Anda di halaman 1dari 26

Adanya stresor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress yang akan merangsang aksis

HPA yang terangsang akan meningkatkan adennocorticotropic hormone (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah. Peningkatan kortisol dalam darah akan menyupresi imunoglobin A (IgA). Penurunan IgA menyebakan kemampuan untuk melisiskan sel radang menurun. Reaksi tersebut direspons oleh tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkhus sehingga menimbulkan asma bronkhial. Asma Bronkial Tipe Asma nonalergenik (asma intrinsik) terjadi pemaparan alergen tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran pernafasan bagian atas, olahraga atau kegiatan jasmani yang berat, dan tekanan jiwa atau stress psikologis. Asma terjadi akibat gangguan saraf otonom terutama gangguan saraf simpatis, yaitu blokade adrenergik beta dan hiperreaktivitas adrenergik alfa. Dalam keadaan normal aktivitas adrenergik beta lebih dominan daripada adrenergik alfa. Pada sebagian penderita asma, aktivitas adrenergik alfa di duga meningkatkan sehingga, mengakibatkan bronkhokonstraksi dan menimbulkan sesak nafas. Reseptor adrenergik beta diperkirankan terdapat dalam enzim yang berada di membran sel yang dikenal dengan adenil siklase atau disebut juga messenger kedua. Bila reseptor ini dirangsang, enzim adenil siklase tersebut diaktifkan dan akan mengatalisasi ATP dalam sel menjadi 3,5 siklin AMP. CAMP ini kemudian akan menimbulkan dilatasi otot-otot polos bronklus, menghambat pelepasan mediator dari mastosit/basofil, dan menghambat sekresi kelenjar mukus. Akibat blokade reseptor adrenergik beta, fungsi reseptor adrenergik alfa lebih dominan akibantya terjadi bronkhus sehingga menimbulkan sesak nafas. Hal ini dikenal dengan teori Blokade Adrenergik Beta.

Faktor Pencetus Serangan Asma Bronkhial Faktor yang dapat menimbulkan serangan asma bronkhial atau sering disebut sebagai faktor pencetus adalah : 1. Alergen zat-zat tertentu yang bila diisap atau dimakan dapat menimbulkan serangan asma misalnya debu rumah, tengau debu rumah ( Dermatophagoides pternissynus), spora jamur, bulu kucing, bulu binatang, beberapa makanan laut dan sebagainya. 2. Infeksi saluran pernafasan Infeksi saluran pernafasan terutama disebabkan oleh virus. Virus influeza merupakan salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma bronkhial. Diperkirakan, dua pertiga penderita asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran pernafasan ( Sundaru 1991). 3. Tekanan jiwa Tekanan jiwa bukan penyebab asma tetapi pencetus asma, karena banyak orang yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi penderita asma bronkhial. Faktor ini berperan mencetuskan serangan asma terutama pada orang yang agak labil keperibadiannya. Hal ini lebih menonjolkan pada wanita dan anak-anak (Yunus, 1994). 4. Olahraga /kegiatan jasmani yang berat Sebagian penderita asma bronkhial akan mendapatkan serangan asma bila melakukan olahraga atau aktivitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda adalah dua jenis kegiatan paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena kegiatan jasmani ( exercise induced asma EIA) terjadi setelah olahrga atau aktivitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olahraga. 5. Obat-obatan Beberapa klien dengan asma bronkhial sensitfi atau alergi terhadap obat tertentu seperti penisilin, salisilat, beta, brocker, kodein, dan sebagainya.

6. Polusi udara Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik.kendaraan, aspak rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta bau yang tajam. 7. Lingkungan kerja Lingkungan kerja diperkirakan merupakan faktor pewncetus yang menyumbang 2- 15 % klien dengan asma bronkhial ( Sundaru, 1991 ) PENGKAJIAN KEPERAWATAN Anamnesis Klien mengenal nama, umur, dan jenis kelamin perlu dilakukan pada klien dengan asma. Serangan asma pada usia dini memberikan implikasi bahwa sangat mungkin terdapat status atopik. Serangan pada usia dewasa dimungkinkan adanya faktor non atopik. Tempat tinggal menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada. Berdasarkan alamat tersebut, dapat diketahui pula faktor yang memungkinkan menjadi pencetus serangan asma. Status perkawinan dan gangguan emosional yang timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan faktor pencetus serangan asma. Pekerjaan serta suku bangsa juga perlu dikaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan alergen. Hal lain yang perlu dikaji dari inentitas klien ini adalah tanggal masuk rumah sakit ( MRS ), nomor rekam medis, asuransi kesehatan, dan diagnosis medis. Keluahan utama meliputi sesak nafas, bernafas terasa berat pada dada, dan adanya keluhan sulit untuk bernafas. Riwayat Penyakit Saat Ini Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan dengan keluhan sesak nafas yang hebat dan mendadak, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti whwzing, penggunaan otot bantu pernafasan, kelekahan, gangguan kesadaran sianosis, dan perubahan tekanan darah.

