Anda di halaman 1dari 4

I N.N.

Suryadiputra, dkk DANAU TONDANO, salah satu dari lima belas danau prioritas di Indonesia yang harus segera dipulihkan fungsinya Oleh: I N.N. Suryadiputra, Ferry H. dan M. Ilman Warta Konservasi lahan Basah, Vol. 18 No. 2, Juli 2010 Sumber: http://burung-nusantara.org/wp-content/ Danau Tondano adalah danau air tawar vulkanik, berada pada ketinggian 680m di atas permukaan laut dengan luas saat ini sekitar 4438 Ha, kedalaman maksimum 35,3m dan kedalaman rata-rata 13,4m. Inlet danau terdiri dari 35 sungai (termasuk sungai intermiten yang berair terutama disaat musim penghujan) dan hanya memiliki satu outlet yaitu Sungai Tondano yang bermuara di Teluk Manado. Berdasarkan peruntukannya, Danau Tondano tergolong danau multi fungsi (multy purposes) yaitu sebagai (1) sumber energi listrik bagi 50.000 rumah di Sulawesi Utara (PLTA Tonsea Lama, Tanggari I, Tanggari II dan rencana PLTA Sawangan); (2) sumber air (diolah oleh perusahaan air minum) bagi Kabupaten Minahasa, Kota Manado dan ke depan direncanakan untuk mensuplai air minum ke kota Bitung; (3) retensi banjir kota Manado; (4) lokasi budidaya perikanan keramba jaring apung/KJA (floating net cages) dan keramba tancap (pen culture) dengan produksi sekitar 5000 ton ikan per tahun; (5) irigasi bagi 3000 ha sawah di Kabupaten Minahasa dan (6) fasilitas wisata alam dan (7) pendidikan.

Daerah Aliran Sungai (DAS) dan sub-DAS Danau Tondano melintasi lima Kabupaten/ Kota yaitu Kabupaten Minahasa, Kabupaten Minahasa Utara, Kota Tomohon, Kota Bitung dan Kota Manado. Secara administratif, Danau Tondano sendiri berada di Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara, berjarak sekitar 30km ke arah selatan dari Kota Manado. Hasil studi interpretasi citra Landsat 2009 oleh Departemen PU ditemukan bahwa Luas DAS Tondano (watershed) adalah 56.371 Ha, dengan luas Daerah Tangkapan Air (DTA/ water catchments area) 25.925 Ha dan Badan Air Danau (water body) seluas 4396 Ha (kajian WIIP terbaru, Mei 2010 mendapatkan luas danau 4438Ha).

