Reni Mutiara Sari (090155) Septiyan Sendy (091041) Silvia Purwanti KH (090012) Yorneta Eka Pratiwi (090120)
5/26/12
ABSTRAK
Studi kinerja membran (RO) reverse osmosis telah dilakukan, dengan menggunakan beberapa variasi tekanan operasi. Membran ini diterapkan untuk desalinasi proses air garam. Sampel yang digunakan adalah larutan NaCl sebagai air garam simulasi, dengan konsentrasi variasi adalah 2; 2,25; 2,5; 2,75 dan 3,0 mg / L, dan variasi tekanan operasi adalah 0,5-7 bar. Spiral wound dengan merek Filtec USA model TW 30-1812-100 yang digunakan sebagai membran RO. Fluks dan padatan terlarut total (TDS) dari umpan dan permeate yang akan diukur. Konsentrasi NaCl dan TDS dianalisis dengan menggunakan conduktometer dalam rangka untuk menganalisis presentase rejeksi. Berdasarkan hasil bahwa peningkatan nilai fluks dan rejeksi terjadi karena peningkatan operasi tekanan. Fluks maksimal yaitu 43,14 L/m2 jam pada feed tekanan 7 bar dan NaCl konsentrasi 2,0 mg / L. Persen rejeksi maksimal yaitu 92,30% ditemukan sekitar pakan tekanan 6,5 bar dan larutan NaCl 2,0 mg / L sebagai simulasi air garam. Kata kunci: desalinasi, reverse osmosis, spiral wound,air garam. 5/26/12
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
19,89 % dari luas wilayah provinsi Riau merupakan lautan [BP. Statistik.
2005].
Ketersediaan air bersih pada daerah pesisir sangat terbatas karena sumber air
bersih utama diintrusi oleh air laut sehingga air tersebut menjadi payau. air [Kalaswad. 2008].
Desalinasi merupakan proses pemisahan garam terlarut yang ada di dalam Metode desalinasi secara konvensional yang selama ini digunakan sulit
untuk desalinasi air payau dan air laut [Otles & Otles. 2004].
Teknologi RO mampu memisahkan komponen-komponen pada temperatur
kamar, konsumsi energi dan bahan kimia aditif cukup rendah, tidak 5/26/12 menghasilkan produk samping berupa limbah, bersifat modular dan kompak, serta hanya membutuhkan ruangan yang kecil untuk instalasinya.
1.2 Rumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana efektivitas proses Reverse Osmosis dalam proses desalinasi air payau menjadi air tawar. Kondisi optimum yang diharapkan untuk mendapatkan kadar garam yang minimum dengan variasi tekanan. 1.3 Tujuan Percobaan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menentukan pengaruh tekanan terhadap nilai rejeksi dengan variasi konsentrasi umpan, mendapatkan harga fluks terhadap tekanan dan mendapatkan penurunan nilai TDS pada air payau.
1.4 Ruang Lingkup Percobaan Ruang lingkup penelitian ini meliputi variabel bebas dan variabel tetap. Variabel bebas yaitu variasi tekanan, variasi konsentrasi umpan, harga fluks dan persen rejeksi. Sedangkan, variabel tetapnya adalah modul membran yaitu spiral wound dengan proses Reverse Osmosis.
5/26/12
2.2 Pengolahan air payau dengan teknologi membran Beberapa keunggulan teknologi ini terletak pada kebutuhan energi yang rendah, permasalahan korosi peralatan yang minimum dan penggantian dan penginstalasian alat yang mudah berintegrasi dengan sistem yang ada. Teknologi membran yang dapat digunakan dalam pengolahan air adalah RO, ultrafiltrasi (UF), nanofiltrasi (NF) dan mikrofiltrasi (MF). Prinsip kerja membran adalah memisahkan zat terlarut dengan berat molekul kecil dan memisahkan larutan cair yang mengandung zat organik dalam jumlah yang 5/26/12 kecil. Pada proses ini, membran akan permeable terhadap air tetapi tidak terhadap garam dan senyawa dengan berat molekul besar. Akibatnya membran hanya dilalui oleh
2.3 Membran Reverse Osmosis Membran RO umumnya digunakan untuk memisahkan bahan-bahan dengan berat molekul rendah atau garam-garam organik dari larutan. Contoh penerapan RO dapat dilihat pada desalinasi air laut. Membran ini bersifat permeabel terhadap air, tetapi tidak untuk garam dan senyawa yang memiliki berat molekul yang lebih besar.
