Anda di halaman 1dari 7

Pengajaran kelas melalui pendekatan berpikir secara intuitif dan analitis kepada siswa sebagai upaya meningkatkan prestasi

belajar Berpikir merupakan hal dasar dalam melakukan segala aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhannya baik secara jasmani maupun rohani. Dalam hal pendidikan, berpikir merupakan hal utama yang diajarkan seorang guru untuk dapat mengubah siswanya dari hal tidak mengerti menjadi mengerti sepenuhnya, atau tidak mengetahui sesuatu menjadi mengetahui sesuatu. Bukan rahasia umum, bila disekolah, siswa dituntut untuk harus memahami sepenuhnya hal yang diajarkan oleh sang guru, sedangkan indikator keberhasilannya dibuktikan melalui nilai yang dihasilkan. Semakin baik nilai ratarata kelas maka kemungkinan besar pula semakin banyak siswa yang dapat berpikir secara cerdas dan kreatif. Pertanyaan utama dari hal tersebut adalah Bagaimana seorang guru dapat membuat siswanya berpikir secara cerdas dan kreatif guna menjawab tantangan zaman di era global ini?

Guru memiliki tugas dalam mengkomunikasikan pengetahuan yang dimilikinya kepada siswa. Tak heran bila secara konvesional, guru menjadi sentral dalam proses kegiatan belajar mengajar (KBM) di kelas. Hal tersebut membuat guru dapat melakukan pengajaran apa saja yang dianggapnya perlu dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, terutama agar siswa dapat berpikir secara cerdas dan kreatif. I. Sistem pengajaran kelas mana yang dipilih? Banyak sistem pengajaran kelas yang dapat dilakukan oleh seorang guru, terkadang tak sesuai dengan sistem pengajaran yang dianut oleh sekolah. Misalnya dengan melakukan pengajaran secara konvensional biasa atau dengan sistem resource-based learning, dimana siswa diberi kebebasan dalam melakukan kegiatan belajar yang dikehendakinya. Terus, bagaimana seorang guru dapat menentukan sistem pengajaran yang dianggap perlu untuk dilakukan? Jawabannya adalah tergantung dari kondisi siswa serta suasana dikelas yang menentukan bagaimana sikap dan perilaku sang guru dalam mengajar. Misalnya, apabila kondisi serta suasana kelas sedang mengalami kejenuhan maka seorang guru dapat melakukan sistem resource-based learning untuk merefresing siswa dalam hal belajar, mencari suasana dan informasi-informasi baru seputar materi yang diberikan. Sebaliknya apabila kondisi siswa sedang dalam keadaan sulit untuk memahami pelajaran maka guru dapat melakukan sistem pengajaran secara konvesional dan tetap memusatkan siswa sebagai objek yang membutuhkan pengajaran. Untuk mengetahui kondisi siswa dan suasana kelas, memang guru harus dituntut jeli dalam melihat dan merasakan bagaimana kondisi siswa, salah satunya dengan cara memberikan pertanyaan pembuka disetiap awal pengajaran kelas.

