Anda di halaman 1dari 21

http://www.berbagaihal.com/2011/06/mitos-tentang-terjadinya-gerhana-di.

html

Mitos Terjadinya Gerhana di Berbagai Belahan Dunia Gerhana adalah fenomena astronomi yang terjadi ketika sebuah benda angkasa bergerak ke dalam bayangan sebuah benda angkasa lain. Gerhana bulan terjadi karena pancaran cahaya matahari ke bulan terhalang oleh bumi sehingga bulan tidak dapat memantulkan cahaya seperti biasanya. Sedangkan gerhana matahari terjadi karena pancaran sinar matahari ke bumi terhalang oleh bulan. Namun, ternyata dahulu orang beranggapan lain tentang bagaimana terjadinya gerhana ini, sehingga banyak mitos-mitos yang tidak dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya beredar dan diyakini sebagai penyebab terjadinya gerhana. Berikut beberapa mitos yang berhasil dikumpulkan oleh BerbagaiHal. Mitos Gerhana Disebabkan Oleh Raksasa Dahulu orang-orang beranggapan bahwa gerhana bulan dan gerhana matahari terjadi karena adanya raksasa yang melahap bulan dan matahari. Ketika raksasa itu menelan matahari, ternyata perutnya tidak mampu menerima panas dari matahari yang begitu panas. Raksasa tersebut pun memuntahkan kembali matahari. Lalu, suatu malam sang raksasa melihat benda bulat yang indah di langit yang tak lain adalah bulan. Raksasa tersebut kemudian menelan bulan, namun raksasa tersebut tetap merasa kepanasan karena cahaya bulan memantul ke dalam mulutnya. Akhirnya raksasa tersebut pun memuntahkan bulan kembali. Bulan pun lalu lari dari hadapan raksasa dan kembali bersinar terang. Raksasa yang dendam karena gagal memakan keduanya pun terus mencari-cari bulan dan matahari. Oleh karena itu gerhana terjadi berulang-ulang. Gerhana tersebut terjadi setiap jika sang raksasa bertemu matahari atau bulan, karena dia akan menelannya. Jika raksasa jahat itu tidak bertemu matahari atau bulan, gerhana tidak akan terjadi. Di beberapa daerah, ada kepercayaan untuk menakut-nakuti sang raksasa banyak orang orang yang memukul lesung hal itu bertujuan agar sang raksasa memuntahkan kembali bulan dan matahari. Selain itu, ketika terjadi gerhana para ibu hamil diwajibkan untuk sembunyi di kolong tempat tidur, konon hal itu dilakukan agar janin yang dikandungnya tidak dimakan sang raksasa. Para wanita hamil pun dilarang menggunting atau menjahit selama gerhana, kalau tak ingin bayinya lahir dengan cacat tubuh. Dan beredar pula mitos yang menyebutkan jika sedang terjadi gerhana, bagi yang ingin cepat tinggi mesti lompatlompat dan bergantungan di pintu supaya bisa cepat tinggi. Mitos Gerhana Disebabkan Karena Matahari dan Bulan Bertengkar Mitos kedua mengatakan gerhana terjadi karena saat matahari bertemu dengan bulan dan mereka akan bertengkar. Awal mula permusuhan matahari dan bulan ini dimulai pada suatu hari saat matahari bertemu dengan bulan. Matahari dan bulan adalah dua sahabat baik. Mereka sudah lama berpisah karena berputar di lain waktu. Matahari berputar di waktu siang sedangkan bulan berputar di waktu malam. Konon matahari mempunyai anak, sedangkan bulan juga mempunyai anak, yaitu bintang. Suatu hari mereka bertemu dan terjadi dialog dimana matahari menanyakan tentang sinar bulan yang begitu terang benderang dan indah di malam hari. Bulan pun berkata bahwa cahayanya

dapat begitu indah karena bulan telah memakan semua anak-anaknya yaitu bintang sehingga semua cahaya bintang dapat bersatu dengan dirinya dan membuatnya semakin indah. Lalu sang bulan pun menganjurkan matahari untuk melakukan hal serupa. Matahari pun terbujuk sehingga ia menelan habis semua anak-anaknya. Namun tiga malam berselang, matahari melihat anak sang bulan yaitu bintang muncul sangat banyak. Matahari pun lalu marah karena ia baru saja sadar bahwa dirinya telah ditipu oleh bulan. Matahari lalu mencari-cari sang bulan dan ketika betemu mereka pun akan berkelahi. Perkelahian mereka inilah yang menyebabkan terjadinya gerhana. Untuk mendamaikan keduanya, bayak mitos yang bermunculan di masyarakat. Dalam sebagian masyarakat Aceh di perkampungan, mereka akan membakar cabai warna merah. Konon, bau cabai merah yang pedas terbakar akan terbang sampai ke langit dan tercium oleh matahari dan bulan. Matahari maupun bulan sangat takut jika mencium bau cabai terbakar karena mereka mengira bahwa raksasa sedang menggoreng cabai sebagai bumbu untuk menyantap mereka. Maka larilah bulan ke peraduannya dan matahari ke singgasananya dan gerhana pun akan reda. Cara kedua dilakukan sebagian masyarakat dengan memukul-mukul kaleng beras (dalam sebagian masyarakat Aceh, beras disimpan dalam kaleng agar tidak diserang hama kutu). Kaleng beras tersebut kemudian akan dikosongkan dan dibawa lari sepanjang jalan di depan rumah masing-masing sambil terus dipukuli seperti orang menabuh genderang. Menurut masyarakat yang melakukan itu, bulan dan matahari akan mengira kalau suara itu adalah langkah raksasa sehingga keduanya akan lari menyelamatkan diri. Mitos Gerhana Disebabkan Oleh Siluman Berwujud Kepala Tanpa Badan Dikisahkan seorang raja siluman raksasa yang sakti mandraguna yang bernama Prabu Kalarahu. Ia merupakan penguasa antariksa dan sedang mencoba mencari air sumber kehidupan (tirta amerta) yang konon mampu menghidupkan orang yang telah meninggal dan juga menjadikan orang yang meminumnya hidup kekal sepanjang masa. Air suci tersebut hanya dimiliki oleh para Dewa. Dengan cara bersembunyi di kegelapan malam, raja siluman tersebut lalu menantikan saat-saat lengahnya para Dewa. Ketika para Dewa sedang lengah, dengan tergesa ia mengambil tirta amerta dan meminumnya. Namun baru seteguk dan belum sempat menelannya, Bhatara Candra sang Dewa Bulan pun memergokinya. Kalarahu pun kabur dan Bhatara Candra mengejarnya hingga akhirnya Kalarahu bersembunyi, tetapi tempat persembunyian itupun diketahui oleh Bhatara Candra yang kemudian melaporkan seluruh kejadian tersebut kepada Bhatara Guru. Bhatara Guru segera memerintahkan Bhatara Wisnu untuk memburu Kalarahu, dengan bersenjatakan cakra akhirnya Bhatara Wisnu mampu mengalahkan raja siluman itu yang kemudian memenggal kepalanya, dan tubuhnya terhempas jatuh ke bumi. Potongan tubuh kalarahu selanjutnya menjelma menjadi sebuah lesung penumbuk padi, sedangkan potongan kepalanya tetap hidup, melayanglayang di angkasa karena ia telah sempat meminum seteguk air kehidupan. Sejak saat itu, Prabu Kalarahu merasa dendam kepada Bhatara Candra. Ia yang kini hanya berwujud potongan kepala tanpa badan itu selalu mengintai hendak memangsa Bhatara Candra sang Dewa bulan. Setiap ada kesempatan ia pun selalu memangsa Bhatara Candra (bulan). Namun karena ia hanya berupa siluman berwujud kepala

