1 Latar Belakang Kehilangan dan kematian adalah peristiwa dari pengalaman manusia yang bersifat universal dan unik secara individual. Hidup adalah serangkaian kehilangan dan pencapaian. Seorang anak yang mulai belajar berjalan mencapai kemandiriannya dengan mobilitas. Seorang lansia dengan perubahan visual dan pendengaran mungkin kehilangan keterandalandirinya. Penyakit dan perawatan di rumah sakit sering melibatkan berbagai kehilangan. Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menerima kehilangan. Dukacita adalah respons alamiah terhadap kehilangan. Penting artinya untuk diperhatikan bahwa apapun yang dikatakan di sini tentang proses dukacita dan kehilangan yang terdapat dalam perspektif social dan historis mungkin berubah sepanjang waktu dan situasi. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan klien dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati dukacita setelah mengalami kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental, dan social yang serius. Manusia dapat mengantisipasi kematian. Hal ini dapat menyebabkan banyak reaksi termasuk ansietas, perencanaan, menyangkal, mencintai, kesepian, pencapaian, dan kurang pencapaian. Kematian dapat merupakan suatu pengalaman yang luar biasa sehingga dapat mempengaruhi seseorang menjelang ajal dan keluarga, teman, dan pemberi, asuhan mereka. Cara seseorang meninggal mencerminkan gaya kehidupan orang tersebut, latar belakang budaya, keyakinan, dan sikap tentang kehidupan dan kematian. 1.2 Rumusan Maslah 1.2.1 Apa yang dimaksud dengan loss ? 1.2.2 Apa saja macam macam dari kehilangan ? 1.2.3 Apa yang dimaksud dengan berduka ? 1.2.4 Bagaimana respon terhadap berduka? 1.2.5 Bagaiman perawatan pada klien terminasi ? 1.2.6 Bagaimana perawatan jenazah ?
1.3 Tujuan Penulisan Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk memahami tentang perasaan dan tindakan apa yang harus dilakukan pada klien yang mengalami kehilangan dan berduka, sedangkan untuk tujuan khususnya adalah 1.3.1 Untuk lebih memahami tentang loss 1.3.2 Untuk lebih memahami macam macm dari loss 1.3.3 Untuk lebih memahami tentang berduka 1.3.4 Untuk lebih memahami proses perawatan pada klien yang terminasi 1.3.5 Untuk lebih memahami dan bisa mengamplikasikan cara perawatan jenazah 1.4 Manfaat Penulisan Dengan adanya penyusunan makalah ini mampu mempermudah penyusun dan pembaca guna memahami materi tentang Konsep kehilangan. Kemudian penyusunan makalah ini menambah pengalaman dan kemampuan penulis dalam membuat sebuah makalah.
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Loss ( Kehilangan ) Kehilangan (loss) adalah suatu situasi aktual maupun potensial yang dapat dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian atau keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan kehilangan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama rentang kehidupannya. Sejak lahir, individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Setiap individu akan bereaksi terhadap kehilangan. Respons terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh respons individu terhadap kehilangan sebelumnya (Potter dan Perry, 1997). Kehilangan pribadi adalah segala kehilangan signifikan yang membutuhkan adaptasi melalui proses berduka. Kehilangan terjadi ketika sesuatu atau seseorang tidak dapat lagi ditemui, diraba, didengar, diketahui, atau dialami. Tipe dari kehilangan mempengaruhi tingkat destres. Misalnya, kehilangan benda mungkin tidak menimbulkan distress yang sama ketika kehilangan seseorang yang dekat dengan kita. Namun demikian, setiap individu berespons terhadap kehilangan secara berbeda. Kematian seorang anggota kelurga mungkin menyebabkan destres emosional yang lebih besar disbanding dengan saudaranya yang lebih besar disbanding dengan saudaranya yang sudah tidak pernah bertemu selama bertahuntahun. Tipe kehilangan penting artinya untuk proses berduka, namun perawat harus mengenali bahwa setiap interprestasi seseorang tentang kehilangan sangat bersifat individualistis. Kehilangan dapat memiliki beragam bentuk, sesuai nilai dan prioritas yang dipengaruhi oleh lingkungan seseorang yang meliputi keluarga, teman, masyarakat dan budaya. Kehilangan dapat bersifat actual atau dirasakan. Kehilanga yang bersifat actual atau
kehilangan yang nyata (actual loss) adalah kehilangan orang atau obyek yang tidak lagi bisa dirasakan, dilihat, diraba, atau dialami oleh seseorang. Kehilangan nyata dapat dengan mudah diindentifikasi, misalnya seorang anak yang teman bermainnya pindah rumah atau seorang dewasa yang kehilangan pasangan akibat bercerai.
