Anda di halaman 1dari 11

I.

Anatomi

Pubococcygeus muscle Otot pubococcygeus atau otot PC sebesar ukuran kelapa, bentuknya seperti tempat tidur ayun, ditemukan di kedua jenis kelamin, yang membentang dari tulang pubis ke tulang ekor (koksigis) membentuk lantai dari rongga panggul dan mendukung organ-organ panggul. Ini adalah bagian dari kelompok otot levator ani. Dipersarafi oleh S3 dan S4 Fungsi Mengontrol aliran urin. Kontraksi selama orgasme.

Pada inkontinensia urin terjadi kelemahan pada otot ini akibat penurunan massa otot (atrofi otot),yang terjadi karenan : kurang olahraga miskin sirkulasi darah penuaan penyakit tertentu

pencegahan inkontinensia akibat pc yang kendor : Pelvic floor muscle exercises (PFME) atau senam kegel, yaitu : II. Duduk di kursi, kaki sedikit terbuka dan punggung rata. Lakukan gerakan buang angin. Anus akan terasa masuk, namun bokong dan otot paha tidak bergerak. Itulah gerakan otot PC. Duduk di kursi, kaki sedikit terbuka dan punggung rata. Lakukan gerakan seolah-olah menghentikan aliran urin saat berkemih, lalu membiarkannya mengalir lagi (stop and go). Itulah gerakan otot PC. Analisis Masalah 1. Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan inkontinensia urin? Iput, terry
1

Usia tua tonus otot detrussor dan sfingter uretra menurun kemampuan dalam mengontrol, mengkoordinasi dan proses kontraksi menurun - Wanita sering melahirkan m. pc mengendor kemampuan menopang organ internal bagian bawah menurun kemampuan mengerutkan otot untuk mencegah keluarnya urin menurun - Wanita usia tua menopause menurunan kadar estrogen atropi vagina dan sering disertai ISK - Wanita usia tua menopause dinding vagina menipis (tanda penurunan massa m. pc) Ketiga hal diatas akan menyebabkan inkontinensia urin. 2. Apa hubungan menopause dengan inkontinensia urin? Enggar, iput Wanita usia tua menopause menurunan kadar estrogen atropi vagina dan sering dosertai ISK Jawababan pertanyaan 1 dan 2 secara keseluruhan a. Usia merupakan factor predisposisi Semakin tua seseorang, semakin besar kemungkinan mengalami inkontinensia urin, karena terjadi perubahan struktur kandung kemih dan otot-otot dasar panggul. Pengaruh penuaan akan menyebabkan terjadinya atrofi pada seluruh organ tubuh, termasuk juga pada organ urogenital. b. Perempuan mengalami inkontinensia urin dua kali lebih sering daripada laki-laki. Hal ini disebabkan karena perempuan mengalami proses kehamilan, persalinan, menopause, serta struktur kandung kemih yang berbeda dengan laki-laki. Inkontinensia urin pada perempuan biasanya disebabkan karena kelemahan otot-otot dasar panggul yang menyangga saluran kemih dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga urin keluar begitu saja tanpa dapat ditahan. Proses persalinan dapat membuat otot-otot dasar panggul rusak akibat regangan otot-otot dan jaringan penunjang serta robekan jalan lahir, sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya inkontinensia urin. Dengan menurunnya kadar hormon estrogen pada perempuan di usia menopause, akan terjadi penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga menyebabkan terjadinya inkontinensia urin. Selain itu, menurunnya estrogen dapat menyebabkan : o gangguan aktivasi sel osteoblast o gangguan pengendapan matriks tulang, o berkurangnya deposit kalsium dan fosfat tulang Faktor risiko yang lain adalah obesitas atau kegemukan, riwayat operasi kandungan, obatobatan tertentu, serta penyakit-penyakit seperti diabetes melitus dan parkinson. 3. Apa saja diagnosis banding? Pijay, iput Tipe urgensia Urin keluar pada saat Ada keinginan untuk kencing (tidak mampu menunda)>8x sehari Tipe stress Tekanan intraabdomen meningkat (batuk, bersin, mengangkat beban) Tipe overflow Vesika urinaria mencapai kapasitas maksimum tetapi tidak dapat keluar semuanya Tipe fungsional Pada orang usia lanjut yg tidak mampu atau tidak mau mencapai toilet pada waktunya 2

