Anda di halaman 1dari 15

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Gangguan depresi merupakan bagian dari mood disorders yang merupakan sekelompok kondisi klinis yang memiliki ciri - ciri kehilangan kontrol dan pengalaman pribadi terhadap stres/tekanan yang berat1. Pasien dengan depresi merasakan kehilangan minat dan energi, perasaan bersalah, kesulitan berkonsentrasi, kehilangan nafsu makan dan berpikir untuk mati atau bunuh diri1. Gangguan depresi digolongkan menjadi depresi mayor, depresi minor dan dysthymia2. Prevalensi gangguan depresi pada populasi dunia adalah 3-8%. Depresi pada lansia di dunia sekitar 8 15% 3. Hasil survey dari berbagai negara di dunia diperoleh prevalensi rata-rata depresi pada lansia adalah 13,5% dengan perbandingan pria dan wanita 14,1 : 8,5. World Health Organization menyatakan bahwa gangguan depresi berada pada urutan keempat penyakit di dunia dan mengenai sekitar 20% wanita dan 12% laki-laki pada suatu waktu dalam kehidupan. Pada tahun 2020 diperkirakan jumlah penderita gangguan depresi semakin meningkat dan akan menempati urutan kedua penyakit di dunia4. Meningkatnya angka depresi pada lansia akan menjadi salah satu problem kesehatan di masa mendatang karena jumlah lanjut usia sekarang ini semakin meningkat. Kenyataan tersebut tidak hanya terjadi di negara-negara maju, tetapi di Indonesia pun terjadi hal yang serupa. Saat ini di Indonesia terdapat sekitar 10 juta orang yang berusia di atas 65 tahun (4,6% dari seluruh jumlah penduduk). Bahkan, Indonesia termasuk salah satu negara, yang jumlah penduduk lansianya bertambah paling cepat di Asia Tenggara4. Dampak dari depresi pada lansia menjadi lebih jelas apabila disertai dengan kondisi kesehatan tertentu seperti penurunan dari kemampuan fungsional dan kognitif yang akan menyebabkan peningkatan ketergantungan terhadap keluarga dan lingkungan sosialnya. Depresi juga akan

meningkatkan biaya kesehatan dan berujung pada kehilangan produktivitas seseorang5. Meskipun depresi merupakan salah satu gangguan jiwa yang paling sering pada orang lanjut usia, seringkali terjadi misdiagnosis dan ketiadaan perawatan terhadap pasien lansia yang mengalami depresi. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya pemahaman yang salah bahwa depresi merupakan bagian dari penuaan dan bukan merupakan suatu hal yang memerlukan pengobatan6. Manifestasi gangguan depresi pada lansia juga memiliki perbedaan bila dibandingkan dengan periode kehidupan lainnya. Lansia umumnya memiliki gejala depresi atipikal, tidak spesifik atau problem somatis. Lebih lanjut lagi, dokter sering kali kesulitan dalam memperoleh riwayat medis akibat adanya penurunan fungsi kognitif dari lansia6. Dokter umum memiliki peranan yang sangat penting untuk melakukan deteksi dini dan diagnosa gangguan depresi pada lansia, karena jarang pasien berkonsultasi langsung dengan ahlinya pada kunjungan pertamanya, Hamilton Rating Scale for Depression (HRS-D) dan Geriatric Depression Scale (GDS) merupakan beberapa instrumen skrining yang biasa digunakan untuk mendeteksi gangguan depresi pada lansia7. Berdasarkan hal hal tersebut diatas maka penulis mengangkat topik skrining dan diagnosis depresi pada lanjut usia karena deteksi dini sangat mempengaruhi perkembangan pasien selanjutnya. 1.2. Rumusan Masalah Adapun permasalahan yang dikaji dalam tulisan ini adalah sebagai berikut : 1.2.1 Apa saja gejala dan tanda timbulnya gangguan depresi pada orang lanjut usia ? 1.2.2 Bagaimana metode skrining dan dianosis gangguan depresi pada orang lanjut usia ?

