Anda di halaman 1dari 13

Keutamaan Silaturahmi

Dari Abu Ayyub Al Anshori, Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya tentang amalan yang dapat memasukkan ke dalam surga, lantas Rasul menjawab, "Sembahlah Allah, janganlah berbuat syirik pada-Nya, dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan jalinlah tali silaturahmi (dengan orang tua dan kerabat)." (HR. Bukhari no. 5983) Dari Abu Bakroh, Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, - - "Tidak ada dosa yang lebih pantas untuk disegerakan balasannya bagi para pelakunya [di dunia ini] -berikut dosa yang disimpan untuknya [di akhirat]daripada perbuatan melampaui batas (kezhaliman) dan memutus silaturahmi (dengan orang tua dan kerabat)" (HR. Abu Daud no. 4902, Tirmidzi no. 2511, dan Ibnu Majah no. 4211, shahih) Abdullah bin Amr berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Seorang yang menyambung silahturahmi bukanlah seorang yang membalas kebaikan seorang dengan kebaikan semisal. Akan tetapi seorang yang menyambung silahturahmi adalah orang yang berusaha kembali menyambung silaturahmi setelah sebelumnya diputuskan oleh pihak lain. (HR. Bukhari no. 5991) Abu Hurairah berkata, "Seorang pria mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata, "Wahai Rasulullah, saya punya keluarga yang jika saya berusaha menyambung silaturrahmi dengan mereka, mereka berusaha memutuskannya, dan jika saya berbuat baik pada mereka, mereka balik berbuat jelek kepadaku, dan mereka bersikap acuh tak acuh padahal saya bermurah hati pada mereka". Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Kalau memang halnya seperti yang engkau katakan, (maka) seolah- olah engkau

memberi mereka makan dengan bara api dan pertolongan Allah akan senantiasa mengiringimu selama keadaanmu seperti itu. (HR. Muslim no. 2558) Abdurrahman ibnu 'Auf berkata bahwa dia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, : "Allah azza wa jalla berfirman: Aku adalah Ar Rahman. Aku menciptakan rahim dan Aku mengambilnya dari nama-Ku. Siapa yang menyambungnya, niscaya Aku akan menjaga haknya. Dan siapa yang memutusnya, niscaya Aku akan memutus dirinya." (HR. Ahmad 1/194, shahih lighoirihi). Dari Abu Hurairah, Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Siapa yang suka dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah dia menyambung silaturrahmi." (HR. Bukhari no. 5985 dan Muslim no. 2557) Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhuma berkata, "Siapa yang bertakwa kepada Rabb-nya dan menyambung silaturrahmi niscaya umurnya akan diperpanjang dan hartanya akan diperbanyak serta keluarganya akan mencintainya." (Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 58, hasan) Memang terjadi salah kaprah mengenai istilah silaturahmi di tengahtengah kita sebagaimana yang dimaksudkan dalam hadits-hadits di atas. Yang tepat, menjalin tali silaturahmi adalah istilah khusus untuk berkunjung kepada orang tua, saudara atau kerabat. Jadi bukanlah istilah umum untuk mengunjungi orang sholeh, teman atau tetangga. Sehingga yang dimaksud silaturahmi akan memperpanjang umur adalah untuk maksud berkunjung kepada orang tua dan kerabat. Ibnu Hajar dalam Al Fath menjelaskan, "Silaturahmi dimaksudkan untuk kerabat, yaitu yang punya hubungan nasab, baik saling mewarisi ataukah tidak, begitu pula masih ada hubungan mahrom ataukah tidak." Itulah makna yang tepat. Wallahu waliyyut taufiq.

