BAB I PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang Esofagus berkembang ketika sepasang lipatan kranial pada usus depan bergerak turun, sedangkan satu lipatan kaudal (tunggal) bergerak untuk menyekat trakea dan esofagus, disertai dengan pemanjangan trakea dan esofagus. Esofagus mengangkut cairan dan makanan padat ke lambung, dan mencegah regurgitasi. Lapisan sel skuamosnya cocok untuk tujuan tersebut, namun lapisan ini rentan terhadap erosi akibat refluks isi lambung. (Arvin Klirgman Behrman, 1999) Diamati bahwa proses menelan telah terjadi di dalam uterus pada masa kehainilan 20 minggu. sedangkan mengisap serta menelan agaknya dikoordinasikan pada masa kehamilan 33-34 minggu. Bayi baru lahir cukup bulan mempunyai gerakan mengisap cepat, pendek yang diikuti dengan gerakan menelan. Dalam waktu beberapa han (atau beberapa minggu jika hayi prematur) bayi mampu menelan dan bernafas dengan cara yang teratur dan terkoordinasi selama gerakan mengisap yang lama. Gerakan menelan dimulai dengan naiknya bagian posterior lidah secara mendadak, yang kemudian mendorong segumpal makanan atau cairan ke arah faring posterior. Secara bersamaan laring superior dan anterior berpindah tempat. dan posisi epiglotis menjadi sedemikian rupa sehingga melindungi saluran udara laring; sementara itu nasofaring tertutup oleh palatum molle dan uvula. (Arvin Klirgman Behrman, 1999) Sfingter esofagus superior berelaksasi dan faring mendorong makanan ke dalam esofagus, sehingga timbul gelombang peristaltik pertama yang mendorong makanan ke dalam lambung. Gelombang kedua biasanya dimulai dengan distensi lokal dan berperan untuk mengosongkan esofagus dan sisa-sisa makanan atau isi lambung. Kedua gelombang ini mengosongkan esofagus dengan upaya berupa gerakan mendorong. Sebaliknya. gelombang-gelombang tidak mendorong adalah abnormal jika ada dalam jumlah yang besar, dan dapat disertai dengan nyeri dada. Sampai tiga sentimeter bagian distal esofagus telah meningkatkan tonus dan berperan sebagai sfingter esofagus bagian bawah yang mencegah refluks tetapi berelaksasi selama proses penelanan untuk memungkinkan makanan masuk ke dalam lambung. (Arvin Klirgman Behrman, 1999)
Evaluasi diagnostik meliputi pemeriksaan roenigenografi penelanan barium konvensional, yang dapat memperagakan adanya massa yang mengganggu di dalam lumen atau memperagakan adanya refluks gastroesofagus. Gambaran video esofagram dapat memberikan gambaran yang lebih baik perubahan pola menelan dan gerakan peristaltik esofagus. Pemeriksaan manometri esofagus memungkinkan mengevaluasi gelombang tekanan dalam esofagus, demikian juga perubahan tekanan pada sfingter esofagus bawah, yang menurun pada refluks esofagitis, dan meningkat pada akalasia. Scan radionuklid dapat mengevaluasi efisiensi peristaltik dalam membersihkan esofagus, dan dapat menguji adanya refluks dan aSpirasi. Pemantauan pH yang lama pada bagian distal esofagus merupakan uji yang sangat sensitif untuk adanya refluks asam lambung. Pemeriksaan endoskopi fiberoptik yang fleksibel memungkinkan untuk melakukan biopsi dan visualisasi esofagus tanpa anestesi umum; pemeriksaan ini mendeteksi dan mengambil benda asing. (Arvin Klirgman Behrman, 1999)
1.2
Tujuan dan Manfaat 1.Tujuan : a. Mengikuti Ujian Akhir Blok (UAB) b. Mampu menjelaskan tentang kelainan-kelainan pada esophagus.
2. Manfaat : Mengetahui dan memahami mengenai topik yang dibahas, seperti : a. Anatomi esofagus b. Fisiologi esofagus c. Kelainan-kelainan pada esofagus
II.1 Anatomi Esofagus Esofagus merupakan suatu organ silindris berongga dengan panjang sekitar 25cm dan diameter 2 cm, yang terbentang dari hipofaring hingga kardia lambung. Esofagus terletak di posterior jantung dan trakea, di anterior vertebrata, dan menembus hiatus diafragma tepat di anterior aorta. Esofagus terutama berfungsi menghantarkan bahan yang dimakan dari faring ke lambung. (Sjamsuhidayat, 2005) Pada kedua ujung esofagus terdapat otot sfingter. Otot krikofaringeus membentuk sfingter esofagus bagian atas dan terdiri atas serabut-serabut otot rangka. Bagian esofagus ini secara normal berada dalam keadaan tonik atau kontraksi kecuali pada waktu menelan. Sfingter esofagus bagian bawah, walaupun secara anatomis tidak nyata, bertindak sebagai sfingter dan berperan sebagai sawar terhadap refluks isi lambung ke dalam esofagus. Dalam keadaan normal sfingter ini menutup, kecuali bila makanan masuk ke dalam lambung atau waktu berdahak atau muntah.
Dinding esofagus seperti juga bagian lain saluran gastrointestinal, terdiri atas empat lapisan: mukosa, submukosa, muskularis, dan serosa (lapisan luar). Lapisan mukosa bagian dalam terbentuk dari epitel gepeng berlapis yang berlanjut ke faring di ujung atas, epitel lapisan ini mengalami perubahan mendadak pada perbatasan esofagus dngan lambung (garis Z) dan menjadi epitel toraks selapis. Mukosa esofagus dalam keadaan normal bersifat alkali dan tidak tahan terhadap isi lambung yang sangat asam. Lapisan sub mukosa mengandung sel-sel sekretori yang memproduksi mukus. Mukus mempermudah jalannya makanan waktu menelan dan melindungi mukosa dari cedera akibat zat kimia. Lapisan otot lapisan luar tersusun longitudinal dan lapisan dalam tersusun sirkular. Otot yang terdapat di 5% bagian atas esofagus adalah otot rangka, sedangkan otot di separuh bagian bawah adalah otot polos. Bagian di antaranya terdiri dari campuran otot rangka dan otot polos. Berbeda dengan bagian saluran cerna lainnya, tunika serosa (lapisan luar) esofagus tidak memiliki lapisan serosa ataupun selaput peritonium, melainkan lapisan ini terdiri atas jaringan ikat longgar yang menghubungkan esofagus dengan struktur-struktur yang berdekatan. Tidak adanya serosa menyebabkan semakin cepatnya penyebaran sel-sel tumor (pada kasus kanker esofagus) dan meningkatnya kmungkinan kebocoran setelah operasi. (Sjamsuhidayat, 2005) Persarafan utama esofagus dipasok oleh serabut-serabut simpatis dan parasimpatis dari sistem saraf otonom. Serabut parasimpatis dibawa oleh nervus vagus, yang dianggap sebagai saraf motorik esofagus. Fungsi serabut simpatis masih kurang diketahui. Selain persarafan ekstrinsik tersebut, terdapat jala-jala serabut saraf intramural intrinsik di antara lapisan otot sirkular dan longitudinal (pleksus Auerbach atau mienterikus), dan tapaknya berperan dalam pengaturan peristaltik esofagus normal. Jala-jala saraf intrinsik kedua (pleksus Meissner) terdapat di sub mukosa saluran gastrointestinal, tetapi agak tersebar dalm esofagus. (Sjamsuhidayat, 2005) Fungsi sistem saraf enterik tidak bergantung pda saraf-saraf ekstrinsik. Stimulasi sistem simpatis dan parasimpatis dapat mengaktifkan atau mnghambat fungsi gastrointestinal. Ujung saraf bebas dan perivaskular juga ditemukan dalam submukosa esofagus dan ganglia mienterikus. Ujung saraf ini dianggap berperan sebagai mekanoreseptor, termoosmo, dan kemoreseptor menerima rangsangan mekanis seperti
sentuhan, dan keoreseptor menerima rangsangan kimia dalam esofagus. Reseptor termo-osmo dapat dipengaruhi oleh suhu tubuh, bau, dan perubahan tekanan osmotik. Distribusi darah ke esofagus mengikuti pola segmental. Bagian atas disuplai oleh cabang-cabang arteria tioidea inferior dan sublavia. Bagian tengah disuplai ole cabang-cabang segmental aorta dan arteria bronkiales, sedangkan bagian
subdiafragmatika disuplai oleh arteria gastrika sinistra dan frenika inferior. Aliran darah vena juga mengikuti pola segmental. Vena esofagus daerah leher mengalirkan darah ke vena azigos dan hemiazigos, dan dibawah diafragma vena esofagus masuk ke dalam vena gastrika sinistra. Hubungan antara vena porta dan vena sistemik memungkinkan pintas dari hati pada kasus hipertensi porta. Aliran kolateral melalui vena esofagus menyebabkan terbetuknya varises esofagus (vena varikosa esofagus). Vena yang melebar ini dapat pecah, menyebabkan perdarahan yang bersifat fatal. Komplikasi ini sering terjadi pada penderita sirosis hati.
