Anda di halaman 1dari 26

TUGAS KASUS FARMASI

HIPERTENSI

Oleh: Primadiati Nickyta Sari G0007131

KEPANITERAAN KLINIK ILMU FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA 2012

BAB I PENDAHULUAN

Penyakit darah tinggi yang lebih dikenal sebagai hipertensi merupakan penyakit yang mendapat perhatian dari semua kalangan masyarakat, mengingat dampak yang

ditimbulkannya baik jangka pendek maupun jangka panjang sehingga membutuhkan penanggulangan jangka panjang yang menyeluruh dan terpadu. Penyakit hipertensi menimbulkan angka morbiditas (kesakitan) dan mortalitasnya (kematian) yang tinggi. Penyakit hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor resiko yang dimiliki seseorang. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tenyata prevalensi (angka kejadian) hipertensi meningkat dengan bertambahnya usia. Saat ini terdapat adanya kecenderungan bahwa masyarakat perkotaan lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan masyarakat pedesaan. Hal ini antara lain dihubungkan dengan adanya gaya hidup masyarakat kota yang berhubungan dengan risiko penyakit hipertensi seperti stress, obesitas (kegemukan), kurangnya olah raga, merokok, alkohol, dan makan makanan yang tinggi kadar lemaknya. Bila ditinjau perbandingan antara perempuan dan pria, ternyata perempuan lebih banyak menderita hipertensi. Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada pada kembar monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda dan gejala hipertensi dengan kemungkinan komplikasinya. Secara umum masyarakat sering menghubungkan antara konsumsi garam dengan hipertensi. Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi (pengeluaran) kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik (sistem pendarahan) yang normal. Pada hipertensi esensial mekanisme ini terganggu, di samping ada faktor lain yang berpengaruh.

Hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila stress menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Hal ini secara pasti belum terbukti, akan tetapi pada binatang percobaan yang diberikan pemaparan tehadap stress ternyata membuat binatang tersebut menjadi hipertensi. Obesitas atau kegemukan di mana berat badan mencapai indeks massa tubuh > 27 juga merupakan salah satu faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah. Olah raga ternyata juga dihubungkan dengan pengobatan terhadap hipertensi. Melalui olah raga yang isotonik dan teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-45 menit/hari) dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Selain itu dengan kurangnya olah raga maka risiko timbulnya obesitas akan bertambah, dan apabila asupan garam bertambah maka risiko timbulnya hipertensi juga akan bertambah. Oleh karena penyakit hipertensi timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor sehingga dari seluruh faktor yang telah disebutkan diatas, faktor mana yang lebih berperan terhadap timbulnya hipertensi tidak dapat diketahui dengan pasti. Oleh karena itulah maka pencegahan penyakit hipertensi yang antara lain dapat dilakukan dengan menjalankan gaya hidup sehat menjadi sangat penting.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Hipertensi yang tidak diketahui didefinisikan sebagai hipertensi esensial, atau lebih dikenal hipertensi primer, untuk membedakannya dengan hipertensi sekunder bahwa hipertensi sekunder dengan sebab yang diketahui. Menurut The Seventh Report Of The Joint Committe on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok Normotensi, Prahipertensi, Hipertensi Derajat I, Hipertensi derajat II. Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa menurut JNC VII Klas.Tekanan Darah Normal Prahipertensi Hipertensi Stage I Hipertensi Stage II TDS (mmHG) <120 120-139 140-159 160 TDD (mmHg) <80 80-89 90-99 100

B. Epidemiologi Data epidemiologi menunjukkan bahwa dengan meningkatnya populasi lanjut usia, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga, dimana hipertensi sistolik maupun hipertensi sistolik diastolik sering timbul pada usia >60 tahun. Data dari The National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) menunjukkan bahwa dari tahun 1999-2000,insiden hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-31% yang berarti terdapat 58-65 juta orang hipertensi di Amerika, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHANES III tahun 1989-1991.Hipertensi esensial sendiri merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi.