Keutamaan Berbakti Kepada Kedua Orang Tua Dan Pahalanya ketegori Muslim. Keutamaan Berbakti Kepada Kedua Orang Tua Dan Pahalanya Kategori Birrul Walidain Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas Di Antara Fadhilah (Keutamaan) Berbakti Kepada Kedua Orang Tua. Pertama: Bahwa berbakti kpd kedua orang tua ialah amal yg paling utama. Dengan dasar diantara yaitu hadits Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yg disepakati oleh Bukhari dan Muslim, dari sahabat Abu Abdirrahman Abdullah bin Masud radhiyallahu anhu. Arti : Dari Abdullah bin Masud katanya, Aku berta kpd Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tentang amal-amal yg paling utama dan dicintai Allah ? Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menjawab, Pertama shalat pada waktu (dalam riwayat lain disebutkan shalat di awal waktunya), kedua berbakti kpd kedua orang tua, ketiga jihad di jalan Allah [Hadits Riwayat Bukhari I/134, Muslim No.85, Fathul Baari 2/9] Dengan demikian jika ingin kebajikan hrs didahulukan amal-amal yg paling utama di antara ialah birrul walidain (berbakti kpd kedua orang tua). Kedua Bahwa ridha Allah tergantung kpd keridlaan orang tua. Dalam hadits yg diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad, Ibnu HIbban, Hakim dan Imam Tirmidzi dari sahabat Abdillah bin Amr dikatakan. Arti : Dari Abdillah bin Amr bin Ash Radhiyallahu anhuma dikatakan bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Ridla Allah tergantung kpd keridlaan orang tua dan murka Allah tergantung kpd kemurkaan orang tua [Hadits Riwayat Bukhari dalam Adabul Mufrad (2), Ibnu Hibban (2026-Mawarid), Tirmidzi (1900), Hakim (4/151-152)] Ketiga Bahwa berbakti kpd kedua orang tua dpt menghilangkan kesulitan yg sedang

dialami yaitu dgn cara bertawasul dgn amal shahih tersebut. Dengan dasar hadits Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dari Ibnu Umar. Arti : Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Pada suatu hari tiga orang berjalan, lalu kehujanan. Mereka berteduh pada sebuah gua di kaki sebuah gunung. Ketika mereka ada di dalamnya, tiba-tiba sebuah batu besar runtuh dan menutupi pintu gua. Sebagian mereka berkata pada yg lain, Ingatlah amal terbaik yg pernah kamu lakukan. Kemudian mereka memohon kpd Allah dan bertawassul melalui amal tersebut, dgn harapan agar Allah menghilangkan kesulitan tersebut. Salah satu diantara mereka berkata, Ya Allah, sesungguh aku mempunyai kedua orang tua yg sudah lanjut usia sedangkan aku mempunyai istri dan anak-anak yg masih kecil. Aku mengembala kambing, ketika pulang ke rumah aku selalu memerah susu dan memberikan kpd kedua orang tuaku sebelum orang lain. Suatu hari aku hrs berjalan jauh untuk mencari kayu bakar dan mencari nafkah sehingga pulang telah larut malam dan aku dpti kedua orang tuaku sudah tertidur, lalu aku tetap memerah susu sebagaimana sebelumnya. Susu tersebut tetap aku pegang lalu aku mendatangi kedua namun kedua masih tertidur pulas. Anak-anakku merengek-rengek menangis untuk meminta susu ini dan aku tdk memberikannya. Aku tdk akan memberikan kpd siapa pun sebelum susu yg aku perah ini kuberikan kpd kedua orang tuaku. Kemudian aku tunggu sampai kedua bangun. Pagi hari ketika orang tuaku bangun, aku berikan susu ini kpd keduanya. Setelah kedua minum lalu kuberikan kpd anak-anaku. Ya Allah, seandai peruntukan ini ialah peruntukan yg baik krn Engkau ya Allah, bukakanlah. Maka batu yg menutupi pintu gua itupun bergeser [Hadits Riwayat Bukhari (Fathul Baari 4/449 No. 2272), Muslim (2473) (100) Bab Qishshah Ashabil Ghaar Ats Tsalatsah Wat-Tawasul bi Shalihil Amal] Ini menunjukkan bahwa peruntukan berbakti kpd kedua orang tua yg pernah kita lakukan, dpt digunakan untuk bertawassul kpd Allah ketika kita mengalami kesulitan, Insya Allah kesulitan tersebut akan hilang. Berbagai kesulitan yg dialami seseorang saat ini diantara krn peruntukan durhaka kpd kedua orang tuanya.