II.2 Fisiologi esofagus Fungsi utama esofagus adalah menyalurkan makanan dan minuman dari mulut ke lambung. Proses ini dimulai dengan pendorongan makanan oleh lidah ke belakang. Penutupan glotis dan nasofaring, serta relaksasi sfingter faring esofagus. Proses ini diatur oleh otot serang lintang di daerah faring. Di dalam esofagus, makanan turun ke peristaltik primer dan gaya berat terutama untuk makanan padat dan setengah padat, serta peristaltik ringan. Makanan dari esofagus masuk ke dalam lambung karena relaksasi sfingter esofagus karsia. Setelah makanan masuk ke lambung, tonus sfingter ini kembali ke keadaan semula sehingga mencegah makanan masuk kembali ke esofagus. Proses muntah terjadi karena tekanan di dalam rongga perut dan lambung meningkat serta terjadi relaksasi sementara sfingter esofagokardia sehingga secara refleks makanan dan cairan dari dalam lambung dan esofagus naik ke faring dan dikelurakan melalui mulut. (Sjamsuhidayat, 2005)
Menelan Menelan merupakan suatu aksi fisiologis kompleks ketika makanan atau cairan berjalan dari mulut ke lambung. Menelan merupakan rangkain gerakan otot yang sangat terkoordinasi, dimulai dari pergerakan voluntar lidah dan diselesaikan dengan serangkaian refleks dalam faring dan esofagus. Bagian aferen refleks ini merupakan serabut-serabut yang terdapat dalam saraf V, IX, dan X. Pusat menelan atau deglutisi terdapat pada medula oblongata. Dibawah koordinasi pusat ini, impuls-impuls berjalan ke luar dalam rangkaian waktu yang sempurna melalui saraf kranial V, X, dan XII menuju ke otot-otot lidah, faring, laring dan esofagus. (Sjamsuhidayat, 2005)
Walaupun menelan merupakan suatu proses yang kontinyu, tetapi terjadi dalam tiga fase oral, faringeal, dan esofageal. Pada fase oral, makanan yang telah dikunyah oleh mulut disebut bolus didorong ke belakang mengenai dinding posterior faring oleh gerakan voluntar lidah. Akibat yang timbul dari peristiwa ini adalah rangsangan gerakan refleks menelan. (Sjamsuhidayat, 2005) Pada fase faringeal, palatum mole dan uvula bergerak secara refleks menutup ronggs hidung. Pada saat yang sama, laring terangkat dan menutup glotis, mencegah makanan memasuki trakea. Kontraksi otot konstriktor faringeus mendorong bolus melewati epiglotis menuju ke faring bagian bawah dan memasuki esofagus. Gerakan retroversi epiglotis di atas orifisium laring akan melindungi saluran pernapasan, tetapi terutama untuk menutup glotis sehingga mencegah makanan memasuki trakea. Pernapasan secara serentak dihambat untuk mengurangi kemungkinan aspirasi.
Sebenarnya, hampir tidak mungkin secara voluntar menarik napas dan menelan dalam waktu yang sama. (Sjamsuhidayat, 2005) Fase esofagel mulai saat otot krikofaringeus relaksasi sejenak dan memungkinkan bolus memasuki esofagus. Setelah relaksasi yang singkat ini, gelombang peristaltik primer yang dimulai dari faring dihantarkan ke otot krikofaringeus, menyebabkan otot ini berkontraksi. Gelombang peristaltik terus berjalan sepanjang esofagus, mendorong bolus mennuju sfingter esofagus bagian distal. Adanya bolus merelaksasikan otot sfingter distal ini sejenak sehingga memungkinkan bolus masuk ke dalam lambung. Gelombang peristaltik primer bergerak dengan kecepatan 2 sampai 4cm/detik, sehingga makanan yang tertelan mencapai lambung dalam waktu 5 sampai 15 detik. Mulai setinggi arkus aorta, timbul gelombang peristaltik sekunder bila gelombang primer gagal mengosongkan esofagus. Timbulnya gelombang ini dipacu oleh peregangan esofagus oleh sisa partikel-partikel makanan. Gelomang peristaltik primer penting untuk jalannya makanan dan cairan melalui bagian atas eofagus, tetapi kurang penting pada esofagus bagian bawah. Posisi berdiri tegak dan gaya gravitasi adalah faktor-faktor penting yang mempermudah transpor dalam esofagus bagian bawah, tetapi adanya gerakan peristaltik memungkinkan seseorang untuk minum air sambil berdiri terbalik dengan kepala di bawah atau ketika berada di luar angkasa dengan gravitasi nol. (Sjamsuhidayat, 2005) Sewaktu menelan terjadi perubahan tekanan dalam esofagus yang
sedikit berada di bawah tekanan atmosfer, tekanan ini mencerminkan tekanan intratorak. Daerah sfingter esofagus bagian atas dan bawah merupakan daerah bertekanan tinggi. Daerah tekanan tinggi ini berfungsi untuk mencegah aspirasi dan refluks isi lambung. Tekanan menurun bila masing-masing sfingter relaksasi sewaktu menelan dan kemudian meningkat bila gelombang peristaltik melewatinya. Ada bukti-bukti yang menyatakan bahwa rangkaian gerakan kompleks yang menyebabkan terjadinya proses menelan mungkin terganggu bila ada sejumlah proses patologs. Proses ini dapat menganggu transfor makanan maupun mencegah refluks lambung. (Sjamsuhidayat, 2005)
II.3 Gejala gangguan esofagus Disfagi atau kesulitan menelan makanan yang dimakan dari faring, merupakan gejala utama penyakit faring atau esofagus. Disfagi jangan disalahtafsirkan dengan globus histerikus (perasaan adanya gumpalan dalam tenggorokan), yang dapat disebabkan oleh faktor emosi dan dapat terjadi tanpa harus menelan. Disfagi terjadi pada gangguan non esofagus yang disebabkan oleh penyakit otot atau neurologis. Penyakit-penyakit ini adalah gangguan peredaran darah otak (strike, penyakit serebrovaskular), miastenia gravis, distrofi otot, dan poliomielitis bulbaris. Keadaan ini memicu peningkatan risiko tersedak minuan atau makanan yang tersangkut dalam trakea atau bronkus. (Sjamsuhidayat, 2005) Disfagi esofageal mungkin dapat bersifat obstruktif atau disebabkan oleh motorik. Penyebab ostruktif adalah striktura esofagus dan tumor-tumor ekstrinsik atau instrinsik esofagu, yang mengakibatkan penyempitan lumen. Penyebab motorik disfagi dapat disebabkan oleh berkurangnya, tidak adanya, atau terganggunya peristaltik atau disfungsi sfingter bagian atas atau bawah. Gangguan motorik yang sering menimbulkan disfagi adalah akalasia, skleroderma, dan spasme esofagus difus. Pirosis (nyeri ulu hati) adalah gejala lain penyakit esofagus yang sering terjadi. Pirosis ditandai pleh sensasi panas, terbakar yang biasanya sangat terasa di epigastrium atas atau di belakang prosesus xifoideus dan menyebar ke atas. Nyeri ulu hati dapat disebabkan oleh refluks asam lambung atau sekret empedu ke dalam esofagus bagian bawah, ke duanya mengiritasi mukosa. Refluks yang menetap disebabkan oleh inkompetensi sfingter esofagus bagian bawah dan dapat terjadi dengan atau tanpa
