Anda di halaman 1dari 8

1. Ruang lingkup evaluasi 2. Model evaluasi Beberapa model-model evaluasi dikemukakan oleh Arifin (2010:74-83) sebagai berikut : 1.

Model Tyler Model ini dibangung atas dua dasar pemikiran. Pertama, evaluasi ditujukan pada tingkah laku peserta didik. Kedua, evaluasi harus dilakukan pada tingkah laku awal peserta didik sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran dan sesudah melaksanakan kegiatan pembelajaran (hasil). Penggunaan model Tyler memerlukan informasi perubahan tingkah laku terutama pada saat sebelum dan sesudah terjadinya pembelajaran. Model Tyler disebut jugamodel black box karena model ini sangat menekankan adanya tes awal dan tes akhir. Ada tiga langkah pokok yang harus dilakukan, yaitu menentukan tujuan pembelajaran yang akan di evaluasi, menentukan situasi dimana peserta didik memperoleh kesempatan untuk menunjukkan tingkah laku yang berhubungan dengan tujuan, dan menentukan alat evaluasi yang akan dipergunakan untuk mengukur tingkah laku peserta didik. 2. Model yang Berorientasi Pada Tujuan Model evaluasi ini mengugunakan tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan. Model ini dianggap lebih praktis karena menentukan hasil yang diinginkan dengan rumusan yang dapat diukur. Tujuan model ini adalah membantu guru merumuskan tujuan dan menjelaskan hubungan antar tujuan dengan kegiatan. Kelebihan model ini terletak pada hubungan antara tujuan dengan kegiatan dan menekankan pada peserta didik sebagai aspek penting dalam program pembelajaran. Kekurangannya adalah memungkinkan terjadinya proses evaluasi melebihi konsekuensi yang tidak diharapkan. 3. Model Pengukuran Model ini sangat menitikberatkan pada kegiatan pengukuran. Pengukuran digunakan untuk menentukan kuantitas suatu sifat (atribute) tertentu yang dimiliki oleh objek, orang maupun peristiwa, dalam bentuk unit ukuran tertentu. Objek evaluasi dalam model ini adalah tingkah laku peserta didik, mencakup hasil belajar (kognitif), pembawaan, sikap, minat, bakat, dan juga aspek-aspek kepribadian peserta didik. 4. Model Kesesuaian

Menurut model ini, evaluasi adalah suatu kegiatan untuk melihat kesesuaian (congruence) antara tujuan dengan hasil belajar yang telah dicapai. Objek evaluasi adalah tingkah laku peserta didik, yaitu perubahan tingkah laku yang diinginkan pada akhir kegiatan pendidikan, baik yang menyangkut aspek kognif, afektif, maupun psikomotor. Model evaluasi ini memerlukan infomasi perubahan tingkah laku pada dua tahap, yaitu sebelum dan sesudah kegiatan pembelajaran. Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh dalam model evaluasi ini adalah merumuskan tujuan tingkah laku, menentukan situasi dimana peserta didik dapat memperlihatkan tingkah laku yang akan di evaluasi, menyusun alat evaluasi, dan menggunakan hasil evaluasi. 5. Educational System Evalu Ation Model Menurut model ini, evaluasi berarti membandingkan performance dari berbagai dimensi dengan sejumlah criterion, baik yang bersifat mutlak/intern maupun relative/ekstern. Model ini menekankan sistem sebagai suatu keseluruhan ini dan merupakan penggabungan dari beberapa model, yaitu : a. Model countenance. b. Model CIPP dan CDPP. c. Model Scriven. d. Model Provus. e. Model EPIC. f. Model CEMREL. g. Model Atkinson. 6. Model Alkin Menurut model ini evaluasi adalah suatu proses untuk menyakinkan keputusan, mengumpulkan informasi, memilih informasi yang tepat dan menganalisis informasi sehingga dapat disusun laporan bagi pembuat keputusan dalam meemilih alternative. 7. Model Brinkerhoff Pada model ini ada tiga jenis evaluasi disusun berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang sama, yaitu; a. Fixed vs Emergent Design b. Formative vs Summative Evaluation c. Desain eksperimental dan desain quasi eksperimental natural inquiry