Proses RO dikenal juga sebagai proses hiperfiltrasi, sebab tekanan yang dibutuhkan untuk melewatkan umpan lebih besar dari tekanan osmosis umpan sebelum umpan dilewatkan melalui membran. Umumnya tekanan operasi yang diperlukan minimal tiga kali lipat dari tekanan osmosis larutannya, yakni berkisar antara 10-100 bar dengan batasan fluks sebesar 0,05-1,4 L/m2jam [Mulder.1996]. Modul membran Spiral Wound Membran dengan modul spiral wound terdiri dari dua lembar membran datar, penjarak umpan dan bahan berpori pengumpul permeat yang digulung membentuk silinder [Morales dan Maria. 2002].
membran [Cheryan, 1986]. Fluks ini diukur dengan mengukur waktu yang diperlukan untuk menampung permeat dalam volume tertentu. Secara matematis fluks dirumuskan sebagai [Mulder, 1996]:
J adalah fluks (L/m2jam), V adalah volume permeat (L), A adalah luas permukaan membran (m2) t adalah waktu (jam).
5/26/12
atau melewatkan padatan terlarut [Cheryan, 1986]. Secara matematis rejeksi dinyatakan dengan [Mulder, 1996]:
dengan R adalah koefisien rejeksi (%) dan Cp serta Cf adalah konsentrasi zat terlarut dalam permeat dan umpan.
5/26/12
Pencampuran Serbuk NaCl dan Aquadest Larutan NaCl Analisa TDS Larutan NaCl Analisa TDS, salinitas, konduktivitas Larutan NaCl Forward flushing membran dengan 5/26/12 aquadest selama 30 menit
Proses Percobaan
Larutan NaCl
5/26/12
Percobaan dilakukan dengan menggunakan seperangkat unit RO, beaker glass 2 L, gelas ukur 50 mL, stopwatch dan tabung penyimpanan sampel serta satu unit alat pengukur konduktivitas tipe Orion 125 Aplus.
Bahan yang digunakan :
Larutan NaCl dibuat pada konsentrasi 2.000, 2.250, 2.500, 2.750 dan 3.000 mg/L. Bahan membran adalah Polyamide Thin-Film Composite dengan luas penampang 5,5 ft2.
5/26/12
5/26/12
Gambar 4 menunjukkan adanya peningkatan fluks seiring dengan peningkatan tekanan operasi. Pada umpan dengan konsentrasi NaCl 2.000 ppm dan tekanan operasi 0,5 bar diperoleh fluks sebesar 4,78 L/m2jam. Sedangkan pada konsentrasi yang sama dengan tekanan operasi 7 bar diperoleh fluks 44,08 L/m2jam. Fenomena yang sama juga ditemui oleh Winduwati dkk (2000). Dengan menggunakan variabel tekanan 40 sampai 120 psi dan konsentrasi NaCl 20 hingga 100 mg/L, didapatkan adanya kenaikan fluks permeat akibat dari kenaikan tekanan operasi.