1.3. Tujuan Penulisan Tujuan yang ingin dicapai melalui penulisan ini adalah sebagai berikut : 1.3.1 Mengetahui tanda dan gejala timbulnya gangguan depresi pada orang lanjut usia 1.3.2 Mengetahui metode skrining dan dianosis gangguan depresi pada orang lanjut usia 1.4. Manfaat Penulisan Diharapkan melalui penulisan ini dapat : 1.4.1 Memperluas wawasan mengenai gangguan psikiatri khususnya depresi yang merupakan salah satu gangguan mood 1.4.2 Meningkatkan pemahaman mengenai pentingnya skrining dan diagnosis dini terhadap gangguan depresi pada orang lanjut usia

BAB II
3

PEMBAHASAN 2.1 Gangguan Depresi Gangguan depresi termasuk gangguan mood dalam ilmu kesehatan jiwa. Berbagai gambaran klinis yakni gangguan episode depresi menurut DSM IV, gangguan distimik, gangguan depresi mayor dan gangguan depresi unipolar serta bipolar4. Jika gangguan depresi berjalan dalam waktu yang panjang (distimia) maka orang tersebut dikesankan sebagai pemurung, pemalas, menarik diri dari pergaulan, karena kehilangan minat hampir disemua aspek kehidupannya. Penyebab gangguan psikiatri saat ini masih dilihat dari sisi organobiologik, sosiokultural dan psikoedukatif. Dampak biologik dikatakan adanya gangguan pada neurotransmiter norefinefrin, serotonin dan dopamin, ketidakseimbangan kimiawi otak yang bertugas menjadi second messenger antar serabut saraf membuat tubuh menerima komunikasi secara salah dalam pikiran, perasaan dan perilaku. Sehingga dalam terapi farmakologik, terapi depresi sering dikaitkan dengan neurotransmitter seperti norefinefrin, serotonine dan dopamin8. Dari penelitian keluarga didapatkan gangguan depresi mayor dan gangguan bipolar, terkait erat dengan hubungan saudara. Pada anak kembar, suatu bukti adanya kerentanan biologik, pada genetik keluarga tersebut. Episode pertama gangguan seringkali dipicu oleh stresor psikososial pada mereka yang memiliki kerentanan genetik. Gangguan depresi dapat dialami oleh mereka yang tidak mengalami gangguan faktor biologik terjadinya gangguan depresi. Berbagai faktor psikologik berperan pada terjadinya gangguan depresi. Gangguan depresi karena faktor psikologik terjadi pada gangguan depresi ringan dan sedang, terutama gangguan depresi reaktif. Gangguan depresi reaktif biasanya dipakai sebagai diagnosis kerja sebagai gangguan penyesuaian diri Pada orang lanjut usia, faktor psikososial memiliki peranan yang cukup penting. Masa usia lanjut sering kali disebut dengan masa peralihan. Dimana para lanjut usia seringkali mengalami penurunan status kesehatan, penglihatan dan mobilitas. Berkurangnya pendapatan, status dan fungsi sosial akan terjadi seiring perjalanan
4

Kematian dari orang - orang terdekat dan teman - temannya, serta anak yang mulai mandiri, menyebabkan orang lanjut usia seringkali merasa terisolasi dan kesepian9. 2.2 Tanda dan Gejala Timbulnya Gangguan Depresi pada Lansia Tanda gangguan depresi seringkali tidak dikenali. Beberapa orang merasakan perasaan sedih dan murung dalam jangka waktu cukup lama dengan latar belakang yang berbeda-beda. Variasi tanda sangat luas dari satu orang ke orang lain, dari satu waktu ke waktu pada seseorang4. Secara umum tanda gangguan depresi itu adalah10 : Pola tidur yang abnormal atau sering terbangun termasuk diselingi kegelisahan dan mimpi buruk Sulit konsentrasi pada setiap kegiatan sehari-hari Selalu kuatir, mudah tersinggung dan cemas
Aktivitas yang tadinya disenangi menjadi makin lama makin dihentikan