8. Illminative Model Model ini lebih menekankan pada evaluasi kualitatif-terbuka. Kegiatan evaluasi dihubungakan dengan learning milieu, dalam konteks sekolah sebagai lingkungan material dan psikososial, dimana guru dan peserta didik dapat berinteraksi. Hasil evaluasi lebih bersifat deskriptif dan interpretasi, bukan pengukuran dan prediksi. Model ini lebih banyak menggunakan judgement. Objek evaluasi model ini mencakup latar belakang dan perkembangan sistem pembelajaran, proses pelaksanaan sistem pembelajaran, hasil belajar peserta didik, kesukaran-kesukaran yang dialamidari rencana sampai dengan pelaksanaan, termasuk efek samping dari sistem pembelajaran itu sendiri. Berdasarkan tujuan dan pendekatan evaluasi dalam model ini, maka ada tiga fase evaluasi yang harus ditempuh, yaitu observe, inquiry, dan seek to expalain. 9. Model Responsif Model ini menekankan pada pendekatan kualitatif-naturalistik. Tujuan evaluasi adalah untuk memahami semua komponen program pembelajaran melalui berbagai sudut pandang yang berbeda. Langkah-langkahh kegiatan evaluasi meliputi obsevasi, merekan hasil wawancara, mengumpulkan data, mengecek pengetahuan awal peserta didik, dan mengembangkan desain atau model. 3. Evaluasi masukan ( Input Evaluluation ) Tahap kedu dari model CIPP adalah evaluasi input, atau evaluasi masukan. Menurut Eko Putro Widoyoko, evaluasi masukan membantu mengatur keputusan, menentukan sumbersumber yang ada, alternative apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai tujuan, dan bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya. Komponen evaluasi masukan meliputi : 1) Sumber daya manusia, 2) Sarana dan peralatan pendukung, 3) Dana atau anggaran, dan 4) Berbagai prosedur dan aturan yang diperlukan. Dalam hal ini pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan pada tahap evaluasi masukan ini adalah : a) Apakah makanan yang diberikan kepada siswa berdampak jelas pada perkembangan siswa ?

b) Berapa orang siswa yang menerima dengan senang hati atas makanan tambahan itu ? c) Bagaimana reaksi siswa terhadap pelajaran setelah menerima makanan tambahan ? d) Seberapa tinggi kenaikan nilai siswa setelah menerima makanan tambahan ? Menurut Stufflebeam sebagaimana yang dikutip Suharsimi Arikunto, mengungkapkan bahwa pertanyaan yang berkenaan dengan masukan mengarah pada pemecahan masalah yang mendorong diselenggarakannya program yang bersangkutan. 4. Evaluasi proses Worthen & Sanders (1981 : 137) dalam Eko Putro Widoyoko menjelaskan bahwa, evaluasi proses menekankan pada tiga tujuan : 1) do detect or predict in procedural design or its implementation during implementation stage, 2) to provide information for programmed decision, and 3) to maintain a record of the procedure as it occurs . Evaluasi proses digunakan untuk menditeksi atau memprediksi rancangan prosedur atau rancangan implementasi selama tahap implementasi, menyediakan informasi untuk keputusan program dan sebagai rekaman atau arsip prosedur yang telah terjadi. Evaluasi proses meliputi koleksi data penilaian yang telah ditentukan dan diterapkan dalam praktik pelaksanaan program. Pada dasarnya evaluasi proses untuk mengetahui sampai sejauh mana rencana telah diterapkan dan komponen apa yang perlu diperbaiki. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto, evaluasi proses dalam model CIPP menunjuk pada apa (what) kegiatan yang dilakukan dalam program, siapa (who) orang yang ditunjuk sebagai penanggung jawab program, kapan (when) kegiatan akan selesai. Dalam model CIPP, evaluasi proses diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan didalam program sudah terlaksana sesuai dengan rencana. Oleh Stufflebeam diusulkan pertanyaan-pertanyaan untuk proses sebagai berikut : a) Apakah pelaksanaan program sesuai dengan jadwal ? b) Apakah staf yang terlibat didalam pelaksanaan program akan sanggung menangani kegiatan selama program berlangsung dan kemungkinan jika dilanjutkan ?