C. Manifestasi Klinis

Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala. Bila demikian gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung. Gejala lain yang lebih sering ditemukan adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, mata berkunang kunang dan pusing

D. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan untuk menentukkan adanya kerusakan organ dan faktor lain atau mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium , natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol LDL) dan EKG. Sebagai tambahan dapat dilakukan pemeriksaan yang lain seperti klirens kreatinin, protein urin 24 jam, asam urat, kolesterol HDL,dan EKG.

E. Diagnosis Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran, hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan yang berbeda, kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau gejala-gejala klinis. Pengukuran pertama harus dikonfirmasikan pada sedikitnya 2 kunjungan lagi dalam waktu satu sampai beberapa minggu. Pengukuran tekanan darah dilakukan dalam keadaan pasien duduk bersandar, setelah pasien beristirahat selama 5 menit, dengan ukuran pembungkus lengan yang sesuai. Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lamanya

menderita, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan dengan penyakit jantung koroner, gagal jantung, penyakit serebrovaskuler dll. Apakah terdapat riwayat penyakit dalam keluarga dan gejala-gejala yang berkaitan dengan penyebab hipertensi, perubahan aktivitas/ kebiasaan merokok, konsumsi makanan, riwayat obat-obatan bebas, faktor lingkungan, pekerjaan, psikososial dsb. F. Patogenesis

Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi antara faktor-faktor risisko tertentu. Faktor- faktor risiko yang mendorong timbulnya kenaikan darah tersebut adalah : 1. faktor risiko, seperti : diet dan asupan garam, stress, ras, obesitas, merokok, genetik 2. sistem syaraf simpatis a. tonus simpatis b. variasi diurnal 3. keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi : endotel pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos dan interstitium juga memberikan kontribusi akhir. 4. pengaruh sistem endokrin setempat yang berperan pada system renin, angiotensin, dan aldosteron. Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi Tekanan Darah = Curah Jantung x Tekanan Perifer.14

G. Kerusakan Organ Target Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ target yang umum ditemui pada pasien hipertensi adalah : 1. jantung a. hipertrofi ventrikel kiri b. angina atau infark miokardium c. gagal jantung 2. otak strok atau transient ischemic attack 3. penyakit ginjal kronis 4. penyakit arteri perifer 5. retinopati

Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor AT1 angiotensin II, stres oksidatif, down regulation dari ekspresi nitric oxide synthase, dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi transforming growth factor (TGF-).14 Pemeriksaan untuk mengevaluasi adanya kerusakan organ target meliputi: 1. jantung a. pemeriksaan fisik b. foto polos dada(untuk melihat pembesaran jantung, kondisi arteri intratoraks dan sirkulasi pulmoner) 2. pembuluh darah a. pemeriksaan fisik termasuk perhitungan pulse pressure b. USG karotis c. Fungsi endotel (masih dalampenelitian) 3. otak a. pemeriksaan neurologis b. diagnosis stroke ditegakkan dengan menggunakan cranial computed tomography (CT) scan atau magnetic resonance imaging (MRI) (untuk pasien dengan keluhan gangguan neural, kehilangan memori atau gangguan kognitif) 4. mata funduskopi 5. fungsi ginjal a. pemeriksaan fungsi ginjal dan penentuan adanya proteinuria/mikro-

makroalbuminuria serta rasio albumin kreatinin urin b. perkiraan laju filtrasi glomerolus, yang untuk pasien dalam kondisi stabil dapat diperkirakan dengan menggunakan modifikasi rumus dari CockroftGault sesuai dengan anjuran National Kidney Foundation (NKF).14

