Anda di halaman 1dari 5

Nama : I Ketut Anom Widyantara Eka Dana Weka Mona NIM : H1A 006017

Kasus 1 Seorang laki-laki, usia 67 tahun datang ke UGD karena keluhan badan lemas sejak 1 minggu terakhir. Mengalami mual, tidak muntah. Memiliki riwayat carcinoma cell of larynx, telah menjalani operasi dan trakeostomi dan jejunostomy tube. Satu minggu yang dia mengalami kecelakaan dan fraktur pada jari kelingkingnya. Pada pemeriksaan laboraotorium rutin didapatkan hasil : WBC 11.100/mcl (63% PMN, 12% basophil, 2% metamyelocyte, 4% monocytes, 19 % lymphocytes), Hb 8,4 g/dl, HCT 26,3% MCV 85 mcm3. Satu bulan yang lalu Hb 12 g/dl dengan normal WBC. a. Kemungkinan different diagnosis? b. data tambahan maupun pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis? c. Penatalaksanaan pada kasus tersebut? Jawaban : a. Kemungkinan different diagnosis Komplikasi pasca radioterapi. Keganasan pada sel darah (Leukemia) Infeksi pasca jejunostomi Kekambuhan Ca Laring

b. Data tambahan maupun pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis Berapa lama dilakukan radioterapi pada pasien Riwayat kemerahan pada kulit pada saat radioterapi Apakah ada penurunan berat badan Apakah ada penurunan nafsu makan Apakah ada kontraktur atau fraktur tulang patologis Apakah ada kerontokan rambut Apakah suara pasien menjadi serak Apakah ada dispneu dan stridor Apakah ada nyeri tenggorokan Apakah ada disfagia

Apakah ada batuk dan hemoptisis Apakah ada nyeri alih ke telinga Apakah ada pembesaran kelenjar getah bening pada leher Apakah ada nyeri tekan laring Pemeriksaan radiologi (foto thoraks untuk melihat apakah ada metastasis Ca Laring) CT scan Apakah ada kelainan pada saluran cerna Apakah ada riwayat anemia pada pasien ini

c. Penatalaksanaan pada kasus ini Panatalaksanaan untuk fraktur kelingking berupa perawatan luka dan pemberian antibiotik untuk infeksi pasca jejunostomi Jika ada kekambuhan dari Ca Laring, maka dilanjutkan untuk kemoterapi, operasi atau radioterapi tergantung stage dari Ca Laring pada pasien tsb.

Kasus 2 Seorang wanita, 28 tahun, G3P2002 pada usia kehamilan 38 minggu datang ke klinik atas rujukan teman sejawat. Dari anamnesa didapatkan pasien tidak rutin melakukan pemeriksaan kehamilan. Tidak memiliki riwayat komplikasi kehamilan sebelumnya. Pada pemeriksaan didapatkan tekanan darah 102/66, didapatkan urine dipstick negatif untuk protein dan glukosa, denyut jantung 154 kali / menit, dan tiinggi fundus uteri 44 cm. Pada persalinan sebelumnya didapatkan berat 8,8 dan 9,6 pounds. Selama kehamilan ini, hasil pemeriksaan laboratorium adalah normal, dan GDS 137 pada usia kehamilan 28 minggu. a. Data tambahan maupun pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada kasus tersebut? b. Apakah kemungkinan yang terjadi pada kasus di atas? c. Apakah evaluasi terbaik yang akan anda lakukan? d. Pada kasus dimana seorang ibu memiliki HIV positif, apakah penatalaksanaan yang anda lakukan? Jawaban : a. Data tambahan maupun pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada kasus tersebut: data tambahan yang diperlukan adalah sebagai berikut :

Anamnesis : Riwayat obstetrik dan ginekologik: Bagaimanakah proses persalinan sebelumnya? Adakah penyulit? Berapa kadar GDS, GDP, dan GD2PP pada kehamilan sebelumnya? Bagaimana keadaan bayi yang lahir sebelumnya, terdapat kelainan?

Pemeriksaan fisik: Vital sign (Tekanan darah, Nadi, Respiratori Rate) BB dan TB ibu Pemeriksan leopold Pemeriksaan DJJ dengan doppler Pemeriksaan dalam

Pemeriksaan penunjang : USG janin Pemeriksaan kadar glukosa darah (GDS, GDP, GD2PP) b. Kemungkinan yang terjadi pada kasus di atas : Pada anamnesis, didapatkan ibu G3P202 (G3P2A0H2), ibu berada pada usia kehamilan 38 minggu (termasuk kehamilan aterm). Interpretasi hasil pemeriksaan sebagai berikut. Tekanan darah 102/66 mmHg, menunjukkan ibu hipotensi. Urine dipstik negatif untuk protein dan glukosa, menunjukkan proteinuria (-), glukosuria (-), menunjukkan fungsi ginjal ibu masih baik. Denyut jantung bayi 154 kali / menit, menunjukkan adanya peningkatan djj, karena mendekati aterm djj bayi 120-140 kali per menit. TFU 44 cm pada usia kehamilan 38 minggu, TFU normal adalah 33 cm. Adanya peningkatan TFU dapat disebabkan bayi berukuran lebih dari normal. Pada persalinan sebelumnya didapatkan berat bayi 8,8 pound (3,9 kg) dan 9,6 pounds (4,35), menunjukkan bayi sebelumnya memiliki ukuran lebih dari normal (makrosomia). GDS pada usia kehamilan 28 minggu adalah 137 mg/dl, hal ini menunjukkan belum pasti DM, karena DM ditegakkan apabila kadar glukosa darah sewaktu melebihi 200 mg%. Jika didapatkan nilai di bawah 100 mg% berarti bukan DM dan bila nilainya diantara 100200 mg% belum pasti DM.