tanpa tubuh, maka setiap ia memangsa bulan, bulan pun akan muncul kembali ketika telah melewati leher sang siluman. Sampai saat ini, sebagian masyarakat pedesaan di Pulau Jawa dan Pulau Bali mempercayai sebuah mitos bahwa bila terjadi gerhana bulan, mereka pun beramai-ramai menabuh lesung kayu dengan pukulan alu bertalutalu. Hal ini berkaitan dengan mitologi tentang Prabu Kalarahu ini, masyarakat berpendapat Prabu Kalarahu akan takut bilamana mendengar bunyi lesung di tabuh. Mitos Gerhana di Negara-Negara Lain Di India, saat gerhana terjadi, dipercaya bumi akan diselubungi kegelapan. Gerhana menciptakan medan energi negatif. Selain itu, kuman-kuman di atmosfer menjadi aktif, level kontaminasi kuman pun akan meningkat secara drastis. Selama terjadi gerhana tidak boleh makan atau memasak makanan. Makanan yang sudah dimasak sebelumnya pun harus dibuang karena telah tercemar oleh kuman. Di China, orang percaya bahwa seekor naga langit menelan bulan dan matahari yang menyebabkan terjadinya gerhana. Sampai abad ke 19, orang China biasa membunyikan petasan untuk menakut-nakuti sang naga. Selain itu, para pemanah harus melepaskan anak panahnya ke langit. Suku Indian di Amerika, juga percaya bahwa seekor naga lah yang membuat gerhana. Orang-orang pun membenamkan tubuh sampai leher di dalam air. Aksi yang dilakukan secara simultan ini dapat membantu matahari memerangi naga jahat yang memakan matahari. Di negeri matahari terbit, Jepang, orang percaya bahwa waktu gerhana ada racun yang disebarkan ke bumi. Dan untuk menghindari air di bumi terkontaminasi racun, mereka pun akan menutupi sumur-sumur mereka. Di Thailand, penyebab gerhana dikenal dengan sebutan Rahu (penguasa kegelapan) yang memiliki warna tubuh hitam. Itu sebabnya, semua obyek yang berwarna hitam menjadi barang laris yang dibeli saat gerhana, seperti ayam hitam, bir hitam, telur hitam, dan beras hitam. Mitos gerhana juga menyebar ke Eropa. Dikabarkan, Raja Louis dari Perancis wafat setelah mengamati gerhana di tahun 840 M. Konon ia begitu bingung saat kegelapan selama 5 menit dan meninggal karena ia begitu ketakutan. Ada lagi cerita menarik soal gerhana bulan. Cerita ini melibatkan sang penemu Benua Amerika, yaitu Christoper Colombus. Konon gerhana bulanlah yang menyelamatkan Columbus di Jamaica. Saat itu, perbekalan pasukan Columbus makin menipis, penduduk lokal enggan membagi bahan makanan milik mereka. Dengan berbekal almanac buatan Regiomontanus, Columbus mengetahui bahwa pada tanggal 29 Februari 1504 akan terjadi gerhana bulan total. Kepada pemimpin lokal, dia mengatakan bahwa Tuhan marah pada masyarakat lokal karena mereka tak mau memberikan bahan makanan mereka. Caranya, dengan melenyapkan bulan. Benar saja, bulan lenyap dari langit. Beberapa saat kemudian, bulan muncul dengan bentuknya yang mengerikan, merah seperti darah. Penduduk asli pun ketakutan dan menganggap apa yang dikatakan Columbus terbukti. Dari segala arah, penduduk mendatangi kapal Columbus, menyembah-nyembah, dan mempersembahkan berbagai bahan makanan, buahbuahan dan sayur mayur dengan harapan Tuhan tak lagi marah dan mengembalikan kondisi bulan.

http://nasional.inilah.com/read/detail/1610052/gerhana-bulan-dalam-pandanganislam-mitos

Gerhana Bulan dalam Pandangan Islam & Mitos Tweet 56 Headline inilah.com/Syamsuddin Nasoetion Oleh: MA Hailuki nasional - Kamis, 16 Juni 2011 | 10:45 WIB Share on facebook Share on twitter Share on email Share on google More Sharing Services Berita Terkait

PPP Rangkul Parpol Islam tak Ajak PAN dan PKS SBY: Indonesia Jalankan Nilai Islam & Demokrasi SI Desak KPK Berani Tindak Penguasa Gerhana Bulan di Tanjungpinang Tampak Jelas Warga Islam Jabar Tolak Kedatangan Miss Universe

Powered by Translate

INILAH.COM, Jakarta - Kamis (16/6/2011) dini hari baru saja terjadi fenomena alam gerhana bulan terlama sepanjang 100 tahun terakhir karena bertahan dari pukul 01.22 WIB hingga 05.22 WIB.