H. Pengobatan Tujuan pengobatan pada pasien hipertensi adalah : a. target tekanan darah <140/90 mmHg, untuk individu beresiko tinggi (diabetes,gagal ginjal proteinuri)<130/80 mmHg b. penurunan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskuler c. mengahambat laju penyakit ginjal proteinuri Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan terapi farmakologis. Terapi nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi dengan tujuan untuk menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor resiko, serta penyakit penyerta lainnya.Adapun terapi nonfarmakologis sbb: a. menghentikkan merokok b. menurunkan berata badan yang berlebihan c. menurunkan konsumsi alkohol yang berlebihan d. latihan fisik e. menurunkan asupan garam f. meningkatkan konsumsi buah dan sayur g. menurunkan asupan lemak Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan oelh JNC 7 adalah : a. diuretika, terutaman jenis thiazid atau aldosterone antagonist b. beta bloker (BB) c. Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist d. Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACE Inhibitor) e. Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/blocker (ARB) Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap dan target tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang dan yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan darah belum mancapai target, maka

langkah selanjutnya adalah meningkatakan dosis obat tersebut atau berpindah ke antihipertensi yang lain dengan dosis rendah baik tunggal maupun kombinasi. Kombinasi yang terbukti dapat ditolerir pasien adalah : diuretika dan ACEI atau ARB, CCB dan BB, CCB dan atau ARB, CCB dan diuretika, ARB dan BB,kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat.

BAB III PENGOBATAN DAN TERAPI

Tujuan pengobatan adalah (Yogiantoro, 2006) : 1. Tekanan darah < 140/90 mmHg, untuk individu berisiko tinggi (penderita DM, gagal ginjal, proteinuria) < 130 mmHg; 2. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler; 3. Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria.

TAHAPAN TERAPI HIPERTENSI

Modifikasi pola hidup : 1. 2. 3. 4. Penurunan berat badan Aktifitas fisik teratur pembatasan garam dan alcohol berhenti merokok

Respons kurang Respons cukup(sasaran tel;ah dicapai Lanjutkan Modifikasi pola hidup : Pilihan Anti hipertensi : 1. diuretic atau beta bloker 2. penghambat ACE,antagonis CA,alfa bloker, alfa beta bloker

Respons cukup (sasaran telah dicapai)

Respons kurang

Respons kecil

Ganti dengan gol. lain Tingkatkan dosis pertama Tambahkan obat kedua dari golongan lain

Respon belum cukup

Tambahkan obat kedua atau ketiga dari gol. lain atau diuretik

Bagan 1. Tahapan terapi hipertensi

Selain pengobaan hipertensi (Gambar 1 dan Tabel 2), pengobatan terhadap faktor risiko atau kondisi penyerta lainnya seperti diabetes mellitus atau dislipidemia juga harus dilaksanakan hingga mencapai target terapi masing-masing kondisi. Pengobatan hipertensi terdiri atas dua komponen, yaitu terapi nonfarmakologis dan farmakologis. Terapi nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor risiko serta penyakit penyerta lainnya. Terapi nonfarmakologis antara lain : 1. menghentikan merokok; 2. menurunkan berat badan berlebih; 3. menurunkan konsumsi alkohol berlebih; 4. latihan fisik; 5. menurunkan asupan garam dan lemak; 6. meningkatkan konsumsi buah dan sayur.

Tabel 2. Terapi Hipertensi Initial drug therapy BP classification SBP* DBP* Lifestyle Without With compelling indications

mmHg mmHg modification compelling indication

Normal

<120

and <80

Encourage

Prehypertension 120 139

or 80 Yes 89

No antihypertensive drug indicated.

Drug(s) for compelling indications.

Stage 1 Hypertension

140 159

or 90 Yes 99

Thiazide-type diuretics for most. May consider ACEI, ARB, BB, CCB, or combination. Drug(s) for the compelling indications. Other antihypertensive drugs (diuretics, ACEI, ARB, BB, CCB) as

Stage 2 Hypertension

>160

or >100

Yes

Two-drug combination for most (usually thiazide-type

diuretic and ACEI needed. or ARB or BB or CCB).