Kehilangan yang dirasakan kurang nyata dan dapat disalahartikan, seperti kehilangan kepercayaan diri atau prestise. Kehilangan yang dirasakan (perceived loss) merupakan kehilangan yang sifatnya unik menurut orang yang mengalami kedukaan. Makin dalam makna dari apa yang hilang, maka makin besar perasaan kehilangan tersebut. Klien mungkin mengalami kehilangan tersebut. Klien mungkin mengalami kehilangan maturasional (kehilangan yang diakibatkan oleh transisi kehidupan normal untuk pertama kalinya ), kehilangan situsional ( kehilangan yang terjadi secara tiba tiba dalam merespon kejadian eksternal spesifik seperti kematian mendadak dari orang yang dicintai ), atau keduanya. Anak yang mulai belajar berjalan kehilangan citra tubuh semasa bayinya, wanita yang mengalami monopouse kehilangan kemampuan untuk mengandung, dan seorang pria yang tidak bekerja mungkin kehilangan harga dirinya. 2.1.1 Macam Macam Kehilangan Perawat merawat klien yang mengalami banyak tipe kehilangan, seperti klien yang dirawat dirumah sakit yang mengalami banyak kehilangan termasuk kesehatan, kemandirian, kontrol terhadap lingkungannya dan keamanan finansial. Kehilangan mengancam konsep diri, harga diri, keamanan dan rasa makna diri. Perawat harus mengenali makna dari setiap kehilangan bagi klien dan dampaknya pada fungsi fisik dan psikologis. Kehilangan dapat dikelompokan ke dalam lima ketegori: Kehilangan benda eksternal Kehilangan lingkungan yang tidak dikenal Kehilangan orang yang dicintai Kehilangan aspek diri Dan kehilangan hidup
1. Kehilangan Objek Eksternal Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi usang, berpindah tempat, dicuri atau rusak karena bencana alam. Bagi seorang anak benda tersebut mungkin berupa boneka atau selimut, bagi seorang dewasa mungkin berupa perhiasan atau suatu aksesoris pakaian. Kedalaman berduka yang dirasakan seorang terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai yang dimiliki orang tersebut terhadap benda yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda tersebut.
2. Kehilangan Lingkungan yang Telah Dikenal Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal mencakup meninggalkan lingkungan yang telah dikenalnya selama periode tertentu atau perpindahan secara permanen. Contohnya termasuk pindah kekota baru, mendapat pekerjaan atu perawatan dirumah sakit. Kehilangan melalui perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal dapat terjdai melalui situasi maturasional, misalnya ketika seorang lansia pindah kerumah perawatan atau situasi situasional, contohnya kehilangan rumah akibat bencan alam atau mengalami cedera atau penyakit. Perawat dalam suatu institusi mengakibatkan isolasi dari kejadian rutin. Peraturan rumah sakit menimbulkan suatu lingkungan yang bersifat impersonal dan demoralisasi. Kesepian akibat lingkungan yang tidak dikenal dapat mengancam harga diri dan membuat berduka menjadi lebih sulit. 3. Kehilangan Orang Terdekat Orang terdekat mencakup ornag tua, pasangan, anak anak, saudara kandung, guru, pendeta, teman, tetangga, dan rekanan kerja. Artis atau atlet yang terkenal mungkin menjadai orang terdekat bagi orang muda. Riset telah menunjukkan bahwa banyak orang menganggap hewan pemeliharaan sebagai orang terdekat. Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan, pindah, melarikan diri, promosi ditempat kerja, dan kematian. 4. Kehilangan Aspek Diri Kehilangan aspek diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis, atau psikologis. Kehilangan bagian tubuh dapat mencakup anggota gerak, mata, rambut, gigi dan payudara. Kehilangan fungsi fisiologis mencakup kehilangan kontrol kandung kemih atau usus, mobilitas, kekuatan atau fungsi sensori. Kehilangan fungsi psikologistermasuk kehilangan ingatan, rasa humor, harga diri percaya diri, kekuatan, respek, atau cinta. Kehilangan aspek diri ini dapat terjadi akibat penyakit, cedera, atau perubahan perkembangan atau situasi. Kehilangan seperti ini dapat menurunkan kesejahteraan individu. Orang tersebut tidak hanya mengalami kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami perubahan permanen dalam citra tubuh dan konsep diri.
5. Kehilangan Hidup Sesorang yang menghadapi kematian menjalani hidup, merasakan, berfikir dan merespon terhadap kejadian dan ornag sekitarnya sampai terjadinya kematian. Perhatian utama bukan kepada kematian itu sendiri tetapi mengenai nyeri dan kehilangan kontrol. Meskipun sebagian orang takut tentang kematian dan gelisahmengenai kematian, masalah yang sama tidak akan sama pentingnya bagi setiap orang. Setiap orang berespon secara berbeda tehadap kematian. Orang yang telah hidup sendiri dan menderita penyakit kronis apat mengalami kematian sebagian suatu peredaan. Sebagian menganggap kematian sebagai jalan masuk kedalam kehidupan setelah kematian yang akan mempersatukannya dengan orang yang kita cintaidi surga. Sedangkan orang lain takut perpisahan, dilalaikan, kesepian atau cedera. Ketakutan terhadap kematian sering menyebabkan individu menjadi lebih bergantung. Keputusan dan rasa malu karena ketergantungan yang dialami oleh sebagian klien menimbulkan tantanga bagi perawat. Doka ( 1993 ) menggambarkan respon terhadap penyakit yang mengancam hidup ke dalam empat fase. Fase diagnostik terjadi ketika diketahui ada gejala klien atau faktor risiko penyakit. Fase akut berpusat pada krisis diagnosis. Klien dihadapkan pada serangkaian keputusan, termasuk medis, interpersonal, psikologis, seperti halnya cara menghadapi awal krisis penyakit. Fase kronis klien bertempur dengan penyakit dan pengobatannya, yang sering melibatkan serangkaian krisis yang diakibatkan. Fase terminal atau pemulihan, kadang dalam fase akut atau kronis seseorang dapat mengalami pemulihan. Klien yang mencapai fase terminal ketika kematian bukan lagi halnya kemungkinan, tetapi pasti terjadi. Pada setiap hal dari penyakit ini klien dan keluarga dihadapkan dengan kehilangan yang beragam dan terus berubah. Dampak Kehilangan 1. Pada masa anak-anak kehilangan dapat mengancam kemampuan untuk berkembang, kadang-kadang akan timbul regresi serta rasa takut untuk ditinggalkan atau dibiarkan kesepian. 2. Pada mmasa remaja atau dewasa muda, kehilangan dapat menyebabkan disintegrasi dalam keluarga.