Serangan asma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpal. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkhus. Stadium kedua ditandai Dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkhus. Stadium kedua dditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien lebih suka duduk dengan bernafas dalam, ekspresi memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing). Klein lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, tampak pucat, gelisah, dan warna kulit mulai membiru. Stadium ketiga ditandai dengan hampir tidak terdengarnya suara nafas karena aliran udara kecil, tidak ada batuk, pernafasan menjadi obat-obatan yang biasa klien dan memeriksa kembali setiap jenis obat apakah masih relevan untuk digunakan kembali. Riwayat Penyakit Dahulu Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti adanya infeksi saluran pernafasan atas sakit tenggorokan, amandel, sinusitis dan polip hidung. Riwayat serangan asma, frekuensi, waktu dan alergen-alergen yang dicurigai sebagai pencetus serangan, serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala asma. Riwayat Penyakit Keluarga Pada klien dengan serangan asma perlu dikaji tentang riwayat penyakit asma atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena hipersensitivitas pada penyakit asma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan ( Hood Alsagaf, 1993 )

Pengkajian Psiko-sosio-kultural Kecemasan dan koping yang tidak efektif sering didapatkan pada klien dengan asma bronkhial. Status ekonomi berdampak pada asuransi kesehatan dan perubahan mekanisme peran dalam keluarga. Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi serangan asma baik gangguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar, sampai lingkungan kerja. Seorang dengan beban hidup yang berat lebih berpotensi mengalami serangan asma. Berada dalam keadaan yatim piatu, dapat menjalankan peranan seperti semula. Pola Resepsi Tata Laksana Hidup Sehat Gejala asma dapat membatasi manusia untuk berprilaku hidup normal sehingga klien dengan asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang tidak akan menimbulkan serangan asma. Pola Hubungan dan Konsep Diri Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap penyakitnya. Persepsi yang salah dapat menghambat respons kooperatif pada diri klien. Cara memandang diri yang salah juga akan menjadi stesor dalam kehidupan klien. Semankin banyak stesor yang ada pada kehidupan klien dengan asma dapat meningkatkan kemungkinan serangan asma berulang. Pola Penanggulangan Stress Stres dan ketengangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus serangan asma. Oleh karena itu, perlu dikaji penyebab terjadinya stress. Ftekuensi dan pengaruh stress terhadap kehidupan klien serta cara penanggulangan terhadap stesor.

Pola Sensorik dan Kognitif Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi konsep diri klien dan akhirnya memengaruhi jumlah stesor yang dialami klien sehingga kemungkinan terjadi serangan asma berulang pun akan semakin tinggi. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan Kedekatan klien pada sesuatu yang diyakininya di dunia dipercaya dapat meningkatkan kekuatan jiwa klien. Kenyataan klien terhadap Tuhan dan mendekatkan diri kepada-Nya merupakan metode penanggulangan stres dan konstruktif.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum Perawat juga perlu mengkaji tentang kesadaran klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara bicara, deyut nadi, frekuensi pernafasan yang meningkat, penggunaan otot-otot bantu pernafasan sionosis batuk dengan lendir lengkat, dan posisi istirahat klien. B1 ( Breathing ) Inspeksi Pada klien asma terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan serta penggunaan otot bantu pernafasan. Inspeksi dada terutama untuk melihat postur bentuk dan kesimetrisan. Adanya peningkatan diameter anterposterior, retraksi otot-otot interkostalis, sifat dan irama pernafasan, dan frekunesi pernafasan. Palpasi Pada palpasi biasnya kesimetrisan, ekspansi, dan taktil fremitus normal

Perkusi

Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersinor sedangkan diaframa menjadi datar dan rendah Auskultasi Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan ekspirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3 kali inspirasi, dengan bunyi nafas tambahan utama wheezing pada akhir ekspirasi. B2 ( Blood) Perawatan perlu memonitor dampak asma pada status kardiovaslular meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan CTR. B 3 ( Brain ) Pada sat inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji. Disamping itu, diperlukan pemeriksaan GCS, untuk menentukan tingkat kesadaran klien apakah compos mentis, somnolen, atau koma. B5 ( Bowel ) Perlu dikaji tentang bentuk turgor, dan tanda-tanda infeksi, mengingat hal-hal tersebut juga dapat merangsang serangan asma. Pengkajian tentang status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Pada kien dengan sesak nafas, sangat potensial terjadi kekurangan pemenuhan kebutuhan nutrisi, hal ini terjadi dipnea saat makan, laju metabolisme, serta kecemasan yang dialami klien. B6 ( Bone ) Dikaji adanya ekstremitas tremor dan tanda-tanda infeksi pada ekstremitas karena dapat merangsang serangan asma. Pada integumen perlu dikaji adnaya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau besisik, pendarahan, pruritas, eksim, dan adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis.

