukkan adanya anemia), serta foto roentgen dada (untuk menunjukkan pneumonia). Tidak ada pengobatan khusus untuk infeksi sitomegalovirus pada bayi. Antivirus gancyclovir tidak diberikan karena memiliki efek samping yang berbahaya bagi bayi. Pengobatan ditujukan kepada terapi fisik dan pemilihan sekolah khusus untuk anak-anak yang menderita keterbelakangan psikomotorik. Jika tidak terbentuk kalsifiksi di dalam otak, maka kecil kemungkinannya akan terjadi keterbelakangan mental. Adanya kalsifikasi menunjukkan kemungkinan terjadinya keterbelakangan psikomotor. g. Bayi lahir dari ibu dengan HIV/AIDS Tidak ada tanda-tanda spesifik HIV pada BBL. Tanda klinis ditemukan pada umur 6 minggu setelah lahir. Tes antibodi baru dapat dideteksi umur 18 bulan untuk menentukan status HIV bayi Manjemen umum apabila menemukan bayi baru lahir dari ibu dengan infeksi HIV/AIDS, adalah : 1) Hormati kerahasiaan ibu dan keluarga, barikan konseling pada keluarga, rawat

bayi seperti bayi lain, perhatikan teknik pencegahan infeksi, imunisasi rutin tetap diberikan.

2) 3)

Bari dukungan mental Anjurkan suami ibu memakai kondom untuk mencegah penularan infeksi. Tanpa pemberian terapi antiretroviral, 25% bayi dengan ibu HIV akan

tertular sebelum dilahirkan / pada waktu lahir dan 15% tertular melalui ASI. Langkah yang harus dilakukan, adalah: 1) Tentukan apakah ibu sedang mendapat pengobatan antiretrovirus untuk

HIV atau antiretroviral untuk mencegah transmisi ibu ke bayi. 2) Obati bayi dan ibu sesuai protocol yang ada. Bila sudah mendapat

zidovudine (AZT) 4 minggu sebelum melahirkan, maka setelah lahir bayi diberi AZT 2mg/kgBB per oral tiap 6 jam selama 6 minggu. Bila sudah mendapat nevirapien dosis tunggal selama proses persalinan dan umur bayi kurang 3 hari, segera berikan nevirapien suspensi 2 mg/kgBB oral. Jadwalkan pemeriksaan tindak lanjut dalam 2 minggu untuk menilai masalah pemberian ASI dan pertumbuhan bayi. Prosedur pemberian minum pada bayi baru lahir dari ibu yang menderita infeksi HIV/AIDS, adalah: 1) 2) Konseling pilihan pemberian minum bayi dan hargai pilihan ibu Jelaskan menyusui berisiko menuluarkan infeksi HIV dan pemberian

susu formula meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas bayi bila pemberian tidak baik. 3) Susu formula boleh diberikan bila mudah didapat, kebersihan terjaga

dan selalu tersedia selama 2 tahun

4)

Bila susu formula tidak tersedia, berikan ASI aksklusif dan segera

dihentikan bila susu formula telah disediakan. Hentikan ASI saat memberikan susu formula. Bila ibu memilih menyusui, cegah adanya gangguan putting dan mastitis. 5) Kemungkinan lain memeras ASI dan menghangatkan saat akan

diberikan, atau menyusui / ASI peras oleh ibu susuan yang HIV negatif.

DAFTAR PUSTAKA Darsono dan Himpunan dokter spesialis saraf Indonesia dengan UGM. 2005. Buku Ajar Neurolosi Klinis. UGM Press. Yogyakarta .

Devito EE, Salmond CH, OWler BK, sahakian Bj, pickard JD. 2007. Caudate structural abnormalities in idiopathic normal pressure hydrocephalus. Acta Neurol Scand 2007:116:pages 328-332. http:/ /www.ninds.nih.gov/disorders/hydrocephalus/ hydrocephalus/.htm diakses 2 januari 2010 http://bimaariotejo.mordpress.com/2009/08/30/atresia-duodenum/agustus 30, 2009 pada 11:45 am Info Penyakit: Medikastore-Kategori Penyakit-Masalah Kesehatan Anak diakses 5 januari 2010. Kosim, MS, dkk. 2003. Buku Panduan Manjemen Masalah Bayi Baru Lahir Untuk Dokter, Bidan Dan Perawat Di Rumah Sakit. IDAI, MNH-JHPIEGO-DEPKES RI, Jakarta. Ladewig, PW., London,ML., Olda, SB.,alih bahasaSalmiyatun. 2006. Asuhan Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir. EGC. Jakarta. Midwifery di 02:31 http://penel-bid.blogspot.com/2009/06/Pendarahan-Tali-Pusat.htm. Agustus 30,2009 pada 11:45 am Peter Paul Rickham. 2003. Obituaries. bmj.327.7428.1408. diakses 5 januari 2010. BMJ 2003:327:1408-doi:10.1136/

Ropper, Allan H. And Robert H. Brown. 2005. Adams And victors principels of neurology: Eight edition.USA. Saifuddin. AB., dkk. 2000. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. JNPKKR-POGI-YBPSP. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai