Anda di halaman 1dari 10

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia seperti yang tercantum dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kesehatan juga merupakan salah satu aspek yang sangat menentukan dalam membangun unsur manusia agar memiliki kualitas seperti yang diharapkan, mampu bersaing dalam era yang penuh tantangan saat ini maupun masa yang akan datang. Mencermati aspek kesehatan dalam arti luas, maknanya tidak hanya sehat secara fisik namun juga psikis, termasuk di dalamnya kesehatan mental yang direfleksikan dalam indikator kemampuan atau kecerdasan intelektual, emosional dan spritual. Dalam konteks ini jelas, derajat kesehatan dapat memberikan pengaruh ke berbagai aspek kehidupan masyarakat. Harus diakui, selama ini masih banyak permasalahan kesehatan, seperti masih rendahnya derajat kesehatan dari warga miskin, akibat rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan, minimnya dana yang dialokasikan untuk menunjang program kesehatan, beberapa penyakit menular, yang dapat menjadi ancaman utama bagi masyarakat (Tim Penerbit Novindo Pustaka, 2009). Seiring dengan perkembangan zaman, maka kebutuhan masyarakat dibidang kesehatan semakin meningkat. Muncul masalah-masalah kesehatan

yang kompleks dan memerlukan penanganan khusus dari pihak yang profesional dan kompeten dibidang terkait. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka pemerintah berkewajiban untuk mengadakan program-program serta layanan kesehatan bagi publik. Salah satu dari layanan kesehatan yang dimaksud tersebut adalah rumah sakit (Qauliyah, 2008). Rumah sakit adalah sebuah institusi perawatan kesehatan profesional yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Rumah sakit oleh WHO (1957) diberikan batasan yaitu suatu bahagian menyeluruh (integrasi) dari organisasi dan medis, berfungsi memberikan pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat baik kuratif maupun rehabilitatif, dimana output layanannya menjangkau pelayanan keluarga dan lingkungan, rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan tenaga kesehatan serta untuk penelitian biososial (Qauliyah, 2008). Seiring perkembangan zaman, terdapat perubahan dalam paradigma pelayanan jasa yang diberikan oleh suatu rumah sakit dari pandangan masyarakat dan pengelola. Dalam menghadapi perubahan paradigma tersebut, pimpinan suatu rumah sakit haruslah dapat menghadapi sebagai tantangan bagi keberhasilan rumah sakit tersebut. Perubahan paradigma terjadi karena terdapatnya perubahan lingkungan dari suatu rumah sakit. Setiap pimpinan rumah sakit haruslah mampu membaca perubahan paradigma tersebut. Dengan ketajaman dan kejelian seorang pimpinan rumah sakit, tentunya diharapkan akan mampu mengambil keputusan yang tepat dalam memimpin dan menjalankan

pemberian jasa pelayanan dari rumah sakitnya, sebagaimana yang diharapkan dalam misi dan visi rumah sakit tersebut (cit, Wahdi 2006). Rumah sakit terus berkembang, baik dalam jumlah, kapasitas maupun sarana prasarana seiring dengan perkembangan teknologi. Walaupun terdapat perkembangan rumah sakit dari waktu ke waktu, tetapi fungsi dasar suatu rumah sakit tetap tidak berubah. Fungsi dasar suatu rumah sakit adalah pemulihan kesehatan anggota masyarakat, baik pelayanan rawat inap. maupun rawat jalan, serta konsultasi pemeliharaan atau perawatan kesehatan anggota masyarakat (cit, Wahdi 2006). Pada tahun 2008, jumlah rumah sakit di Indonesia mencapai 1.320 rumah sakit atau bertambah sebanyak 86 rumah sakit dari posisi tahun 2003. Dari total 1.320 rumah sakit ini, 657 diantaranya adalah milik swasta dengan rata-rata pertumbuhan jumlah rumah sakit per tahun sekitar 1,14%. Sisanya merupakan rumah sakit yang dibangun oleh pemerintah yakni Depkes RI,

Pemprov/Pemkab/Pemkot, TNI/Polri, dan BUMN. Perkembangan tersebut terjadi sebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang terjamin (Depkes RI, 2009). Pada sisi lain, perkembangan ketatanegaraan telah bergeser dari sentralisasi menuju desentralisasi yang ditandai dengan disahkannya UU No. 32 Tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah sebagaimana telah direvisi dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan kedua Atas UU No. 32 Tahun 2008 tentang Pemerintahan daerah (Tim Penerbit Novindo Pustaka, 2009).