Bagi orang Arab Quraisy, gerhana bulan dikaitkan dengan kejadian-kejadian tertentu, seperti adanya kematian atau kelahiran, dan kepercayaan ini dipercaya secara turun temurun sehingga menjadi keyakinan umum masyarakat.

Di zaman Rasulullah, misalnya, pernah terjadi gerhana matahari yang bersamaan dengan kematian putra Rasul SAW yang bernama Ibrahim. Orang-orang pada saat itu menganggap terjadinya gerhana karena kematian putra Nabi tersebut.

Pemahaman yang salah ini diluruskan oleh Rasulullah. Dalam Islam, gerhana bulan adalah bentuk keagungan Allah sebagai Maha Pencipta. Sebagaimana sabda Rasullah SAW dalam Hadits Riwayat Bukhari Nomor 1.044, Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat gerhana tersebut, maka berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.

Namun bagi sekelompok masyarakat, gerhana bulan dikaitkan dengan berbagai mitos dan tahayul. Di negeri China, orang percaya bahwa seekor naga langit membanjiri sungai dengan darah lalu menelannya. Itu sebabnya orang Cina menyebut gerhana sebagai chih yang artinya memakan.

Sampai abad ke 19 mereka biasanya membunyikan petasan untuk menakut-nakuti sang naga. Orang Indian juga percaya bahwa seekor naga lah yang membuat gerhana bulan. Mereka lalu menyembah sang naga dengan berendam sampai sebatas leher.

Sementara di Jepang, orang percaya bahwa waktu gerhana ada racun yang disebarkan ke bumi. Dan untuk menghindari air di bumi terkontaminasi racun, mereka menutupi sumur-sumur mereka.

Lalu, Kaisar Louis dari Perancis wafat setelah mengamati gerhana di tahun 840. Konon ia begitu bingung saat kegelapan selama 5 menit dan meninggal karena begitu takut.

Adapun di Indonesia, khususnya Jawa menganggap bahwa Batara Kala alias raksasa jahat, memakan bulan. Maka masyarakat Jawa khususnya anak-anak ramai memukul kentongan pada saat gerhana untuk menakut-nakuti dan mengusir Batara Kala. [wiki/mah]

http://muhammadirfani.wordpress.com/2011/06/15/gerhana-antara-mitos-sains-danislam/

Gerhana : Antara Mitos, Sains dan Islam

Hari Kamis tanggal 16 Juni 2011 dini hari, gerhana bulan total akan terjadi dan dapat disaksikan di wilayah Indonesia. Gerhana akan dimulai pada pukul 00.25 WIB dan berakhir pada pukul 05.59 WIB,pada rentang waktu itu akan terjadi gerhana bulan total, yakni ketika bulan tak tampak sama sekali dan berlangsung selama 100 menit, mulai pukul 02.22 WIB sampai pukul 04.03 WIB. Gerhana bulan total ini bisa dilihat dengan mata telanjang di seluruh Indonesia.

Gerhana Bulan terjadi saat matahari, bumi dan bulan terletak pada satu garis lurus, dimana bumi berada diantara matahari dan bulan.Tak seperti gerhana matahari, gerhana bulan aman disaksikan dengan mata telanjang tanpa perlu pelindung.

Berikut ini proses terjadinya gerhana bulan total yang dapat diamati di seluruh wilayah Indonesia:

Gerhana diawali dengan kontak awal penumbra pada pukul 00.25 WIB Kontak awal umbra terjadi pada pukul 01.23 WIB dan pada saat itu gerhana baru bisa disaksikan secara kasat mata, bayangan bumi secara perlahan mulai menutupi bulan purnama Pada pukul 03.12 WIB terjadi puncak gerhana dan bulan berada pada kondisi gelap total karena tertutup seluruhnya oleh bayangan bumi. Setelah melalui puncak gerhana, berangsur-angsur bulan mulai terlihat lagidan berangsur-angsur kembali sebagai bulan purnama, yakni pada pukul 05:01 WIB seiring kontak akhir umbra. Kontak akhir penumbra terjadi pada pukul 05:59 WIB, sebagai tanda bahwa gerhana secara keseluruhan berakhir.

Fenomena yang langka terjadi ini tentu saja mengundang perhatian semua pihak, terutama para pengamat dan peneliti astronomi.Di stasiun-stasiun pengamatan antariksa, semisal Lapan, dan Observatorium Bosscha, jauh-jauh hari sudah bergegas mempersiapkan segala perangkat untuk mengamati fenomena alam ini. Bahkan Observatorium Bosscha bersama jaring pengamatan hilal dan pemerintah rencananya akanmenyiarkan langsung via Internet. Pada kesempatan itu digunakan oleh para peneliti untuk melihat tingkat kebersihan atau kekotoran atmosfer, selain juga dijadikan momen untuk uji coba penghitungan hisab menjelang 1 Ramadhan 1432 H.

Cerita Takhayul (Mitos) Seputar Gerhana

Kejadian gerhana matahari maupun bulan telah sering dialami oleh manusia sejak jaman dahulu kala.Sejalan dengan perkembangan intelektual dan ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia, memunculkan sikap dan persepsi beragam mengenai terjadinya gerhana.