Dari total luasan DTA yaitu 25.925 ha (berdasarkan intepretasi citra Landsat 2009), diketahui bahwa tutupan lahan terdiri dari 5% perumahan (1197 ha), 28% hutan (7.345 ha), 12% sawah (3.188 ha), 28% perkebunan campuran (7.326 ha), tegalan 23% / hortikultura tanah (5.983 ha), gulma 2% terutama eceng gondok yang berada di tepi danau (553ha) dan 1% lahan yang tidak dapat dikalsifikasikan karena citra tertutup awan (333 ha). Danau Tondano menjadi habitat penting bagi berbagai jenis hewan dan tumbuhan, diantaranya jenisjenis ikan khas Sulawesi, seperti ikan Payangka dan Nike. Terdapat juga satu jenis ikan yang hanya dapat ditemukan di danau ini, yaitu Tondanichthys kottelati (sejenis julung-julung air tawar). Jenis ikan ini pertama kali ditemukan pada tahun 1995, dan statusnya saat itu masuk kategori rentan (vulnerable menurut daftar yang dikeluarkan oleh IUCN. Namun demikian, IUCN menyebutkan juga bahwa diperlukan informasi terkini dari jenis ini untuk mengetahui status dan kondisi populasinya saat ini. Ditemukan juga sedikitnya 31 spesies burung di sekitar danau, 6 diantaranya dilindungi oleh Uundang-Undang RI, yaitu: Kuntul kecil (Egretta garzetta), Kuntul kerbau (Bubulcus ibis), Elang Paria (Milvus migrans), Elang Bondol (Haliastur indus), Cekakak Sungai (Halcyon chloris) dan Burung-madu sriganti (Nectarinia jugularis). Beberapa jenis fauna air yang bukan asli dari danau ini juga ditemukan, antara lain: Kijing Taiwan (Anodonta woodiana), Kolobi/keong mas (Pomacea canaliculata), Mujair (Oreochromis mossambicus) dan Nila (Oreochromis niloticus). Sedangkan vegetasi yang hidup di sekitar Danau Tondano bagian tepi berupa persawahan, perladangan serta rawa-rawa berair tawar. Rawa air tawar tersebut didominasi oleh Serawet/teki (Cyperaceae), kano-kano (Phragmites karka), dan Rumbia/sagu (Metroxylon sago). Pada bagian perbukitan, umumnya didominasi oleh pohon Cengkeh (Syzygium aromaticum), selain itu Mahoni (Swietenia mahagoni), Jati (Tectona grandis) dan Sengon (Albazia falcataria) merupakan jenis-jenis yang sengaja ditanam untuk dipanen kayunya. Pada badan air, jenis-jenis yang umum teramati adalah: Eceng gondok (Eicchornia crasssipes) dan Ki Apu (Pistia stratiotes) yang mendominasi pada beberapa bagian permukaan air danau, sementara arakan (Ceratophyllum demersum) tumbuh tepat dibawah permukaan air. Jenis-jenis lain yang ditemukan, antara lain: Hydrilla (Hydrilla verticillata), Teratai (Nymphaea sp.). Sangat disayangkan, karena Danau Tondano yang memiliki begitu banyak nilai dan manfaat tersebut, saat ini kondisinya sangat memprihatinkan dan terancam. Beberapa faktor utama penyebab rusak dan terancamnya keberadaan eksositem Danau Tondano, sebagai berikut: 1. Kegiatan pengggalian pasir di beberapa sungai yang merupakan inlet (pemasok air) Danau Tondano, serta penebangan pohon di daerah tangkapan air Danau Tondano yang sering menimbulkan erosi tepi sungai dan lahan di sekitarnya. Kegiatan ini menyebabkan meningkatnya kekeruhan air (akibat padatan tersuspensi) dan pendangkalan pada sungai dan di dalam danau. 2. Maraknya penjarahan (encroachment) lahan di sempadan danau untuk kegiatan pertanian mengakibatkan semakin berkurangnya luasan permukaan dan volume air danau.