hernia hiatus atau esofagitis. Nyeri ulu hati merupakan keluhan lazim selama kehamilan. (Sjamsuhidayat, 2005) Odinofagi didefinisikan sebagai nyeri telan dan dapat terjadi bersama dengan disfagi. Odinofagi dapat dirasakan sebagai sensasi ketat atau nyeri membakar, tidak dapat dibedakan dari nyeri ulu hati di bagian tengah dad. Odinofagi dapat disebabkan oleh spasme esofagus akibat peregangan akut, atau dapat terjadi sekunder akibat peradangan mukosa esofagus. (Sjamsuhidayat, 2005) Regurgitasi adalah aliran balik isi lambung ke dalam rongga mulut. Bedanya dengan muntah adalah karena regurgitasi tidak membutuhkan tenaga dan tidak disertai oleh mual. Gangguan ini dirasakan dalam tenggorokan sebagai rasa asam atau cairan panas yang pahit. Regurgitasi tanpa tenaga ini cukup sering terjadi pada bayi akibat perkembangan sfingter esofagus bawah yang tidak sempurna. Pada orang dewasa, regurgitasi mencerminkan adanya inkompetensi sfingter esofagus bagian atas untuk bertindak sebagai sawar regurgitasi. Water brash merupakan refleks hipersekresi saliva akibat adanya esofagitis peptik atau disfagi, da tidak sama dengan regurgitasi. Water brash terjadi pada sekitar 15% dari waktu pada saat seseorang menderita disfagi. (Sjamsuhidayat, 2005)
1. Esofagitis refluks Kelainan ini jarang ditemukan di Indonesia, Asia Tenggara, dan Asia Timur jauh. Dalam keadaan normal, refluks dapat terjadi terutama setelah makan dan lamanya tidak lebih dari satu jam. Refluks jarang ditemukan pada waktu tidur. Refluks fisilogis baru akan menyebabkan esofagitis bila bahan karena gangguan kontraksi atau peristaltik seperti pada spassme difus atau skleroderma atau tidak adanya saliva sebagai bahan yang bisa menetralkan asam dan pepsin dari lambung seperti pada usia lanjut. Esofagitis juga dapat terjadi jika kadar asam, cairan empedu, dan enzim pankreas dari lambung terlalu tinggi karena makanan terlalu lama berada di lambung. Pengosongan lambung yang lama ini mengakibatkan kemungkinan refluks besar. Selain itu, esofagitis dapat timbul pada gangguan pertahanan mukosa karena sekresi mukosa bersama-sama dengan cairan saliva yang bersifat alkalis berkurang sehingga menurunkan daya tahan terhadap pengaru isi lambung. Gangguan anatomi hiatus esofagus diafragma memegang peranan penting pada refluks seperti gangguan kemiringan masuknya esofagus ke dalam lambung, fiksasi dari kardia lambung,
10
gangguan otot krus diafragma sehingga hiatus diafragma menjadi longgar, dan lemahnya sfingter esofagus bagian bawah.
Patologi Pada esofagus refluks sering terjadi tukak yang mudah berdarah. Bila tukak ini sembuh, akan timbul jaringan granulasi dan jaringan parut yang disertai fibrosis. Fibrosis ini dapat menyebabkan pengerutan dan stenosis. Esofagitis biasanya sering kambuh dan menjadi kronik. Di daerah batas antara epitel kubik mukosa lambung dan espitel berlapis gepeng mukosa esofagus biasa ditemukan daerah engan hiperplasia epitel. Radang kronik hiperplasia tersebut dinamai esofagus Barret yang kadang menjadi dasar perkembangan karsinoma esofagus.
Gambaran klinis Pada stadium awal mulut terasa asam karena regurgitasi asam lambung. Bila keadaan berlngsung menahun, akan timbul rasa nyeri berupa rasa panas seperti terbakar di daerah retrosternal. Gejala klinis esofagitis refluks tidak banya berbeda pada pasien dengan atau tanpa hernia hiatus. Disfagia timbul bila terjadi striktur atau spasme dinding esofagus bawah.
11
Gejala lain seperti anemia karena perdarahan, muntah, dan aspirasi paru dapat terjadi pada keadaan lanjut. Esofagitis dibagi menjadi empat tingkat, yaitu berturut-turut hipermia mukosa, erosi mukosa dengan bercak tukak kecil, tukak lebar dan dalam; dan pembentukan striktur. Selain ditemukan tanda esofagitis refluks, perlu ditentukan tingkat patologik esofagitis ini.
Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan radiologi dapat menetukan adanya refluks dan hernia hiatus. Dengan endoskopi secara langsung dapat dilihat tanda dan tingkat esofagitis. Biopsi diperlukan jika terdapat tanda-tanda adanya metaplasia (esofagus Barret`s) karena kelainan ini bisa disertai dengan perubahan menjadi karsinoma. Pengamatan sewaktu atau pengamatan jangka lama, biasanya selama 24 jam, penting untuk menentukan adanya refluks. Kemungkinan adanya refluks sangat besar bila pH <4 di daerah esofagus, bertekanan tinggi di atas sfingter.
Penatalaksanaan Tujuan pengobatan pada esofagitis refluks ialah menghilangkan gejla klinis serta faktor penyebab. Penyebab yang sering ditemukan adalah kelainan organik, seperti hernia hiatus. Pengobatan esofagitis refluks umumnya dilakukan secara bertahap. Mula-mula secara konsenvatif dan baru pada fase akhir dilakukan tindakan pembedahan jika pengobatan konservatif ternyata gagal atau timbul komplikasi. Pengobatan mulai dengan yang paling sukar ialah anjuran untuk mengbah cara hidup, yaitu tidak merokok, mengurangi berat badan, diet menghindari cokelat, lemak, dan makanan yang merangsang seperti asam, cabe, alkohol, dan menghindari obatobatan yang merusak pengaman mukosa atau mengurangi tekanan sfingter bawah, misalnya teofilin narkotik, nitrat, progesteron, dan diazepam. Selain itu, pendrita diberi antasida dan atau penyakit reseptor H2. Dewasa ini obat-obat penghambat pompa roton di lambung, seperti omeprazol, memberikan penyembuhan yang lebih baik daripada obat-obat penyekat reseptor H2 sehingga jarang sekali ditemukan kegagalan pengobatan. Oleh karena harganya yng lebih mahal, banyak para ahli yang
12
menganjurkan pemberiannya hanya pada kasus-kasus yang telah mengalami komplikasi atau kasus membandel dengan pengobatan sebelumnya. Pembedahan dianjurkan jika setelah pengobatan konservatif, ada komplikasi seperti strikttur, perdarahan, atau tukak yang susah sembuh shingga tetap menimbulkan keluhan atau ada kelainan organik, seperti hernia hiatus, spasme difus, atau akalasia. Cara pembedahan bergantung pada kelainan organik tersebut, tetapi umunya terdiri atas tiga tindakan, yaitu penempatan esofagus bagian dital di bawah diafragma, fundoplikasi, dan mempersempit hiatus esofagus. Dewasa ini operasi fundoplikasi dapat dilakukan dengan laparoskopi.