Pada ramvut . dikaji warna rambut, kelembapan, dan kusam. Perlu dikaji pula tentang bagaimana tidur dan istirahat klien yang meliputi berapa lama klien tidur dan istirahat, serta beberapa besar akibat kelelahan yang dialami klien. Adanya wheezing, sesak, dan ortopnea dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien. Perlu dikaji pula tentang aktivitas keseharian klien seperti olahraga, berkerja, dan aktivitas lainnya. Aktifitas fisik juga dapat menjadi pencetus asma yang disebut dengan exercixise induced asma. Pemerikasan Diagnostik Pengukuran fungsi Paru ( Spirometri ) Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol golongan adrenergik. Peningkatan FEV sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tes Provakasi Bronkhus Tes ini dilakukan pada Spirometri internal. Penurunan FEV sebesar 20% atau lebih setelah tes provakasi dan deyut jantung 80-90% dari maksimum dianggap bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 10% atau lebih. Pemeriksan Kulit Untuk menunjukan adanya antibodi IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh. Pemeriksaan Laboratorium 1. Analisa Gas Darah ( AGD/Astrup). Hanya dilakukan pada serangan asma berat karena terdapat hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis respiratorik.

2. Sputum

Adanya reaksi badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema mukosa, sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlengkatanya. Perwarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, cara tersebut kemudian dikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotik. 3. Sel Eosinnofil Sel eosinnofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 100-1500/mm3 baik asma intrinsik ataupun ekstrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil normal antara 100-200/mm 3. perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat. 4. Pemeriksaan darah rutin dan kimia jumlah sel leukosit yang lebih dari 15.00/mm3 terjadi karena adanya infeksi. SGOT dan SGPT meningkat sebab kerusakan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea. Pemeriksaan Radiologi Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma bronkhial biasnya normal, tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya proses patologi di paru atau komplikasi asma seperti pnemotharaks, pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain. Penatalaksanaan Medis Pengobatan Nonfarmakologi a. Penyuluhan, Penyuluhan ini ditujukan untuk peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asma sehingga klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, menggunakan obat secara benar, dan berkonsultasi pada tim kesehatan.

b.

Menghindari faktor pencetus, Klien perlu dibantu mengindetifikasi pencetus serangan asma yang ada pada lingkungannya, diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk intake cairan yang cukup bagi klien.

c. Fisioterapi, dapat digunakan untk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan postural drainase, perkusi, dan fibrasi dada. Pengobatan Farmakologi 1. Agonis beta metaproterrenol (alupent, metrapel). Bentuknya aerosol, berkerja sangat cepat, diberikan sebanyak 3-4 x semprot, dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalah 10 menit. 2. Metilxantin, dosis dewasa diberikan 125-200 mg 4 x sehari. Golongan metilxantin adalah aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. 3. Kromolin dan Iprutropium bromide (atroven). Kromolin merupakan obat pencegah asma khususnya untuk anak-anak. Dosis Iprutropioum Bramide diberikan 1-2 kapsul 4 x sehari ( Kee dan Hayes, 1994). Diagnosis keperawatan 1. Ketidakefektifan bersihan nafas yang berhubungan dengan adnaya

bronkhokonstriksi, bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronkhus, serta sekresi mukus yang kental. 2. Risiko tinggi ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan peningkatan kerja pernafasan, hipoksemia, dan ancaman gagal nafas. 3. Ganguan pertukaran gas yang berhubungan dengan serangan asma menetap 4. Gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan nafsu makan 5. Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan.

6. Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan ( ketidakmampuan untuk bernafas ) 7. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.

Asma Bronkial
Pengertian Asma bronkial adalah penyakit paru dengan karakteristik obstruksi saluran nafas yang reversibel (tetapi tidak lengkap pada beberapa pasien) baik secara spontan maupun dengan pengobatan, inflamasi saluran nafas. Peningkatan respon saluran nafas terhadap berbagai rangsangan (hiperaktivitas) (Aru W Susayo, dkk. 2006 : 245) Asma bronkial adalah satu hiper- reaksi dari bronkus ke trakea yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas bersifat revesibel ( m. Frenkel . 1985 : 53 ) Asma bronkial adalah penyakit imflamasi kronik saluran nafas yang ditandai dengan obstruksi jalan Hipereaksitivitas saluran Nafas (HES) Yang membedakan asma dengan orang normal adalah sifat saluran nafas pasien asma yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan seperti intan (debu) zat kimia (histamin, metakolin) dan fisis (kegiatan jasmani). Pada asma alergik, selain peka terhadap rangsangan tersebut diatas pasien juga sangat peka terhadap alergan yang spesifik. Sebagian HNS diduga didapat sejak lahir. Tetapi sebagian lagi di dapat. Bebagai keadaan dapat meningkatkan hipereaktivitas saluran nafas seseorang yaitu : Inflasimasi Saluran Nafas Sel-sel inflamasi serta medddiator kimia yang keluar terbukti berkaitan erat dengan gejala asma dan HNS. Konsep ini didukung oleh fakta bahwa intervensi pengobatan dengan anti inflamsi dapat menurunkan derajat HNS dan gejala asma. Kerusakan epitel Salah satu konsekuensi inflamasi adalah kerusakan epitel. Pada asma kerusakan bervariasi dari yang ringan sampai berat. Perubahan struktur ini akan meningkatkan penetrasi alergen. Mediator inflamasi serta mengakibatkan iritasi ujung-ujung saraf autonom sering lebih muda terangsang. Sel-sel epitel bronkus sendiri sebenarnya