3. Maraknya pembangunan Keramba Jaring Apung (KJA) dan Karamba tancap (pada tahun 2001, total sekitar 2500 unit; tersebar di Desa Eris (2078 unit), di Desa Kakas (350 unit) dan di Desa Remboken (40 unit). 4. Pesatnya pertumbuhan eceng gondok di dalam danau. 5. Tingginya pencemaran dari luar danau (seperti dari kegiatan pertanian, pemukiman, peternakan, galian pasir) dan dari dalam danau itu sendiri (seperti sisasisa pakan dari kegiatan KJA, restauran, eceng gondok yang mati). 6. Adanya introduksi jenis-jenis ikan dari luar Minahasa yang mengancam kehidupan ikanikan asli Danau Tondano. Dampak lanjutan yang ditimbulkan dari berbagai permasalahan tersebut di atas, pada akhirnya mengurangi nilai dan daya guna perairan danau tondano untuk berbagai kepentingan masyarakat di sekitarnya. Hal demikian telah terlihat dari: (1) semakin berkurangnya pasokan daya listrik untuk operasional tiga buah PLTA yang merupakan system interkoneksi jaringan listrik di Sulawesi Utara dan akhirnya mengharuskan diadakannya pemadaman listrik secara bergiliran; (2) terjadinya banjir pada musim hujan (terutama) di daerah outlet danau (dan menggenangi lahan pertanian dan pemukiman), dan (3) mengurangi pasokan air baku untuk diolah oleh Perusahaan Air Minum. Dari semua isue-isue diatas, pada akhirnya bermuara pada aspek kebijakan (baik terkait pengelolaan DTA, sempadan maupun badan air Danau Tondano) yang hingga kini masih dalam tahap menuju pengesahan (misalnya draft Peraturan Daerah/Perda tentang Pengelolaan Danau Tondano yang disusun oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Minahasa, Perda DAS Tondano yang disusun oleh Pemerintah Daerah Propinsi Sulawesi Utara). Disamping itu permasalahan kompleks yang terjadi pada ekosistem Danau Tondano memerlukan penanganan komprehensif dengan pendekatan multisektoral yang melibatkan lembaga pemerintah, universitas, lembaga penelitian, dan masyarakat sipil. Hasil dari beberapa pertemuan baik pada tingkat internasional, nasional maupun lokal menghasilkan kesamaan pandangan yang menekankan perlunya segera untuk memulihkan fungsi ekosistem Danau Tondano mengingat permasalahan yang saat ini dihadapi serta fungsinya yang sangat vital bagi kehidupan masyarakat Sulawesi Utara. Beberapa pertemuan tersebut diantaranya (1) Pertemuan Enhancing Water Capacity in Developing Countries through the South Cooperation Framework yang diselenggarakan oleh UNEP pada tanggal 26 29 Mei 2008, di Nairobi-Kenya. Dalam pertemuan ini pihak Pemerintah RI (melalui Kementerian Pekerjaan Umum) telah meminta dukungan/bantuan teknis dari UNEP terkait pengelolaan danau Tondano; (2) Telah ditetapkannya Danau Tondano oleh Kementerian Lingkungan Hidup RI sebagai salah satu dari lima belas danau prioritas di Indonesia yang harus segera dipulihkan fungsinya berdasarkan prinsip keseimbangan ekosistem dan daya dukung lingkungannya. Kedua hal tersebut di atas telah mendorong Program Lingkungan Hidup Perserikatan Bangsabangsa (UNEP) bekerjasama dengan Wetlands International Indonesia Programme (WI-IP), Pemerintah Kabupaten Minahasa Utara, Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Lingkungan Hidup untuk melakukan beberapa kegiatan peningkatan kapasitas dan penyadartahuan (awareness campaign) untuk pengelolaan ekosistem Danau Tondano. Rangkaian kegiatan ini telah dimulai sejak diselenggarakannya Seminar Pengelolaan Danau

Tondano pada bulan Februari 2010 di Jakarta, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan di Sulawesi Utara berupa rapat konsultasi dan pertemuan stakeholder Danau Tondano pada April 2010, peningkatan kapasitas dalam bentuk training pengelolaan danau pada Mei 2010 serta kegiatan peningkatan kepedulian para pembuat kebijakan di Sulawesi Utara pada ekosistem Danau Tondano. Pada intinya program-program yang dikembangkan ini adalah untuk memperbaiki dan mengembalikan nilai-nilai dan fungsi ekosistem Danau Tondano, melalui kegiatan terpadu antar berbagai pihak baik para pemangku kepentingan maupun masyarakat luas, khususnya yang berada di daerah-daerah mulai dari daerah tangkapan air hingga sekitar Danau Tondano itu sendiri. Diharapkan, dengan duduk bersama akan didapatkan pemetaan menyeluruh menyangkut ekosistem Danau Tondano, baik inventarisasi permasalahan yang ada dan yang akan mengancam, maupun solusi dalam mengatasi permasalahanpermasalahan tersebut (termasuk bagaimana mengendalikan bahkan memanfaatkan gulma eceng gondok menjadi sumber alam yang bernilai ekonomis). Untuk menghindari kerusakan yang lebih parah lagi, serta guna memulihkan ekosistem Danau Tondano secepatnya, maka pedoman/ panduan berupa Rencana Strategis pengelolaan terpadu ekosistem Danau Tondano menjadi sangat penting untuk segera diwujudkan. Dengan adanya aturan dan pedoman yang jelas yang bersifat mengikat dan wajib dipatuhi bersama ini, diharapkan pengelolaan ekosistem Danau Tondano dapat berjalan dengan cepat, tepat, tegas dan sinergis. Danau Tondanoku lestari, kita dan anak cucu berseri.

Anda mungkin juga menyukai