2. Barret`s esophagus Barrets esofagus ialah suatu kondisi dimana terjadinya metaplasia epitel kolumnar yang menggantikan epitel skuamous pada distal esofagus. Pada sebahagian besar kasus merupakan lanjutan dari refluk esofagitis, yang merupakan faktor risiko terhadap adenokarsinoma esophagus dan adenoma gastro-esofageal junction. (Spechler SJ, 2003)
Epidemiologi Angka kejadian Barret esofagus pada populasi umum diperkirakan berkisar antara 1,6 -1,7 %. Pada sensus tahun 2000 di Amerika Serikat diperkirakan hampir mencapai 3,3 juta individu yang mengalami kondisi seperti ini. Pada penderita GERD angka kejadian Barret Esofagus lebih tinggi, mencapai kurang lebih 5-10%. Penderita
13
GERD berat seperti esofagitis erosif, angka kejadian barret esophagus mencapai 10%, sedangkan penderita striktur peptik esofagus angka kejadiannya hampir 30%. Barret esofagus lebih banyak mengenai pria dibandingkan wanita, dengan perbandingan rasio 3:1. Barrets esofagus paling banyak dijumpai pada kelompok umur 55 sampai 65 tahun, penyakit ini lebih sering dijumpai pada ras kulit putih. Obesitas, perokok dan peminum alcohol merupakan faktor risiko untuk terjadinya barretts esofagus. Identifikasi dan terapi barretts esofagus saat ini masih menjadi perdebatan yang menarik. Barrets esofagus berkaitan erat dengan gastroesofageal refluk dan merupakan factor risiko yang paling banyak terhadap adenokarsinoma esofagus. Penderita barrets esofagus mempunyai risiko 40 kali lebih besar jika dibandingkan dengan populasi umum. Kanker Barrets esofagus berkembang sangat cepat disebagian Negara Barat. Di Negara Asia, sebagian besar kanker esofagus berupa karsinoma sel squamous bukan adenokarsinoma. Saat ini peningkatan jumlah kasus barrets esofagus yang berlanjut menjadi kanker barrets semakin tinggi di Negara asia, seiring dengan peningkatan jumlah kasus Barrets esofagus di Negara Asia. (Anwar SA, 2009)
Faktor Risiko a. Umur Barrets esofagus merupakan kelainan yang di dapat, dengan demikian insiden barrets esofagus bertambah sesuai dengan umur. Rerata umur pada saat diagnosis klinis ditegakkan ialah 63 tahun. Barrets esofagus long segmen jarang ditemukan pada anak-anak. Penelitian kohor baru-baru ini mendapatkan 8 dari 166 anak yang mendapatkan terapi jangka panjang penghambat pompa proton menderita barrets esofagus, sebagian besar anak yang usianya lebih dari 11 tahun yang menderita kelainan status mental atau refluk gastroesofageal yang disertai faktor predisposisi seperti Downs Syndrome atau Serebral Palsi. Pada penelitian yang dilakukan, didapatkan perubahan angka kejadian Barrets esofagus (dimana 99% ialah Barrets esofagus short-segment) berkaitan dengan umur, dimana paling banyak dijumpai pada pasien yang berumur diatas 70 tahun dibandingkan dengan usia yang lebih muda. Dari penemuan ini diduga bahwa
14 patofisiologi barrets esofagus mungkin berbeda antara pasien di Negara asia (Terutama short-segment) dengan pasien di Negara Barat (terutama Long-segment).
Gambar. 6. Angka kejadian pasien Barrets esofagus yang berkorelasi dengan Umur
b. Jenis Kelamin Pada penelitian di Mayo Clinic pada pasien yang dilakukan endoskopi antara tahun 1976 sampai dengan tahun1989, mendapatkan bahwa barrets esofagus long segmen lebih banyak dua kali pada pria dibandingkan wanita. Penelitian multisenter Italian Study dari tahun 1987 sampai 1989, barrets esofagus 2,6 kali lebih sering dijumpai pada pria dibandingkan pada wanita.
c. Geografik dan etnik Barrets esofagus long segmen paling sering didapat di Negara barat namun kurang dibandingkan dengan Negara lain seperti di jepang misalnya. Dari penelitian retrospektif cross-sectional cohort study terhadap 2100 orang (37,7 kulit putih,11,8 kulit hitam,22,2 hispanik) yang dilakukan endoskopi dari tahun 2005 sampai 2006, didapatkan pada kulit putih 6,1 % menderita barrets esofagus sedangkan kulit hitam 1,6 % dan hispanik 1,7 %. (Clemons NJ, 2006)
d. Refluk Sekitar 15 sampai 20 % orang dewasa di Amerika Serikat dilaporkan pernah mangalami heartburn paling tidak sekali dalam seminggu, dan sekitar 7 % mengalami gejala seperti ini setiap hari. Pada orang yang mempunyai gejala GERD ,
15 3 sampai 7 % didapati barrets esofagus long segmen pada saat dilakukan endoskopi. Namun sebaliknya pada orang yang tidak mempunyai gejala GERD hanya 1% yang didapati barrets yang osefagus long segmen. Dari suatu penelitian yang dilakukan terhadap semua pasien yang mengeluhkan heartburn paling kurang dua kali dalam seminggu, didapati barrets esofagus short segmen pada 7 pasien dari 378 pasien (1,8%) yang dilakukan endoskopi. Pada suatu penelitian potong-lintang didapati pasien dengan barrets esofagus short segmen lebih sering mengeluhkan gejala refluk. (DeMeester TR, 1998) Patofisiologi Barrets Esofagus Barrets esofagus merupakan penyakit yang didapat dimana terjadi perubahan epitel kolumnar dari epitel skuamous yang normal pada distal esofagus. Hernia Hiatal, kelemahan spinkter esofageal bawah serta abnormalitas paparan asam di esofageal sering dijumpai pada pasien barrets esofagus dibandingkan dengan orang sehat yang normal pada kontrol dan pasien dengan esofagitis. Saat ini dididuga hernia hiatal dan kelemahan spincter bawah esofagus sebagai pencetus refluk yang berlebihan dan refluk yang berlebihan merupakan penyebab awal metaplasia dari sel skuamous menjadi sel kolumnar.
16 Sebagian besar pasien penderita barretts metaplasia mengalami refluk asam yang berlebihan di distal esofagus, bahkan adanya hubungan langsung antara lamanya paparan asam terhadap esofagus dan derajat kerusakan mukosa. Peningkatan paparan asam terhadap esophagus merupakan penyebab utama defek mekanik pada spinkter bawah esofagus, serta menurunkan irama kontraksi esophageal bawah. Gangguan motilitas esofagus menyebabkan terhambatnya pembersihan material refluk dan memperlama waktu kontak antara material refluk dengan mukosa esofagus. (DeMeester TR, 1998) Data-data eksperimental menyatakan bahwa asam saja tidak merusak mukosa esofagus, akan tetapi kombinasi dengan pepsinlah yang memperberat kerusakan mukosa. Refluk asam lambung tidak merupakan pencetus utama terhadap metaplasia intestinal tetapi berperan terhadap metaplasia kolumnar. Material duodenal seperti enzim pancreas, garam empedu serta lysolesitin diyakini memegang peranan penting terhadap terjadinya metaplasia intestinal dan degenerasi malignan. Pengaruh kerusakan mukosa dari refluk duodenal pada mukosa esofagus didapat dari studi-studi klinis dan eksperimental. Mekanisme kerusakan mukosa oleh pepsin dan tripsin berkaitan dengan sifat proteolitiknya. Pepsin dan tripsin sangat cocok dalam lingkungan PH asam ang mempengaruhi subtansi intersel sehingga menyebabkan kerontokan sel epitel. Asam empedu terutama mempengaruhi membran sel dan organ intrasel. Tampaknya asam diperlukan untuk mengaktifkan material perusak seperti pepsinogen atau memperkuat kemampuan garam empedu memasuki mukosa. Hal ini terlihat jelas pada observasi terhadap pasien yang mengalami refluk ganda dari asam lambung dan asam material dari duodenal mempunyai prevalensi yang tinggi terhadap kerusakan mukosa esofagus. Pada lingkungan PH yang netral garam empedu dekonyugasi lebih merusak dibandingkan dengan yang konyugasi. Terapi supresi asam mengakibatkan
berkembangnya bakteri yang mencetuskan dekonyugasi asam empedu di lambung. Pada asam yang normal asam empedu tidak terkonyugasi mengendap, namun pada saat supresi asam lambung terjadi, asam empedu tidak terkonyugasi berbentuk cairan dan berkontribusi terhadap kerusakan mukosa esofagus. (DeMeester TR, 1998) Inflamasi yang disebabkan oleh refluk kronik bisa jadi berperan penting terjadinya lingkungan disekitar sel dimana Barrets esofagus timbul. Mukosa esofagus dirusak oleh asam dan garam empedu yang umumnya diinfiltrasi oleh sel-sel inflamasi. Infiltrasi oleh sel inflamasi akut diikuti oleh limfosit T terutama di daerah metaplasia.