Mekanisme obat a. Diuretik Diuretik menurunkan tekanan darah terutama dengan cara mendeplesikan simpanan natrium tubuh. Awalnya, diuretik menurunkan tekanan darah dengan menurunkan volume darah dan curah jantung, tahanan vaskuler perifer. Penurunan tekanan darah dapat terlihat dengan terjadinya diuresis. Diuresis menyebabkan penurunan volume plasma dan stroke volume yang akan menurunkan curah jantung dan akhirnya menurunkan tekanan darah. Obat-obat diuretik yang digunakan dalam terapi hipertensi yaitu : diuretik golongan tiazid, diuretik kuat, dan diuretik hemat kalium. Obat-Obat Pilihan: A. Golongan Tiazid 1. Bendroflazid/bendroflumetazid ( Corzide ) Indikasi: edema, hipertensi Kontra indikasi: hipokalemia yang refraktur, hiponatremia, hiperkalsemia, , gangguan ginjal dan hati yang berat, hiperurikemia yang simptomatik, penyakit adison. Bentuk sediaan obat: tablet

Dosis: edema dosis awal 5-10 mg sehari atau berselang sehari pada pagi hari; dosis pemeliharaan 5-10 mg 1-3 kali semingguHipertensi, 2,5 mg pada pagi hari

Efek samping:hipotensi postural dan gangguan saluran cerna yang ringan; impotensi (reversibel bila obat dihentikan); hipokalemia, hipomagnesemia, hiponatremia, hiperkalsemia, alkalosis hipokloremanik, hiperurisemia, pirai, hiperglikemia, dan peningkatan kadar kolesterol plasma; jarang terjadi ruam kulit, fotosensitivitas, ganggan darah (termasuk neutropenia dan

trombositopenia, bila diberikan pada masa kehamilan akhir); pankreatitis, kolestasis intrahepatik dan reaksi hipersensitivitas. Peringatan : dapat menyebabkan hipokalemia, memperburuk diabetes dan pirai; mungkin memperburuk SLE ( eritema lupus sistemik ); usia lanjut; kehamilan dan menyusui; gangguan hati dan ginjal yang berat;porfiria. 2. Chlortalidone ( Hygroton, Tenoret 50, Tenoretic ) Indikasi : edema, hipertensi, diabetes insipidus Peringatan,Kontra indikasi, dan efek samping: lihat pada Bendrofluazid Dosis : edema, dosis awal 50 mg pada pagi hari atau 100-200 mg selang sehari, kurangi untuk pemeliharaan jika mungkin.Hipertensi, 25 mg; jika perlu ditingkatkan sampai 50 mg pada pagi hari Bentuk sediaan obat: tablet

3. hidroklorotiazid Indikasi: edema, hipertensi Peringatan,Kontra indikasi, dan efek samping: lihat pada Bendrofluazid Dosis : edema, dosis awal 12,5-25 mg, kurangi untuk pemeliharaan jika mungkin; untuk pasien dengan edema yang berat dosis awalnya 75 mg sehariHipertensi, dosis awal 12,5 mg sehari; jika perlu ditingkatkan sampai 25 mg pada pagi hari Bentuk sediaan obat: tablet.

B. Diuretik kuat 1. Furosemide ( Lasix, uresix, impugan ) Indikasi: edema pada jantung, hipertensi Kontra indikasi: gangguan ginjal dan hati yang berat.

Bentuk sediaan obat: tablet, injeksi, infus Dosis: oral , dewasa 20-40 mg pada pagi hari, anak 1-3 mg/kg bb; Injeksi, dewasa dosis awal 20-50 mg im, anak 0,5-1,5mg/kg sampai dosis maksimal sehari 20 mg; infus IV disesuaikan dengan keadaan pasien

Efek samping: Gangguan saluran cerna dan kadang-kadang reaksi alergi seperti ruam kulit

Peringatan : dapat menyebabkan hipokalemia dan hiponatremia; kehamilan dan menyusui; gangguan hati dan ginjal; memperburuk diabetes mellitus; perbesaran prostat; porfiria.