Kalau kita mengetahui, bagaimana berat orang tua kita telah bersusah payah untuk kita, maka peruntukan Si Anak yg bergadang untuk memerah susu tersebut belum sebanding dgn jasa orang tua ketika mengurus sewaktu kecil. Si Anak melakukan pekerjaan tersebut tiap hari dgn tdk ada perasaan bosan dan lelah atau yg lainnya. Bahkan ketika kedua orang tua sudah tidur, dia rela menunggu kedua bangun di pagi hari meskipun anak menangis. Ini menunjukkan bahwa kebutuhan kedua orang tua hrs didahulukan daripada kebutuhan anak kita sendiri dalam rangka berbakti kpd kedua orang tua. Bahkan dalam riwayat yg lain disebutkan berbakti kpd orang tua hrs didahulukan dari pada beruntuk baik kpd istri sebagaimana diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma ketika diperintahkan oleh bapak (Umar bin Khaththab) untuk menceraikan istrinya, ia berta kpd Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menjawab, Ceraikan istrimuu [Hadits Riwayat Abu Dawud No. 5138, Tirimidzi No. 1189 beliau berkata, Hadits Hasan Shahih] Dalam riwayat Abdullah bin Masud yg disampaikan sebelum disebutkan bahwa berbakti kpd kedua orang tua hrs didahulukan daripada jihad di jalan Allah Subhanahu wa Taala. Begitu besar jasa kedua orang tua kita, sehingga apapun yg kita lakukan untuk berbakti kpd kedua orang tua tdk akan dpt membalas jasa keduanya. Di dalam hadits yg diriwayatkan oleh Imam Bukhari disebutkan bahwa ketika sahabat Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma melihat seorang menggendong ibu untuk tawaf di Kabah dan ke mana saja Si Ibu menginginkan, orang tersebut berta kpd, Wahai Abdullah bin Umar, dgn peruntukanku ini apakah aku sudah membalas jasa ibuku.? Jawab Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma, Belum, setetespun engkau belum dpt membalas kebaikan kedua orang tuamu [Shahih Al Adabul Mufrad No.9] Orang tua kita telah megurusi kita mulai dari kandungan dgn beban yg dirasakan sangat berat dan susah payah. Demikian juga ketika melahirkan, ibu kita mempertaruhkan jiwa antara hidup dan mati. Ketika kita lahir, ibu lah yg menyusui kita kemudian membersihkan kotoran kita. Semua dilakukan oleh ibu