3. Pada masa dewasa tua, kehilangan khususnya kematian pasangan hidup dapat menjadi pukulan yang sangat berat dan menghilangkan semangat hidup orang yang ditinggalkan. 2.2 Grief ( Berduka ) Berduka ( grieving ) merupakan reaksi emosional terhadap kehilangan. Hal ini diwujudkan dalam berbagai cara yang unik pada masing-masing orang dan didasarkan pada pengalaman pribadi, ekspektasi budaya, dan keyakinan spiritual yang dianutnya. Sedangkan istilah kehilangan ( bereavement ) mencakup berduka dan berkabung ( mourning ) yaitu perasaan didalam dan reaksi keluar orang yang ditinggalkan. Berkabung adalah periode penerimaan terhadap kehilangan dan berduka. Hal ini terjadi dalam masa kehilangan dan sering dipengaruhi oleh kebudayaan atau kebiasaan. Kehilangan karena kematian adalah suatu keadaan pikiran, perasaan dan aktivitas yang mengikuti kehilangan. Keadaan ini mencakup dukacita dan berkabung. Dukacita adalah proses mengalami reaksi psikologis, sosial dan fisik terhadap kehilangan yang dipersepsikan (Rando,1991). Respon ini termasuk keputusasaan, kesepian, ketidakberdayaan, kesedihan, rasa bersalah dan marah. Berkabung adalah proses yang mengikuti suatu kehilangan dan mencakup berupaya untuk melewati dukacita. Proses dukacita dan berkabung bersifat mendalam, internal, menyedihkan, dan berkepanjangan. Istilah dukacita, berkabung, dan kehilangan karena kematian sering digunakan secara tumpang tindih. Dukacita mencakup pikiran, perasaan, dan perilaku. Tujuan dukacita adalah untuk mencapai fungsi yang lebih efektif dengan mengintegrasikan kehilangan ke dalam pengalaman hidup klien. Pencapaian ini membutuhkan waktu dan upaya. Istilah upaya melewati dukacita berasal dari seorang psikiater Erich Lindemann (1965) yang menggambarkan tugas dan proses yang harus diselesaikan dengan berhasil agar dukacita terselesaikan. Orang yang mengalami dukacita mencoba berbagai strategi untuk menghadapinya. Worden (1982) menggarisbawahi empat tugas dukacita yang memudahkan penyesuaian yang sehat terhadap kehilangan, dan Harper (1987) merancang tugas dengan akronim TEAR :
1. T Untuk menerima realitas dari kehilangan 2. E Mengalami kepedihan akibat kehilangan 3. A Menyesuaikan lingkungan yang tidak lagi mencakup orang, benda, atau aspek diri yang hilang 4. R Memberdayakan kembali energi emosional ke dalam hubungan yang baru Tugas ini tidak terjadi dalam urutan yang khusus. Pada kenyataannya, orang yang berduka mungkin melewati keempat tugas tersebut secara bersamaan atau hanya satu atau dua yang menjadi prioritas. Perawat dapat membantu klien dan keluarganya dalam memahami dan berupaya melewati tugas ini ketika tugas tersebut sesuai dengan situasi unik mereka. Masyarakat sering tidak mendorong keterbukaan selama dukacita atau kehilangan. Anak-anak yang tidak bahagia mungkin tidak diajarkan untuk tidak menangis ketika temannya pindah rumah, remaja yang aneh diajarkan untuk tidak merasa malu mengenai pertumbuhan cepat yang mendadak, dan orang yang sedang menghadapi kematian didorong untuk tetap tenang dan menjaga jati diri. Perubahan terakhir dalam sikap, keyakinan dan nilai telah meningkatkan pengekspresian berduka secara lebih terbuka. Namun demikian, banyak orang tetap ragu untuk menunjukkan pemikiran, rasa takut dan perasaan mereka tentang dukacita, terutama sekali lansia. Perawat belajar untuk mencari dukungan dari sesama perawat untuk mengekspresikan kekhawatiran mereka tentang klien yang menghadapi penyakit terminal. Sama halnya, anggota keluarga lebih sering mencari dukungan dari pemberi perawatan untuk mengekspresikan marah dan rasa takut terhadap rasa kehilangan. Berduka dapat mengarah pada pemahaman baru yang meningkatkan pertumbuhan. Seseorang dapat tumbuh dari pengalaman kehilangan melalui keterbukaan, dorongan dari orang lain, dan dorongan yang adekuat. Jenis Berduka 1. Berduka normal, terdiri atas perasaan, perilaku dan reaksi yang normal terhadap kehilangan. Misalnya, kesedihan, kemarahan, menagnis, kesepian, dan menarik diri dari aktivitas untuk sementara. 2. Berduka antisipatif, yaitu proses melepaskan diri yang muncul sebelum kehilangan atau kematian yang sesungguhnya terjadi. Misalnya, ketika menerima diagnosis terminal, seseorang akan memulai proses perpisahan yang menyelesaikan berbagai urusan didunia sebelum ajalnya tiba.