Menopause

Factor risiko

Factor risiko

Obesitas Penyebab

Overactive bladder : aktivitas detrusor berlebihan selama fase pengisian/penyimpa nan Non neurogenik ; Inflamasi atau iritasi pada kandung kemih Proses menua : Kelemahan otot dasar panggul Idiopatik

Factor risiko Kelemahan otot panggul yang menyebabkan gangguan fungsi sfingter uretra

Obstruksi parsial atau otot vesika urinaria yang inaktif

Kelainan saluran kemih bg bawah spt hiperaktivitas detrusor

Terdapat pada

Prolaps Hipermobilitas uretra Perubahan posisi uretra dan kandung kemih Defisiensi intrinsik sfingter(kongen ital) Denervasi akibat obat penghambat adrenagik alfa ,trauma bedah, radiasi . Predisposisi : obesitas , batuk kronik , trauma perineal, melahirkan pervaginam ,terapi radiasi keganasan

Menurunnya kontraksi kandung kemih sekunder akibat obat obatan yg merelaksasi otot detrusor kandung kemih Denervasi pada detrusor akibat kelainan neurologis yang mempengaruhi inervasi kandung kemih Obtruksi aliran urin akibat Pembesaran prostat,impaksi feses. Striktur uretra,kontraks i uretra akibat agonis adrenegik alfa. Obtruksi anatomik pada perempuan prolapspelvis dan distorsi uretra Neuropati diabetes melitus

Gangguan fisis : gangguan immobilitas akibat arthritis, paraplegia inferior, stroke Gangguan kognitif akibat delirium atau demensia Obat

Neurogenik ; Ssp yg menghambat kontraksi kandung kemih terganggu

Kelainan neurologik akibat lesi suprapontin (stroke,parkinson) Trauma medulla spinalis Obat obatan Kelainan metabolik spt hipoksemia dan ensefalopati

4. Bagaimana patogenesis dan patofisiologi? Dilla, iput


Usia <<Tonus otot detrusssor dan sfingter uretra

Wanita Menopause

Melahirkan

Mobil/mall dingin Vasokonstriksi >> GFR

<< esterogen

Kendor otot-otot dasar panggul

>> prod urin

Atropi vagina; sering disertai ISK Kontrol, koordinasi <,& Kontraksi <<

Inkontinensia Urin

5. Bagaimana komplikasi? Iput, adis a. Dampak inkontinensia Dampak medik: o ulkus dekubitus o infeksi saluran kemih o urosepsis o gagal ginjal o mortalitas meningkat Dampak fisik : keterbatasan atau penghentian aktivits fisik Dampak psikologis : rasa bersalah atau depresi, kehilangan rasa percaya diri, ketakutan menjadi beban, takut tidak bisa mengontrol kandung kemih, bau kencing Dampak sosial : interaksi sosial menurun, tidak bisa berpergian bebas Dampak pribadi : harus menyiapkan pakaian dalam pengganti dan pembalut, harus berhati-hati dalam berpakaian agar tidak terlihat basah dan susah tidur Dampak seksual : menghindari aktivitas seksual dan keintimanDampak pekerjaan : tidak masuk kerja, produktivitas menurun III. Learning Issue a. Inkontinensia urin iput, dilla, nia, adis Inkontinensia Urin a. Definisi
4

Inkontinenensia urin adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan atau sosial.