Selain keterbatasan intelektual dan ilmu pengetahuan juga keyakinan primitif manusia pada waktu dulu, peristiwa gerhana sering dikaitkan dengan kekuatankekuatan supranatural.Mitos-mitos dan keyakinan khurofat seputar gerhana pun muncul, yang tentu saja dengan timbangan syariat dan keyakinan agama sekarang ini bertentangan dengan aqidah yang benar.

Di antara mitos-mitos yang muncul pada jaman dahulu, bahkan sebagian masih ada yang mempercayainya hingga sekarang ini, bahwa terjadinya gerhana itu karena adanya sesosok raksasa besar (batarakala) yang sedang berupaya menelan matahari atau bulan. Nah, agar raksasa itu memuntahkan kembali matahari atau bulan yang ditelannya, maka diperintahkan untuk menabuh berbagai alat, seperti kentongan, bedug, bambu atau bunyi-bunyian lainnya.

Ada juga yang meyakini bahwa matahari atau bulan itu beredar seperti karena dibawa oleh sebuah gerobak besar.Gerhana itu terjadi karena gerobak tersebut memasuki sebuah terowongan dan kemudian keluar lagi.

Sebagian lain juga meyakini bahwa bulan dan matahari adalah sepasang kekasih, sehingga apabila mereka berdekatan maka akan saling memadu kasih sehingga timbullah gerhana sebagai bentuk percintaan mereka.

Sekalipun perkembangan pemikiran dan ilmu pengetahuan sekarang sudah meningkat, namun sampai kini masih ada yang meyakini bahwa bagi wanita yang sedang hamil diharuskan bersembunyi di bawah tempat tidur atau bangku, agar bayi yang dilahirkannya nanti tidak cacat (wajahnya hitam sebelah).

Dalam catatan sejarah Islam, orang-orang arab Quraisy mengaitkan peristiwa gerhana dengan kejadian-kejadian tertentu, seperti adanya kematian atau kelahiran, dan kepercayaan ini diyakini secara turun temurun sehingga menjadi keyakinan umum masyarakat. Dijaman Rasulullah misalnya, pernah terjadi gerhana matahari yang bersamaan dengan kematian putra Rasul SAW yang bernama Ibrahim. Orangorang pada saat itu menganggap terjadinya gerhana karena kematian putra Nabi tersebut. Maka, Nabi shallallahu alaihi wa sallam pun membantah keyakinan orang Arab tadi, seraya bersabda:

Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah.Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat gerhana tersebut, maka berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah. (HR. Bukhari)

Hadits tersebut diatas sekaligus menjadi tuntunan bagi kita bagaimana menyikapi terjadinya gerhana itu, yang nanti akan diurai secara rinci.

Menyikapi Terjadinya Gerhana Berdasarkan Tuntunan Syariat

Bagi kaum Muslimin, peristiwa terjadinya gerhana bulan total ini merupakan momen untuk semakin menyadari tentang kebesaran Allah SWT dan lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Sebagaiman hadits diatas, ketika terjadinya gerhana,Nabi menganjurkan untuk bertakbir, melaksanakan shalat sunat gerhana dan memperbanyak sedekah.

Dalam riwayat yang lain, bahkan kaum wanita pun dianjurkan oleh Nabi Saw. untuk melaksanakan shalat gerhana, seperti keterangan dari Asma` binti Abi Bakr berikut

ini :

Saya mendatangi Aisyah radhiyallahu anha -isteri Nabi shallallahu alaihi wa sallam- ketika terjadi gerhana matahari.Saat itu manusia tengah menegakkan shalat. Ketika Aisyah turut berdiri untuk melakukan sholat, saya bertanya: Kenapa orangorang ini? Aisyah mengisyaratkan tangannya ke langit seraya berkata, Subhanallah (Maha Suci Allah). Saya bertanya: Tanda (gerhana)? Aisyah lalu memberikan isyarat untuk mengatakan iya. (HR. Bukhari )

Sebagai salah satu bukti kebesaran Allah Swt., terjadinya gerhana sejatinya harus memunculkan sikap yang tepat sesuai dengan tuntunan Rasulullah, yaitu memperbanyak tafakkur dan dzikir seraya mengagungkan-Nya (bertakbir), melaksanakan shalat sunnat gerhana dan memperbanyak shadaqah. Menurut Syaikh Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah, apabila kita menyikapi gerhana sesuai dengan tuntunan Rasulullah tersebut maka kita akan terhindar dari bencana yang besar.

Tata Cara Shalat Gerhana

Dalam hadits sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari ra, dituturkan :

Dari Aisyah, beliau menuturkan bahwa gerhana matahari pernah terjadi pada masa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Lantas beliau shallallahu alaihi wa sallam bangkit dan mengimami manusia dan beliau memanjangkan berdiri. Kemudian beliau ruku dan memperpanjang rukunya. Kemudian beliau berdiri lagi dan memperpanjang berdiri tersebut namun lebih singkat dari berdiri yang sebelumnya. Kemudian beliau ruku kembali dan memperpanjang ruku tersebut namun lebih singkat dari ruku yang sebelumnya. Kemudian beliau sujud dan memperpanjang sujud tersebut. Pada rakaat berikutnya, beliau mengerjakannya seperti rakaat pertama. Lantas beliau beranjak (usai mengerjakan shalat tadi), sedangkan matahari telah nampak. Setelah itu beliau berkhotbah di hadapan orang banyak, beliau memuji dan menyanjung Allah, kemudian bersabda, Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.