c) Apakah sarana dan prasarana yang disediakan dimanfaatkan secara maksimal ? d) Hambatan-hambatan apa saja yang dijumpai selama pelaksanaan program dan kemungkinan jika program dilanjutkan ? 5. Evaluasi hasil Sax (1980 : 598) dalam Eko Putro Widoyoko memberikan pengertian evaluasi produk/hasil adalah to allow to project director (or techer) to make decision of program . Dari evaluasi proses diharapkan dapat membantu pimpinan proyek atau guru untuk membuat keputusan yang berkenaan dengan kelanjutan, akhir, maupun modifikasi program. Sementara menurut Farida Yusuf Tayibnapis (2000 : 14) dalam Eko Putro Widoyoko menerangkan, evaluasi produk untuk membantu membuat keputusan selanjutnya, baik mengenai hasil yang telah dicapai maupun apa yang dilakukan setelah program itu berjalan. Dari pendapat diatas maka dapat ditarik kesimpuan bahwa, evaluasi produk merupakan penilaian yang dilakukan guna untuk melihat ketercapaian/ keberhasilan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Pada tahap evaluasi inilah seorang evaluator dapat menentukan atau memberikan rekomendasi kepada evaluan apakah suatu program dapat dilanjutkan, dikembangkan/modifikasi, atau bahkan dihentikan. Pada tahap evaluasi ini diajukan pertanyaan evaluasi sebagai berikut : a) Apakah tujuan-tujuan yang ditetapkan sudah tercapai ? b) Pernyataan-pernyataan apakah yang mungkin dirumuskan berkaitan antara rincian proses dengan pencapaian tujuan ? c) Dalam hal apakah berbagai kebutuhan siswa sudah dapat dipenuhi selama proses pemberian makanan tambahan (misalnya variasi makanan, banyaknya ukuran makanan, dan ketepatan waktu pemberian) ? d) Apakah dampak yang diperoleh siswa dalam waktu yang relatif panjang dengan adanya program makanan tambahan ini ?

6. Desain evaluasi Penyusunan desain evaluasi program merupakan langkah pertama dan menyangkut aspek perencanaan. Di dalam tahap perencanaan ini diuraikan garis garis besar mengenai hal hal lain yang berkaitan dengan kegiatan evaluasi tersebut. Evaluasi program merupakan pelayanan bantuan kepada pelaksana program untuk memberikan input bagi pengambilan keputusan tentang kelangsungan program tersebut. Oleh karena itu, maka pelaksana evaluasi program harus memahami seluk beluk program yang dinilai. 1. Pengambilan keputusan mengeluarkan kebijakan mengenai pelaksanaan suatu program. 2. Kepala Sekolah menunjuk evaluator program (dapat dari bagian dalam pengelola ataupun orang luar dari program) untuk melaksanakan evaluasi program setelah melaksanakan selama jangka waktu tertentu. 3. Penilai program melaksanakan kegiatan penilaiannya, mengumpulkan data, menganalisis dan menyusun laporan. 4. Penilai program menyampaikan penernuannya kepada pengelola program. Adapun komponen komponen evaluasi program, sebagai berikut: 1. Tujuan yang ditetapkan oleh pengambil keputusan dan diberitahukan kepada pelaksana program. 2. Kegiatan semua aktifitas yang dilakukan untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, kegiatan harus relevan benar dengan tujuan 3. Sarana fasilitas penunjang kegiatan 4. Person pelaksana kegiatan 5. Hasil keluaran sebagai akibat dari kegiatan, Efektifitas program ditentukan oleh sejauh mana hasil ini telah mendekati tujuan. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan seorang evaluator dalam penyusunan desain evaluasi program. Sebelum evaluator menyusun desain terlebih dahulu harus mengetahui betul apa tugasnya. Secara garis besar terdapat tiga hal yang harus ditangani oleh seorang evaluator, yaitu : 1. Keberhasilan pencapaian tujuan:

2. Tujuan program, yang dirumuskan oleh pengembang program. 3. Proses yang terjadi dalam program, meliputi kegiatan, sarana penunjang dan personil pelaksana program. Objektif dan Cermat 7. Langkah penyusunan desain 8. Kriteria Evaluator 9. Benefit Monitoring and Evaluation
Sistem Evaluasi dan Monitoring Benefit atau biasa disebut sebagai Benefit Monitoring and Evaluation (BME) adalah kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap suatu program atau proyek dalarn rangka mengetahui sejauh mana program atau proyek tersebut memberikan manfaat sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan. Salah satu pihak yang mempromosikannya adalah ADB (ASIAN DEVELOPMENT BANK). BME dirnaksudkan untuk menghimpun berbagai informasi berkaitan dengan impact sebuah proyek dan atau nilai guna (benefit). Monitoring dan evaluasi dinilai sebagai himpunan kegiatan penting yang memungkinkan para pihak (stakeholders) untuk mernperkirakan perkembangan sebuah proyek selama kegiatannya termasuk di dalamnya adalah intervensi intervensi tentang keberhasilan atau kegagalan. Monitoring meliputi pengumpulan data selama pengembangan bila intervensi diberlakukan. Evaluasi yang dilakukan dapat berbentuk formative atau summative. Evaluasi formative digunakan untuk membantu peserta dalam belajar dari pengalaman dan perubahan tindakan yang terjadi. Adapun evaluasi summative digunakan untuk mengembangkan gagasan dari keseluruhan impact yang timbul dalam mencapai keputusan tertentu. Evaluasi yang dilakukan juga dapat dipandang secara subyektif atau obyektif, dapat pula menggunakan indikator kualitatif atau kuantitatif. Indikator kualitatif misalnya persepsi tentang inequality, derajat ketidakamanan pangan/food insecurity, persepsi tentang kekuatan dan kelemahan. Adapun Indikator kuantitatif misalnya pendapatan, belanja dan tabungan, tingkat produksi pertanian, stok populasi ternak. Dengan kata lain, kegiatan evaluasi dan monitoring benefit terhadap suatu program atau proyek dilakukan secara komprehensif dan dinamis, mencakup pengkajian berbagai komponen input, process, output (hasil) dan outcome (dampak) dari program atau proyek yang dilaksanakan. Dari hasil pengkajian terhadap seluruh kornponen tersebut diharapkan dapat diketahui seberapa

jauh manfaat suatu program atau proyek, dibandingkan dengan tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Namun, terdapat tiga area kesulitan yang menurut Eric Diggest sering terjadi dalam supervisi dan pengendalian pada pendidikan tinggi, yaitu : 1. Ukuran, pengalaman inventory, chek list, hasil riset yang tak sepadan dapat melernahkan reliabilitas dan validitas. 2. Trainee bidang konseling bebas untuk mengembangkan kernampuan konseling tetapi tidak mendapat gelar akadernik. 3. Para supervisor tidak dapat mengartikulasikan sasaran supervisi yang diinginkan oleh administratur pendidikan tinggi karena kurang menguasai teori supervisi. Hal yang menjadi penyebab di atas, dikarenakan BME itu sendiri terdiri dari tiga kegiatan yang berbeda, yaitu: 1. Persiapan dan analisis benchmark (baseline) informasi. Benchmark informasi meliputi info yang bersifat kualitatif dan kuantitatif tentang arti pentingnya karakter sosial ekonomi individu dan atau kelompok yang terkait dengan proyek. Informasi ini bermanfaat untuk merancang sebuah proyek agar sesuai dengan kebutuhan dan kemanfatannya bagi user/customer. 2. Monitoring benefit rneliputi penyampaian pelayanan, kapan dan bagaimana pelanggan memanfaatkannya, efek segera dari pelayanan yang disediakan melalui proyek. 3. Tiga Iangkah utama evaluasi benefit meliputi penyiapan TOR (terms of reference) untuk organisasi evaluasi, seleksi organisasi dan supervisi selama evaluasi beriangsung. Dalam bidang pendidikan, kegiatan benefit monitoring and evaluating telah banyak dilakukan di Indonesia, terutama terhadap program atau proyek yang selama ini sudah dilaksanakan seperti proyek pendidikan dasar atau Basic Education Project (BEP), baik di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional untuk tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah, dan di Iingkungan Departemen Agama untuk tingkat madrasah lbtidaiyah dan Tsanawiyah.

10. Ukuran2 non tekhnis dalam penilaian

Anda mungkin juga menyukai