b. Epidemiologi Inkontinensia urin biasanya terjadi dua sampai tiga kali lebih sering pada wanita dibandingkan pria Wanita > pria c. Etiologi Delirium Infeksi Atrophic vaginitis atau urethritis Farmasi - Sedatif hipnotik - Loop diuretics - Agen anti kolinergik - Agonis dan antagonis -adrenergik - Calcium chanel blockers Kelainan psikologi: depresi Kelainan endokrin Mobilitas yang terbatas Impaksi feses d. Faktor risiko Melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali atau kebiasaan mengejan yang salah. Atau serangan batuk kronis mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan kencing. Adanya kontraksi abnormal dari dinding kandung kemih walaupun kandung kemih baru terisi sedikit sudah timbul rasa ingin berkemih. Berkurangnya hormon estrogen akibat menopause pada wanita melemahkan otot dasar panggul dan risiko lebih besar terkena infeksi saluran kemih. Jenis kelamin Menopause Merokok Obesitas e. Jenis inkontinensia Urge inkontinensia - Merupakan penyebab IU tersering pada orang tua, terjadi pada 40-70 % pasien yang datang dengan keluhan inkontinensia. - Masalah tersering dalam fase pengisian/penyimpanan urin timbul takkala kandung kemih gagal utk tetap relaks sampai waktu yang tepat untuk berkemih . - Pasien dengan detrusor yang overaktif akan merasakan kontraksi detrusor yang lebih cepat dan lebih kuat sebelum VU terisi penuh - Penyebab: Non neurogenik o Inflamasi atau iritasi pada kandung kemih o Proses menua : Kelemahan otot dasar panggul o Idiopatik
5

Neurogenik o Ssp yg menghambat kontraksi kandung kemih terganggu o Kelainan neurologik akibat lesi suprapontin (stroke,parkinson) o Trauma medulla spinalis o Obat obatan o Kelainan metabolik spt hipoksemia dan ensefalopati Stress inkontinensia - Terjadi akibat gangguan fungsi sfingter uretra sehingga urin keluar dari kandung kemih manakala tekanan intra abdomen meningkat spt batuk atau bersin . - Dikaitkan dengan kelemahan ligamen pubouretra dan dinding anterior vagina. - Penyebab: o Prolaps Hipermobilitas uretra o Perubahan posisi uretra dan kandung kemih o Defisiensi intrinsik sfingter(kongenital) o Denervasi akibat obat penghambat adrenagik alfa ,trauma bedah, radiasi . o Predisposisi : obesitas , batuk kronik , trauma perineal, melahirkan pervaginam ,terapi radiasi keganasan Overflow bladder - Terjadi akibat retensi urin pada kandung kemih yg mengalami distensi (peregangan). - Urin mengisi kandung kemih sampai tercapai kapasitas maksimal kandung kemih, selanjutnya urin yg tdk dpt tertampung lagi keluar melalui uretra. - Penyebab: o Menurunnya kontraksi kandung kemih sekunder akibat obat obatan yg merelaksasi otot detrusor kandung kemih o Denervasi pada detrusor akibat kelainan neurologis yang mempengaruhi inervasi kandung kemih o Obtruksi aliran urin akibat Pembesaran prostat,impaksi feses. Striktur uretra,kontraksi uretra akibat agonis adrenegik alfa. o Obtruksi anatomik pada perempuan prolapspelvis dan distorsi uretra o Neuropati diabetes melitus Fungsional - Terjadi pada orang usia lanjut yg tidak mampu atau tidak mau mencapai toilet pada waktunya - Faktor penyebab dapat mengeksaserbasi tipe lain - Memiliki kelainan saluran kemih bagian bawah seperti hiperaktivitas detrusor

b. Hipertensi-atrial fibrilasi hakim, iput, rian

Isolated Systolic Hypertension


a. Definisi Hipertensi tekanan sistolik 140 mmHg dan tekanan diastolic 90 mmHg. Isolated systolic hipertension hipertensi primer dimana tekanan sistolik ( 140 mmHg), sedangkan tekanan diastolic cenderung menetap atau sedikit ( 90 mmHg)

b. Epidemiologi Terjadi pada 80% geriatri dengan usia 50 tahun Prevalensi: <1 / 1000 orang pada usia 25-35 tahun sampai 40 / 1000 pada usia 80-90 tahun.
6