Nabi selanjutnya bersabda, Wahai umat Muhammad, demi Allah, tidak ada seorang pun yang lebih cemburu daripada Allah karena ada seorang hamba baik laki-laki maupun perempuan yang berzina. Wahai Umat Muhammad, demi Allah, jika kalian mengetahui yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis. (HR. Bukhari)

Berdasarkan hadits di atas, shalat gerhana dilakukan sebanyak dua rakaat.Namun, para ulama berbeda pendapat mengenai tata caranya.Ada yang mengatakan bahwa shalat gerhana dilakukan sebagaimana shalat sunnah biasa, dengan dua rakaat dan setiap rakaat ada sekali ruku, dua kali sujud.Ada juga yang berpendapat bahwa shalat gerhana dilakukan dengan dua rakaat dan setiap rakaat ada dua kali ruku, dua kali sujud.Pendapat yang terakhir inilah yang dipilih oleh mayoritas ulama.Sebagaimana HR. Bukharidiatas.

Ringkasnya, tata cara shalat gerhana adalah sebagai berikut:

Berniat di dalam hati dan tidak dilafadzkan karena melafadzkan niat termasuk perkara yang tidak ada tuntunannya dari Nabi kita shallallahu alaihi wa sallam dan beliau shallallahu alaihi wa sallam juga tidak pernah mengajarkannya lafadz niat pada shalat tertentu kepada para sahabatny Takbiratul ihram yaitu bertakbir sebagaimana shalat biasa. Membaca doa iftitah dan bertaawudz, kemudian membaca surat Al Fatihah dan membaca surat yang panjang (seperti surat Al Baqarah) sambil dijaharkan (dikeraskan suaranya, bukan lirih) sebagaimana terdapat dalam hadits Aisyah: Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjaharkan (mengeraskan) bacaannya ketika shalat gerhana.(HR. Bukhari dan Muslim) Kemudian ruku sambil memanjangkannya. Kemudian bangkit dari ruku (itidal) sambil mengucapkan SAMIALLAHU LIMAN HAMIDAH, RABBANA WA LAKAL HAMD Setelah itidal ini tidak langsung sujud, namun dilanjutkan dengan membaca surat Al Fatihah dan surat yang panjang. Berdiri yang kedua ini lebih singkat dari yang pertama. Kemudian ruku kembali (ruku kedua) yang panjangnya lebih pendek dari ruku sebelumnya.

Kemudian bangkit dari ruku (itidal). Kemudian sujud yang panjangnya sebagaimana ruku, lalu duduk di antara dua sujud kemudian sujud kembali Kemudian bangkit dari sujud lalu mengerjakan rakaat kedua sebagaimana rakaat pertama hanya saja bacaan dan gerakan-gerakannya lebih singkat dari sebelumnya. Salam. Setelah itu imam menyampaikan khutbah kepada para jamaah yang berisi anjuran untuk berdzikir, berdoa, beristighfar, sedekah, dan membebaskan budak.

Antara Gerhana dan Bulan Suci Ramadhan

Gerhana bulan total kali ini kebetulan juga terjadi pada pertengahan Bulan Rajab 1432 H, yang artinya kurang dari dua bulan menjelang datangnya Bulan Suci Ramadhan. Tentu saja peristiwa ini semakin memberi makna yang dalam bagi kaum Muslimin.

Bagi kaum muslimin, bulan suci Ramadhan merupakan bulan yang senantiasa dinantikan kehadirannya. Bulan istimewa yang memberi kesan istimewa pula bagi orang yang beriman, sehingga jauh-jauh hari sebelum kedatangannya, kaum muslimin dianjurkan oleh Rasulullah mempersiapkan diri untuk menyambutnya. Bahkan dua bulan sebelum kedatangannya, yaitu pada bulan Rajab dan bulan Syaban, Rasulullah menganjurkan pada kita untuk berdoa, memohon keberkahan kepada Allah Swt. Salah satu doa yang diajurkan untuk dibaca diantaranya :

Allahumma Bariklana Fi Rajaba Wa Syabana Wabalighna Ramadhan

Ya Allah, berikanlah keberkahan pada kami di bulan Rajab dan bulan Syaban, dan sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan.

Peristiwa gerhana bulan yang kita hadapi di bulan Rajab ini sekaligus menjadi momen penting untuk menghadirkan kembali dalam jiwa kita kesadaran mengenai kebesaran Allah, sehingga menambah energi pada jiwa dan raga kita untuk memasuki Bulan Suci Ramadhan.

Bulan ramadhan yang segera menghampiri kita, merupakan kesempatan yang paling indah bagi yang mendambakan kesejatian hidup, momen yang paling menggiurkan bagi yang sadar bahwa hidup senantiasa berperang melawan gejolak hawa nafsu dan saat-saat yang paling tepat memaknai setiap detik kehidupan dengan amal saleh dan kebajikan. Di Bulan inilah, setiap tarikan nafas dan getaran lidah sejatinya dihiasi dengan dzikir dan taubat. Di Bulan ini pula segenap energi kehidupan kita difokuskan untuk ibadah dalam rangka mencapai derajat yang didambakan, yakni laallakum tattaqun (derajat insan yang bertaqwa).

Wallahualam. http://www.tempo.co/read/news/2011/06/16/061341052/Mitos-Masyarakat-SeputarGerhana-Bulan Mitos Masyarakat Seputar Gerhana Bulan Besar Kecil Normal

TEMPO.CO, Madiun - Masyarakat Madiun antusias menonton gerhana bulan. Mereka berkumpul di alun-alun kota. Sambil menyaksikan gerhana bulan, mereka bertukar cerita, termasuk soal mitos masyarakat tentang gerhana bulan yang mulai pudar.

Sewaktu saya masih kecil, orang-orang tua dulu menganggapnya ada buto (buta kala) yang memakan bulan dan masyarakat menabuh lumpang (tempat penumbuk dari besi) agar buto-nya cepat hilang, tutur Suprapti, pedagang kaki lima di Alunalun Kota Madiun, seraya melayani pembeli yang memesan makanan dan minuman untuk menghabiskan malam dengan menyaksikan fenomena gerhana bulan, Kamis dinihari, 16 Juni 2011.