mengandung mediator yang dapat bersifat sebagai bronkokonstrisi lebih mudah terjadi. Mekanisme Neurologis Pada pasien saluran nafas dan hipertropi otot polos pada saluran nafas di duga berperan pada HSN. Gangguan Intrinsik Otot polos saluran nafas dan hipertropi otot polos pada saluran nafas di duga berperan pada HSN. Obstruksi Saluran Nafas Meskipun bukan faktor utama. Obstruksi saluran nafas diduga ikut berperan pada HNS Patofisiologi Obstruksi saluran nafas pada asma merupakan kombinasi spasma otot bronkus, sumbatan mukus, edema, dan inflamasi dinding bronkus obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran nafas menyempit pada fasae tersebut. Hal ini megakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan voleme residu, kapasitas fungsional ( KRF) dan pasein akan bernafas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total. ( KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran nafas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperkukar otototot bantu nafas. Gangguan yang berupa obstruksi saluran nafas dapat dinilai secara obyektif dengan VEP1 (Voleme Ekspirasi Paksa detik Pertama) atau (Arus Puncak Ekspirasi) sedangkan penurunan KVP (Kapasitas Vital Paksa) menggambarkan derajat hiperinflasi paru. Penyempitan saluran nafas dapat terjadi baik pada saluran nafas yang besar, sedang , maupun kecil.

Penyempitan saluran nafas ternyata tidak merata diseluruh bagian perut. Ada daerah-daerah yang kurang mendapat ventilasi, sehingga darah kapiler yang melalui daerah tersebut mengalami hipoksemia. Penurunan PaD2 mungkin merupakan kelainan pada asma sub klinis. Untuk mengatasi kekurangan oksigen, tubuh melakukan hiperventilasi, agar kebutuhan oksigen terpenuhi. Tetapi akibatnya pengeluaran CO2 menjadi berlebihan sehingga Pa CO2 menurut yang kemudian menimbulkan alkalosis respiratorik. Gambaran Klinis Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodik batuk, mengik, dan sesak nafas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat didada, dan pada asma alergik mungkin disertai pilek atau bersin. Meskipun pada mulanya batuk tanpa disertai sekret, tetapi pada perkembangan selanjutnya pasien akan mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih kadang-kadang purelen. Ada sebagain kecil pasien asma yang gejalanya hanya batuk tanpa disertai mengi, dikenal dengan istilah cough variant asthma. Bila hal yang terakhir ini dicurigai, perlu dilakukan pemeriksaan spirometri sebelum dan sesudah bronkodilator atau uji provakasi bronkus dengan metakolin. Pada asma alergik, sering huungan antara pemanjahan alergen dengan gejala terhadap asma dengan jelas. Terlebih lagi pasien asma alergik juga memberikan gejala terhadap faktor pencetus non-alergik seperti asap rokok, asap yang merangsang, infeksi saluran nafas ataupun perubahan cuaca. Lain halnya dengan asma akibat perkerjaan gejala biasnya memburuk pada awal minggu dan membaik menjelang akhir minggu. Pada pasien yang gejalanya tetap memburuk sepanjang minggu, gejalanya mungkin akan membaik bila pasien alat peak flow meter atau uji provokasi dengan bahan tersangka yang ada dilingkungan kerja mungkin diperlukan untuk menegakkan diagnosis.

2. Penilaian derajat beratnya asma Penilai derajat berat asma baik melalui pengukuran gejala, pemeriksaan uji faal paru dan analisis gas darah sangat diperlukan untuk menilai hasil pengobatan seperti telah dikemukakan sebelumnya, banyak pasien asma yang tanpa gejala, ternyata pada pemeriksaan uji faal parunya menunjukkan adanya obstruksi saluran nafas. 3. Pencegahan dan Pengendalian Faktor Pencetus Serangan Diharapkan dengan mencegah dan mengendalikan faktor pencetus serangan asma makiin berkurang derajat asma makin ringan. 4. Perencanaan obat-obatan jangka panjang Untuk merencanakan obat-obatan anti asma dapat mengendalikan gejala asma ada 3 hal yang harus dipertimbangkan : 1. Obat-obatan anti asma. Pada dasarnya obat-obatan anti asma dapat dipakai untuk mencegah dan mengendalikan gejala asma fungsi penggunaan obat anti asma antara lain. Pencegahan (controller) yaitu obat-obatan yang dipakai setiap hari dengan tujuan agar gejala asma persisten tetap terkendali termasuk golongan ini yaitu obat-obat anti inflamasi dan bronkordilator gejala kerja panjang (long acting) obat-obat anti inflamasi khusunya kontikosteroid hirup adalah obat yang paling efektif sebagai pencegahan termasuk obat pencegah. Meskipun sebenarnya kurang tepat, karena obat-obat tersebut mencegah dalam ruang lingkup yang terbats misalnya mengurangi serangan asma. Mengurangi gejala asma kronik, memperbaiki fungsi paru, menurunkan kreativitas bronkus dan memperbaiki kualitas hidup. Obat anti inflamsi dapat mencegah terjadninya inflamasi serta mempunyai daya profilaksis dan supresi. Dengan pengobatan anti inflamsi jangka panjang serta