Sebuah rumah sakit yang baik haruslah menetapkan suatu peraturan bagi pengunjung-pengunjungnya demi menjaga ketertiban dan keamanan di rumah sakit itu sendiri. Peraturan-peraturan tersebut secara umum mengatur jam berkunjung pasien, batasan usia pengunjung, serta kapasitas pengunjung. Hal lain yang kemudian diterapkan di tiap-tiap bangsal yakni peraturan mengenai tata tertib pengunjung, misalkan seperti larangan untuk merokok, serta peraturan untuk menjaga kebersihan dan ketenangan lingkungan rumah sakit (cit, Wahdi 2006). Beberapa rumah sakit di Indonesia masih mengalami kesulitan dalam menerapkan peraturan-peraturannya kepada pengunjung. Pihak RS Santo Antonius Pontianak mengakui kesulitan menerapkan larangan merokok bagi keluarga pasien maupun pengunjung. Meski pihaknya telah menyiapkan beberapa tempat untuk merokok, namun kesadaran masyarakat yang kurang untuk menjaga kesehatan orang lain menjadi salah satu penyebab sulitnya penerapan larangan tersebut (Metrobalikpapan.com, 2010a). Kemudian Rumah Sakit Kanudjoso Djatiwibowo (RSKD) Balikpapan pun mengalami kendala dalam hal penetapan jam berkunjung. Pihak rumah sakit mengakui perlunya pembenahan terhadap disiplin jam besuk yang mendapat sorotan masyarakat karena diberlakukan secara diskriminatif. Sementara ini pemberlakuan jam besuk masih sering dilanggar. Baik karena petugas yang kurang tegas, maupun akibat kurangnya informasi mengenai peraturan tersebut kepada masyarakat. Upaya petugas keamanan menerapkan aturan jam besuk pun ternyata tidak dijalankan secara maksimal. Terlihat bahwa petugas tidak disiplin

dalam menjalankan tugasnya. Ada pengunjung yang sama sekali tidak dizinkan masuk dengan alasan sudah melewati jam berkunjung, tetapi ada juga pengunjung yang dengan mudah melewati petugas tersebut. Padahal, mereka tidak menunjukkan kartu sebagai tanda penunggu pasien yang menjadi ketentuan rumah sakit (Metrobalikpapan.com, 2010b). Adapun di Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin juga memiliki peraturan-peraturan bagi pengunjung, seperti: Jam berkunjung pasien: Pagi: pukul 10.00 Wita-11.30 Wita & Sore: pukul 18.00 Wita-20.00 Wita, anak usia dibawah 7 tahun dilarang berkunjung. Sedangkan untuk peraturan-peraturan lain yang diterapkan di setiap bangsal hampir sama seperti peraturan yang umumnya diterapkan di rumah sakit lainnya Indonesia, yakni larangan merokok, peraturan untuk mengenai kebersihan dan ketenangan lingkungan rumah sakit. Kemudian pada kartu tunggu yang akan dibagikan bagi para penunggu pasien ada tertulis beberapa peraturan yakni mengenai: kartu tunggu harus dibawa, ditunjukkan kepada Satpam dan Petugas ruang perawatan pada saat masuk dan pada saat dilakukan pemeriksaan/penertiban, bila penunggu meninggalkan ruangan mohon memberitahu petugas ruangan, mohon tidak merokok di lingkungan rumah sakit. Secara umum diketahui bahwa peraturan-peraturan tersebut ditetapkan dengan tujuan untuk memenuhi hak-hak pasien secara maksimal (hak untuk menerima kenyamanan di rumah sakit) dan untuk meningkatkan keamanan di rumah sakit. Tetapi pada kenyataan yang ada justru tidak sesuai dengan

ketetapan yang diberlakukan oleh rumah sakit tersebut.