17 Infiltrasi sel T selalu ada pada Barrets Esofagus yang dilakukan endoskopi terapi ablasi, namun tidak dijumpai pada epitel skuamus yang baru. Dengan demikian diduga limfosit T merupakan bagian yang penting dalam mempertahankan jaringan metaplasia. Infiltrasi sel inflamasi mengakibatkan timbul produksi reactive oxygen species (ROS), walaupun produksi ROS sudah dikenal pada mukosa pasien dengan Barrets esophagus dan ataupun esofagitis, namun tidak ada perbedaan yang signifikan antara keduanya. ROS dapat mengakibatkan pengaruh biologis yang berlebihan pada sel termasuk sel yang berperan terhadap siklus perkembangan sel, tranduksi sinyal, degradasi protein serta penghancuran DNA. ROS merangsang produksi sitokin yang mengstimulasi proliferasi epitel, survival serta migrasi. Sitokin dihasilkan oleh sel inflamasi epitel barrets melalui respon inflamasi yangberupa growt factor-, interleukin-1, IL-10, IL4, interferon- serta TNF-. Hal ini mungkin dikarenakan profil spesifik sitokin mungkin terlibat pada respon mukosa terhadap refluk. Individu yang mengalami esofagitis akan memberikan respon inflamasi akut dimana terdapatnya sitokin proinflamasi tipe Th-1 dengan peningkatan kadar IL-1, IL-8 dan IFN-. Jenis respon ini berkaitan dengan respon imun seluler terhadap infeksi serta keganasan. Sitokin tipe Th-2 meningkatkan IL-10 dan IL-4 yang berkaitan dengan barrets esofagus. IL-4 merangsang metaplasia sel goblet dan gene musin pada sel epithelial saluran pernapasan. (Pascu O, 2004)
Gejala klinis Barret esofagus sendiri sebenarnya tidak menimbulkan gejala. Gejala Barrets esofagus berkaitan dengan gejala GERD, seperti heartburn atau regurgitasi. Sangat sulit membedakan pasien dengan gejala GERD menderita Barrets esofagus berdasarkan gejala. dari penelitian yang dilakukan berdasarkan penemuan endoskopi didapat bahwa penderita yang mengalami gejala lebih dari dari lima tahun kemungkinan besar menderita Barrets esofagus dibandingkan dengan penderita yang gejalanya kurang dari lima tahun. Dengan demikian kronisitas gejala lebih penting dalam memprediksi barres esofagus dibandingkan keparahan gejala. Dengan alasan ini dianjurkan pada penderita GERD yang lebih dari lima tahun dilakukan skrining endoskopi guna mendiagnosis Barrets esofagus. Rex dkk (2003) mendapatkan hampir 8 % pasien Barrets esofagus mempunyai riwayat heart burn dibandingkan dengan yang tidak mengalami gejala GERD yang
18 hanya 6 %. Sedangkan Ward dkk (2006) mendapatkan 20 % Barrets esofagus pada penderita yang mempunyai gejala GERD dibandingkan dengan Barrets esofagus tanpa gejala GERD yang hanya 15%. Cook dkk (2005) mendapatkan pada penelitian metaanalisis 8-20 % Barret`s esofagus dengan gejala refluk. (Morales TG, 1999)
Diagnosis Radiografi gastrointestinal atas dengan barium enema tidak sensitive untuk mendeteksi barret esofagus. Diagnosis Barrets esofagus masih berpedoman pada biopsy dengan endoscopi. Kemampuan kapsul endoskopi dalam mendiagnosis barrets esophagus telah dilakukan dan menghasilkan sensitivitas 67 % serta spesifisitasnya 84% . Penelitian multisenter lainnya mendapatkan bahwa kapsul endoskopi memiliki sensitifitas yang baik sekali, namun spesifisitasnya terbatas dalam mendiagnosis barrets esofagus ataupun refluk esofagitis. Pada esofagus yang normal, pertemuan epitel kolumnar lambung dan epitel skuamous esofagus ditemukan pada bagian paling bawah esofagus. Pada barrets esofagus pertemuan ini berpindah keatas dan epitel kolumnar meluas kedalam esofagus dan sangat mudah dibedakan dengan epitel skuamous yang dilihat diproksimal. Setelah barrets esofagus dideteksi pencarian endoskopi ditujukan untuk mencari hubungan seperti refluk esofagitis, ulkus esofagus, striktur, atau hiatal hernia serta terutama adanya karsinoma esofagus seperti nodul atau masa. Definisi Barrets esofagus mengharuskan paling kurang ditemukannya 3 cm epitel kolumnar di esofagus. Saat ini peneliti menemukan bahwa short segmen epitel kolumnar berkaitan dengan berkaitan dengan adenokarsinoma esofagogastrik junction. Barrets esofagus didiagnosis jika dari endoskopi ditemukan daerah epithelium kolumnar yang definitive pada esofagus bawah dan secara biopsy menunjukkan metaplasia intestinal. Biopsi perlu dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis Barrets esofagus. Epitel kolumnar lambung atas yang langsung terletak dibawah esofagogastrik junction merupakan tipe fundus atau tipe gastric. Tanda histologi barrets esofagus adalah ditemukannya metaplasia intestinal (juga disebut epitel kolumnar) pada esofagus. Pada epitel ini musin mengandung goblet sel.ujung dari goblets sel masuk kedalam sel sitoplasma yang mudah dilihat dengan pewarnaan standar hematoksilin-eosin dan dapat dilihat lebih jelas dengan pewarnaan alsian blue. Goblet sel metaplasia intestinal
19 meliputi seluruh daerah barrets esofagus. Jenis histologi seperti ini dijumpai lebih dari 95 % kasus yang ditemukan secara endoskopi pada long segmen barrets esofagus (lebih dari 3 cm). jenis epitel seperti ini berkaitan dengan adenokarsinoma esofagus. Apabila sejumlah biopsy tidak menunjukkan adanya metaplasia intestinal akan tetapi hanya epitel normal gastric atau fundus, diagnosis barrets esofagus menjadi meragukan. Specimen biopsi harus mengandung epitel kolumnar dari dalam hernia diafragma, tidak dari esofagus. Apabila tidak dijumpai metaplasia intestinal penderita kemungkinan tidak mempunyai risiko terjadinya kanker oleh sebab itu tidak perlu dilakukan follow up endoskopi selanjutnya. (Cameron AJ, 1998)
3. Striktur esofagus Definisi Stenosis esofagus adalah penyempitan lumen esofagus, dapat karena tumor atau penyebab lain. Striktur esofagus merupakan penyempitan lumen karena fibrosis dinding esofagus yang disebabkan oleh macam-macam penyebab. Proses striktur terjadi akibat reaksi inflamasi dan nekrosis esofagus yang disebabkan oleh macam-macam penyebab. Dalam praktek stenosis dan striktur esofagus sulit dibedakan, sehingga kedua istilah dipakai untuk semua kelainan penyempitan atau obstruksi esofagus.
20
Etiologi Etiologi striktur atau stenosis esofagus yaitu : a. Jinak (benigna) Bahan korosif atau kaustik (eksogen): striktur atau stenosis dapat terjadi pada semua bagian esofagus, karena masuknya bahan kaustik tersebut secara sengaja (usaha bunuh diri) atau tidak sengaja (kecelakaan). Bahan korosif atau kaustik ini dapat dibagi atas : 1. Alkali: zat yang dipakai pada cairan pembersih WC misal: natrium hidroksida atau kalium hidroksida. Obat yang mengandung copper sulfate, natrium hidroksida, natrium hipoklorit, benzalkoium klorida dan natrum karbonat sering juga menimbulkan striktur. Air abu pembuat mie atau kue yang mengandung NaOH sering merupakan penyebab striktur karena kecelakaan pada anak. 2. Asam: asam merupakan 15% penyebab kaustik esophagus. Yang sering yaitu pembersih WC, zat pencampur kolam renang, bahan anti karat, cairan solder, bahan rumah tangga (missal vanish, saniflush, Lysol, miser plumr) yang mengandung sulfur, hidroklorida, asam fosfor. Cairan lain yang mengandung asam asetat, asam sitrat, asam HCL juga menimbulkan striktur atau stenosis esofagus. Penyakit esofagus refluks (endogen): striktur atau stenosis terjadi karena adanya iritasi asam lambung (refluks gastroesofageal). Biasanya striktur terjadi pada 1/3 distal. Pada barret`s esofagus, striktur dapat terjadi pada 1/3 tengah. Pascabedah transeksi esofagus yaitu striktur terjadi pada 1/3 distal. Pascaskleoterapi endoskopi yaitu striktur terjadi pada 1/3 distal.
b.
Maligna (tumor atau kanker esophagus) Striktur maligna ini dapat terjadi pada semua bagian esofagus, paling sering terjadi di bagian distal lalu diikuti tengah dan proksimal. Tumor atau kanker esofagus bisa berasal dari mukosa (karsinoma sel skuamosa yang paling sering, adenokarsinoma sebagian kecil) atau submukosa atau metastasis kanker dari luar esofagus. Metastase kanker luar esofagus paling banyak berasal dari paru, payudara dan ovarium.