Bangun tidur pagi rasanya malas Gejala gangguan depresi berbeda-beda dari satu orang ke orang lainnya. Gangguan depresi mempengaruhi pola pikir, perasaan dan perilaku seseorang serta kesehatan fisiknya4. Gangguan depresi tidak mempunyai simptom fisik yang sama dan pasti pada satu orang dan bervariasi dari satu orang ke orang lain. Keluhan yang banyak ditampilkan adalah nyeri sebagian atau seluruh tubuh, keluhan pada sistem pencernaan. Kebanyakan gejala disebabkan stres yang dialami cukup besar, kekuatiran dan kecemasan terkait dengan gangguan depresinya. Simptom dapat digolongkan dalam kelompok terkait perubahan dalam cara pikir, perasaan dan perilaku4.
Perubahan cara berpikir : terganggunya konsentrasi dan pengambilan keputusan

membuat seseorang sulit mempertahankan memori jangka pendek, dan terkesan sebagai sering lupa. Pikiran negatif sering terjadi pada pikirannya. Mereka menjadi pesimis, penurunan rasa percaya diri, dihinggapi perasaan bersalah yang

besar, dan mengkritik diri sendiri. Beberapa penderita merusak diri sendiri sampai melakukan tindakan bunuh diri atau membunuh orang lain.
Perubahan perasaan : merasa sedih, murung, tanpa sebab jelas. Beberapa

penderita merasa tak lagi dapat menikmati hal yang dulu disenanginya, dan tak dapat merasakan kesenangan apapun. Motivasi menurun dan menjadi tak peduli dengan apapun. Perasaan seperti berada dibawah titik nadir, merasa lelah sepanjang waktu meskipun tidak beraktivitas. Perasaan mudah tersinggung, mudah marah. Pada keadaan ekstrim muncul rasa tidak berdaya
Perubahan perilaku : ini merupakan cerminan dari emosi negatif. Mereka

menjadi apatis. Menjadi sulit bergaul atau bertemu dengan orang, sehingga menarik diri dari pergaulan. Nafsu makan berubah drastis, lebih banyak makan atau sulit membangkitkan keinginan untuk makan. Seringkali juga sering menangis berlebihan tanpa sebab jelas. Sering mengeluh tentang semua hal, marah dan mengamuk. Minat seks sering menurun sampai hilang, tak lagi mengurus diri, termasuk mengurus hal dasar seperti mandi, meninggalkan tanggung jawab dan kewajiban baik pekerjaan maupun pribadi. Beberapa orang tak dapat tidur, beberapa tidur terus.
Perubahan Kesehatan Fisik : dengan emosi negatif seseorang merasa dirinya

tidak sehat fisik selama gangguan depresi. Kelelahan kronis menyebabkan ia lebih senang berada di tempat tidur tak melakukan apapun, mungkin tidur banyak atau tidak dapat tidur. Mereka terbaring atau gelisah bangun ditengah malam dan menatap langit-langit. Keluhan sakit dibanyak bagian tubuh merupakan tanda khas dari gangguan depresi. Gelisah dan tak dapat diam, mondar-mandir sering menyertai. Gejala tersebut berjalan demikian lama, mulai dari beberapa minggu sampai beberapa tahun, dimana perasaan, pikiran dan perilaku berjalan demikian sepanjang waktu setiap hari. Jika gejala ini terasa, terlihat dan teramati, maka sudah waktunya membawanya untuk berobat, sebab gangguan depresi dapat diobati.