kita, bukan oleh orang lain. Ibu kita selalu menemani ketika kita terjaga dan menangis baik di pagi, siang atau malam hari. Apabila kita sakit tdk ada yg bisa menangis kecuali ibu kita. Sementara bapak kita juga berusaha agar kita segera sembuh dgn membawa ke dokter atau yg lain. Sehingga kalau ditawarkan antara hidup dan mati, ibu kita akan memilih mati agar kita tetap hidup. Itulah jasa seorang ibu terhadap anaknya. Keempat Dengan berbakti kpd kedua orang tua akan diluaskan rizki dan dipanjangkan umur. Sebagaimana dalam hadits yg disepakati oleh Bukhari dan Muslim, dari sahabat Anas Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda. Arti : Barangsiapa yg suka diluaskan rizki dan dipanjangkan umur maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi [Hadits Riwayat Bukhari 7/72, Muslim 2557, Abu Dawud 1693] Dalam ayat-ayat Al-Quran atau hadits-hadits Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dianjurkan untuk menyambung tali silaturahmi. Dalam silaturahmi, yg hrs didahulukan silaturahmi kpd kedua orang tua sebelum kpd yg lain. Banyak diantara saudara-saudara kita yg sering ziarah kpd teman-teman tetapi kpd orang tua sendiri jarang bahkan tdk pernah. Padahal ketika masih kecil dia selalu bersama ibu dan bapaknya. Tapi setelah dewasa, seakan-akan dia tdk pernah berkumpul bahkan tdk kenal dgn kedua orang tuanya. Sesulit apapun hrs tetap diusahakan untuk bersilaturahmi kpd kedua orang tua. Karena dgn dekat kpd kedua insya Allah akan dimudahkan rizki dan dipanjangkan umur. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Nawawi bahwa dgn silaturahmi akan diakhirkan ajal dan umur seseorang.[1] walaupun masih terdpt perbedaan dikalangan para ulama tentang masalah ini, namun pendpt yg lebih kuat berdasarkan nash dan zhahir hadits ini bahwa umur memang benar-benar akan dipanjangkan. Kelima Manfaat dari berbakti kpd kedua orang tua yaitu akan dimasukkan ke jannah (surga) oleh Allah Subhanahu wa Taala. Di dalam hadits Nabi Shallallahu alaihi wa sallam disebutkan bahwa anak yg durhaka tdk akan masuk surga. Maka

kebalikan dari hadits tersebut yaitu anak yg beruntuk baik kpd kedua orang tua akan dimasukkan oleh Allah Subhanahu wa Taala ke jannah (surga). Dosa-dosa yg Allah Subhanahu wa Taala segerakan adzab di dunia diantara ialah beruntuk zhalim dan durhaka kpd kedua orang tua. Dengan demikian jika seorang anak beruntuk baik kpd kedua orang tuanya, Allah Subahanahu wa Taala akan menghindarkan dari berbagai malapetaka, dgn izin Allah. [Disalin dari Kitab Birrul Walidain, edisi Indonesia Berbakti Kepada Kedua Orang Tua oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, terbitan Darul Qolam Jakarta.] [1] Riyadlush Shalihin, hadits No. 319 Tata Cara Silaturrahim dengan Para Ahli Maksiat Sebagian orang salah dalam memahami tata cara silaturrahim dengan para ahli maksiat. Mereka mengira bahwa bersilaturrahim dengan mereka berarti juga mencintai dan menyayangi mereka, bersama-sama duduk dalam satu majlis dengan mereka, makan bersama-sama mereka serta sikap lembut dengan mereka. Ini adalah tidak benar. Semua memaklumi bahwa Islam tidak melarang berbuat baik kepada kerabat dekat yang suka berbuat maksiat, bahkan hingga kepada orang-orang kafir. Allah berfirman. Artinya : Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Demikian pula sebagaimana disebutkan dalam hadits Asma binti Abi Bakar Radhiyallahu anhuma yang menanyakan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam untuk bersilaturrahim kepada ibunya yang musyrik. Dalam hadits itu diantaranya disebutkan.

Artinya : Aku bertanya, Sesungguhnya ibuku datang dan ia sangat berharap,4} apakah aku harus menyambung dengan ibuku ? Beliau Shallallahu alaihi wa sallam menjawab. Ya, sambunglah dengan ibumu.5} Tetapi, itu bukan berarti harus saling mencintai dan menyayangi, dudukduduk satu majlis dengan mereka, bersama-sama makan dengan mereka serta bersikap lembut dengan orang-orang kafir dan ahli maksiat tersebut. Allah berfirman. Artinya : Kamu tidak akan mendapati satu kaum yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun rang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka. Makna ayat yang mulia ini -sebagaimana disebutkan oleh Imam Ar-Raziadalah bahwasanya tidak akan bertemu antara iman dengan kecintaan kepada musuh-musuh Allah. Karena jika seseorang mencintai orang lain maka tidak mungkin ia akan mencintai musuh orang tersebut. Dan berdasarkan ayat ini, Imam Malik menyatakan bolehnya memusuhi kelompok Qadariyah dan tidak duduk satu majlis dengan mereka. Imam Al-Qurthubi mengomentari dasar hukum Imam Malik : Saya berkata, Termasuk dalam makna kelompok Qadariyah adalah semua orang yang zhalim dan yang suka memusuhi. Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat yang mulia tersebut berkata : Artinya, mereka tidak saling mencintai dengan orang yang suka menentang , bahkan meskipun mereka termasuk kerabat dekat. Sebaliknya, silaturrahim dengan mereka adalah dalam upaya untuk menghalangi mereka agar tidak mendekat kepada Neraka dan menjauh dari Surga. Tetapi, bila kondisi mengisyaratkan bahwa untuk mencapai tujuan tersebut adalah