21
Gejala klinis Disfagia merupakan gejala terpenting striktur atau stenosis esofagus. Kesulitan makan pada striktur atau stenosis ini lebih jelas terhadap makanan padat, berbeda dengan kesulitan makan karena kelainan motilitas yaitu makanan padat relative lebih mudah turun. Gejala ini mulai dirasakan, bila lumen menyempit sampai 50%. Keluhan lainnya yaitu rasa nyeri atau terbakar substernal atau dada, rasa tak enak di dada, ada yang mengganjal subternal sewaktu makan. Pasien dapat mengeluh mual da muntah sehabis makan. Bila striktur bertambah berat, asupan nutrisi akan berkurang sehingga pasien akan mengalami kekurangan gizi dengan segala komplikasinya.
Pemeriksaan jasmani Umumnya tidak ditemukan kelainan yang berarti. Sering didapati adanya malnutrisi dan bila da anemia akan didapati konjungtiva pucat. Bila ada aspirasi pneumonia karena masuknya muntahan sisa makanan ke paru-paru akan didapati ronki, sesak nafas dan sianosis.
Pemeriksaan penunjang a. Radiologi Esofagogram harus selalu dikerjakan pada pasien disfagia, terlebih bila diduga penyebabnya striktur atau stenosis esofagus. Pada esofagogram akan ditemukan adanya penyempitan esofagus. Penyempitan ini lebih sering terjadi di bagian distal esofagus, dapat dibedakan atas striktur pendek (<1c), sedang (1-3cm) atau panjang (3-5cm). Permukaan lumen yang menyempit dapat licin danrata atau ireguler (maligna). b. Esofagoskopi Pemeriksaan ini penting untuk diagnosis dan terapi (menggunakan alat tertentu). Mukosa lumen dapat diamati secara seksama dan bila ada kecurigaan keganasan (maligna) dapat dilakukan biopsy untuk pemeriksaan histopatologi. Pada esophagus pasien disfagia seringkali didapatkan banyak sisa makanan yang tidak dapat melewati striktur, sehingga dapat mengacaukan pemeriksaan. Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik, dalam mempersiapkan pemeriksaan esofagoskopi, pasien tidak hanya puasa minimal 6 jam, tetapi sebaliknya sebelum tindakan, juga dilakukan bilasan esophagus dengan air putih atau NaCl fisiologis
22
malului selang nasogastrik (NGT). Pada pemeriksaan esofagoskopi akan didapati lumen yang menyempit dengan mukosa yang normal atau tak rata dengan hyperemia ( esofagitis) atau irregular berbenjol-benjol (maligna).
Patologi anatomi Secara mikrosopik, biasanya kerusakan jaringan tidak melewati lapisan muskularis mukosa. Terlihat fibrosis keras yang luas terutama di daerah submukosa, terjadi penebalan dinding yang konsentrik, yang menimbulkan stenosis. Dapat terlihat adanya reaksi inflamasi seperti infiltrasi sel polimorfonuklear (PMN), hiperplasi sel basal dan elongasio papil kearah permukaan. Bila terjadi ulserasi yang dalam seperti pada barret`s esofagus atau akibat bahan korosif, fibrosis terjadi pemendekan esofagus.
Diagnosis Diagnosis striktur atau stenosis esofagus ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan jasmani, pemeriksaan radiologi dan esofagoskopi. Pada anamnesis yang perlu ditanyakan yaitu adanya gejala klinis seperti gangguan menelan makanan, rasa nyeri atau terbakar substernal, muntah sehabis makan (refluks), bahan korosif atau kaustik atau pascabedah transeksi esofagus atau pascaskleroterapi endoskopik.
Diagnosis banding Pada setiap striktur atau stenosis harus selalu diwaspadai kemungkinan adanya keganasan (maligna). Keluhan lain yang menimbulkan gejala khas esophagus, akalasia, spasme esofagus difus, divertikel esophagus, scleroderma, amiloidosis, miastenia gravis dan lain-lain.
Penatalaksanaan Medis nutrisi yang adekuat: diusahakan diberikan nutrisi yang bergizi tinggi dengan kalori, protein, lemak dan karbohidrat yang seimbang. Bila belum dapat makan (oral) diberikan secara parentral dan atau enteral melalui selang flocare (selang nasogastrik ukuran 7french). Nutrisi parenteral diberikan sesuai kebutuhan kalori dan elektrolit, seperti triofusin, triofusin E 1000, aminofusin, intrafusin, amiparen, panamin G, intralipid, aminosteril, kalbamin dll. Nutrisi secara enteral berupa makanan cair biasa atau susu komersial (missal: entresol, peptisol, fresubin, proten, nutren).
23
Vitamin dan zat besi: pada anemia difisiensi vitamin B12 atau asam folat perlu diberikan vitamin 12 atau asam folat. Pada anemia defisiensi besi perlu diberikan obat zat besi missal ferrous fumarat, sulfat ferosus, ferromia. Pada anemia defisiensi besi perlu juga diberikan vitamin C. pada kekurangan vitamin A dapat diberikan vitamin A. Terapi dilatasi non bedah: dengan perkembangan teknologi kedokteran di bidang endoskopi dan radiologi, sebagian pasien dapat diobati dengan cara dilatasi nonbedah. 1. Dilatasi per oral a. Busi karet air raksa (merkuri): Dikenal 2 macam, yaitu busi hurst, yang ujungnya bulat dan busi Maloney yang bentuknya meruncing. Terdapat beberapa ukuran dari 16F-60F. Businasi dimulai 2 kali seminggu dengan busi terkecil lalu dinaikkan bertahap makin lama makin besar businya sampai terbesar, lalu businasi sekali seminggu bila ada perbaikan disfagia dan selanjutnya bila diperlukan. b. Dilator metal dengan guide wire (Eder Puestow) dapat digunakan untuk striktur panjang dan sangat sempit, dikerjakan dengan control fluoroskopi. c. Balon penumatik. Alat ini dimasukkan melalui bantuan guide wire per endoskopik, untuk memasang guide wire per endoskopik, lalu balon dikembangkan untuk melebarkan striktur atau stenosis. d. Dilator savary-guillard. Dilator ini terbuat dari polivinil, dengan saluran di tengah, untuk memasang guide wire per endoskopik. Dalam pemasarangannya diperlukan fluroskopi. Tedapat beberapa ukuran dari 15F-35F. alat ini semifleksibel, bentknya meruncing, sehingga lebih menyenangkan pasien, dibandingkan dilator metal. e. Dilator Clesting dengan Olive Erder Puestow. Dilator dimasukkan melalui guide wire 2. Elektrokoagulasi secara endoskopik: dilakukan bila strikturnya pendek (<1 cm) atau sedang (1-3cm). striktur yang ada dilebarkan dengan pemotongan memakai elektrokoagulasi. Beberapa penulis melaporkan tindakan ini pada kasus pasca transeksi dengan hasil baik. 3. Terapi laser: Beberapa pusat pengobatan telah mencoba dilatasi striktur dengan laser terutama untuk paliatif pada striktur maligna karena kanker yang sudah tidak dapat dioperasi.
24
4. Pemasangan stent esofagus: stent (selang buatan) untuk esofagus dipasang per endoskopik setelah dilakukan dilatasi. Stent dipasang untuk striktur maligna atau striktur karena penyebab lain yang tak mungkin dilakukan operasi. Harga stent masih cukup mahal 5. Penyuntikan steroid intralesi: penyuntikan steroid per endoskopi dilakukan pada striktor esofagus yang refrakter. Percutaneus endoscopic gastronomy (PEG): Tindakan ini dilakukan pada pasien striktur maligna atau striktur karena penyebab lain yang tidak mungkin dilakukan pembedahan. Pada tindakan ini dibuat stoma gaster melalui kulit per endoskopik. Melalui stoma dapat di masukkan nutrisi yang adekuat.
Bedah Tindakan bedah dilakukan bila secara medis tidak ada kemajuan atau lekukan terlalu panjang dengan fibrosis transmural. Dilapokan bahwa tindakan bedah merupakan terapi paliatif yang baik dan menghasilkan survival yang panjang pada striktur esophagus karena metastase tumor payudara dan ovarium. Terdapat beberapa pilihan seperti reseksi striktur stenosis dengan esofagogastrektomi, reseksi dengan interposisi jejunum atau kolon. Pada pasien yang tak mau direseksi striktur atau stenosisnya dapat dilakukan gastrostomi operatif.