Pada kasus tersebut, kemungkinan yang terjadi adalah bayi makrosomia. Hal ini dapat disebabkan adanya diabetes gestasional pada ibu. Sebagian kehamilan ditandai dengan adanya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, yang pada beberapa perempuan akan menjadi faktor predisposisi untuk terjadinya DM selama kehamilan. Perubahan metabolik terjadi pada kehamilan normal sebagai respons terhadap peningkatan kebutuhan nutrien fetus dan ibu. Terdapat dua perubahan utama yang terlihat selama kehamilan, yakni resistensi insulin progresif yang dimulai menjelang pertengahan kehamilan dan kemajuannya hingga trimester ketiga pada level yang diperkirakan resistensi insulin juga terlihat pada individu dengan diabetes mellitus tipe 2. Resistensi insulin muncul sebagai hasil dari kombinasi peningkatan lemak ibu dan sekresi hormon plasenta (progesteron, cortisol, placental lactogen, prolactin, dan growth hormone). Fakta bahwa resistensi insulin secara cepat mengurangi percepatan persalinan mengesankan bahwa kontributor utama dari resistensi insulin ini adalah hormon plasenta. Perubahan kedua adalah kompensasi peningkatan sekresi insulin oleh sel beta pancreas untuk menangani resistensi insulin pada kehamilan. Sebagai hasilnya, kadar glukosa dalam sirkulasi dipertahankan pada keadaan normal. Apabila terdapat defek maternal pada sekresi insulin dan pada penggunaan glukosa maka diabetes mellitus gestasional akan muncul seiring hormon diabetogenik meningkat ke level puncaknya (Abourawi, Fathi. 2006). Kadar glukosa yang meningkat pada ibu hamil sering menimbulkan dampak yang kurang baik terhadap bayi yang dikandungnya. Bayi yang lahir dari ibu dengan DM biasanya lebih besar, dan bisa terjadi juga pembesaran dari organ-organnya (hepar, kelenjar adrenal, jantung). Segera setelah lahir, bayi dapat mengalami hipoglikemia karena produksi insulin janin yang meningkat, sebagai reaksi terhadap kadar glukosa ibu yang tinggi. Oleh karena itu, setelah bayi dilahirkan, kadar glukosanya perlu dipantau dengan ketat (Prawiroharjo, 2008). Untuk memastikannya diagnosis tersebut, diperlukan pemeriksaan yang lebih lanjut. c. Evaluasi terbaik yang akan dilakukan Pasien yang didiagnosis menderita gestasional diabetes harus memonitor kadar glukosa mereka, berolahraga, dan melaksanakan konseling nutrisi dengan tujuan mempertahankan normoglikemia. Sasaran terapi yang umumnya diterima adalah untuk menjaga kadar gula plasma puasa kurang dari 95 mg/dl hingga 150 mg/dl (5,3 5.8 mmol per L); ambiguitas (misalnya, interval) disebabkan data yang tidak sempurna. Sasaran terapi pada

porstprandial adalah menjaga agar kadar glukosa plasma puasa kurang dari 140 mg/dl (7,8 mmol per L) pada jam pertama dan kurang dari 120 mg/dl (6,7 mmol per L) pada jam kedua. Pasien yang tidak berhasil mencapai sasaran tersebut dengan diet sebaiknya memulai terapi insulin. Pada pasien yang kadra glukosa darahnya terkontrol dengan baik, tidak diperlukan percepatan persalinan sebelum usia gestasi 40 minggu. Pada pasien yang membutuhkan insulin atau memiliki komplikasi lain yang komorbid, waktu yang tepat untuk memulai skrining antenatal dengan uji non stress dan indeks cairan amnion pada usia kehamilan 32 minggu (Turok, David K. Et al. 2003). d. Pada kasus dimana seorang ibu memiliki HIV positif, apakah penatalaksanaan yang anda lakukan? Manajemen ibu hamil penderita AIDS menuntut pengetahuan kita apakah seorang ibu hamil seropositif tanpa gejala atau dengan gejala. Seyogyanya setiap ibu hamil mendapatkan langkah-langkah penatalaksaan sebagai berikut. 1. Identifikasi resiko tinggi, yaitu pemakai narkotik intarvena, pasangan seksualnya pemakai narkotik intarvena, biseksual dengan HIV positif, penderita PHS, mempunyai pekerjaan sebagai WTS. 2. Dilakukan pemeriksaan darah terhadap HIV. 3. Diberi peningkatan pengetahuan tentang AIDS 4. Konseling masalah AIDS 5. Pencegahan sumber infeksi Bila telah terdiagnosis adanya AIDS, perlu pula dilakukan pemeriksaan adakah infeksi PHS lainnya, seperti gonrrea, chlamydia, hepatitis, herpes, ataupun infeksi toksoplasma, CMV, tuberkulosis, dll. (Prawiroharjo, 2008).

Anda mungkin juga menyukai