dengan cara memutuskan hubungan dengan mereka, maka pemutusan hubungan tersebut -dalam kondisi demikian- dapat dikategorikan sebagai silaturrahim. Dalam hal ini, Imam Ibnu Abi Jamrah berkata : Jika mereka itu orangorang kafir atau suka berbuat dosa maka memutuskan hubungan dengan mereka karena Allah adalah silaturrahim dengan mereka. Tapi dengan syarat telah ada usaha untuk menasehati dan memberitahu mereka, dan mereka masih membandel. Kemudian, hal itu dilakukan karena mereka tidak mau menerima kebenaran. Meskipun demikian, mereka masih tetap berkewajiban mendoakan mereka tanpa sepengetahuan mereka agar mereka kembali ke jalan yang lurus. seputar bertambahnya umur karena silaturrahim dan mereka memberikan jawabannya. Misalnya, dalam Fathul Bari disebutkan, Ibnu At-Tin berkata, Secara lahiriah, hadits ini bertentangan dengan firman Allah : Artinya; Maka apabila telah datang ajal mereka, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat memajukannya . Untuk mencari titik temu kedua dalil tersebut dapat ditempuh melalui dua jalan. Pertama, bahwasanya tambahan yang dimaksud adalah kinayah dari usia yang diberi berkah karena mendapat taufiq untuk menjalankan ketaatan, ia menyibukkan waktunya dengan apa yang bermanfaat di akhirat, serta menjaga dari menyia-nyiakan waktunya untuk hal lain . Kedua, tambahan itu secara hakikat atau sesungguhnya. Dan itu berkaitan dengan malaikat yang diberi tugas mengenai umur manusia. Adapun yang ditunjukkan oleh ayat pertama di atas, maka hal itu berkaitan dengan ilmu Allah Taala. Umpamanya dikatakan kepada malaikat, sesungguhnya umur fulan adalah 100 tahun jika dia menyambung silaturrahim dan 60 tahun jika ia memutuskannya. Dalam ilmu Allah telah diketahui bahwa fulan tersebut akan menyambung atau memutuskan silaturrahim. Dan apa yang ada di alam ilmu Allah itu tidak akan maju atau mundur. Adapun yang ada dalam ilmu malaikat maka hal itulah yang mungkin bisa bertambah atau berkurang. Itulah yang diisyaratkan oleh firman Allah : Artinya: Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan , dan di sisiNya lah terdapat Ummul Kitab . Jadi, yang dimaksudkan dengan menghapuskan dan

menetapkan dalam ayat itu adalah apa yang ada dalam ilmu malaikat. Sedangkan apa yang ada di dalam Lauh Mahfuzh itu merupakan ilmu Allah, yang tidak akan ada penghapusan selama-lamanya. Itulah yang disebut dengan al-qadha almubram , sedang yang pertama disebut al-qadha al-muallaq . SILATURAHIM KEPADA ORANGTUA DAN SAUDARA YANG MUSYRIK