Faktor resiko terjadinya cerebrovascular accidents (strokes)

c. Etiologi Menurunnya elastisitas dan daya kembang arteri karena usia, akumulasi kalsium dan kolagen pada arteri yang menyebabkan atherosclerosis. Hal hal ini menyebabkan tekanan sistolik.

d. Manifestasi dari perubahan yang terjadi: Usia perubahan fungsi dan struktur pada CV komplikasi pada CV disease mempengaruhi penyakit CV itu sendiri dan pengobatan CO ex: anemia, hipertiroid, insufisiensi aorta, fistula atriovenosa, Pagets disease of bone elastisitas dan komplians arteri besar karena penuaan dan aterosklerosis akibat akumulasi kalsium dan kolagen pada arteri dan degradasi elastin arteri Kekakuan arteri conduit tekanan arteri yang kembali dari perifer tekanan sistolik kekakuan arteri dan kerusakan endotel serta vasodilatasi Perubahan mekanisme refleks baroreseptor kegagalan refleks postural Perubahan keseimbangan antara vasodilatasi adrenergik beta dan vasokonstriksi adrenergik alfa kecenderungan vasokontriksi peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan tekanan darah Peningkatan asupan dan penurunan sekresi retensi Na Perubahanperubahandi atas bertanggung jawab terhadap peningkatan tekanan sistolik yang disproporsional, penurunan curah jantung (cardiac output), penurunan denyut jantung, penurunan kontraktilitas miokard, hipertrofi ventrikel kiri, dan disfungsi diastolik penurunan fungsi ginjal dengan penurunan perfusi ginjal dan laju filtrasi glomerulus.

Atrial Fibrilasi a. Definisi Merupakan suatu atrial tachycardia yang umum. Pada atrial fibrillation beberapa signal listrik yang cepat dan kacau "menyala" dari daerah-daerah yang berbeda di atria, dari pada hanya dari satu daerah pemacu jantung di SA node. Signal-signal ini pada gilirannya menyebabkan kontraksi ventricle yang cepat dan tidak beraturan . b. Klasifikasi Klasifikasi FA berdasarkan ada tidaknya penyakit jantung yang mendasari - Primer : bila tidak ditemukan kelainan struktur jantung dan kelainan sistemik yang dapat menimbulkan aritmia. - Sekunder : bila tidak ditemukan kelainan struktur jantung tetapi ada kelainan sistemik yang menimbulkan aritmia. Klasifikasi FA berdasarkan waktu timbul & kemungkinan keberhasilan konversi ke irama sinus - Paroksismal, bila FA berlangsung kurang dari 7 hari, berhenti dengan sendirinya tanpa intervensi pengobatan atau tindakan apapun. - Persisten, bila FA menetap lebih dari 48 jam, hanya dapat berhenti dengan intervensi pengobatan atau tindakan. - Permanen, bila FA berlangsung lebih dari 7 hari, dengan intervensi pengobatan FA tetap tidak berubah. FA dapat pula di bagi menjadi FA akut (bila < 48 jam) dan FA kronik (bila > 48 jam). c. Etiologi
7

