Anda di halaman 1dari 4

Semangat Anti Penindasan Harus kembali Jiwai KAA 2005

Oleh W. Yudha Saudara-saudara, musuh kita yang terbesar yang selalu merusakkan keselamatan dan kesejahteraan Asia dan juga merusakkan keselamatan dan kesejahteraan Indonesia ialah Amerika dan Inggris. Oleh karena itu, di dalam peperangan Asia Timur Raya ini, maka segenap kita punya tenaga, segenap kita punya kemauan, segenap kita punya tekad harus kita tujukan kepada hancurleburnya Amerika dan Inggris itu. Selama kekuasaan dan kekuatan Amerika dan Inggris belum hancur-lebur, maka Asia dan Indonesia tidak bisa selamat. Karena itu, semboyan kita sekarang ini ialah, Hancurkan kekuasaan Amerika. Hancurkan kekuasaan Inggris. Amerika kita setrika, Inggris kita linggis! (ulang tiga kali). (Pidato Bung Karno dari Jawa News , No. 2 April 1943, dikutip dari artikel Aiko Kurosawa). Semangat KAA 1955 dan Perdamaian Dunia Petikan pidato Soekarno tersebut kemudian menjadi sebuah sikap tegas Bangsa Indonesia untuk menolak dominasi kekuatan barat di dunia Internasional pada masa pemerintahannya. Hingga akhir pemerintahannya, sikap politik tersebut tetap dipegang dan dijalankan oleh Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia. Saat ini, ancaman terhadap dominasi kekuatan barat yang diwakili oleh Amerika dengan sekutunya Inggris terlihat jelas di dunia Internasional. Berbagai perang dengan beragam isu menjadi sebuah pembenaran atas tindakan campur tangan kekuatan barat terhadap kemerdekaan sebuah bangsa dan negara. Menjelang berlangsungnya Konferensi Asia Afrika (KAA), permasalahan diatas haruslah mendapat perhatian dari negara-negara yang mengikuti KAA. KAA yang kemudian melahirkan Gerakan Non Blok (GNB) menjadi kekuatan ketiga diantara dua kekuatan Barat (diwakili oleh Amerika) dan Timur (diwakili oleh Soviet). Misi KAA pun menjadi sebuah misi perdamaian untuk menyelesaikan permasalahan internasional melalui jalan damai seperti tercantum pada butir delapan Dasa Sila Bandung. Walaupun kini blok Timur telah runtuh dengan bubarnya Uni Soviet, pertarungan di dunia Internasional belumlah berhenti karena kekuatan blok barat yang tersisa masih dapat mengancam keamanan dunia internasional. Sebuah kekuatan besar tanpa adanya penyeimbang dapat menjadikan pemilik kekuatan bertindak semaunya untuk mencapai kepentingan dirinya. Disinlah seharusnya KAA harus mampu menjadi kekuatan penyeimbang terhadap kekuatan negara adikuasa Amerika. Namun dalam prakteknya selama ini, KAA telah kehilangan popularitasnya. Semangat anti penindasan dengan sebuah misi perdamaian dunia hanya menjadi romantisme sejarah saja bagi negara-negara yang pernah menggagas KAA. Terbukti ketika Amerika dan sekutunya menyerang