Terkadang ditemukan beberapa orang pengunjung yang memaksa masuk ke lingkungan rumah sakit sebelum jam-jam berkunjung tersebut, bahkan mereka mencoba mencari jalan masuk lainnya agar bisa menemui keluarga mereka yang dirawat inap. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 20 April 2011, peneliti menemukan ada 12 orang pengunjung yang membawa anak di bawah usia 7 tahun untuk membesuk keluarganya di ruang rawat inap Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin dan peneliti menemukan 4 orang pengunjung merokok di depan ruangan pasien. Adapun mengenai penerapan penggunaan Kartu Tunggu dan peraturan yang tertera dibagian belakang kartu inipun belum diterapkan secara maksimal di tiap-tiap bangsal. Para penunggu tidak pernah menunjukkan kartu tersebut kepada perawat di bangsal maupun kepada petugas keamanan di pintu depan. Bahkan perawat-perawat di bangsal itu sendiri tidak pernah mengadakan pemeriksaan kartu tunggu. Untuk mengidentifikasi tingkat kenyamanan pasien, pada saat studi pendahuluan, peneliti mewawancarai 5 orang pasien di beberapa ruang rawat inap. Kelima orang pasien tersebut menyatakan bahwa mereka merasa tidak nyaman dan tidak bisa beristirahat dengan tenang apabila pengunjung yang datang ke ruangan mereka dalam jumlah yang banyak karena akan menimbulkan kegaduhan. Melihat adanya kesenjangan yang ada, maka penulis sangat ingin meneliti bagaimana hubungannya kepatuhan pengunjung rumah sakit terhadap peraturan

berkunjung tersebut. Masalah apa yang muncul apabila masih ada peraturan yang belum diterapkan di rumah sakit tersebut, dan apakah ada hubungannya terhadap tingkat kenyamanan pasien rawat inap di rumah sakit tersebut. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Apakah ada hubungan antara kepatuhan pengunjung terhadap peraturan berkunjung dengan tingkat kenyamanan pasien rawat inap di Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin? C. Tujuan Penelitian (Umum dan Khusus) 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah mempelajari mengenai hubungan kepatuhan pengunjung terhadap peraturan berkunjung dengan tingkat

kenyamanan pasien rawat inap di Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin. 2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk: a. Identifikasi peraturan-peaturan berkunjung di Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin. b. Identifikasi kepatuhan pengunjung terhadap peraturan-peraturan

berkunjung di Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin. c. Identifikasi kenyamanan pasien terhadap suasana di ruang rawat inap Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin.

d. Identifikasi hubungan antara tingkat kepatuhan pengunjung dengan tingkat kenyamanan pasien rawat inap di Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin. D. Manfaat Penelitian (Teoritis dan Praktis) 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu informasi yang dapat digunakan sebagai masukan dalam rangka meningkatkan pengetahuan tentang hubungan kepatuhan pengunjung terhadap peraturan berkunjung dengan tingkat kenyamanan pasien rawat inap di Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin. 2. Manfaat praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : a. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan tentang hubungan kepatuhan pengunjung terhadap peraturan-peraturan berkunjung dengan tingkat kenyamanan pasien rawat inap di Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin dan dapat menambah khasanah kepustakaan di perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Suaka Insan Banjarmasin.

b. Bagi Rumah Sakit

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dan masukan untuk dapat meningkatkan dan mempertahankan kualitas pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin. c. Bagi Peneliti Bagi peneliti akan dapat mengoptimalkan peran dan fungsinya dalam menjalankan tugas seorang perawat yang dapat mengontrol kedisiplinan lingkungan rumah sakit demi menjaga kenyamanan pasien dan dapat menambah pengetahuan mengenai kepatuhan pengunjung terhadap peraturan rumah sakit dan hubungannya terhadap kenyamanan pasien rawat inap. E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai hubungan kepatuhan pengunjung terhadap peraturanperaturan berkunjung dengan tingkat kenyamanan pasien belum pernah dilakukan sebelumnya oleh peneliti-peneliti lainnya di Indonesia. Penelitianpenelitian terdahulu yang pernah dilakukan hanya membahas mengenai faktorfaktor yang berhubungan dengan tingkat kepuasan dan kenyamanan pasien rawat inap: Teguh Mulyono (2002) dengan judul penelitian: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Budi Rahayu Pekalongan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pelayanan, kepuasan hidup, dan lokasi strategis rumah sakit berpengaruh terhadap kepuasan pasien. Nirsetyo Wahdi (2006) dengan judul penelitian: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien sebagai Upaya Meningkatkan Loyalitas

Pasien (Studi empiris pada Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang). Dalam penelitian ini ditemukan bahwa kualitas pelayanan dan kepuasan hidup berpengaruh positif terhadap kepuasan pasien, dan kepuasan pasien berpengaruh positif terhadap loyalitas pasien.

Anda mungkin juga menyukai