C. Diuretik hemat kalium 1. Amilorid HCL ( Amiloride, puritrid, lorinid ) Indikasi: edema, hipertensi, konservasi kalium dengan kalium dan tiazid Kontra indikasi: gangguan ginjal, hiperkalemia. Bentuk sediaan obat: tablet Dosis: dosis tunggal, dosis awal 10 mg sehari atau 5 mg dua kali sehari maksimal 20 mg sehari. Kombinasi dengan diuretik lain 5-10 mg sehari Efek samping: Gangguan saluran cerna dan kadang-kadang reaksi alergi seperti ruam kulit, bingung, hiponatremia. Peringatan : dapat menyebabkan hipokalemia dan hiponatremia; kehamilan dan menyusui; gangguan hati dan ginjal; memperburuk diabetes mellitus; usia lanjut. 2. Spironolakton ( Spirolactone, Letonal, Sotacor, Carpiaton ) Indikasi: edema, hipertensi Kontra indikasi: gangguan ginjal, hiperkalemia, hipernatremia, kehamilan dan menyusui, penyakit adison. Bentuk sediaan obat: tablet Dosis: 100-200 mg sehari, jika perlu tingkatkan sampai 400 mg; anak, dosis awal 3 mg/kg dalam dosis terbagi. Efek samping: Gangguan saluran cerna dan kadang-kadang reaksi alergi s eperti ruam kulit, sakit kepala, bingung, hiponatremia, hiperkalemia, hepatotoksisita, impotensi. Peringatan : dapat menyebabkan hipokalemia dan hiponatremia; kehamilan dan menyusui; gangguan hati dan ginjal; usia lanjut.

b. ACE Inibitor ACE inhibitor memiliki mekanisme aksi menghambat sistem renin-angiotensinaldosteron dengan menghambat perubahan Angiotensin I menjadi Angiotensin II sehingga menyebabkan vasodilatasi dan mengurangi retensi sodium dengan mengurangi sekresi aldosteron. Oleh karena ACE juga terlibat dalam degradasi bradikinin maka ACE inhibitor menyebabkan peningkatan bradikinin, suatu vasodilator kuat dan menstimulus pelepasan prostaglandin dan nitric oxide. Peningkatan bradikinin meningkatkan efek penurunan tekanan darah dari ACE inhibitor, tetapi juga bertanggungjawab terhadap efek samping berupa batuk kering. ACE inhibitor mengurangi mortalitas hampir 20% pada pasien dengan gagal jantung yang simtomatik dan telah terbukti mencegah pasien harus dirawat di rumah sakit (hospitalization), meningkatkan ketahanan tubuh dalam beraktivitas, dan mengurangi gejala. ACE inhibitor harus diberikan pertama kali dalam dosis yang rendah untuk menghindari resiko hipotensi dan ketidakmampuan ginjal. Fungsi ginjal dan serum potassium harus diawasi dalam 1-2 minggu setelah terapi dilaksanakan terutama setelah dilakukan peningkatan dosis. Salah satu obat yang tergolong dalam ACE inhibitor adalah Captopril yang merupakan ACE inhibitor pertama yang digunakan secara klinis. 1. Nama Generik : Captopril 2. Nama Dagang : Acepress : Tab 12,5mg, 25mg Capoten : Tab 12,5mg, 25mg Captensin : Tab 12,5mg, 25mg Captopril Hexpharm : Tab 12,5mg, 25mg, 50mg Casipril : Tab 12,5mg, 25mg Dexacap : Tab 12,5mg, 25mg, 50mg Farmoten : Tab 12,5mg, 25mg Forten : Tab 12,5mg, 25mg, 50mg Locap : Tab 25mg Lotensin : Kapl 12,5mg, 25mg Metopril : Tab salut selaput 12,5mg, 25mg; Kapl salut selaput 50mg Otoryl : Tab 25mg Praten : Kapl 12,5mg Scantensin : Tab 12,5mg, 25mg Tenofax : Tab 12,5mg, 25mg