8
3. Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap berikutnya, yaitu tahap kedukaan normal. Masa berkabung seolah-olah tidak kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan orang yang bersangkutan dengan orang lain. 4. Berduka tertutup, yaitu kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui secara terbuka. Contohnya, kehilangan pasangan karena AIDS, anak mengalami kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknyadi kandungan atau ketika bersalin. 2.3 Respon Terhadap Berduka Dukacita adaptif termasuk proses berkabung, koping, interaksi, perencanaan dan pengenalan psikososial. Hal ini dimulai dalam merespons terhadap kesadaran tentang suatu ancaman kehilangan dan pengenalan tentang kehilangan yang berkaitan dengan masa lalu, saat ini dan masa mendatang. Dukacita adaptif terjadi pada mereka yang menerima diagnosis yang mempunyai efek jangka panjang terhadap fungsi tubuh, seperti pada lupus eritomatosus sistemik. Klien mungkin merasa sangat sehat ketika didiagnosis tetapi mulai berduka dalam merespons informasi tentang kehilangan di masa mendatang yang berkaitan dengan penyakit. Dalam situasi seperti ini, dukacita adaptif dapat mendalam lama dan dapat terbuka. Dukacita adaptif bagi klien menjelang ajal mencakup melepas harapan, impian, dan harapan terhadap masa depan jangka panjang. Keterlibatan secara kontinu dengan klien menjelang ajal dan tujuan untuk memaksimalkan kemungkinan hidup bukan hal yang tidak sesuai dengan pengalaman dukacita adaptif. Dukacita adaptif bagi klien menjelang ajal mempunyai akhir yang pasti. Hal tersebut akan menghilang sejalan dengan kematian klien; meskipun dukacita berlanjut, tetapi dukacita tersebut tidak lagi adaptif. Klien,keluarganya dan perawat dihadapkan dengan serangkaian tugas adaptasi dalam proses dukacita adaptif. Dukacita terselubung terjadi ketika seseorang mengalami kehilangan yang tidak atau tidak dapat dikenali, rasa berkabung yang luas atau didukung secara sosial. Konsep mengenali bahwa masyarakat mempunyai serangkaian norma mengenai aturan berduka yang berupaya untuk mengkhususkan siapa, kapan,dimana, bagaimana, berapa lama dan kepada siapa orang harus berduka. Dukacita mungkin terselubung dalam situasi dimana hubungan antara yang berduka dan meninggalkan tidak didasarkan pada ikatan keluarga yang dikenal. Dukacita ini dapat mencakup teman, pemberi perawatan, dan rekan kerja atau hubungan non-tradisional, seperti hubungan diluar perkawinan atau hubungan homoseksual dan mereka yang hubungannya terjadi pada masa lalu, seperti bekas pasangan.
9
Dalam kasus lainnya kehilangan itu sendiri tidak didefinisikan secara sosial sebagai sesuatu yang signifikan, seperti halnya kematian peonatal, aborsi, atau adopsi. Kehilangan hewan peliharaan mungkin tidak dipandang sebagai sesuatu yang signifikan. Seseorang dapat juga mengungkapkan kematian psikologis dimana kepribadian seseorang telah berubah sedemikian signifikannya sehingga keluarga menganggap orang tersebut, yang sebelumnya ada, sebagai mati, misalnya dalam kasus penyakit mental kronis yang melumpuhkan. Perawat sering bekerja dengan situasi seperti ini pada suatu waktu atau lain waktu. Keunikan dari dukacita terselubung menimbulkan situasi dimana perawat sering menjadi pengganti sosial dan kekeluargaan bagi klien. Hal ini juga mengharuskan perawat berfokus pada masalah diri mereka sendiri terhadap perhatian dan penerimaanya seputar kepedihan, ketakutan yang berpotensi terjadi, dan mempermalukan gaya hidup dan pengalaman kehilangan yang diakibatkannya. Ketika perawat terlibat dengan perasaan dan reaksi mereka sendiri, maka dukungan yang tulus adalah sesuatu yang mungkin. Respons berduka seseorang terhadap kehilangan dapat melalui tahap-tahap berikut (Kubler-Rosss, dalam Potter dan Perry,1997) Tahap Marah
Tahap Depresi
Tahap Pengingkaran
Tahap Tawar-menawar
Tahap Penerimaan
1. Tahap pengingkaran Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya, mengerti atau mengingkari kenyataan bahwa kehilangan benar-benar terjadi. Sebagai contoh, orang atau keluarga dari orang yang menerima diagnosis terminal akan terus berupaya mencari informasi tambahan. Reaksi fisik yang terjadi pada tahap ini adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernapasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah dan sering kali individu tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berlangsung dalam beberapa menit hingga beberapa tahun.
10
2. Tahap Marah Pada tahap ini individu menolak kehilangan. Kemarahan yang timbul sering diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya sendiri. Orang yang mengalami kehilangan juga tidak jarang menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menyerang orang lain, menolak pengobatan, bahkan menuduh dokter atau perawat tidak kompeten. Respons fisik yang sering terjadi antara lain muka merah, denyut dadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal dan seterusnya. 3. Tahap Tawar-menawar Pada tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya kehilangan dan dapat mencoba untuk membuat kesepakatan secara halus atau terangterangan seolah-olah kehilangan tersebut dapat dicegah. Individu mungkin berupaya untuk melakukan tawar-menawar dengan memohon kemurahan Tuhan. 4. Tahap Depresi Pada tahap ini pasien sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang-kadang bersikap sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, rasa tidak berharga, bahkan bisa muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain, menolak makan, susah tidur, letih turunnya dorongan libido dan alin-lain. 5. Tahap Penerimaan Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat pada obyek yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya dan mulai memandang kedepan. Gambaran tentan objek atau orang yang hilang akan mulai dilepaskan secara bertahap. Perhatianya akan beralih pada objek yang baru. Apabila individu dapat memulai tahap tersebut dan menerima dengan perasaan damai, maka dia dapat mengakhiri proses berduka serta dapat mengatasi perasaan kehilangan secara tuntas. Kegagalan untuk masuk ke tahap penerimaan akan mempengaruhi kemampuan individu tersebut dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.