perbaikan gejala asma. Perbaikan fungsi paru serta penurunan reaktivitas bronkus lebih baik bila dibandingkan bronkodilator. Termasuk golongan obat pencegah adalah kortikosteroid hirup, kortikosteroid sistemik, natrium kromolin, natrim nedokromil, teofilin lepas lambat ( TLL) agoinis beta 2 kerja panjang hirup ( salmaterol dan formoterol ) dan oral dan obat-obat anti alergi. Penghilangan Gejala ( Reliever) obat penghilang gejala yaitu obat-obat yang dapat merelaksi bronkokonstriksi dan gejala-gejala akut yang menyertainya dengan segera. Termasuk golongan ini yaitu agonis beta 2 hirup kerja pendek ( short acting ), kortikosteroid sistemik, anti kolinergik hirup, teofilin kerja pendek. Agois beta 2 hirup ( fenoterol, salbutamol, terbutalin prokaterol) merupakan obat terpilih untuk gejala asma akut serta bila diberikan sebelum kegiatan jasmani, dapat mencegah asma karena kegiatan jasmani. Agois beta hirup juga dipakai sebagai penghilang gejala pada asma episodik. Peran kontikosteroid sistemik pada asma akut adalah untuk mencegah perburukan gejala lebih lanjut obat termasuk secara tidak langsung mencegah atau mengurangi frekuensi perawatan di ruang rawat darurat atau rawat inap .antikolinergik hirup atau lpotopium bromida selain dipakai sebagai tambahan terapi agonis beta 2 hirup pada asma akut juga dipakai sebagai obat alternatif pada pasien yang tidak dapat mentoleransi efek samping agonis beta w. Teofiling maupun agois beta oral dipakai pada pasien yang secara teknis tidak bisa memakai sediaan hirup. Pengobatan Farmakologis berdasarkan anak tangga. Sampai sejauh ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan asma. Karena itu dipakai istilah terkendali bila : gejala asma kronik minimal termasuk gejala asma malam, serangan eksarserbasi akut minimal. Kebutuhan agois beta 2 sangat minimal, tidak ada keterbatasan aktivitas. Varisi APE kurang dari 20% tidak nilai APE norma V mendekati normal, efek samping obat minimal tidak memerlukan pertolongan gawat darurat.

Berdasarkan pengobatan farmokologi sistematik anak tangga, maka menurut berat ringannya gejala, asma dapat dibagi menjadi 4 derajat Asma Intermiten Asma Persesten ringan Asma Persisten sedang Asma Persisten berat

Pengobatan Asma berdasarkan sistem wilayah bagi pasien. Sitem pengobatan ini dimaksudkan untuk memudahkan pasien mengetahui apakah perjalanan dan kronisitas asma memantau kondisi penyakitnya, mengenal tanda-tanda diri serangan asma dan dapat bertindak segera mengatasi kondisi tersebut. Dengan menggunakan peak flow meter pasien diminta mengukur secara teratur setiap hari dan membandingkan nilai APE yang dapat pada waktu itu dengan nilai terbaik APE pasien atau nilai prediksi normal seperti halnya lampu pengatur lalu lintas. Berdasarkan nilai APE akan terletak pada wilayah.

Hijau berati Aman Nilai APE luasnya 80- 100% nilai predikasi. Variablitas kurang dari 2-%. Bila 3 bulan tetap hijau pengobatan ini diturunkan ke tahap yang lebih ringan.

Kuning berati hati-hati. Nilai APE 60 80 % prediksi. Variabilitas APE 2030 %. Gejala asma masih normal. Terbangun malam karena asma, aktivitas terganggu . daerah ini menunjukkan bahwa pasien sedang mendapatkan serangan asma. Sehingga obat-obat anti asma perlu ditingkatkan atau ditambah antara lain agois beta 2 hirup dan bila perlu kortikosteroid oral. Mungkin pula tahap pengobatan yang sedang dipakai belum memadai, sehingga perlu dikaji ulang bersama dokternya.