Namun menurutnya, tradisi masyarakat dahulu itu sudah jarang dilakukan. Selain menabuh lumpang atau lesung, masyarakat juga punya kebiasaan lain. Kalau dulu, perut wanita yang hamil biasa diolesi abu sisa pembakaran di dapur dengan harapan anak yang dikandung tidak dimakan atau tidak seperti buto, ceritanya.

Pedagang kaki lima di alun-alun setempat ketiban rezeki dengan adanya fenomena gerhana bulan ini. Masyarakat yang penasaran banyak begadang untuk menyaksikan fenomana itu sambil menikmati makanan dan minuman yang dijajakan puluhan pedagang kaki lima setempat.

Puluhan masyarakat Kota Madiun sempat menyaksikan fenomena gerhana bulan yang berlangsung cukup lama. Tempo mencatat bayangan bumi mulai menutupi bulan sekitar pukul 01.20 WIB. Hingga pukul 04.00 WIB, bayangan bumi yang menutupi bulan tersebut belum hilang sepenuhnya.

Saya sudah menunggu sejak pukul 12 malam. Seumur hidup saya baru melihat gerhana bulan kali ini, ujar salah satu warga Kota Madiun, Arif, yang menyaksikan gerhana bulan di Alun-alun Kota Madiun hingga pukul 03.00 WIB. ISHOMUDDIN

http://salmanitb.com/2011/06/shalat-gerhana-antara-mitos-aqidah-islam-dan-sainsintisari-khutbah/ Shalat Gerhana Antara Mitos Aqidah Islam dan Sains [Intisari Khutbah]

Posted by Thomas Djamaluddin on Thursday, 16 June 2011 in Kajian, News 0 Comments

(foto: http://tdjamaluddin.wordpress.com/)

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan Kami, tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, maka peliharalah Kami dari siksa neraka. (QS Ali Imran:190-191).

Hanya ulil albaab (orang-orang yang berfikir dengan iman) yang mau merenungi makna gerhana dan mengambil hikmahnya. Gerhana kadang tampak menakutkan. Secara perlahan bulan menjadi gelap sebagian, lalu selama beberapa saat bulan berada pada fase gelap total, dan kemudian secara perlahan purnama kembali pada wujudnya yang cemerlang. Seolah bulan dimakan sesuatu yang luar biasa. Malam terang bulan tiba-tiba gelap. Muncullah berbagai mitos di berbagai masyarakat. Sebagian masyarakat ada yang percaya dengan mitos bahwa saat gerhana bulan dimakan raksasa sehingga orang-orang memukul berbagai benda untuk mengusir raksasa itu. Dan itu dianggap berhasil ketika bulan kembali benderang.

Sebagian masyarakat percaya juga dengan mitos yang mengaitkan gerhana dengan pertanda buruk tertentu. Pada zaman Rasululah SAW, mitos itu pun terekam di dalam beberapa hadits. Saat putra Rasululah SAW, Ibrahim, wafat terjadi gerhana sebagian di wilayah Madinah. Orang-orang ada yang mengaitkan kematian Ibrahim dengan kejadian gerhana. Namun Rasulullah SAW membantahnya dan mengajarkan nilai-nilai tauhid untuk menyikapinya. Kalau pun ada ketakutan yang muncul, takutlah kepada Allah yang menciptakan gerhana, bukan takut kepada gerhananya atau mitos-mitos yang tak jelas logikanya.

Di dalam hadits Ab Burdah dari Ab Ms Radhiyallhu anhu, dikisahkan peristiwa gerhana di Madinah:

Ketika terjadi gerhana matahari, Nabi SAW langsung berdiri terkejut dan merasa ketakutan kiamat akan datang. Beliau pergi ke masjid dan melakukan sholat yang panjang berdiri, ruku, dan sujudnya. Setelah itu Nabi bersabda, Gerhana ini adalah tanda-tanda dari Allah, bukan disebabkan karena kematian atau kelahiran seseorang. Namun gerhana ini terjadi supaya Allah menakuti hamba-hamba-Nya. Apabila kalian melihat sesuatu dari gerhana, maka takutlah dan bersegeralah berdzikir kepada Allah, berdoa, dan memohon ampunan-Nya. (Muttafaq Alaihi)

Ya, gerhana hanyalah salah satu tanda kebesaran dan kekuasaan Allah. Dengan sains, kita bisa lebih banyak mempelajari ayat-ayat-Nya di alam ini. Gerhana memberi banyak bukti bahwa alam ini ada yang mengaturnya. Allah yang mengatur peredaran benda-benda langit sedemikian teraturnya sehingga keteraturan tersebut bisa diformulasikan untuk prakiraan.

Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya) dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. (QS Ibrahim:33)

Matahari dan bulan beredar pada orbitnya masing-masing, bagaimana bisa menyebabkan gerhana? Pada awalnya orang-orang menganggap bumi diam, bulan dan matahari yang mengitari bumi dalam konsep geosentris. Kemudian berkembang pemahaman matahari yang diam sebagai pusat alam semesta, benda-benda langit yang mengitarinya, dalam konsep heliosentris. Bulan dan matahari juga dianggap punya cahayanya masing-masing. Tetapi Al-Quran memberi isyarat, bahwa walau terlihat sama bercahaya, sesungguhnya bulan dan matahari berbeda sifat cahayanya dan gerakannya.

Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (QS Yunus:5).

Ayat ini bukan hanya mengungkapkan perbedaan sifat cahaya bulan dan matahari, tetapi juga perbedaan geraknya. Perbedaan orbitlah yang menyebabkan matahari tampak tidak berubah bentuknya, sedangkan bulan berubah-ubah bentuknya sebagai perwujudan perubahan tempat kedudukannya (manzilah-manzilah) dalam sistem bumi-bulan-matahari. Kini sains bisa mengungkapkan sifat gerak dan sumber cahaya bulan dan matahari.