Afganistan dengan alasan keamanan internasional terhadap ancaman terorisme. Hampir tidak ada negara atau kekuatan manapun yang menentang keputusan Amerika tersebut. Bahkan ketika Amerika menyerang Irak dengan alasan demokrasi dan kemanusiaan, negara-negara Asia-Afrika hanya mampu menonton kehebatan militer Amerika. Padahal semangat perdamaian menjadi misi utama KAA dan tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain menjadi prinsip KAA. Lebih parah lagi, Pakistan, Korea Utara, dan Iran yang berusaha mengembangkan senjata nuklir tidak mendapat sorotan dari negara-negara Asia-Afrika. Amerikalah yang memberi perhatian terhadap permasalahan nuklir tersebut dan berusaha mengintervensi negara-negara tadi untuk mengehentikan program nuklirnya. Amerika telah menjadi polisi dunia yang mampu mendikte negara manapun untuk mendukung kepentingannya. Dalam salah satu butirnya, Dasa Sila Bandung juga menggugat dominasi negara besar dalam bidang militer. Pada butir keenam ditegaskan untuk tidak menggunakan pengaturan-pengaturan pertahanan kolektif untuk kepentingan khusus negara besar manapun dan tidak melakukan tekanan terhadap negara lain manapun. Ditegaskan kembali pada butir ketujuh; tidak melakukan tindakan atau ancaman agresi atau menggunakan kekuatan terhadap keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik negara manapun. Namun Dasa Sila Bandung yang menjadi kesepakatan pada KAA 1955 hanya menjadi sebuah prasasti yang memberikan kita pengetahuan sejarah bahwa peristiwa dengan semangat tersebut pernah terjadi. Walaupun pada prakteknya, hampir tidak ada negara di Asia-Afrika yang masih memegang nilai-nilai yang terdapat pada Dasa Sila Bandung. Globalisasi Dinamika dunia internasional saat ini sangatlah dinamis, namun tidak berarti tidak terpola dan tidak dapat dibaca. Dinamika tersebut mengarah pada satu kepentingan yaitu terciptanya pasar bebas atau bahasa kerennya globalisasi. Globalisasi merupakan agenda liberalisme untuk membebaskan pasar dari campur tangan negara sehingga para pemilik modal dapat memainkan modalnya dengan bebas tanpa adanya aturan yang menghalangi. Permasalahan dari liberalisme atau pasar bebas atau globalisasi ini adalah berlakunya hukum rimba; siapa yang kuat dialah yang menang. Maka, golongan kecil dan lemah akan mengalami penindasan hingga akhirnya mati akibat tekanan dari kelompokkelompok yang memiliki kekuatan lebih besar. Tujuan utama dari liberalisasi dan pasar bebas tersebut adalah mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya. Prinsip ekonomi yang diterapkan pasar bebas menempatkan keuntungan diatas segalanya, sehingga mengabaikan hal lainnya. Dalam kenyataannya, praktek-praktek dengan logika pasar ini membawa sebuah penderitaan bagi golongan yang tidak berpunya. Penghisapan dan penindasan orang kecillah yang terjadi pada praktek liberalisme.

Kembali pada KAA, semangat anti penindasan yang menjiwai Dasa Sila Bandung bertentangan dengan semangat liberalisme atau globalisasi. Setiap negara memiliki hak untuk menentukan sistem politik dan ekonominya sendiri dan dengan demikian menjunjung tinggi hak asasi manusia. Semua hasil kesepakatan pada KAA 1955 juga berkiblat pada keputusan-keputusan yang dikeluarkan PBB sehingga tidak ada yang bertentangan dengan kesepakatan internasional dan prinsipprinsip kemanusiaan lainnya. Maka, akanlah sangat aneh kemudian bila pada ulang tahun KAA ke 50 yang bertempat di tanah kelahirannya, Bandung menjadi ajang untuk mensukseskan agenda globalisasi. Kemungkinan hal itu terjadi sangatlah besar, karena di Asia masih terdapat negara kuat yang ikut mendukung globalisasi seperti Jepang dan Cina. Ditambah lagi dengan besarnya ketergantungan negara-negara dunia ketiga terhadap modal asing. Mengenai negara-negara dunia ketiga, sudah sangat jelas bahwa sebagian besar negara di Asia-Afrika merupakan negara ketiga atau negara miskin. Kemungkinan terjadinya hegemoni kekuatan barat dalam pengambilan keputusan KAA nanti pun besar kemungkinan terjadi. Amerika dan sekutunya yang memiliki kekuatan besar mampu melakukan tekanan walaupun tidak mengahadiri KAA tersebut. Salah kaki tangan barat yang dapat digunakan untuk mengancam adalah IMF dengan bantuan modalnya. Ancaman modal ini menghantui setiap negara peserta sehingga segala keputusan yang diambil dapat menjadi dukungan terhadap negara adikuasa untuk menciptakan pasar bebas. Seperti penjelasan diatas, liberalisme atau pasar bebas atau globalisasi bertentangan dengan kemanusiaan karena melakukan penghisapan atas manusia dan menimbulkan penindasan terhadap kelompok yang lemah. Walaupun penjajahan fisik tidak terjadi lagi, namun penjajahan melalui ekonomi, politik, dan budaya masih tetap berlangsung. Penjajahan berarti menghilangkan hak-hak asasi manusia dan penjajahan dalam bentuk apapun harus dihapuskan. Semangat inilah yang harus tetap dipegang teguh dan harus dihidupkan kembali pada KAA 2005. Sebuah Keniscayaan Satu hal yang sudah pasti adalah Amerika dengan sekutunya mendominasi setiap aspek dalam kehidupan internasional. Kehancuran Uni Soviet telah menjadikan Amerika dengan blok baratnya menjadi poros kekuatan internasional. Alat yang mereka miliki pun seperti IMF, Bank Dunia, IBD, dan lembaga-lembaga finansial lainnya menjadi perpanjangan tangan untuk menguasai negara lainnya. Melalui kaki tangannya, mereka mendesak setiap negara untuk menyepakati kepentingankepentingan yang mereka bawa. Lebih jauh lagi, mereka berhasil mengontrol pemerintahan sebuah negara dengan perjajnjian-perjanjian yang harus disetujui sebelum memberikan pinjaman modal. Sudah pasti juga prinsip liberalisme dengan agenda globalisasi yang diusung negara-negara besar didesakkan menjadi agenda negara yang penerima utang.