11
2.4 Konsep dan Teori Berduka Dukacita adalah respons normal terhadap setiap kehilangan. Perilaku dan perasaan yang berkaitan dengan proses berduka terjadi pada individu yang menderita kehilangan seperti perubahan fisik atau kematian teman dekat. Proses ini juga terjadi ketika individu menghadapi kematian mereka sendiri. Seseorang yang mengalami kehilangan, keluarganya dan dukungan sosial lainnya juga mengalami dukacita. Tidak terdapat cara yang tepat untuk berduka. Konsep dan teori berduka hanya cara yang dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan merencanakan intervensi untuk membantu mereka memahami dukacita dan menghadapinya. Penting artinya untuk mempertimbangkan beberapa teori tentang kedukaan. Ketika mendiskusikan tentang tahapan, fase atau tugas, penting artinya untuk mengingat bahwa hal ini tidak terjadi dengan urutan yang kaku, tetap dapat diperkirakan. Tujuannya bukan untuk mengklasifikasi dukacita klien, dengan demikian perawat tidak harus mengidentifikasi klien sebagai mengalami tahapan khusus dukacita. Peran perawat adalah mengamati perilaku berduka,mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku, dan memberikan dukungan yang empatik. 1. Teori Angel Engel ( 1964 ) mengajukan bahwa proses berduka mempunyai tiga fase yang dapat ditetapkan pada seseorang yang dapat ditetapkan pada seseorang yang berduka dan menjelang kematian. Pada fase pertama individu menyangkal realitas kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk tidak bergerak, atau menerawang tanpa tujuan. Hal tersebut mungkin dipandang oleh pengamat bahwa orang tersebut tidak menyadari apa makna kehilangan. Reaksi fisik dapat mencangkup pingsan berkeringat mual diare frekuensi jantung cepat gelisah insomnia dan keletihan. Pada fase kedua adalah individu mulai merasa kehilangan secara tiba tiba dan mungkin mengalami keputusasaan. Secara mendadak terjadi marah rasa bersalah frustasi depresi dan kehampaan. Menangis adalah khas sejalan dengan individu menerima kehilangan.
12
Dalam fase ketiga dikenali realitas kehilangan. Marah dan depresi tidak lagi dibutuhkan. Kehilangan telah jelas bagi individu yang mulai mengenali hidup. Dengan mengalami fase ini seseorang beralih dari tingkat fungsi emosi dan intelektual yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Berkembang kesadaran diri.
2. Tahapan Menjelang Ajal Menurut Kubler Ross Kerangka kerja yang diberikan oleh Kubler Ross ( 1969 ) berfokus pada perilaku dan mencangkup lima tahapan. Pada tahap menyangkal individu bertindak seperti tidak terjadi sesuatu dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti Tidak tidak mungkin seperti itu atau tidak akan terjadi pada saya umum dilontarkan pada klien. Pada tahap marah individu melawan kehilangan dan dapat bertindak pada seseorang dan segala sesuatu di lingkungan sekitarnya. Dalam tahapan tawar menawar terdapat penundaan realitas kehilangan. Individu mungkin berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk mendapatkan orang lain selama tahapan ini. Klien yang dirawat dirumah sakit mungkin menunjukkan model perilaku karena percaya bahwa staf perawatan akan menemukan penyembuhan jika mereka menjadi klien yang baik. Tahap depresi terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan tersebut timbul. Seseorang merasa selalu sangat kesepian dan menarik diri. Tahapan depresi memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai memecahkan masalah. Pada tahap kelima dicapai suatu penerimaan. Reaksi fisiologis menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler Ross mendefinisikan penerimaan lebih sebagai menghadapi situasi ketimbang menyerah untuk pasrah atau putus asa. 3. Fase Berduka Menurut Rando Meskipun proses berduka mempunyai perjalanan yang secara umum dapat diperkirakan dan mempunyai gejala yang jelas tidak ada dua individu yang berkembang melalui proses tersebut dalam cara yang sama atau dalam waktu yang sama. Individu menunjukkan kemajuan kemudian, kemunduran dan pada akhirnya kehilangan dapat dipecahkan. Rando ( 1993 ) mendefinisikan kembali respons berduka menjadi tga kategori : penghindaraan, dimana terjadi syok menyangkal dan ketidakpercayaan konfrontasi dimana
13
terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang melawan kehilangan mereka dan kedudukan mereka paling dalam dan dirasakan paling akut dan akomodasi. Ketika terdapat secara bertahap penurunan kedudukan akut akan mulai memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia sehari hari di mana klien belajar untuk menjalani hidup dengan kehilangan mereka. Untuk mengharapkan klien mengalami kemajuan dalam cara khusus sepanjang waktu yang ditetapkan adalah tidak benar tidak sesuai dan kemungkinan membahayakan. Implikasi keperawatan didasarkan pada tahapan Kubler Ross tentang mendekati kematian dan fase Rando tentang dukacita. Perbandingan tiga teori proses berduka. KUBBLER-ROSS(1969) RANDO (1991)
Menyangkal marah
Penghindaran
Tawar menawar
Mengembangkan kesadaran.
Depresi
Konfrontasi
Penerimaan
Akomodasi
14
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN Pada Masalah Kehilangan dan Berduka A. Pengkajian Keperawatan Pengkajian masalah ini adalah adanya faktor predidposisi yang mempengaruhi respons seseorang terhadap perasaan kehilangan yang dihadapi, antara lain: 1. Faktor Genetik. Individu yang dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga dengan riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu permasalahan, termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan. 2. Kesehatan Fisik. Individu dengan fisik, mental serta pola hidup yang teratur cenderung mempunyai keampuan dalam mengatasi stess yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan jasmani. 3. Kesehatan Mental. Individu yang mengalami gangguan jiwa, terutama yang mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya dan pesimis, selalu dibayangi masa depan peka dalam menghadapi situasi kehilangan. 4. Pengalaman kehilangan di masa lalu. Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang dicintai pada masa kanak-kanak akanmempengaruhi kemampuan individu dalam mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa. 5. Struktur kepribadian. Individu dengan konsep diri yang negatif dan perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa percaya diri yang rendah dan tidak objektif terhadap stess yang dihadapi.