Gerak harian bulan dan matahari, terbit di Timur dan terbenam di Barat, hanya merupakan gerak semu. Karena sesungguhnya bumilah yang bergerak. Bumi berputar pada porosnya sekali dalam sehari sehingga siang dan malam silih berganti dan benda-benda langit pun tampak terbit dan terbenam, seperti hanya bulan dan matahari. Sesungguhnya gerak yang terjadi bukan hanya bumi yang berputar pada porosnya, tetapi juga bulan dan matahari beredar pada orbitnya. Bulan mengorbit bumi, sementara bumi mengorbit matahari, dan matahari pun tidak diam, tetapi bergerak juga mengorbit pusat galaksi. Cahaya matahari berasal dari reaksi nuklir di intinya, sedangkan bulan berasal dari pantulan cahaya matahari. Efek gabungan sudut datang cahaya matahari dan sudut tampak dari permukaan bumi menyebabkan bulan tidak selalu tampak bulat, tetapi berubah-ubah dari bentuk sabit ke purnama yang bulat, dan kembali lagi ke sabit tipis seperti pelepah kering.

Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam, Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan. Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah ia seperti bentuk pelepah yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang, dan masingmasing beredar pada garis edarnya. (QS Yaasiin: 37-40).

Walau tampak matahari dan bulan berjalan pada jalur yang sama, tidak mungkin keduanya bertabrakan atau saling mendekat secara fisik, karena orbitnya memang berbeda. Perjumaan bulan dan matahari saat gerhana matahari hanyalah ketampakkannya, ketika matahari tampak terhalang oleh bulan yang berada di antara matahari dan bumi. Dan pada saat gerhana bulan, bulan dan matahari berada pada posisi yang berseberangan sehingga cahaya matahari yang mestiny mengenai bulan, terhalang oleh bumi. Bulan purnama menjadi gelap karena bayangan bumi.

Bentuk sabit bulan selama perubahan manzilah-manzilah (fase-fase) bulan menunjukkan bahwa bulan itu berbentuk bulat. Lengkungan sabit dibentuk oleh lengkungan bulan yang berbentuk seperti bola. Lalu mengapa pada saat gerhana bulan terlihat juga bentuk lengkungan selama proses gerhana sebagian? Lengkungan kegelapan gerhana itu menjadi bukti bahwa bumi kita juga bulat. Karena sesungguhnya pada saat terjadi gerhana bulan, bayangan bumilah yang menutupi permukaan bulan. Lengkungan pada saat gerhana tidak terlalu melengkung karena lingkaran bayangan bumi di bulan beberapa kali lebih besar dari lingkaran piringan bulan.

Banyak aspek bisa kita pelajari dari gerhana bulan. Tingkat kegelapan saat gerhana bulan juga menjadi indikator kualitas atmosfer yang bayangannya tampak pada peralihan terangnya purnama dan gelapnya bayangan bumi. Bila cahayanya jernih putih kekuningan dan batas antara gelap dan terang terlihat sangat nyata, itu mengindikasikan atmosfer bumi relatif bersih dari debu. Namun bila ada debu letusan gunung berapi yang cukup tebal, maka pada proses gerhana sebagian akan tampak warnanya kemerahan sampai hitam dengan batas gelap-terang yang baur.

Sains menjelaskan fenomena yang sesungguhnya. Sains menghilangkan mitos dan meneguhkan keyakinan akan kekuasaan Allah. Gerhana kita ambil hikmahnya, bahwa Allah menunjukkan kebesaran-Nya dan kekuasaan-Nya dengan fenomena itu. Keteraturan yang luar biasa yang Allah ciptakan memungkinkan manusia menghitung peredaran bulan untuk digunakan dalam perhitungan waktu dan digunakan untuk memprakirakan gerhana. Mari kita buktikan bahwa gerhana malam ini akan bermula pukul 01.23 dan akan berakhir pukul 05.02 WIB. Proses gerhana total akan berlangung dari pukul 02.22 04.03 WIB. Ketika kita menyaksikan kebenaran prakiraan sains, bukan kebanggaan intelektual yang kita tunjukkan melainkan ungkapan:

Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau (dari segala kekurangan), maka (ampunilah segala kesalahan penjelahahn intelektual kami dan) peliharalah Kami dari siksa neraka.

Profesor Riset Astronomi-Astrofisika LAPAN

http://nasional.vivanews.com/news/read/121503-ini_mitos_seputar_gerhana Ini Mitos Seputar Gerhana Gerhana diyakini menimbulkan aura negatif. Tapi konon, Columbus diselamatkan oleh gerhana. Jum'at, 15 Januari 2010, 12:47 WIB Elin Yunita Kristanti Gerhana Matahari Terlama (AP Photo/Xinhua, Huang Shengang) BERITA TERKAIT

Ini 22 Kota yang Bisa Amati Gerhana Matahari Empat Jenis Gerhana Matahari India Luncurkan Roket Khusus Amati Gerhana Jangan Tatap Langsung Matahari Siang Ini Tatap Gerhana Matahari dari Tiga Teleskop

VIVAnews - Meski para astronom India melakukan langkah maju dengan meluncurkan sejumlah roket ke angkasa untuk menyelidiki gerhana. Namun, itu tak bisa menyingkirkan mitos yang terlanjur beredar.

Hampir semua kuil di India hari ini, Jumat 15 januari 2010, menutup pintunya rapatrapat selama terjadinya gerhana matahari.

Salah seorang pendeta kuil Hindu mengatakan penutupan kuil untuk mengusir energi negatif yang diakibatkan gerhana matahari.

"Saat gerhana terjadi, dipercaya bumi akan diselubungi kegelapan. Gerhana menciptakan medan energi negatif. Selain itu, kuman-kuman di atmosfer menjadi aktif, level kontaminasi kuman itu juga akan meningkat drastis," kata pendeta Kuil

Lakshmi-Narayan, Mukesh Kothari, seperti dimuat laman Times of India, Jumat 15 Januari 2010.

Mitos gerhana matahari di India juga ramai dibicarakan saat negeri itu mengalami gerhana matahari total, Rabu 28 Juli 2009.