Tidak adanya kekuatan penyeimbang membuat negara-negara adikuasa tersebut memiliki kuasa penuh untuk mengontrol dunia internasional. Sudah terbukti ketika Amerika dengan sekutunya menyerang Irak dan Afganistan dan membungkam mulut internasional termasuk PBB, bahkan mendapatkan dukungan atas invasi tersebut. Maka, sebuah kekuatan baru untuk mengimbangi dominasi negara adikuasa tersebut harus lah terbentuk. Tujuannya adalah untuk menyeimbangkan kekuatan internasional sehingga tidak dimonopoli oleh satu pihak atau kelompok saja. KAA ke 50 yang akan terjadi pada 22-23 April 2005 menjadi momen penting untuk membahas permasalahan internasional tersebut. Semangat yang dahulu melatarbelakangi KAA haruslah tetap diusung. Jika tahun 1955 KAA menjadi kelompok penengah antara Blok barat dan Timur, saat ini KAA harus mampu menjadi kekuatan penyeimbang blok barat, tidak lagi sebagai penengah. Semangat kemanusiaan, perdamaian, anti penindasan yang menjiwai KAA 1955 masih tetap relevan dipertahankan hingga saat ini. Bila semangat itu tetap dipegang, kerjasaman negara-negara di Asia-Afrika akan mampu menjadi modal dasar untuk meningkatkan kesejahteraan setiap negara. Atau dengan kata lain, kekuatan baru itu dapat menghentikan ketergantungan negara dunia ketiga terhadap bantuan modal dari Amerika dan kelompoknya. Lebih jauh lagi, independensi sebuah negara menjadi lebih terjamin. Menghidupkan kembali semangat KAA dan memperkuat kesepakatan-kesepakatan terdahulu harus menjadi sebuah pembahasan penting. Kesepakatan kerjasama antara negara-negara Asia-Afrika yang terjadi haruslah bebas dari tekanan dari pihak manapun, baik itu ancaman berupa kekuatan militer ataupun kekuatan modal. Bahu membahu di segala bidang antar negara-negara Asia-Afrika akan membawa keuntungan bagi semua pihak. KAA 2005 harus mampu memberi udara segar bagi setiap negara pesertanya. Namun, bila hal ini tidak terjadi dan sebaliknya memberikan dukungan terhadap kelompok Amerika, dominasi kekuatan barat akan semakin besar. Dukungan ini berarti membenarkan pasar bebas atau globalisasi yang juga berarti pembenaran terhadap penghisapan manusia oleh manusia. Selain itu, tindak tanduk Amerika sebagai polisi dunia dan sekutunya akan lebih tidak terkontrol karena PBB saja sebuah organisasi internasional tidak kuasa menahan gerak Amerika.

Anda mungkin juga menyukai