Pencegahan Mengingat bahaya striktur atau stenosis esofagus, perlu diberikan penerang pada masyarakat bahwa salah satu penyebabnya yaitu bahan koros kaustik seperti asam atau alkali. Jangan sampai terminum bahan-bahan koros kaustik secara sengaja. Untuk pasien esofagitis peptic atau refluks berobat yang teratur karena kemungkinan timbulnya striktur sebagai komplikasi. Penggunaan kortikosteroid pada esofagitis karena asam atau alkali untuk mencegah terjadinya stenosis atau striktur esophagus tetap masih kontroversi.
4. Divertikel esofagus Divertikel esofagus adalah penonjolan dinding esofagus ke arah luar lumen berbentuk seperti kantong, baik seluruh bagian dindingnya maupun hanya mukosanya.
25
Menurut penyebabnya, terdapat divertikel tekan (pusisi) yang terjadi karena tekanan yang timbul terus menerus di lumen, dan divertikel tarik (traksi), yang terjadi karena tarikan dinding esofagus dari luar, umpamanya jkarena pngerutan jaringan parut. Divertikel di antara faring dan esofagus disebut divertikel Zenker, sedangkan divertikel di dekat cabang utama bronkus kiri di atas diafragma dinamai divertikel epifrenik. (Sabiston David C, 1995)
Divertikel Zenker Etiologi Divertikel pulsi yang agak jarang ditemukan sini, terletak di faring bagian belakang, yaitu di dalam segitiga Killian yang dibatasi di samping kiri dan kanan di sebelah kaudal oleh m.krokofaringeus. divertikel Zenker terjadi karena kelemahan dinding antar otot setempat ditambah tekanan berulang di dalam lumen pada waktu proses menelan sehingga lama-kelamaan mukosa menonjol ke luar dan akhirnya membentuk kantong yang mengarah ke bawah di belakang esofagus. (Sabiston David C, 1995)
Patologi Dinding divertikel biasanya hanya terdiri atas mukosa, submukosa, dan jaringan ikat tipis, sedangkan jaringan otot sangat jarang itemukan. Di dalam dinding sering terdapat tanda-tanda peradangan, baik akut maupun kronik. (Sabiston David C, 1995)
Gejala dan tanda Divertikel Zenker umunya ditemukan pada usia lanjut. Mula-mula tidak ada geala klinis yang jelas. Gejala klinis baru timbul jika tonjolan sudah berbentuk lonjong dan mengarah ke bawah belakang esofagus karena terkumpulnya makanan, cairan, atau lendir di dalam lumen divertikel. Sering ada disfagia yang disebabkan oleh spasme esofagus dan kadang ditemukan regurgitasi yang terdiri atas makanan atu minuman yang keluar waktu tidur malam. Divertikel akan makin berat dan memanjang oleh isi makanan sehingga timbul gejala obstruksi esofagus karena tekanan kantong yang beriisi makanan tersebut pada lumen. Pasien biasanya datang memeriksakan diri setelah gejala klinis berlangsung lama. Gejala utama yang biasa dikeluhkan ialah disfagia di daerah leher, regurgitasi
26
terutama malam hari pada waktu tidur yang sering menyebabkan aspirasi sehingga timbul batuk-batuk hebat. Keluhan lain yang sering dijumapi adalah sumbatan di kerongkongan bagian atas dan makanan yang belum tercerna dan berbau masuk lagi ke dalam mulut stelah ditelan. Timbul rasa sakit di dalam leher akibat radang dan luka di dalam divertikel. Kadang penderita dapat mengosongkan divertikelnya dngan tekanan setempat. Diagnosis dibuat dengan anamnesis dan pemeriksaan radiologi menggunakan zat kontras. (Sabiston David C, 1995)
Tata laksana Semua pasien dengan divertikel makin lama akan makin jelas gejala klinisnya dan makin besar kemungkinan untuk timbul komplikasi yang membahayakan. Atas dasar tersebut, tidak ada tempat untuk pengobatan konservatif dan makin cepat dilakukan pembedahan makin baik. Sebelum pembedahan, diusahakan untuk mengosongkan isi divertikel dari makanan, cairan sekresi, atau bahan zat kontras dengan endoskop. Dindin depan divertikel dan dinding belakang esofagus biasanya saling melekat karena ragsangan dan radang sehingga terbentuk semacam sekat antara esofagus dan divertikel. Dengan mempergunakan kauter atau laser melalui endoskop, sekat itu dibelah. Pembedahan tidak berat bagi orang tua dan mmorbiditas serta penyulit biasanya ringan. Prognosis operasi endoskopi ini umumya baik. (Sabiston David C, 1995)
Divertikel parabronkial Divertikel tarik ini sangat jarang terjadi, biasanya secara kebetulan ditemukan. Penyebabnya adalah tarikan dari luar dinding esofagus dan paling sering disebabkan oleh pengerutan kelenjar parabronkial karena tuberkulosis. Lokasi biasanya di bawah bifurkasi trakea, di dinding depan esofagus. Divertikel parabronkial ini tidak bergejala atau bertanda karen letaknya mendatar, tidak ada retensi isi esofagus, dan esofagus tidak menjadi besar. Divertikel ini tidak membutuhkan pembedahan atau penanganan lain. (Sabiston David C, 1995)
Divertikel epifrenik
27
Jenis divertikel epifrenik bisa divertikel traksi, pulsi, atau campuran. Divertikel epifrenik mungkin disertai gangguan kontraksi esofagus bagian distal sehingga perlu pemeriksaan manometri walaupun sangat sukar dibedakan dengan divertikel jenis lain karena sering disertai adanya akalasia atau hernia hiatus. Divertiel ini sering ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan esofagografi untuk penyakit lain karena tidak bergejala. Bila ada gejala utama ialah disfagia, rasa nyeri dada atau epigastrium yang menjalar ke belakang, regurgutasi, atau kadangkadang muntah. Divertikel epifrenik yang memberian gejala atau komplikasi seharusnya diangkat. Perlu diteliti lebih lanjut adanya kelainan penyerta, seperti akalasia, hernia hiatus, atau spasme difus. (Sabiston David C, 1995)
5.Esophageal webs
6. Akalasia Akalasia adalah gangguan motilitas yang jarang di mana obstruksi relatif pada sambungan gastroesofagus menjadi lebih jelek karena tidak adanya gelombang peristaltik pada esophagus. Keadaan ini terutama mengenai remaja dan orang dewasa, anak di bawah 4 tahun kurang dan 5% penderita. Ganglion sering kali menurun jumlahnya dan dikelilingi oleh sel-sel radang; meningginya respons esofagus terhadap methakholin telah diartikan sebagal bukti adanya degenerasi hipersensitivitas. Hanya pada penyakit khas penyebabnya telah diketahui. (Arvin Klirgman Behrman, 1999)
Manifestasi klinis dan Diagnosis Gejala-gejalanya meliputi kesulitan menelan, regurgitasi makanan, batuk karena melimpahnya cairan ke dalam trakea dan gagal tumbuh. Infeksi paru, termasuk bronkiektasis, bisa akibat aspirasi esofagus yang terus-menerus. Retensi makanan di dalam esofagus dapat menyebabkan esofagitis. Akalasia pernah dilaporkan terjadi pada saudara kandung. dan berkaitan dengan insufisiensi adrenal. Batas cairan udara dalam esofagus yang mengalami dilatasi pada foto rontgen dada tegak dapat memberi kesan diagnosis. Pada penelanan barium. ada gerakan abnormal yang bervariasi tetapi sering ada dilatasi esofagus yang masif, yang secara bertahap mengecil atau hilang di persambungan dengan lambung. Seringkali. tidak ditemukan udara di dalam lambung. Diagnosis bisa diperkuat dengan manometri esophagus yang temuan utamanya adalah
28
tidak sempurnanya atau tidak adanya relaksasi sfingter esofagus bawah pada saat menelan, tidak adanya gelombang peristaltik pendorong primer atau sekunder di esophagus dan biasanya pcningkatan tekanan sfingter esofagus bagian bawah. (Arvin Klirgman Behrman, 1999)
