Anda di halaman 1dari 3

Universitas Tanjungpura 53 tahun Leo Sutrisno Bagi manusia, usia 53 tahun merupakan masa kejayaan, semua mulai mapan.

Mereka yang gemilang perkembangannya telah berada di puncak karir sesuai dengan potensi masing-masing. Ada yang menjadi ilmuwan, ada yang menjadi politisi, ada yang menjadi pejabat, ada yang jadi pengusaha, ada yang menjadi seniman, dsb. Bagi lembaga tentu juga mirip dengan manusia. Lembaga yang dikelola dengan bagus, pada usia seperti itu bisa muncul sebagai lembaga kelas dunia. Misalnya, Universitas Monash, usianya sebaya, menurut berbagai lembaga survey telah digolongkan dalam lima besar universitas kelas dunia. Sebaliknya, Universitas Tanjungpura, nasibnya tidak secemerlang Universitas Monash. Bahkan, di tingkat nasional pun masih ada seorang gurubesar dari salah satu universitas empat besar Indonesia belum tahu persis dimana lokasi Universitas Tanjungpura. Ia bertanya; Tanjungpura itu di Jayapura, ya? Secara kebetulan, saya sudah hampir 40 puluh tahun mengabdikan diri sebagai dosen di Universitas Tanjungpura. Pada tanggal 26 April 1973, saya pertama kali menjejakkan kaki di halaman kampus Universitas Tanjungpura di kampus Jalan Imam Bonjol. Kala itu, Universitas Tanjungpura mempunyai dua kampus. Kampus 1 berada di jalan Imam Bonjol dengan lima fakultas, yaitu: Ekonomi, Sospol, Hukum, Pertanian, dan Teknik. Kampus 2 berada di jalan Sumatera, kantor Bandiklat Pemda saat ini. Disana terdapat dua fakultas, yaitu: fakultas Keguruan dan fakultas Pendidikan. Kelak, di awal tahun 1980-an kedua fakultas ini digabung menjadi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dan lokasinya berpindah ke gedung fakultas Kehutanan saat ini. Dosen dan karyawannya sangat sedikit. Pada tahun 1975, hanya sekitar 30 orang dosen dan karyawan yang disumpah sebagai pegawai negeri. Ini adalah sumpah pertama yang diselenggarakan di Universitas Tanjungpura. Karena masih sedikit, memungkinkan seorang kawan dosen hapal nomor kendaraan semua dosen.

Gedungnya juga sedikit. Dua gedung utama berdiri megah di jalan Imam Bonjol yang kini menjadi gedung Pascasarjana MM dan Pascasarjana M.Si. lantai bawah untuk kantor, lantai atas untuk ruang kuliah. Perumahan dosen juga masih sedikit. Rumah terjauh dari gedung utama, tahun itu (1973), adalah rumah di jalan Ketapang P.13. Di depang gedung M.Si saat itu ada rumah panjang untuk dosen. Beberapa karyawan juga tinggal di rumah itu. Mahasiswa juga Sangat sedikit. Pada umumnya, mereka sudah bekerja. Karena itu, hampir semua kuliah dilaksanakan di malam hari. Kadang-kadang, atas permintaan para mahasiswa kuliah diselenggarakan setelah sembahyang subuh, namanya kuliah subuh. Karena masih sedikit, hampir semua dosen mengampu 7-10 mata kuliah setiap tahunnya. Kala itu masih sistem tahunan, bukan semesteran. Di awal tahun 1980-an mulai banyak. Kelas menjadi besar. Sarana dan prasarana minimal. Sebagai ilustrasi, di awal 1980-an, salah satu mata kuliah yang saya ampu adalah Ilmu Alamiah Dasar. Tujuan mata kuliah itu adalah memberikan wawasan IPTEK kepada para mahasiswa non-eksakta. Untuk penghematan, kuliah diselenggarakan sebagai gabungan dua tiga jurusan di fakultas yang sama, akibatnya kelas besar, sekitar 100 orang mahasiswa. Karena peralatan masih minim, saya membawa sendiri dari rumah wireless amplifier. Cangkangnya masih saya simpan hingga saat ini. Empat puluh tahun kemudian tentu sudah banyak yang berubah. Gedung melimpah. Sarana semakin lengkap dan canggih. Kesejahteraan dosen dan karyawan semakin mantap. Yang Belum berubah adalah suasana akademiknya. Dari dulu hingga kini lebih banyak berlangsung diskusi tentang rumah, kendaraan, harta serta jabatannya ketimbang isu-isu ilmu pengetahuan yang terbaru. Sehingga, minggu yang lalu ada sekelompok masyarakat yang masih merasa kesulitan mencari ilmuwan sekuler, ilmuwan yang sungguh-sungguh mendedikasikan dirinya kepada ilmu pengetahuan dari Universitas Tanjungpura ini. Mungkin ini merupakan pil sangat pahit yang harus ditelan sebagai hadiah ulang tahun ke-53. Slogan yang tertulis di pintu gerbang Jalan Imam Bonjol

masih tetap mengingatkan setiap warga Universitas Tanjungpura. Bagaimana respon kita?

Anda mungkin juga menyukai