Definisi Silaturahim Kalimat silaturahmi berasal dari bahasa Arab, tersusun dari dua kata, yaitu silah yang berarti alaqah (hubungan) dan kata al-rahmi yang artinya menyayangi / mengasihi. Jadi secara harfiyah Silaturahmi artinya Menghubungkan tali kekerabatan, menghubungkan kasih sayang atau menyambung tali persaudaraan kepada kerabat yang memiliki hubungan nasab. Keistimewaan Silaturahim Rasulullah SAW menjelaskan bahwa silaturahim termasuk inti dakwah Islam. Rasulullah SAW juga menjelaskan tentang pentingnya membina hubungan silaturahmi, sebagaimana dalam sabda beliau : Seseorang berkata: Ya Rasulullah, beritahukan kepadaku amalan yang akan memasukkan aku ke surga dan menjauhkanku dari neraka. Rasulullah SAW mengatakan: Engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan sesuatu dengan-Nya, menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan menyambung silaturahim. (HR. AlBukhari, 3/208-209, Muslim no. 13). Dan janji Allah terhadap orang yang menyambung tali silaturahmi diantaranya akan dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya sebagiamana hadits yang diriwayatkan dari Anas radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah SAW bersabda :

Siapa yang ingin dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, hendaknya ia menyambung tali silaturahimnya. (HR. Al-Bukhari 10/348,Muslim no. 2558, Abu Dawud no. 1693)

Silaturahim dengan sesama Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) namaNya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS An Nisaa 4:1).

Allah SWT melarang memutuskan silaturahmi dengan orang tua atau kerabat yang non muslim dan Allah tetap menuntunkan agar hak mereka sebagai kerabat dipenuhi walaupun mereka kafir. Jadi, kekafiran tidaklah memutuskan hak mereka sebagai kerabat. Allah Taala berfirman, Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik. (Qs. Luqman: 15) Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi.

(Qs. An Nisa: 1)

Jubair bin Muthim berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan tali silaturahmi (dengan kerabat).

Oleh karenanya, silaturahmi dengan kerabat tetaplah wajib, walaupun kerabat tersebut kafir. Jadi, orang yang mempunyai kewajiban memberi nafkah tetap memberi nafkah pada orang yang ditanggung walaupun itu non muslim. Karena memberi nafkah adalah bagian dari bentuk menjalin silaturahmi. Sedangkan dalam masalah waris tidak diperkenankan sama sekali. Karena seorang muslim tidaklah mewariskan hartanya pada orang kafir. Begitu pula sebaliknya. Karena warisan dibangun di atas sikap ingin menolong (nushroh) dan loyal (wala).

Silaturahim kepada Kerabat Non Muslim Allah SWT telah berfirman : Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orangorang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (Al-Mumtahanah: 8) Allamatul Qashim Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sadi rahimahullahu menjelaskan: Artinya, Allah SWT tidak melarang kalian dari kebaikan, silaturahim, dan membalas kebaikan serta berlaku adil terhadap kerabat kalian dari kalangan kaum musyrikin atau yang lain. Hal ini bila mereka tidak mengobarkan peperangan dalam agama terhadap kalian, tidak mengusir kalian dari rumah-rumah kalian. Maka tidak mengapa kalian berhubungan baik dengan mereka dalam keadaan seperti ini, tidak ada kekhawatiran dan kerusakan padanya. Jadi jelaslah bahwa berbuat baik kepada kerabat adalah suatu hal yang disyariatkan, meskipun dia non-muslim. Dengan syarat, dia bukan orang yang memerangi agama kita, dan tentunya tidak ada loyalitas dalam hati kita terhadap agamanya. Justru kita harapkan dengan sikap dan perilaku kita yang baik kepada

orang semacam ini, menjadi sebab datangnya hidayah dalam hati kerabat kita tersebut, sehingga ia masuk Islam dan meninggalkan kekafirannya. Kamu tidak akan mendapati satu kaum yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun rang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudarasaudara atau pun keluarga mereka.

Anda mungkin juga menyukai