15
6. Adanya stresor perasaan kehilangan. Stresor ini dapat berupa stresor yang nyata ataupun imajinasi individu itu sendiri, seperti kehilangan biopsikosial yang meliputi kehilangan harga diri, pekerjaan, seksualitas, posisi dalam masyarakat, milik pribadi (kehilangan harta benda atau yang dicintai, kehilangan kewarganegaraan, dan lain-lain). Mekanisme koping yang sering dipakai oleh individu dengan respons kehilangan, antara lain: pengingkaran, regresi, intelektualisasi, disosiasi, supresi, dan proyeksi yang digunakan untuk menghindari intensitas stres yang dirasakan sangat menyakitkan. Dalam keadaan patologi, mekanisme koping sering dipakai secara berlebihan atau tidak memadai. Pengkajian tanda klinis berupa adanya distres somatis seperti gangguan lambung, rasa sesak, napas pendek, sering mengeluh, dan merasakan lemah. Pengkajian terhadap masalah psikologis adalah tidak ada atau kurangnya pengetahuan dan pemahaman kondisi yang terjadi, penghindaran pembicaraan tentang kondisi penyakit, serta kemampuan pemahaman sepenuhnya terhadap prognosis dan usaha menghadapinya. B. Diagnosis Keperawatan 1. Berduka berhubungan dengan kehilangan aktual atau kehilangan yang dirasakan. 2. Berduka antisipatif berhubungan dengan perpisahan atau kehilangan. 3. Berduka disfungsional berhubungan dengan kehilangan orang/benda yang dicintai atau memiliki arti besar. C. Perencanaan Keperawatan Secara umum perencanaan keperawatan yang dilakukan untuk menghadapi kedukaan adalah: 1. Membina dan meningkatkan hubungan saling percaya 2. Mengenali faktor-faktor yang mungkin menghambat 3. Mengurangi atau menghilangkan faktor penghambat 4. Memberi dukungan terhadap respons kehilangan pasien 5. Meningkatkan rasa kebersamaan antara anggota keluarga
16
6. Menentukan tahap keberadaan pasien Secara khusus, tahap/rentang respons individual terhadap kedukaan adalah: a. Tahap Pengingkaran 1. Memberi kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya 2. Menunjukkan sikap menerima dengan ikhlas dan mendorong pasien untuk berbagi rasa 3. Memberi jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang sakit, pengobatan dan kematian b. Tahap marah Mengizinkan dan mendorong pasien mengungkapkan rasa marah secara verbal tanpa melawan kemarahan tersebut c. Tahap awar-menawar Membantu pasien mengungkapkan rasa bersalah dan takut d. Tahap Depresi 1. Membantu pasien mengidentifikasi rasa bersalah dan takut 2. Membantu pasien mengurangi rasa bersalah e. Tahap Penerimaan Membantu pasien menerima kehilangan yang tak bisa dielakkan D. Implementasi Secara umum intervensi keperawatan yang dilakukan berdasarkan perencanaannya untuk menghadapi kedukaan adalah: 1. Membina dan meningkatkan hubungan saling percaya dengan cara: Mendengarkan pasien berbicara. Memberi dorongan agar pasien mau mengungkapkan perasaannya. Menjawab pertanyaan pasien secara langsung menunjukkan sikap menerima dan empati. 2. Mengenali faktor-faktor yang mungkin menghambat dengan cara: Bersama pasien mendiskusikan hubungan pasien dengan orang atau obyek yang pergi atau hilang.
17
3. Mengurangi atau menghilangkan faktor penghambat dengan cara: Bersama pasien mengingat kembali cara mengatasi perasaan berduka di masa lalu. Memperkuat dukungan serta kekuatan yang dimiliki pasien dan keluarga. Mengenali dan menghargai sosial budaya agama serta kepercayaan yang dianut oleh pasien dan keluarga dalam mengatasi perasaan kehilangan. 4. Memberi dukungan terhadap respons kehilangan pasien dengan cara: Menjelaskan kepada pasien atau keluarga bahwa sikap mengingkari, marah, tawar-menawar, depresi dan menerima adalah wajar dalam menghadapi kehilangan. Memberi gambaran tentang cara mengungkapkan perasaan yang bisa diterima. Menguatkan dukungan keluarga atau orang yang berarti.
5. Meningkatkan rasa kebersamaan antara anggota keluarga dengan cara: Menguatkan dukungan keluarga atau orang yang berarti. Mendorong pasien untuk mengaali perasaanya bersama anggota keluarga lainnya, mengenali masing-masning anggota keluarga. Menjelaskan manfaat hubungan dengan orang lain. Mendorong keluarga untuk mengevaluasi perasaan dan saling mendukung satu sama lain. 6. Menentukan tahap keberadaan pasien dengan cara: Mengamati perilaku pasien. Mengaali pikiran perasaan pasien yang selalu timbul dalam dirinya.
Secara khusus, tahap/rentang respons individual terhadap kedukaan adalah: a. Tahap Pengingkaran 1. Memberi kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya dengan cara:
18
Mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaan berdukanya. Meningkatkan kesabaran pasien secara bertahap tentang kenyataan dan kehilangan, apabila sudah siap secara emosional.