Tensicap : Tab 12,5mg, 25mg Tensobon : Tab 25mg

3. Indikasi : Hipertensi esensial (ringan sampai sedang) dan hipertensi yang parah. Hipertensi berkaitan dengan gangguan ginjal (renal hypertension). Diabetic nephropathy dan albuminuria. Gagal jantung (Congestive Heart Failure). Postmyocardial infarction Terapi pada krisis scleroderma renal. Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap ACE inhibitor. Kehamilan. Wanita menyusui. Angioneurotic edema yang berkaitan dengan penggunaan ACE inhibitor sebelumnya. Penyempitan arteri pada salah satu atau kedua ginjal.

4. Bentuk sediaan : Tablet, Tablet salut selaput, Kaplet, Kaplet salut selaput. 5. Dosis dan aturan pakai captopril pada pasien hipertensi dengan gagal jantung : 6. Dosis inisial : 6,25-12,5mg 2-3 kali/hari dan diberikan dengan pengawasan yang tepat. Dosis ini perlu ditingkatkan secara bertingkat sampai tercapai target dosis. 7. Target dosis : 50mg 3 kali/hari (150mg sehari) 8. Aturan pakai : captopril diberikan 3 kali sehari dan pada saat perut kosong yaitu setengah jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan. Hal ini dikarenakan absorbsi captopril akan berkurang 30%-40% apabila diberikan bersamaan dengan makanan. 9. Efek samping : Batuk kering Hipotensi Pusing Disfungsi ginjal Hiperkalemia Angioedema Ruam kulit Takikardi Proteinuria

Resiko khusus : Wanita hamil. Captopril tidak disarankan untuk digunakan pada wanita yang sedang hamil karena dapat menembus plasenta dan dapat mengakibatkan teratogenik. Hal ini juga dapat menyebabkan kematian janin. Morbiditas fetal berkaitan dengan penggunaan ACE inhibitor pada seluruh masa trisemester kehamilan. Captopril beresiko pada kehamilan yaitu pada level C (semester pertama) dan D (semester kedua dan ketiga).

Wanita menyusui. Captopril tidak direkomendasikan untuk wanita yang sedang menyusui karena bentuk awal captopril dapat menembus masuk dalam ASI sekitar 1% dari konsentrasi plasma. Akan tetapi tidak diketahui apakah metabolit dari captopril juga dapat menembus masuk dalam ASI.

Penyakit ginjal. Penggunaan captopril (ACE inhibitor) pada pasien dengan gangguan ginjal akan memperparah kerusakan ginjal karena hampir 85% diekskresikan lewat ginjal (hampir 45% dalam bentuk yang tidak berubah) sehingga akan memperparah kerja ginjal dan meningkatkan resiko neutropenia. Apabila captopril digunakan pada pasien dengan gangguan ginjal maka perlu dilakukan penyesuaian dosis dimana berfungsi untuk menurunkan klirens kreatininnya.

c.

Beta-blocker (Misal : propanolol, bisoprolol) Merupakan obat utama pada penderita hipertensi ringan sampai moderat dengan penyakit jantung koroner atau dengan aritmia. Bekerja dengan menghambat reseptor 1 di otak, ginjal dan neuron adrenergik perifer, di mana 1 merupakan reseptor yang bertanggung jawab untuk menstimulasi produksi katekolamin yang akan menstimulasi produksi renin. Dengan berkurangnya produksi renin, maka cardiac output akan berkurang yang disertai dengan turunnya tekanan darah.

d. Alfa-blocker (Misal : Doxazosin, Prazosin). Bekerja dengan menghambat reseptor 1 di pembuluh darah sehingga terjadi dilatasi arteriol dan vena. Dilatasi arteriol akan menurunkan resistensi perifer.

e.

Calcium channel blocker (Cth: Nifedipin, Amlodipin).