Merah berari bahaya Nilai APE 60% nilai prediksi bila agonis beta 2 hirup tidak meberikan respon, segera mencari pertolongan dokter. Bila dengan

agosi beta 2 hirup membaik, masuk kedarah kuning, obast diteruksan sesuai dengan wilayah masing-masing. Pada wilayah merah kontrkosteroid oral diberikan lebih awal dan diberikan oksigen. 5. Merencanakan Pengobatan asma akut ( serangan asma ) Serangan asma ditandai dengan gejala sesak nafa, batuk, mengi, atau kombinasi dari gejala-gejala tersebut. Derajat seangan asma bervariasi dari yang ringan sampai yang berat yang dapat mengancam jiwa. Serangan bisa mendadak atau juga bisa berlahan-lahan dalam jangka waktu berhari-hari satu hal yang perlu diingat bahwa serangan asma akut menunjukan rencana pengobatan jangka panjang telah gagal atau pasien sedang terpajan faktor pencetus. Tujuan pengobatan serangan asama yaitu : a. Menghilangkan obstruksi saluran nafas dengan segera b. Mengatasi hipoksemia c. Mengembalikan fungsi paru ke arah normal secepat mungkin d. Mencegah terjadinya serangan berikutnya e. Memberikan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya mengenai cara-cara mengatasi diri dan memcegah serangan asma. Hal lain yang menunjukan juga perlu diketahui apakah pasien juga termasuk pasien asma yang berisiko tinggi asma, yaitu pasien yang : sedang memakai atau baru saja lepas dari kortikosteroid sistemik Riwayat rawat inap atau kunjungan ke unit gawat darurat karena asma dalam setahun terakhir. Gangguan kejiwaan atau psikologis Pasien yang tidak taat mengikuti rencana pengobatan untuk kematian karena

Pengobatan Asma Akut

Prinsip pengobatan asma akut adalah memelihara saturasi yang cukup (Sa O2 O 92% ) dengan memberikan oksigen. Melebarkan saluran nafas dengan pemberian bronkodilator aerosol ( Agonis beta 2 dan I pratroplum bromida ) dan mengurangi imflamasi serta mencegah kekambuhan dengan memberikan katrikosteroid sistemik pemberian oksigen 1-3 liter/menit, diusahakan mencapai ( Sa O2 O 92%, sehingga bila pasien telah mempuyai Sa O2 O 92%, sebenarnya tidak lagi membutuhkan inhalusi oksigen. Bronkodilator khususnya agonis beta 2 hirup ( kerja pendek) merupakan obat anti asma pada serangan asma, baik dengan MDI atau nebilizer. Pada serangan ringan atau sedang, pemberian aerosol 2-4 kali setiap 20 menit cukup memadai untuk mengatasi serangan. obat obat anti asma yang lain seperti antikolonergik, hirup, teofilin, dan agonis beta 2 oral merupakan obat-obat alternatif karena mula kerja yang lama sereta efek sampingnya yang lebih besar. pada serangan asma yang lebih berat dosis agonis beta 2 hirup dapat ditingkatkan. Sebagian peneliti menganjurkan pemberian kombinasi pratropium bromida dengan salbutamol, karena dapat mengurangi pemberian perawatan rumah sakit dan mengurangi biaya pengobatan. Kortikosteroid sistemik diberikan bila respons terhadap agonis beta 2 hirup tifak memuaskan. Dosis prednislon antara 0,5 1 mg/kg 88 atau ekaivalenya. Perbaikan biasanya terjadi secara bertahap oleh karena itu pengobatan diteruskan untuk beberapa hari. Tetapi bila tidak ada perbaikan atau minimal segera pasien dirujuk ke fasilitas pengobatan yang lebih baik.

Klasifikasi Derajat Beratnya Serangan Asma ( Tabel )

Ringan Aktivitas
Bicara Kesadaran Frekuensi nafas Meningkat Dapat berbaring beberapa kalimat mungkin terganggu

Sedang
lebih suka duduk kalimat terbatas biasanya terganggu Meningkat

Berat sukar berjalan


duduk kata demi kata

Dapat berjalan jalan terbatas

sering > 30

Kali / menit Retraksi otototot Bantu nafas Mengi Frekuensi Nadi Pulsus Parodossus APE sesudah Brankodiatir ( % prediksi ) Pa CO2 Sa O2 < 45 mmHg > 95 % < 45 mm Hg 91 95 % < 45 mm Hg < 90 % umumnya tidak ada kadang kalau ada ada

lemah sampai sedang keras < 100 tidak ada > 80 % 100-120 mungkin ada 60 80 %

keras > 120 sering ada ( > 25 mmHg) < 60 %

( < 10 mm Hg) ( 10-25 mm Hg )

Pasien harus segera dirujuk bila Pasien dengan resiko tinggi kamatian karena asma Serangan asma berat APE < 60 % nilai prediksi Respons brokodilator tidak segera, dsn bila ada repons hanya bertahan kurang dari 3 jam Tidak ada perbaikan dalam waktu 2 6 jam setelah mendapat pengobatan kontriksteroid Gejala asma makin memburuk Berobat secara teratur