Secara umum, gejala klinis pada lansia juga memiliki gejala dan tanda yang sama seperti pada kebanyakan kelompok umur. Akan tetapi, tendensi depresi pada orang lansia cenderung melaporkan lebih banyak keluhan pada gangguan somatis dan kognitif daripada gangguan afektif11. Jangkauan dari subtipe gangguan mood yang muncul pada orang lansia adalah sangat luas. Depresi mayor klasik secara umum lebih jarang terjadi pada orang lansia dibandingkan pada orang dewasa dengan prevalensi umum sekitar 1 %. Sekitar 15 % - 25 % dari orang tua lansia merasakan gejala depresi yang tidak memenuhi kriteria untuk gangguan depresi spesifik, akan tetapi menyebabkan tekanan dan mengganggu fungsi umum11. Kebanyakan dari pasien ini akan diklasifikasikan memiliki depresi minor, yang digambarkan sebagai keadaan sering muncul perasaan berubah ubah low mood dan penurunan kualitas hidup, yang diasosiasikan dengan resiko kronis terjadinya sindrom depresi mayor. 2.3 Metode Skrining dan Diagnosis Gangguan Depresi pada Lansia 2.3.1 Skrining Geriatric Depression Scale (GDS) pertama kali dibuat oleh Yesavage et al dan telah dicobakan dan dipakai secara luas pada orang lansia. Merupakan quisioner yang jelas dimana pasien menjawab 30 buah pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak sesuai dengan keadaan yang mereka rasakan sehari hari 12. GDS memiliki sensitivitas sebesar 92 % dan 89 % spesifitas ketika dievaluasi kembali dengan kriteria diagnostik. Validitas dan reliabilitas dari quisioner ini telah digunakan pada banyak penelitian dan penggunaan dalam praktek klinis di poliklinik GDS dapat digunakan pada pada lanjut usia sehat, lanjut usia yang mengalami sakit medis dan lanjut usia yang mengalami gangguan kognitif ringan hingga sedang. GDS tidak merupakan pengganti dari interview diagnostik yang dilakukan oleh petugas kesehatan. GDS merupakan instrumen skrining yang berguna pada keadaan klinis untuk memfasilitasi penilaian depresi. Kini terdapat dua tipe GDS, yaitu yang memiliki 30 buah pertanyaan (long) dan yang memiliki 15 pertanyaan (short)12. Penilaian GDS berdasarkan dari jawaban yang diberikan oleh pasien, lalu
7

dijumlahkan sesuai dengan hasil yang diperoleh dimana untuk GDS yang memiliki 30 pertanyaan : 0 9 = Normal 10 19 = Depresi ringan 20 30 = Depresi berat Sedangkan untuk GDS dengan 15 pertanyaan : 0 4 = Normal 5 8 = Depresi ringan 9 11 = Depresi sedang 12 15 = Depresi berat

Tabel 1. GDS dengan 15 pertanyaan (short) (Boltz, 2007)

2.3.2 Diagnosis

Kriteria untuk depresi mayor adalah sesuai dengan Diagnostic and Statistical Manual, 4th edition (DSM-IV) dimana harus terdapat sekurang kurangnya 5 gejala dari 9 yang kriteria yang tercantum dengan jangka waktu sekurang kurangnya 2 minggu13.

Tabel 2. Kriteria diagnostik depresi mayor berdasarkan DSM-IV ( Dwyer et all, 2000) Sedangkan untuk di Indonesia, penegakan diagnosis berdasarkan atas Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan JiwaIII (PPDGJ-III, Departemen Kesehatan) yaitu4 : Gejala utama pada gangguan depresi ringan, sedang dan berat : Afek depresi Kehilangan minat dan kegembiraan Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya aktivitas Gejala lainnya berupa : a. konsentrasi dan perhatian berkurang, b. pikiran rasa bersalah dan tidak berguna, c. pandangan masa depan yang suram dan pesimistik, d. pikiran atau perbuatan yang membahayakan diri, e. tidur & makan terganggu Pedoman diagnostik untuk episode depresi ringan adalah4 :
9

a. Sekurang kurangya ada 2 dari 3 gejala utama gangguan depresi

b. Ditambah sekurang kurangnya 2 dari 3 gejala lainnya c. Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya d. Lamanya seluruh episode berlangsung sekitar 2 minggu e. Hanya ada sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial Pedoman diagnostik untuk episode depresi sedang adalah4 :
a. Sekurang kurangya ada 2 dari 3 gejala utama gangguan depresi

b. Ditambah sekurang kurangnya 2 dari 3 gejala lainnya c. Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya d. Lamanya seluruh episode berlangsung sekitar 2 minggu e. Menghadapi kesulitan nyata dalam pekerjaan dan kegiatan sosial Pedoman diagnostik untuk episode depresi berat tanpa gejala psikotis adalah4 :
a.