Stress hemodinamik tekanan intra-atrial, Ex: penyakit katup mitral atau trikuspid, disfungsi ventrikel kiri, hipertensi sistemik atau pulmonal, tumor atau trombus intracardiac Iskemi atrial ex: CAD Inflamasi ex: myokarditis dan perikarditis karena Collagen vascular disease, infeksi virus dan bakteri, bedah cardiac, esofagus, torax. Obat-obatan stimulan, alkohol, kokain Penyakit paru embolisme paru dan pneumonia Penyakit endokrin hipertiroid dan pheochromocytom Neurologis perdarahan subarachnoid dan stroke Familial

d. Faktor risiko Meningkatnya usia Laki-laki insidensi lebih tinggi pada ras kulit putih PJK Tekanan darah tinggi CHF Penyakit katup jantung Hipertiroidisme Penyakit paru (asthma,emphysema,COPD) Pericarditis Emboli paru Alkoholism Penyakit jantung kongenital Merokok e. Manifestasi Klinis Asimptomatis Gejala: pslpitasi, sensasi denyut jantung yang cepat dan iregular Pingsan Kelemahan, sesak napas, nyeri dada, edema Gejala-gejala penyakit penyebab

Penatalaksanaan Inkontinensia urin Non farmakologis o Terapi suportif non spesifik Edukasi Memakai substitusi toilet Manipulasi lingkungan Pakaian tertentu dan pads Modifikasi intaks cairan dan obat o Intervensi behavioral Memiliki risiko yang rendah dan sedikit efek samping
8

Bladder training Bertujuan memperpanjang interval berkemih yang normal dengan teknik distraksi atau teknik relaksasi sehingga frekuensi berkemih hanya 6-7 kali per hari atau 3-4 jam sekali. Pasien diinstruksikan untuk miksi pada interval waktu tertentu, mula-mula setiap jam, selanjutnya interval berkemih diperpanjang secara bertahap sampai setiap 2-3 jam. Terbukti bermanfaat pada tipe urgensi dan stres. Habit training Merupakan penjadwalan waktu berkemih. Diupayakan agar jadwal berkemih sesuai dengan pola berkemih sesuai dengan pola berkemih pasien sendiri. Sebaiknya digunakan pada inkontinensia tipe fungsional dan membutuhkan keterlibatan petugas kesehatan atau pengasuh pasien. Prompted voiding Dilakukan dengan cara mengajari pasien mengenali kondisi atau status kontinensia mereka aserta dapat memberitahu petugas atau pengasuhnya bila ingin berkemih. Digunakan pada pasien dengan gangguan fungsi kognitif. Latihan otot dasar panggul Merupakan terapi yang efektif untuk inkontinensia urin tipe stres atau campuran dan tipe urgensi. Latihan dilakukan dengan membuat kontraksi berulang-ulang pada otot dasar panggul yang diharapkan dapat meningkatkan kekuatan uretra untuk menutup secara sempurna Stimulasi elektrik Merupakan terapi yang menggunakan dasar kejutan kontraksi otot pelvis dengan menggunakan alat-alat bantu pada vagina dan rektum Biofeedback Bertujuan agar pasien mampu mengontrol/ menahan kontraksi involunter otot detrusor kandung kemihnya Neuromodulasi Merupakan terapi dengan menggunakan stimulasi saraf sakral. Merupakan salah satu cara penatalaksanaan overactive bladder yang berhasil

Medikamentosa Obat Hyoscamin

Dosis 3x0.125 mg

Tipe inkontinensia Urgen atau campuran Urgensi dan OAB Urgensi Stres

Tolterodin Imipramin Pseudoephedrin

2 x 4 mg 3 x 25-50 mg 3 x 30-60 mg

Topikal estrogen Doxazosin Tamsulosin Terazosin

4 x 1-4 mg 1 x .4-0.8 mg 4 x 1-5 mg

Urgensi dan stres BPH dengan urgensi

Efek samping Mulut kering, mata kabur, glaukoma, delirium, konstipasi Mulut kering, konstipasi Delirium, hipotensi ortostatik Sakit kepala, takikardi, hipertensi Iritasi lokal Hipotensi postural