Untuk memperoleh tujuan pengobatan yang diinginkan, pasien asma pada umumnya memerlukan pengwasan yang teratur dan tenaga kesehatan kunjungan yang teratur ini diperlukan untuk menilai hasil pengobatan, cara pemakaian obat, cara menghindari faktor pencetus serta penggunaan alat peak flow meter. Makin baik hasil pengobatan , kunjungan ini akan semakin jarang Adakalahnya diperlukan rujukan kepada dokter ahli, khususnya pada keadaan keadaan berikut. Pasien dengan riwat serangan asma berat yang mengancam jiwa atau Tanda dan gejala asma tidak khas atau ada masalah dalam diagnosis Hal-hal yang dapat diperberat asma pasien seperti sinusitas, polip Pemeriksaan penunjang diaonotik (uji kulit, rinoskopi, uji faat paru, uji pasien yang diragukan kemampuan mengatasi asmanya banding hidung, asperilosis, rintis berat provakasi ) Pasien tidak memberikan respons pengobatan yang opitmal Pasien yang termasuk tahap 3 dan 4 menurut klasifikasi pengobatan Pasien yang memerlukan penjelasan lebih lanjut mengenai imunoterapi, Asma dengan keadaan-keadaan khusus seperti kehamilan, operasi, asma jangka panjang komplikasi terapi, ketidaktaatan berobat dan ingin berhenti merokok. aktivitas, fisik, sinusitas, rutinitas, polip hidung, asma karena perkerjaan, infeksi paru, refleks gastroesofagitis, dan aspirin induced asthma. Diagnosis Diagnosis asma didasarkan pada riwayat penyakit,pemeriksaan, fisik, mengi, atau penunjang pada riwayat penyakit akan dijumpai keluhan batuk, sesak mengi atau rasa sakit berat di dada . tetapi kadang-kadang pasien hanya mengeluh batuk saja yang umumnya timbul pada malam hari dan sewaktu kegiatan jasmani. Adapun penyakit

alergi umumnya timbul pada malam hari dan sewaktu kegiatan jasmani. Adapun penyakit alergi yang lain pada pasien maupun keluarganya seperti rinitis, alergi, dermatitis atopik membantu diagnosis asma. Gejala asma memang sering timbul pada malam hari, tetapi dapat pula muncul sembarang waktu. Adakalahnya gejala terjadi pada musin tertentu yang perlu diketahui adalah faktor-faktor pencetus serangan dengan mengetahui faktor-faktor pencetus, kemudian menghiondarinya, maka diharapkan gejaka asma dapat dicegah. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Faktor-faktor pencetus asma, yaitu : Infeksi virus saluran nafas : Influenza Pemajanan terhadap alergi tungau, tedbu rumah, bulu binatang Pemajanan terhadap iritasi asap rokok, minyak wangi Kegiatan Jasmani lari Ekspresi emosional takut, marah, frustasi Obat-obatan aspirin, penyekat Beta, anti inflamsi non steroid Lingkungan kerja : Uap zat kimia Polusi udara : asap rokok pengawer makanan : sulfit lain-lain misal : haid, kehamilan, sinuitas . yang membedakan asma dengan penyakit paru lain pada asma serangan dapat hilang dengan atau tanpa obat, artinya serangan asma tanpa diobati ada yang hilang sendiri. Tetapi membiarkan pasien asma dalam serangan tanpa obat. Selain tidak etis, juga dapat membahayakan nyawa pasien. Gejala asma juga sangat bervariasi dari satu individu ke individu lain, dan bahkan bervariasi pada individu sendiri misalnya gejala pada malam hari lebih sering muncul dibanding siang hari.

Pemeriksaan Fisik

Penemuan tanda pada pemeriksaan fisik pasien asma, tergantung dari derjat obstruksi saluran nafas. Ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi dada, pernafasan cepat sampai sianosis dapat dijumpai pada pasien asma. Dalam praktek jarang dijumpai kesulitan dalam membuat diagnosis asma, tetapi sering pula dijumpai pasien bukan asma mempunyai mengi sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diaonosis. Pemeriksaan Penunjang Spirometri Uji Provokasi Bronkus Pemeriksan Sputum Pemeriksaan Eosinofil Total Uji kulit Pemeriksaan kadar IGE Total dan IgE spesifik dalam sputum Foto Dada Analisis Gas Darah

Diagnosis Banding dan Komplikasi Asma Diagnosis Banding Bronkitis Kronik Bronkitis Kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulandalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Penyebab batuk kronik seperti tuberkulosis, bronkitis atau keganasan harus disingkirkan dahulu. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya didaptkan pada paein berumur lebih dari 35 tahun dan perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi hari lama kelamaan disertai mengi dan menurunya kemampuan kegiatan jasmani. Pada stadium lanjut dapat ditemukan sianosis dan tanda-tanda Kor puilmonal. Emfisema Paru