Semua 3 gejala utama gangguan depresi harus ada


b. Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa diantaranya

harus berintensitas berat


c. Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikometer) yang

mencolok, maka penderita mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode gangguan depresi dibenarkan
d. Episode depresi

berat masih dapat

biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu,

akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu e. Sangat tidak mungkin penderita akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau rumah tangga kecuali pada tarif yang sangat terbatas. Alat ukur tingkat depresi yang sering digunakan adalah Hamilton Rating Scale
10

for Depression (HRS-D), dimana HRS-D adalah quisioner yang memiliki pilihan ganda dan klinisi bisa menggunakannya untuk mengukur tingkat depresi dari orang dengan depresi mayor14. Tes ini dibuat oleh Max Hamilton pada tahun 1960 dan versi awalnya memiliki 17 buah pertanyaan (HRS-D17) yang berkaitan dengan gejala yang dialami oleh orang yang mengalami depresi selama beberapa minggu yang lalu. Selanjutnya berkembang versi yang memiliki 21 buah pertanyaan (HRSD21) yang memasukkan 4 item untuk menilai subtipe dari depresi. Keterbatasan dari HRS-D adalah tidak menilai gejala atipikal dari depresi seperti (hipersomnia, hiperfagia) Masing masing kelompok gejala diberi penilaian angka (skor) antara 0 4 yang artinya adalah, 0 = tidak ada gejala, 1 = gejala ringan, 2 = gejala sedang, 3 = gejala berat, dan 4 = gejala berat sekali. Penilaian HRS-D dilakukan oleh dokter atau orang yang telah terlatih untuk menggunakannya melalui teknik wawancara langsung. Masing masing nilai dari 17 kelompok gejala dijumlahkan, dan hasil penilaiannya dapat menentukan derajat depresi seseorang dengan hasil15 : 0 - 7 = normal 8 13 = depresi ringan 14 18 = depresi sedang 19 22 = depresi berat 23 = depresi sangat berat

BAB III
11

PENUTUP 3.1 Simpulan Dari hasil pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan hal hal sebagai berikut :
1. Tanda gangguan depresi seringkali tidak dikenali. Variasi tanda sangat luas dari

satu orang ke orang lain, dari satu waktu ke waktu pada diri seseorang. Secara umum tanda gangguan depresi itu adalah : Pola tidur yang abnormal atau sering terbangun termasuk diselingi kegelisahan dan mimpi buruk, sulit konsentrasi pada setiap kegiatan sehari-hari, selalu kuatir, mudah tersinggung dan cemas, aktivitas yang tadinya disenangi menjadi makin lama makin dihentikan, bangun tidur pagi rasanya malas. Sedangkan gejala gangguan depresi meliputi perubahan pola pikir, perasaan dan perilaku seseorang serta kesehatan fisiknya
2. Secara umum, gejala klinis pada lansia juga memiliki gejala dan tanda yang

sama seperti pada kebanyakan kelompok umur. Akan tetapi, tendensi depresi pada orang tua lansia cenderung melaporkan lebih banyak keluhan pada gangguan somatis dan kognitif daripada gangguan afektif. Depresi mayor klasik secara umum lebih jarang terjadi pada orang tua lansia dibandingkan pada orang dewasa dengan prevalensi umum sekitar 1 %. Sekitar 15 % - 25 % dari orang tua lansia merasakan gejala depresi yang tidak memenuhi kriteria untuk gangguan depresi spesifik, akan tetapi menyebabkan tekanan dan mengganggu fungsi umum
3. Metode skrining yang umum digunakan adalah menggunakan Geriatric