Saat itu, para ahli nujum India memprediksikan, kekerasan dan kekacauan akan melanda seluruh dunia karena kepercayaan tahayul mereka sebagai akibat dari gerhana matahari total.

Dalam mitos Hindu, dua setan Rahu dan Ketu diyakini menelan matahari selama terjadinya gerhana. Wanita-wanita hamil disarankan tetap berada dalam rumah selama gerhana berlangsung untuk menghindari bayi mereka terlahir tak cacat. Doa-doa, puasa dan mandi ritual dianjur untuk dilakukan di sungai-sungai suci.

Mitos soal gerhana matahari bukan hanya milik India.

Di tanah Jawa beredar mitos bahwa Raksasa Betara Kala atau Rahu menelan matahari karena dendamnya pada Sang Surya (matahari), menyebabkan terjadinya gerhana.

Di China, orang percaya bahwa seekor naga langit membanjiri sungai dengan darah lalu menelannya. Sampai abad ke 19, orang China biasa membunyikan petasan untuk menakut-nakuti sang naga.

Sementara, suku Indian juga percaya bahwa seekor naga lah yang membuat gerhana bulan. Mereka lalu menyembah sang naga dengan berendam sampai sebatas leher.

Di negeri matahari terbit, Jepang, orang percaya bahwa waktu gerhana ada racun yang disebarkan ke bumi. Dan untuk menghindari air di bumi terkontaminasi racun, mereka menutupi sumur-sumur mereka.

Mitos gerhana juga menyebar ke Eropa. Dikabarkan, Raja Louis dari Perancis wafat setelah mengamati gerhana di tahun 840. Konon ia begitu bingung saat kegelapan selama 5 menit dan meninggal karena begitu takut.

Ada lagi cerita menarik soal gerhana bulan. Cerita ini melibatkan sang penemu Benua Amerika, Columbus.

Christopher Columbus Seperti dimuat laman Live Science, konon gerhana bulan lah yang menyelamatkan Columbus di Jamaica.

Saat itu, perbekalan pasukan Columbus makin menipis, penduduk lokal enggan membagi bahan makanan milik mereka.

Dengan berbekal almanak buatan Regiomontanus, Columbus mengetahu bahwa pada 29 Februari 1504 akan terjadi gerhana bulan total.

Kepada pemimpin lokal, dia mengatakan bahwa Tuhan marah pada masyarakat lokal karena mereka tak mau memberikan bahan makanan mereka. Caranya, dengan melenyapkan bulan.

Benar saja, bulan lenyap dari langit. Beberapa saat kemudian, bulan muncul dengan bentuknya yang mengerikan, merah seperti darah.

Penduduk asli pun ketakutan dan menganggap apa yang dikatakan Columbus terbukti. Dari segala arah, penduduk mendatangi kapal Columbus, menyembahnyembah, dan mempersembahkan bahan makanan, dengan harapan Tuhan tak lagi marah dan mengembalikan kondisi bulan.

http://floetara.blogspot.com/2011/06/sebuah-cerita-mitos-gerhana-bulan.html Sebuah Cerita Mitos Gerhana Bulan 08:17 | Posted by joe | Alkisah Prabu Kalarau, seorang raja siluman raksasa sakti mandraguna yang menguasai jagat Anantariksa sedang mencoba mencari tirta kehidupan (tirta amerta) yang konon bermanfaat mampu menghidupkan orang yang telah meninggal. Dan juga menjadikan hidupnya kekal sepanjang mas. Air suci tersebut hanya dimiliki oleh para Dewa. Dengan cara bersembunyi dikegelapan malam, raja gandarwa itu menantikan saat-saat lengahnya para Dewa. Hingga pada suatu ketika keinginannya tersebut berhasil terlaksana. Ketika para Dewa sedang lengah, dengan tergesa ia mengambil tirta amerta dan meminumnya. Namun baru seteguk dan belum sempat menelannya, Bhatara Candra memergokinya. Kalarahu pun kabur dan Bhatara Candra mengejarnva hingga akhirnya Kalarahu bersembunyi, tetapi tempat persembunyian itupun diketahui oleh Bhatara Candra yang kemudian melaporkan seluruh kejadian tersebut kepada Bhatara Guru.

Bhatara Guru segera memerintahkan Bhatara Wisnu untuk memburu Kalarahu, dengan bersenjatakan cakra akhirnya Bhatara Wisnu mampu mengalahkan raja siluman itu yang kemudian memenggal kepalanya, dan tubuhnya terhempas jatuh ke bumi. Potongan tubuh kalarahu selanjutnya menjelma menjadi sebuah lesung penumbuk padi, sedangkan potongan kepalanya yang tetap hidup, melayang-layang di angkasa karena ia telah sempat meminum seteguk air kehidupan(tirta amerta).

Sejak saat itu, Prabu Kalarahu merasa dendam kepada Bhatara Candra. Ia yang kini hanya berwujud potongan kepala tanpa badan itu selalu mengintai hendak memangsa Bhatara Candra. Sampai saat ini, sebagian masyarakat pedesaan di Pulau Jawa dan Pulau Bali mempercayai sebuah mitos bahwa bila terjadi gerhana bulan, mereka pun beramai-ramai menabuh lesung kayu dengan pukulan alu bertalu. Hal ini berkaitan dengan mitologi tentang Prabu Kalarahu ini, masyarakat berpendapat Prabu Kalarahu akan takut bilamana mendengar bunyi lesung di tabuh.

Para ahli mitologi menduga, tokoh Kalarahu ini ada kaitannya dengan mitologi kuna mesir. Nama Kalarahu berasal dari nama Ra'u, Ra'wi, Ra'dite, yang dalam bahasa Sanskerta berarti Matahari. Sedangkan sebutan Rahu ini besar kemungkinan berasal dari Dewa Ra'- yakni Dewa Matahari pada mitologi Mesir Kuno.

Anda mungkin juga menyukai