Bekerja dengan menghambat masuknya kalsium ke dalam otot polos pembuluh darah sehingga mengurangi tahanan perifer. Merupakan antihipertensi yang dapat bekerja pula sebagai obat angina dan antiaritmia, sehingga merupakan obat utama bagi penderita hipertensi yang juga penderita angina.

BAB IV ILUSTRASI KASUS I. IDENTITAS PENDERITA Nama Umur Jenis Kelamin Status Perkawinan Agama Pekerjaan Alamat Suku : Tn. S : 45 tahun : Laki-laki : Menikah : Islam : Sopir : Jebres Surakarta, Jawa Tengah : Jawa

II. ANAMNESIS A. Keluhan Utama Kepala cekot-cekot B. Riwayat Penyakit Sekarang (Alloanamnesis) Penderita dating dengan keluhan kepala cekot-cekot dan leher terasa cengeng. Sudah 2 hari pasien tidak bias tidur sehingga keluhan dirasa bertambah berat. BAK tak ada keluhan, 6-7 kali per hari, - 1 gelas belimbing, warna kuning jernih, tidak ada lender, tidak ada darah dan tidak nyeri saat BAK. BAB tak ada keluhan, frekuensi 1 kali perhari. 2 tahun yang lalu penderita mengeluh leher kadang-kadang cengeng dan kesemutan pada ujung-ujung jari tangan dan kaki. Penderita kemudian memeriksakan diri di Puskesmas, dan dikatakan bahwa menderita tekanan darah tinggi. Penderita diberi obat penurun tekanan darah, namun hanya control bila ada keluhan dan tidak minum obat teratur. C. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat sakit gula Riwayat darah tinggi : disangkal : (+) sejak 2 tahun yang lalu, tidak rutin kontrol Riwayat sakit jantung : disangkal

Riwayat alergi obat dan makanan Riwayat sakit ginjal Riwayat mondok Riwayat transfusi

: disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

D. Riwayat Kebiasaan Riwayat minum obat-obatan bebas : disangkal Riwayat minum jamu Riwayat minum alkohol Riwayat merokok : disangkal : disangkal : (+) 10 tahun yang lau, 1-3 batang per hari

E. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat sakit jantung Riwayat sakit gula Riwayat asma bronkiale Riwayat alergi obat dan makanan Riwayat sakit kuning Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal : disangkal

F. Riwayat Lingkungan Sosial dan Asupan Gizi Penderita adalah seorang laki-laki dengan seorang istri dan 3 orang anak. Penderita adalah seorang sopir bus yang sudah berhenti sejak 3 tahun yang lalu karena setoran yang harus dibayarkan lebih besar daripada penghasilan yang didapat. Saat ini penderita membantu istrinya berjualan di warung makan kecil. G. Anamnesa Sistem a. Keluhan utama : Kepala cekot-cekot b. Kulit : tidak ada keluhan c. Kepala : nyeri kepala (+), nggliyer (+), kepala terasa berat (-), perasaan berputarputar (-), rambut mudah rontok (-) d. Leher : cengeng (+), kaku (-) e. Mata : tidak ada keluhan f. Hidung : tidak ada keluhan g. Telinga : pendengaran berkurang (-), keluar cairan atau darah (-), mendengar bunyi berdenging (+)

h. Mulut : tidak ada keluhan i. Tenggorokan : tidak ada keluhan j. Sistem respirasi : tidak ada keluhan k. Sistem kardiovaskuler : tidak ada keluhan l. Sistem gastrointestinal : tidak ada keluhan m. Sistem muskuloskeletal : tidak ada keluhan n. Sistem genitourinaria : tidak ada keluhan o. Ekstremitas : tidak ada keluhan p. Sistem neuropsikiatri : tidak ada keluhan