Dari hal tersebut, dapat diketahui bahwa sistem apapun yang dilakukan tak akan menjadi masalah, yang terpenting adalah bagaimana seorang guru dapat mengubah segala hal yang tidak dimengerti siswa menjadi hal yang dimengerti para siswa sepenuhnya. Selanjutnya, agar pengajaran dikelas dapat mengolah siswa menjadi insani yang berpikir cerdas dan kreatif, seorang guru harus melakukan sebuah pendekatan pemikiran, dimana hal tersebut dapat membantu siswa dalam menemukan segala pemecahan permasalahan, baik itu dalam pelajaran eksata dan non eksata serta dalam kehidupan sehari-hari. II. Pemikiran Intuitif dan Analitis ? Di era sekarang, para ilmuan maupun pakar matematikawan, biologi, kimiawan, geometri dan lain-lain, menyarankan agar para penerus mereka menggunakan pemikiran intuitif dalam menyelesaikan berbagai masalah. Berpikir intuitif adalah berpikir dimana ia telah lama memikirkan permasalahan tersebut tetapi tiba-tiba menemukan jawabannya tanpa ia ketahui proses apa yang ia lakukan, informasi apa yang ia dapat dan bagaimana menjelaskan jawabannya tersebut kepada orang lain. Sedangkan berpikir analitis berlangsung selangkah demi selangkah dan dilakukan secara tegas serta dapat dijelaskan pemikiran tersebut kepada orang lain. Selanjutnya, apa hubungannya berpikir intuitif dengan analitis dalam konteksnya? Apakah berpikir intuitif merupakan berpikir yang secara kebetulan menemukan jawabannya, sehingga tidak dapat dijelaskan, bagaimana cara ia mendapatkan hasil tersebut atau bagaimana hal tersebut terjadi? Jawabannya adalah Tidak!. Berpikir intuitif terjadi pada seseorang yang memiliki pengetahuan luas terhadap suatu bidang dan mengetahui strukturnya, sehingga ia dapat menemukan suatu jawaban tanpa langkah-langkah yang tegas, itulah yang membuatnya tidak dapat dijelaskan kepada orang lain. Terus, bagaimana cara mengetahui kebenaran dari jawabannya tesebut? Disinilah hubungan antara pemikiran intuitif dengan analitis. Pemikiran intuitif membawa seseorang untuk menemukan jawaban secara mudah dan cepat, sedangkan pembuktiannya dapat dilakukan dengan cara analitis. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa pemikiran intuitif dan analitis tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hasil pemikiran intuitif harus dianalisis dengan melakukan perbandingan-perbandingan fakta, pencarian informasi, eksperimen dan hal lainnya yang dapat dibuktikan dan dijelaskan kepada orang lain tentang kebenarannya. Langkah-langkah tegas tersebutlah membawa seseorang untuk berpikir analitis setelah ia melakukan pemikiran intuitif. III Berpikir intuitif dan analitis pada siswa dapat meningkatkan prestasi belajar? Setelah mengetahui penjelasan, perbedaan serta hubungan intuitif dan analitis. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana membuat siswa agar dapat berpikir intuitif dan analitis dalam rangka mencipta generasi berpikir cerdas dan kreatif?

Di era global sekarang, setiap orang dari disetiap negara harus bersaing satu-sama lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Setiap orang harus dihadapkan oleh pilihan-pilihan dimana ia harus dapat berpikir dan bertindak secara tepat dan cepat agar tidak kalah bersaing dengan orang lainnya. Hal tersebutlah membuat setiap negara berusaha meningkatkan mutu pendidikannya agar dapat menciptakan generasi SDM yang lebih berkualitas. Entah dengan cara penyediaan berbagai fasilitas, perbaikan kurikulum dan penambahan tenaga profesional bagi sekolah-sekolah di negaranya masing-masing. Semenjak itu pula, sistem pengajaran Indonesia pun mulai ikut berkembang dengan tujuan tidak tertinggal dari negara lainnya. Perkembangan sistem pengajaran di Indonesia juga di ikuti dengan berubahnya penataan sistem pendidikan di Indonesia. Salah satunya dengan adanya sistem akreditasi sekolahan dari akreditasi sekolah berstandar nasional (SSN), Rintisan sekolah berstandar nasional (RSBI) dan sekolah berstandar nasional (SBI). Akan tetapi adanya sistem pendidikan tersebut tidak membuahkan hasil yang positif, karena sejak diberlakukannya sistem ini pada tahun 2005, tidak ada satu sekolah negeri pun yang berhasil mencapai akreditas SBI. Padahal milyaran bahkan triliunan rupiah sudah dilontarkan pemerintah untuk menfasilitasi sekolahan-sekolahan di negeri ini. Apakah ada yang salah dengan sistem tersebut? Ataukah sistem pengajarannya yang salah? Mari kita kaitkan masalah tersebut dengan pengajaran dikelas! Seperti yang sudah kita bahas diatas pada bab I sebelumnya tentang sistem pengajaran. Dari hasil kesimpulan dari bab I, sebenarnya dalam mengajar tak penting sistem mana yang digunakan oleh seorang guru dalam pengajaran dikelas, yang terpenting adalah para siswa dapat mengerti secara jelas apa yang sedang dibahas dan dipelajari, mengubah dari hal yang tak dimengerti menjadi mengerti sepenuhnya. Kebanyakan dari pengajar pada umumnya mengolah pola pikir siswa dengan cara pola berpikir jangka pendek, atau sekali hafal besoknya lupa. Siswa hanya diajarkan untuk memahami pengertian jangka pendek, tak ada pembahasan atau ulasan yang lebih mendalam tentang suatu materi. Ini umumnya dilakukan oleh guru yang mengajar materi tidak secara konsisten atau secara acak dan sekenanya (Hit or Miss). Hal ini dapat dibuktikan dengan sangat sedikitnya siswa yang dapat membuat atau menuliskan sebuah karya tulis fiksi maupun non fiksi. Hal lain yang dapat diulas dari kelemahan pengajaran berpikir jangka pendek adalah semakin sulitnya siswa dalam menjelaskan atau menafsirkan suatu permasalahan untuk mendapat solusi pemecahan. Misalnya pada saat kita memberikan soal matematika dengan pencampuran rumus A dan B, maka kemungkinan besar siswa tersebut tidak bisa menjawab benar soal tersebut, karena ia hanya menghafal atau mengetahui rumus itu secara terpisah atau pada saat mengajar, seorang guru secara tidak sengaja menggunakan pola berpikir intuitif pada dirinya, sehingga siswa tidak dapat mencerna bagaimana proses itu terjadi. Hal ini dikarenakan siswa tidak biasa dihadapkan dengan pola pikir intuitif atau analitis dari sang guru.