2. Menunjukkan sikap menerima dengan ikhlas dan mendorong pasien untuk berbagi rasa dengan cara: Mendengarkan dengan penuh perhatian dan minat mengenai hal yang dikatakan oleh pasien tanpa menghukung atau menghakimi. Menjelaskan kepada pasien bahwa hal tersebut biasa terjadi pada orang yang mengalami kehilangan. 3. Memberi jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang sakit, pengobatan dan kematian dengan cara: Menjawab pertanyaan pasien dengan bahasa yang mudah dimengerti, jelas dan tidak berbelit-belit. Mengamati dengan cermat respons pasien selama berbicara. Meningkatkan kesadaran secara bertahap.
b. Tahap marah Mengizinkan dan mendorong pasien mengungkapkan rasa marah secara verbal tanpa melawan kemarahan tersebut dengan cara: Menjelaskan kepada keluarga bahwa kemarahan pasien sebenarnya tidak ditujukan kepada mereka. Membiarkan pasien menangis. Mendorong pasien untuk membicarakan kemarahannya.
c. Tahap tawar-menawar Membantu pasien mengungkapkan rasa bersalah dan takut dengan cara: Mendengarkan ungkapan dengan penuh perhatian. Mendorong pasien untuk membicarakan rasa takut atau rasa bersalahnya. Bila pasien selalu mengungkapkan kata kalau atau seandainya.. beritahu pasien bahwa perawat hanya dapat melakukan sesuatu yang nyata. Membahas bersama pasien mengenai penyebab rasa bersalah atau rasa takutnya. d. Tahap Depresi 1. Membantu pasien mengidentifikasi rasa bersalah dan takut dengan cara:
19
Mengamati perasaannya.
perilaku
pasien
dan
bersama
dengannya
membahas
Mencegah tindakan bunuh diri atau merusak diri sesuai derajat risikonya.
2. Membantu pasien mengurangi rasa bersalah dengan cara: Menghargai perasaan pasien. Membantu pasien menemukan dukungan yang positif dengan mengaitkan terhadap kenyataannya. Memberi kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan perasaannya. Bersama pasien membahas pikiran negatif yang selalu timbul.
e. Tahap Penerimaan Membantu pasien menerima kehilangan yang tak bisa dielakkan dengan cara: Membantu keluarga mengunjungi pasien secara teratur. Membantu keluarga berbagi rasa, karena anggota keluarga tidak berada pada tahap yang sama pada saat yang bersamaan. Membahas rencana setelah masa berkabung terlewati. Memberi informasi akurat tentang kebutuhan pasien dan keluarga.
E. Evaluasi Keperawatan Evaluasi terhadap masalah kehilangan dan berduka secara umum dapat dinilai dari kemampuan untuk menghadapi atau memaknai arti kehilangan, reaksi terhadap kehilangan, dan perubahan perilaku yang menerima arti kehilangan.
20
BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN Pada Masalah Menjelang Kematian dan Kematian 1. Definisi Sekarat (dying) merupakan kondisi pasien yang sedang menghadapi kematian, yang memiliki berbagai hal dan harapan tertentu untuk meninggal; kematian (death) merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi dan tekanan darah serta hilangnya respons terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya kativitas listrik otak atau dapat juga dikatakan terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap atau terhentinya kerja otak secara menetap. Drying dan death memiliki proses atau tahapan yang sama seperti pada kehilangan dan berduka sesuai dengan tahapan Kubler Ross, yaitu diawali dengan penolakan, kemarahan, bergaining, depresi dan penerimaan. Perubahan Tubuh Setelah Kematian
Terdapat beberapa perubahan tubuh setelah kematian, diantaranya: rigor mortis (kaku) dapat terjadi sekitar 2-4 jam setelah kematian, algor mortis (dingin), suhu tubuh perlahanlahan turun, dan post mortem decomposition, yaitu terjadi livor mortis pada daerah yang tertekan serta melunaknya jaringan yang dapat menimbulkan banyak bakteri. 2. Asuahan Keperawatan pada Masalah Menjelang Kematian dan Kematian D. Pengkajian Keperawatan Pengkajian masalah ini antara lain : Adanya tanda klinis saat menghadapi kematian (sekatat) seperti perlu dikaji seperti : Adanya hilangnya tonus otot Relaksasi otot wajah Kesulitan untuk berbicara Kesulitan untuk menelan Penutunan aktivitas gastrointestinal Melemahnya tanda sirkulasi Melemahnya sensasi Terjadi sianosis pada ekstermitas
21
Kulit teraba dingin Terdapat perubahan tanda vital seperti nadi melambat dan melemah Penurunan tekanan darah Pernapasan tidak teratur melalui mulut Adanya kegagalan sensori seperti pandangan kabur Menurunnya tingkat kesadaran.
Pasien yang mendekati kematian ditandai dengan Dilatasi pupil Tidak mampu bergerak Refleks hilang Nadi naik kemudian turun Respirasi cheyne stokes (napas terdengar kasar) Tekanan darah menurun.
Kematian ditandai dengan terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah, hilangnya respons terhadap stimulus eksternal, hilangnya pergerakan otot, dan terhentinya aktivitas otak. E. Diaonosis Keperawatan 1. Ketakutan berhubungan dengan ancaman kematian (proses sekarat) 2. Keputusasaan berhubungan dengan penyakit terminal F. Perencanaan dan Tindakan Keperawatan Hal yang dilakukan dalam perencanaan tujuan keperawatan adalah membantu mengurangi depresi dan ketakutan pasien, mempertahankan harapan, membantu pasien menerima kenyataan, serta memberikan rasa nyaman. Rencana yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, antara lain: 1. Memberi dukungan danmengembalikan kontrol diri pasien dengan cara mengatur tempat perawatan,mengatur kunjungan, jadwal aktivitas, dan penggunaan sumber pelayanan kesehatan. 2. Membantu pasien mengatasi kesepian, depresi dan rasa takut. 3. Membantu pasien mempertahankan rasa aman, percaya diri dan harga diri. 4. Membantu pasien mempertahankan harapan yang dimiliki. 5. Membantu pasien menerima kenyataan. 6. Memenuhi kebutuhan fisiologis.