Pengobatan. Nifedipin, suatu penyekat saluran kalsium. akan memperbaiki pengosongan esofagus tetapi hanya dianjurkan bila ada indikasi penundaan sebentar terapi definitif. Penyuntikan toksin botulisme intrasfingter juga dapat memberikan pengurangan gejala selama 6 bulan. Pcnyembuhan permanen gejala-gejaIa biasanya terjadi pasca dilakukan operasi pembelahan serabut otot pada sambungan gastroesofagus (miotomi Heller). Alternatif lain, sfingter dilebarkan secara paksa dengan kateter balon di bawah pengawasan fluoroskopi. Pemakaian busi sederhana hanya akan memberikan pemulihan sementara dan tidak dianjurkan. Karena motilitas esofagus tidak dapat dikembalikan, setiap prosedur yang mengganggu sfingter dan melonggarkan obstruksi dapat menyebabkan refluks esofagus, esofagitis, dan kadang-kadang pembentukan struktur. (Arvin Klirgman Behrman, 1999)
7. Spasme esofagus difus Spasme esofagus difus adalah gangguan motorik dari ;otot polos esofagus yang ditandai oleh kontraksi spontan majemuk dan kontraksi yang diinduksi oleh menelan yang timbulnya secara simultan, amplitudo besar, durasi lama, dan timbulnya secara berturut-turut. Berbagai jenis menunjukkan beberapa tetapi tidak semua dari abnormalitas motorik. (Isselbacher J, Kurt dkk, 1999)
Patofisiologi Patogenesis dari berbagai kelainan peristaltik pada spasme esofagusdifus tidak diketahui. Penelitian histopatologik lebih menunjukkan adanya bercak-bercak degenerasi neural yang terletak pada prosesus saraf daripada degenerasi badan sel saraf yang terlihat sangat menonjol pada akalasia. (Isselbacher J, Kurt dkk, 1999) Varian spasme esofagus difus, seperti amplitudo yang besar .dengan kontraksi peristaltik (kadangkala disebut esofagus 'W-.eraeker") atau amplitudo normal dengan kontraksi yang simultan, ,seringkali muncul sebagai penyakit primer atau muncul
29
beserta, berbagai penyakit, seperti juga stres emosional dan penuaan. Penyakit vaskulerkolagen, neuropati diabetikum, esofagitis refluks, esofagitis iradiasi, obstruksi esofagus, dan obat kolinergik dan antikolinergik dapat menyebabkan kelainan motorik esofagus. Hubungan antara esofagitis refluks dengan kelainan motorik masih kontroversial. Gambaran spasme esofagus dan akalasia yang tumpang tindih terjadi pada akalasia yang hebat. Sindroma varian lebih sering dijumpai dalam praktek klinis dibandingkan spasme esofagus difus yang klasik. (Isselbacher J, Kurt dkk, 1999)
Gambaran Klinis Pasien simtomatik dengan spasme difus atau lainnya datang dengan nyeri dada, disfagia, atau keduanya. Nyeri dada terutama jelas pada pasien-pasien dengan kontraksi esofagus amplitudo besar dan durasinya lama. Nyeri dada biasanya terjadi pada waktu istirahat tetapi mungkin terjadi pada waktu menelan atau oleh stres emosional. Nyeri bersifat retrosternal; nyeri menyebar ke punggung, sisi dada, kedua lengan, atau sisi rahang dan berakhir beberapa detik sampai beberapa rnenit. Nyeri ini mungkin akut dan berat, menyerupai nyeri pada iskemia miokard. Disfagia pada bentuk padat dan cairan dapat terjadi dengan atau tanpa nyeri dada. Spasme esofagus difus hams dibedakan dari sebab nyeri dada lainnya, terutama penyakit jantung iskemik dengan angina yang tidak khas. Seringkali pemeriksaan jantung yang lengkap dilakukan sebelum etiologi esofagus dipertimbangkan secara serius. Adanya disfagia dalam hubungannya dengan nyeri sebaiknya mengarah ke esofagus sebagai tempat penyakit. Gejala spasme esofagus sebaiknya dibedakan secara teliti dengan gejala pada refluks esofagitis; yang kedua dapat terjadi secara bersamaan. (Isselbacher J, Kurt dkk, 1999)
Diagnosis Menelan barium menunjukkan bahwa rangkaian peristaltik normal di bawah arkus aorta diganti oleh kontraksi simultan yang tidak terkoordinasi yang menimbulkan gambaran gulungan atau riak majemuk pada dinding, pembentukan kantong, dan pseudodivertikula "esofagus sekrup gabus". Kadang kontraksi esofagus menyumbat lumen, dan barium didorong ke dua arah. Sfingter esofagus bagian bawah terbuka secara normal. (Isselbacher J, Kurt dkk, 1999)
30
Manometri mengungkapkan karakteristik kontraksi dengan amplitudo besar yang memanjang dan repetitif, yang timbul bersamaan pada esofagus bagian bawah. Hanya satu atau dua dari kelainan-kelainan ini yang dapat terlihat dalam varian spasme difus. Karena kelainan ini dapat bersifat episodik, manometri bisa normal pada saat penelitian dilakukan; sehingga, beberapa teknik digunakan dalam upaya merangsang spasme esofagus. Penelanan makanan atau minuman yang dingin menimbulkan nyeri dada tetapi tidak menghasilkan spasme pada penelitian manometrik. Bolus makanan padat dan obat farmakologik, terutama edrofonium, menimbulkan nyeri dada dan kelainan motorik. Meskipun demikian, tidak ada korelasi yang jelas antara induksi nyeri dan perubahan motilitas. Ergonovin dapat menyebabkan kelainan motorik namun juga dapat menyebabkan spasme arteri koroner, dan oleh karena itu tidak dipakai. Secara keseluruhan manfaat tes provokatif farmakologik adalah terbatas. (Isselbacher J, Kurt dkk, 1999)
Terapi Antikolinergik biasanya pada nilai terbatas. Obat yang menyebabkan relaksasi otot polos seperti nitrogliserin sublingual (0,3 sampai 0,6 mg) atau obat-obat yang bekerja lebih lama seperti isosorbid dinitrat (2,5 sampai 10 mg secara sublingual sebelum makan) dan nifedipin (10 sampai 20 mg sebelum makan) dapat membantu pada beberapa kasus. Dilatasi esofagus dengan dilator karet yang berisi air raksa dapat menyebabkan pertolongan simtomatik dengan meregangkan esofagus bagian bawah atau karena efek plasebo. Pemulihan keyakinan dan tranquiliser membantu dalam menghilangkan kekuatiran pasien. Dilatasi balon kadang diusahakan. tetapi dapat berbahaya pada tangan yang tidak berpengalaman. Pada kasus-kasus yang berat dan resjsten terhadap semua terapi, dilakukan miotomi longitudinal pada otot sirkular esofagus; ini menghilangkan nyeri pada lebih dari dua pertiga pasien. (Isselbacher J, Kurt dkk, 1999)
31
III.1 Kesimpulan 1. Esofagus merupakan suatu organ silindris berongga dengan panjang sekitar 25 cm dan diameter 2 cm, yang terbentang dari hipofaring hingga kardia lambung. 2. Esofagus terletak di posterior jantung dan trakea, di anterior vertebrata, dan menembus hiatus diafragma tepat di anterior aorta. 3. Fungsi utama esofagus adalah menyalurkan makanan dan minuman dari mulut ke lambung. 4. Macam-macam kelainan pada esofagus adalah Refluks espfagitis, Barrets esofagus, Esofageal striktur, Pharyngeal pouch and Esophageal diverticulum, Esophageal webs, Achalasia, spasm esophageal.
III.2 Saran Mengingat banyaknya berbagai macam kelainan pada esofagus, segera konsultasi kepada dokter jika anda mengalami kelainan pada esofagus dan mengganggu kesehatan anda. Agar dapat segera ditegaskan diagnosis penyakitnya.
32
DAFTAR PUSTAKA Anwar SA, Kanthan SK, Riaz AA. 2009. Current Management of Barretts Oesofagus Volume 2. Bri J of Med Prac. Arvin Klirgman Behrman. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson volume 2. EGC: Jakarta. Isselbacher J, Kurt dkk. 1999. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13 volume 1. EGC: Jakarta. Sabiston David C. 1995. Buku Ajar Bedah bagian 1. EGC: Jakarta. Sjamsuhidayat. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC: Jakarta. Spechler SJ. 2003. Gastroesophageal Reflux Disease & Its Complication. Current Diagnosis & Treatment in Gastroenterology. 2nd Ed. McGraw-Hill Pub. Sudoyo, A.W 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. EGC: Jakarta.