Dari hal itulah perlunya pengajaran kelas dengan pendekatan pemikiran secara intuitif dan analitis. Dengan mengenalkan siswa berpikir secara intuitif dan analitis, secara tidak langsung kita telah mengajarkan siswa untuk berpikir jangka panjang, cerdas dan kreatif. Apa kelebihan dari berpikir intuitif dan analitis terhadap siswa sekolah? Mungkin pertanyaan yang timbul dari benak diri anda. Berpikir intuitif dan analitis akan mengajari siswa tentang cara mencari penyelesaian masalah dengan tepat dan benar atau mengetahui jawaban dengan benar. Analitis dapat membuat siswa berpikir secara runtut dan jelas, mempermudah dalam menjelaskan secara lisan maupun tulisan tentang apa yang ada dipikirannya, melatih siswa berbicara verbal, tidak kesulitan dalam mengungkapkan pemikiran dan hal lainnya. Sedangkan berpikir intuitif membuat siswa dapat menyelesaikan soal-soal yang sulit menjadi mudah, berpikir secara kreatif, dapat menjadikannya seorang ilmuan atau ahli-ahli dalam suatu bidang yang memungkinkan untuk melakukan inovasi yang menghasilkan penemuan-penemuan terbaru. Itulah yang dibutuhkan negeri ini, mencari para generasi yang cerdas dan kreatif. Mengajarkan siswa dengan pola berpikir analitis juga akan membuat siswa dapat untuk memecahkan soal secara intuitif. Misalnya, sama seperti contoh sebelumnya, bila kita memberikan soal matematika dengan pencampuran rumus A dan B, maka kemungkinan besar siswa dapat menjawab soal tersebut, karena mereka menganalisis soal tersebut dari pengetahuan mereka antara kedua rumus A dan B. Analisis yang mereka lakukan dapat meningkatkan pola berpikir mereka untuk berpikir secara intuitif. Kembali kepertanyaan pada paragraf pertama yaitu bagaimana membuat siswa agar dapat berpikir intuitif dan analitis dalam rangka mencipta generasi berpikir cerdas dan kreatif?. Membuat siswa untuk berpikir secara intuitif dan analitis memang tidak mudah. Butuh perjuangan dan waktu yang banyak agar mereka berpikir secara dua hal tersebut. Apalagi bila siswa tersebut tidak dibiasakan sejak dini untuk berpikir analitis ataupun intuitif. Akan tetapi sebagai seorang guru profesional harus mampu dan bisa dalam menghadapi tantangan tersebut. Hal pertama yang perlu dilakukan seorang guru dalam melakukan pendekatan pemikiran intuitif dan analitis dalam pengajaran dikelas adalah mengenalkan siswa tentang berpikir secara intuitif dan analitis itu sendiri. Mungkin kebanyakan dari mereka akan bertanya, apa itu berpikir intuitif? Apakah itu analitis? Bagaimana caranya? Apa fungsinya? Apa kelebihannya? Semua itu harus dijawab dalam pertemuan pertama antara seorang guru dan murid dikelas. Setelah mereka mengerti dan memahami arti berpikir intuitif dan analitis. Biasakan mereka untuk berpikir secara kritis tentang suatu permasalahan. Ini berbeda antara mata pelajaran satu dengan yang lainnya. Berpikir analitis akan sangat dibutuhkan pada mata pelajaran sosial, karena siswa ditugaskan untuk menjelaskan mengenai suatu permasalahan dan mencoba untuk mencari solusi dari permasalahan tersebut. Apabila mata pelajaran tersebut ilmu sosial, seperti Ekonomi, Sosiologi, Geografi atau bahkan ilmu alam seperti Biologi berikanlah