Depression Scale (GDS) yang terdiri dari pertanyaan yes/no sebanyak 30 / 15 buah pertanyaan. Pedoman diagnostik yang digunakan adalah berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual, 4th edition (DSM-IV) dan Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ-III) 3.2 Saran Saran

12

Dari hasil pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diberikan beberapa rekomendasi : 1. Perlu dilakukan penelitian atau sosialisasi lebih lanjut mengenai gangguan depresi pada lansia mengingat masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa hal tersebut merupakan hal normal dalam proses penuaan 2. Diperlukan koordinasi antar berbagai pihak terkait utamanya pemerintah agar dapat menurunkan angka gangguan depresi di Indonesia 3. Untuk tenaga kesehatan yang berada pada lini pertama hendaknya mengetahui cara untuk melaksanakan skrining dan diagnosa depresi pada orang tua lansia mengingat banyaknya kasus misdiagnosa

DAFTAR PUSTAKA
13

1. Sadock BJ, Sadock VA. Mood Disorders. In : Kaplan & Sadocks Synopsis of

Psychiatry. 10th ed. Philadelphia. 2007.p 363-382


2. Schoevers RA. Prevention of Late-Life Depression in Primary Care : Do We Know

Where to Begin?. AM J Psychiatric. 2006 ;163:1611-1621 3. Hidayati LN. Hubungan Dukungan Sosial Dengan Tingkat Depresi pada Lansia di Kelurahan Daleman Tulung Klaten. Surakarta : UMS 2009. [cited 2011 january]. Available from : www.etd.eprints.ums.ac.id/6425/1/J210050063.pdf 4. Departemen Kesehatan RI. Pharmaceutical Care Untuk Penderita Gangguan Depresif. Jakarta : Depkes 2007. [cited 2011 january]. Available from : http://digilib.uns.ac.id/upload/dokumen/168410609201010551.pdf 5. Garcia CD-SS et all. Usefulness of Two Instrument in Assessing Depression Among Elderly Mexicans in Population Studies and For Primary Care. Salud Publica de Mexico. 2008;50:447-456
6. Mohd Sidik S et all. Factors Associated with Depression Among Elderly Patients in

A Primary Health Care Clinic in Malaysia. Asia Pacific Family Medicine. 2003;2:148-152 7. 8. 9. Mottram Pat, Evans Mavis. Diagnosis of Depression in Elderly Patients. Advances in Psychiatric Treatment. 2000;6:49-56 Chiam PC. Depression of Old Age. Singapore Med J. 1994;35:4004-406 Sanders Stuart. Depression in the Elderly : When Treatment Fails. The Canadian Journal of CME. 2005;20:54-56 10. Luijendijk Hendrika J. Incidence and Recurrence of Late- Life Depression. Arch Gen Psychiatry. 2008;65(12):1394-1401 11. Thompson DJ, Borson S.Major Depression and Related Disorders in Late Life. In : Agronin ME, Maletta GJ (eds). Principle and Practice of Geriatric Psychiatry. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins;2006. p.350-67

14

12. Kurlowicz L, Greenberg SA. The Geriatric Depression Scale. New York : NYU 2007. [cited 2011 january]. Available from : http://ps.psychiatryonline.org/cgi/reprint/58/8/1057
13. Dwyer EV et all. Minor Depression in the Elderly. JCOM. 1999;6(2):41-52

14. Hamilton M. Hamilton Depression Rating Scale. New York : NYU 2000. [cited 2011 january]. Available from : http://ajp.psychiatryonline.org/cgi/reprint/163/9/1611 15. Lopez Pina JA et all. The Hamilton Rating Scale for Depression : A Meta Analytic Reliability Generalization Study. Int J Clin Health Psychol. 2008;9(1):144-158

15

Anda mungkin juga menyukai