22
7. Memberi dukungan spiritual dengan memfasilitasi kegiatan spiritual pasien. G. Tindakan dalam Menghadapi Kematian 1. Perawatan Jenazah a. Tempatkan dan atur jenazah pada posisi anatomis. b. Singkirkan pakaian atau alat tenun. c. Lepaskan semua alat kesehatan. d. Bersihkan tubuh dari kotoran dan noda. e. Tempatkan kedua tangan jenazah di atas abdomen dan ikat pergelangannya (tergantung dari kepercayaan agama). f. Tempatkan satu bantal dibawah kepala. g. Tutup kelopak mata, jika tidak ada tutup bisa menggunakan kapas basah. h. Katupkan rahang atau mulut, kemudian ikat dan letakkan gulungan handuk di bawah dagu. i. Letakkan alas di bawah glutea. j. Tutup sampai sebatas bahu, kepala ditutup dengan kain tipis. k. Catat semua milik pasien dan berikan kepada keluarga. l. Beri kartu atau tanda pengenal. m. Bungkus jenazah dengan kain panjang. 2. Perawatan Jenazah yang Akan Diotopsi a. Ikuti prosedur rumah sakit dan jangan lepas alat kesehatan. b. Beri label pada pembungkus jenazah. c. Beri label pada alat protesa yang digunakan. d. Tempatkan jenazah pada lemari pendingin. 3. Perawatan terhadap Keluarga a. Dengarkan ekspresi keluarga. b. Beri kesempatan pada keluarga untuk bersama dengan jenazah selama beberapa saat. c. Siapkan ruangan khusus untuk memulai rasa berduka. d. Bantu keluarga untuk membuat keputusan serta perencanaan pada jenazah. e. Beri dukungan jika disfungsi berduka. H. Evaluasi Keperawatan Evaluasi terhadap masalah sekarat dan kematian secara umum dapat dinilai dari kemampuan untuk menghadapi atau menerima makna kematian, reaksi terhadap kematian, dan perubahan perilaku, yaitu menerima arti kematian.
23
BAB V PENUTUP 3.1 Simpulan Kehilangan (loss) adalah suatu situasi aktual maupun potensial yang dapat dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian atau keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan kehilangan. Kehilangan dapat dikelompokan ke dalam lima ketegori: Kehilangan benda eksternal Kehilangan lingkungan yang tidak dikenal Kehilangan orang yang dicintai Kehilangan aspek diri Dan kehilangan hidup
Dampak Kehilangan 1. Pada masa anak-anak kehilangan dapat mengancam kemampuan untuk berkembang, kadang-kadang akan timbul regresi serta rasa takut untuk ditinggalkan atau dibiarkan kesepian.
2. Pada mmasa remaja atau dewasa muda, kehilangan dapat menyebabkan disintegrasi
dalam keluarga.
3. Pada masa dewasa tua, kehilangan khususnya kematian pasangan hidup dapat menjadi
pukulan yang sangat berat dan menghilangkan semangat hidup orang yang ditinggalkan. Grief ( Berduka ) Berduka ( grieving ) merupakan reaksi emosional terhadap kehilangan. Hal ini diwujudkan dalam berbagai cara yang unik pada masing-masing orang dan didasarkan pada pengalaman pribadi, ekspektasi budaya, dan keyakinan spiritual yang dianutnya. Sedangkan Kehilangan karena kematian adalah suatu keadaan pikiran, perasaan dan aktivitas yang mengikuti kehilangan.
24
Worden (1982) menggarisbawahi empat tugas dukacita yang memudahkan penyesuaian yang sehat terhadap kehilangan, dan Harper (1987) merancang tugas dengan akronim TEAR : T Untuk menerima realitas dari kehilangan E Mengalami kepedihan akibat kehilangan A Menyesuaikan lingkungan yang tidak lagi mencakup orang, benda, atau aspek diri yang hilang R Memberdayakan kembali energi emosional ke dalam hubungan yang baru Jenis Berduka 1. Berduka normal
2. Berduka antisipatif 3. Berduka yang rumit 4. Berduka tertutup
Respon Terhadap Berduka Dukacita adaptif termasuk proses berkabung, koping, interaksi, perencanaan dan
pengenalan psikososial. Hal ini dimulai dalam merespons terhadap kesadaran tentang suatu ancaman kehilangan dan pengenalan tentang kehilangan yang berkaitan dengan masa lalu, saat ini dan masa mendatang. Respons berduka seseorang terhadap kehilangan dapat melalui tahap-tahap berikut (Kubler-Rosss, dalam Potter dan Perry,1997) a. Tahap pengingkaran b. Tahap Marah c. Tahap Tawar-menawar d. Tahap Depresi e. Tahap penerimaan 3.2 Saran Setelah memperoleh kesimpulan tentang konsep kehilangan dan berduka serta Nursing Process maka penyusun dapat mengemukakan saran sebagai berikut :
25
1. Bagi Pembaca Diharapkan penyusunan ini memberi masukan dan dapat diaplikasikan di kehidupan 2. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan pnyusunan ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk melakukan pembuatan maklah selanjutnya.
26