tugas tersebut dalam bentuk esai, itu akan memudahkan mereka dalam berpikir analitis. Sedangkan apabila pelajaran tersebut bersifat pengetahuan alam/eksak seperti Kimia, Fisika dan Matematika, berikanlah mereka penjelasan dan pengertian tentang rumus-rumus tersebut, selanjutnya tugaskan mereka untuk menyalin kembali ke sebuah kertas lembaran atau dengan memberikan soal-soal dengan sistem yang berbeda. Misalnya pada mata pelajaran matematika, berikanlah soal dengan jawaban yang sudah ada, minta mereka untuk mencari proses terjadinya jawaban tersebut. Ini akan melatih pola pikir mereka secara intuitif, karena dengan begitu kemungkinan akan ada terdapat perbedaan penggunaan rumus dengan jawaban yang sama. Setelah itu diskusikan bersama untuk mencari penyelesaian. Hal penting lainnya saat mengajar adalah berikannlah/bacakanlah hasil pengajaran dari pertemuan sebelumnya dan juga bacakan target untuk pertemuan hari ini, sehingga mereka mengetahui kemana dan sampai mana pembelajaran akan berlangsung selama pertemuan tersebut. Untuk membuat siswa untuk berpikir secara intuitif. Tugaskanlah mereka untuk membaca minimal 1 materi dari buku, selanjutnya dikumpulkan dalam bentuk rangkuman. Agar menghindari dari praktek Copas atau menyalin pekerjaan siswa lainnya. Sempatkanlah untuk menilai dan memberikan kritik dari hasil pekerjaan mereka pada saat jam pelajaran kelas. Sehingga diharapkan dapat meminimalisir kecurangan dari pekerjaan mereka. Berpikir secara intuitif memang membutuhkan pengetahuan yang sebanyak-banyaknya, maka hindarilah penggunaan dari satu buku saja, buatlah mereka membaca buku dari media apa saja atau memberikan mereka copian lembaran materi untuk menambah wawasan mereka. Selanjutnya, dalam memberikan tugas atau pekerjaan rumah, usahakan pengerjaannya dilakukan secara individu lebih banyak daripada berkelompok. Ini dibuktikan pada sebuah penelitian mengemukakan bahwa secara konsisten hasil belajar lebih tinggi dikelas-kelas dengan menggunakan metode keller Plan, yaitu sebuah metode pengajaran yang melibatkan murid-murid dengan tugas individual (Kulik dkk, 1979). Hal ini dikarenakan apabila dikerjakan secara berkelompok, kelemahannya adalah adanya siswa-siswi yang dominan dalam mengerjakan tugas tersebut sehingga kemungkinan besar ada siswa-siswi yang tidak terlibat sama sekali atau hanya sedikit didalamnya. Itu akan membuat terjadinya ketimpangan pengetahuan yang didapat. Sehingga dari cara-cara pengajaran tersebut, kemungkinan besar bisa meningkatkan prestasi belajara siswa. Karena mau tidak mau, siswa telah terbiasa berpikir untuk menyelesaikan suatu permasalahan, bersikap kritis dan mengungkapkan pemikirannya baik dalam bentuk karya tulis maupun secara verbal.

Sebagai seorang guru, kita memiliki peran penting dalam mengembangkan pola pikir generasi pelajar Indonesia. Membuat mereka berpikir secara cerdas dan kreatif adalah tujuan utama dari tersedianya lembaga pendidikan saat ini. Apapun sistem pengajaran yang kita lakukan tidak akan menjadi masalah, yang terpenting adalah mengubah sesuatu hal yang tidak dimengerti siswa menjadi hal yang dimengerti siswa. Dengan membiasakan siswa untuk berpikir intuitif dan analitis, dapat mengembangkan pola pikir mereka untuk menemukan suatu jawaban permasalahan, baik secara sosial maupun sains serta meningkatkan prsetasi belajar mereka. Mengembangkan jiwa-jiwa kritis dan pemikir dalam bertindak secara rasional dan bermanfaat sebagai ilmuan, pakar dan para pemimpin berkualitas yang sedang dibutuhkan negeri untuk kedepannya.

BIODATA PESERTA Nama Alamat Usia Lahir Sekolah Alamat Sekolah No Hp Email No rekening : Mohammad Fitri Hidayatullah : Jalan Hos Cokroaminoto no 45 : 17 Tahun :3 Maret 1995 : SMA Negeri 3 Madiun : Jln Ring Road Barat : 081335147235 / 081251509867 : muhammadfitri9e@yahoo.co.id : -

Perhatian! bila scan kartu pelajar tidak muncul, harap klik bagian atas dari keterangan ini.

Anda mungkin juga menyukai