Sesak merupakan gejala utama efisema, sedanfkan batuk dan mengi jarang menyertainya. Pasien biasnaya kurus. Berbeda dengan ams, pada efisema toidak pernah ada masa remisi, pasien selalu sesak pada kegiatan jasmani. Pada pemeriksaan fisik ditemukan dada kembung, peranjakan nafas terbats, hipersonor, peka hati menurun dan suara nafas sangat lemah. Pemeriksaan foto dada menunjukkan hiperinlasi . Gagal Jantung Kiri Akut Dahulu gagal jantung kiri akut dikenal dengan nama Asma Kardial, dan bila timbul pada malam hari disebut paraxymal nocturnal dyspnoe. Pasien tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilng atau berkurang bila duduk .pada anamnesia dijumpai hal-hal yang menperberat atau menperingan gejala gagal jantung. Disamping ortopnea, pada opemeriksaan fisik ditemukan kaediomegali, dan edema paru. Emboli Paru Hal-hal yang dapat menumbulkan emboli antara lain adalah imobilisasi, gagal jantung dan tromboflebitis. Disamping gejala sesak nafas, pasien batuk-batuk yang dapat disertai darah, nyeri pleara, keringat dingin, kejang dan pingsan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya ortopnea, takikkardi, gagal jantung kanan, pleural friction, irama derap, sianosis, dan hipertensi. Pemeriksaan elektrokardiogram menunjukkan perubahan antara aksis jantung ke kanan. Penyakit lain yang jarang seperti : senosis trakea, karsinoma bronkus poliarteritis nodosa. Komplikasi Asma - Pneumotoraks - Pneumadiastinum dan emfisema subkutis - Atelekbasis - Aspergilosis branopulmoner alergik - Gagal nafas

- Bronkitis - Fraktur Iga Pengobatan Berdasarkan potogenesis yang telah dikemukakan, strategi pengobatan asma dapat ditinjau dari bebagai pendekatan. Seperti mengurangi respons saluran nafas, mencegah ikatan alergen dengan IgE, mencegah pengelepasan mediator kimia, dan merelaksasi otot-otot polos bronlus. Mencegah Ikatan Alergen IgE Premedikasi dengan natrium kromolin dapat mencegah spasme bronkus yang telah terjadi. Oleh mastosis. Obat tersebut tidak dapat mengatasi spasme bronkus yang telah tejadi. Oleh karena itu hanya dipakai sebagai otot profilaktik pada terapi pemeliharaan. Natrium kromolin paling efektif untuk asma anak yang penyebabkan alergi, meskipun juga efektif pada sebagian pasien ansma intrinsik dan asma karena kegiatan jasmani. Obat golongan agonis beta 2 maupun teofilin selain bersifat sebaai bronkodilator juga dapat mendegah pengepasan mediator. Melebarkan Saluran Nafas dengan Bronkodilator - Simpatomimetik : 1) agonis beta 2 ( salbutamo, terbutalin, fenetorol, prokaterol) merupakan obat-obat terpilh untuk mengatasi sewrangan asma akut. Dapat diberikan secara inhalasi melalui MDI ( Metoe Dosed Inhaler ) atau nebulizer ; 2 ) Epinefrin diberikan subkutan sebagai pengganti agonis beta 2 pada serangan asma yang berat. Dianjurkan hanya dipakai pada asma anak atau dewasa muda. Aminofilin dipakai sewaktu serangan asma akut. Diberikan dosis awal, diikuti dengan dosis pemeliharaan. Kortikosteroid. Tidak termasuk obat golongan bronkodilator tetapi secara tidak langsung, dapat melebarkan saluran nafas. Dipakai pada serangan asma akut atau terapi pemeliharaan.

Antikolinergik (Ipatropiun bramida) terutama dipakai sebagai suplemen bronkodilator agonis beta 2.

Mengurangi respon dengan jalan Merendam Inflamasi Saluran Nafas Bayak peneliti telah membuktikan bahwa asma baik yang ringan maupun yang berat menunjukkan inflamasi sel-sel radang serta medoator inflamasi ditempat tersebut. Implikisi terapi proses inflamsi diatas adalah meredam iflamasi yang ada baik dengan natiumn kromolin, seperti pada asma akut atau kronik . Pengobatan Asma Menurut GINA ( Global Intiative For Asthma ) Para ahli asma dari berbagai negara terkemuka telah berkumpul dalam suatu lokakarya Global Intitative for Asthm Managenent and Prevention yang dikoordinasikan oleh Natoinal Heart ,Lung and Blood Indtitute Amerika Serikat dan WHO. Publikasi lokarya tersebut yang dikenal sebagai GINA diterbitkan pada tahun 1995, dan dipebaharui tahun 1998 dan 2002 dan hampr seluruh dunia mengikuti protokol pengobatan yang dianjurkan. Namun cara pengobatan tersebut masih mahal bgi negara sedang berkembang. Sehingga masing-masing negara dianjurkan membuat kebijakan sesuai dengan konsidi sosial ekonomi serta lingkungannya. Ada 6 Komponen dalam pengobatan asma, yaitu : 1. Penyuluah pada pasien karena pengobatan asma memerlukan pengobatan jangka panjang, diperlukan kerjasama antara pasien, keluarganya serta tenaga kesehatan. Hal ini dapat tercapai bila pasien dan keluarganya memahami penyakitnya, tujuan pengobatan, obat-obat yang dipakai serta efek samping.

Anda mungkin juga menyukai