III. PEMERIKSAAN FISIK A. Keadaan Umum Berat badan Tinggi badan B. Tanda vital Tekanan Darah Nadi Laju Pernapasan Suhu C. Kulit : 160/100 mmHg : 88 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup , simetris : 20 x/menit, kussmaul (-) : 36,2 0C per axiller : warna sawo matang, lembab, ujud kelainan turniquet (-) D. Kepala E. Mata : bentuk mesocephal, rambut hitam sukar dicabut : conjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-), air mata (+/+), Refleks cahaya (+/+), pupil isokor tengah, mata cekung (-/-) F. Hidung G. Mulut H. Telinga I. Tenggorok J. Leher : nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-) : bibir pucat (-), sianosis (-), mukosa basah (+) : sekret (-), mastoid pain (-), tragus pain (-) : uvula di tengah, mukosa faring hiperemis (-), tonsil T1 T1 : kelenjar getah bening tidak membesar (3 mm/ 3 mm), bulat, di kulit (-), uji : kompos mentis, gizi kesan cukup : 50 kg : 150 cm

K. Thorax Bentuk Cor Inspeksi Palpasi Perkusi : ictus cordis tidak tampak : ictus cordis tidak kuat angkat : batas jantung kesan tidak melebar Kanan atas Kiri atas : SIC II linea parasternalis dextra : SIC II linea parasternalis sinistra : normochest

Kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra Kiri bawah Auskultasi :SIC V linea medioclavicularis sinistra

: bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-)

Pulmo Inspeksi Palpasi Perkusi : pengembangan dada kanan = kiri, retraksi (-) : fremitus raba dada kanan = kiri : sonor di seluruh lapang paru Batas paru hepar : SIC VI dextra

Batas paru lambung :spatium intercosta VII Sinistra Redup relatif Redup absolut Auskultasi : batas paru hepar : hepar

: suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan RBK (-/-), RBH (-/-), wheezing (-/-)

L. Abdomen Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada

Auskultasi Perkusi Palpasi M. Ekstremitas

: peristaltik (+) normal : timpani : hepar/lien tak teraba, turgor kulit baik : Oedema -

Akral dingin - - -

Sianosis ujung jari -

Capilary refill time < 2 detik

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG A. Foto Thorax Kesan : cor dan pulmo dalam batas normal B. EKG Irama sinus, denyut jantung 88x/menit C. GDT Dalam batas normal

V.

DIAGNOSIS KERJA Hipertensi Derajat II

VI. PENATALAKSANAAN Diet rendah garam 5g/hari Captopril tab 3x25 mg

Hct tab 25 mg 1-0-0 Diltiazem tab 3x60 mg

VII. PROGNOSIS Ad vitam Ad sanam : baik : baik

Ad fungsionam : baik

Resep R/ Captopril mg 25 tab No. XXI S 3 dd tab I_____________ R/ Hidroklorotiazid mg 25 tab No. VI S 1 dd tab I mane__________ R/ Diltiazem mg 30 tab No. XXI ______S 3 dd tab I____________ Pro : Tn. S (45th)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

1.

KESIMPULAN Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan terapi farmakologis. Adapun terapi nonfarmakologis antara lain: menghentikkan merokok, menurunkan berata badan yang berlebihan, menurunkan konsumsi alkohol yang berlebihan, latihan fisik, menurunkan asupan garam, meningkatkan konsumsi buah dan sayur, dan menurunkan asupan lemak. Sedangkan jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan oelh JNC 7 adalah : golongan diuretika, terutaman jenis thiazid atau aldosterone antagonist; beta bloker (BB); Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist; Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACE Inhibitor); dan Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/blocker (ARB)

2.

SARAN Penyakit hipertensi timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor risiko sehingga pencegahan penyakit hipertensi sangat penting, salah satunya dapat dilakukan dengan menjalankan gaya hidup sehat.

DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, et al, eds. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, jilid I. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius, 2001; 518-522 Ganiswara, G. Sulistia. 1995. Farmakologi dan Terapi, edisi 4. Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Supandiman, I., Fadjari, H. 2006. Anemia pada Penyakit Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Pp: 651-652 Yogiantoro, M. Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simardibrata K. M., Setiati, S. 2006. Hipertensi Esensial. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid I. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Pp: 610-614

Anda mungkin juga menyukai