Operasi Yang paling sering dilakukan adalah ileosistoplasti dan miektomi detrusor. Untuk tipe stres: injectable intraurethral bulking agents, suspensi leher kandung kemih, urethral slings, dan artificial urinary sphincter Untuk tipe urgensi: augmentation cystoplasty dan stimulasi elektrik
9

Pemakaian kateter o Kateter eksternal Hanya dipakai pada inkontinensia intractable tanpa retensi urin yang secara fisik dependen/bedridden. Bahaya pemakaian: risiko infeksi dan iritasi kulit o Kateterisasi intermitten Dipakai untuk mengatasi retensi urin dan inkontinensia tipe overflow akibat kandung kemih yang akontraktil atau Detrussor hyperactivity with impaired contractility (DHIC). Dapat dilakukan 2-4 kali per hari oleh pasien atau tenaga kesehatan. o Kateterisasi kronik atau menetap Harus dilakukan secara selektif oleh kareena risiko bakteriuria kronik, batu kandung kemih, abses periuretral, dan bahkan kanker kandung kemih. Induksi pemakaian kateter kronik adalah retensi urin akibat inkontinensia overflow persisten, tak layak operasi, tidak efektif dilakukan kateterisasi intermiten, ada dalam perawatan dekubitus dan perawatan terminal dengan demensia berat. Catatan Inkontinensia 1. Untuk inkontinensia urgensi Terapi perilaku bladder training untuk memperpanjang interval miksi Diantar ketika hendak ke toilet Membuat catatan berkemih Terapi farmakologis menggunakan muscle relaxant (Flavoxate), chalcium channel blocker (diltiazem, nifedipine), kombinasi muscle relaxant dan antikolinergik (oxybutynin, tolterodine, dicyclomine), antidepresan trisiklik (doxepine, imipramine) 2. Untuk inkontinensia stress Pengurangan berat badan Latihan otot dasar panggul (Kegel) Cap device menutupi meatus uretra/kateter kondom/penile clamps Farmakologis (phenylpropanolamine, pseudoephedrine, estrogen) Terapi bedah jika terdapat hipermobilitas uretra Fibrilasi Atrial 1. Mengembalikan irama ke sinus dan mempertahankannya Farmakologis: obat antiaritmia o efek pada action potentials individual cell o lebih dari satu efek pada action potentials o Amiodarone efek class I, II, III, IV o Sotalol aktifitas - blockade( class II ) o efek memperpanjang action potentials ( class III ) DC cardioversi Dilakukan pada AF yang tidak stabil Prosedur invasif o Dirusak dengan energi radiofrekuensi pulmonary vein isolation o Corridor operation isolasi serat jaringan yang menghubungkan SA node dan AV node Maze III operation diperlukan CPB dan cardioplegic circulatory arrest 2. Mengontrol frekuensi respon ventrikel Short acting beta blocker Ca channel antagonist (diltiazem)
10

3. Mencegah terjadinya tromboemboli sistemik antikoagulan (acetyl salicilyc acid) 4. Lifestyle menurunkan berat badan jika ada kegemukan, mengurangi minum alcohol, meningkatkan aktivitas fisik aerobik, mengurangi asupan garam, mempertahankan asupan kalium yang adekuat, mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat, menghentikan merokok, mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol Isolated Systolic Hipertension 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Tujuan: control HR, cegah stroke, dan mengembalikan ritme sinus Kontrol HR digoxin, beta-blockers, calcium antagonists (verapamil or diltiazem), atau amiodarone. Cegah stroke antikoagulan coumadin Mengembalikan ritme sinus antikoagulasi Implantasi pacemaker Implantable cardiomaker defibrillator Lifestyle

Catatan Hipertensi sistolik terisolasi dan fibrilasi atrial 1. Modifikasi pola hidup 2. Calcium channel blocker (diltiazem) 3. Pencegahan resiko tromboemboli (acetyl salicylic acid)

11

Anda mungkin juga menyukai