5/26/12
5/26/12
Semakin besar tekanan yang diberikan, maka volum fluida yang dapat melewati membran akan meningkat, seperti yang terlihat pada Gambar 5. Peningkatan fluks akibat adanya peningkatan tekanan juga telah dirumuskan oleh Darcy pada persamaan 2 yang menghubungkan fluks (jv) dengan pressure drop (P), koefisien rejeksi Staverman (), perbedaan tekanan osmotik (), konstanta permeabilitas, dan viskositas ()
5/26/12
5/26/12
Gambar 6 menunjukkan pengaruh tekanan umpan terhadap rejeksi garam. Pada umpan dengan konsentrasi NaCl 2.000 ppm dan tekanan 0,5 bar diperoleh rejeksi NaCl sebesar 83%. Sedangkan pada umpan dengan konsentrasi yang sama dan tekanan 7 bar diperoleh rejeksi 92%. Pada umpan dengan 2.250 ppm hingga 3.000 ppm terjadi penurunan rejeksi setelah tekanan 6,5 bar. Rejeksi maksimum rata-rata membran pada range tekanan 0,5 bar hingga 7 bar diperoleh pada larutan umpandengan konsentrasi 2.000 mg/L yaitu sebesar 90%. Hal yang sama juga terjadi pada rejeksi TDS di dalam umpan seperti yang terlihat pada Gambar 7. Pada umpan dengan konsentrasi 2.000 mg/L, terjadi peningkatan rejeksi dari 0,66 pada tekanan 0,5 bar menjadi 0,82 pada tekanan 5 bar.
5/26/12
5/26/12
Pada Gambar 8, peningkatan tekanan mengakibatkan penurunan konsentrasi NaCl dalam permeat. Hal ini terjadi karena peningkatan tekanan dapat meningkatkan rejeksi garam terlarut di dalam umpan. Namun, sama halnya dengan rejeksi, pada titik tertentu tekanan tidak lagi berpengaruh pada konsentrasi NaCl dalam permeat. Tekanan yang tinggi memaksa garam terlarut melewati pori-pori membran sehingga pada kondisi tersebut, banyaknya NaCl di dalam permeat menjadi konstan.
5/26/12
BAB V KESIMPULAN
1.
Kenaikan tekanan umpan menyebabkan kenaikan fluks permeat dan faktor rejeksi sebaliknya menurunkan konsentrasi NaCl dalam permeat. Fluks maksimal diperoleh pada tekanan umpan 7 bar pada konsentrasi sampel 2.000 mg/L yaitu sebesar 43,13 L/m2. jam. Penurunan TDS dengan menggunakan proses RO cukup signifikan pada konsentrasi larutan NaCl umpan 2.000 mg/L dan 2.250 mg/L dimana permeat yang dihasilkan sudah memenuhi baku mutu zat padat terlarut yang disyaratkan untuk air minum. Rejeksi maksimum yang dihasilkan sebesar 92,6 % pada tekanan umpan 6,5 bar dan konsentrasi NaCl dalam larutan umpan 2.000 mg/L.
2.
3.
4.
5/26/12
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2005. Riau dalam Angka 2005. Percetakan Fajar Harapan. Pekanbaru. Cheryan, M. 1986. Ultrafiltration Handbook. Technomi. Publishing Co. Inc. Lancaster. Departemen Teknik Kimia ITB. 2006. Desalinasi Air Payau dengan Membran Reverse Osmosis (RO) Tekanan Rendah. http://library.its.ac.id. Diakses pada 31 Mei 2007. Hidayat, W. 2007. Teknologi Membran. http:// majarimagazine.com/2007/11/ teknologi-membran/. Diakses pada 2 Desember 2007. Kalaswad, S. 2008. Desalination. http:// www.twdb.state.tx.us/iwt/desal/faq.html #topofpage. Diakses pada 17 Agustus 2008. Kaliappan, S., Sathish, C., & Nirmalkumar, T. 2005. Recovery and Reuse of Water from Effluents of Cooling Tower. http://journal.library.iisc. ernet.in/vol200504/ paper5/215.pdf. Diakses pada 10 September 2008. Morales, G. & Maria B. 2002, Desalination of Produced Water using Reverse Osmosis, http:// media.godashboard.com/ gti/4ReportsPubs/4_7GasTips/Summer02/ DesalinationOfProducedWater.pdf. Diakses pada 5 Juli 2008. Mulder, M. 1996. Basic Principles of membrane Technology. 2nd edition. Kluwer Academic Publisher. Netherland. Otles, S., & Otles, S. 2004. Desalination Techniques. h t t p : / / e j e a f c e . u v i g o . e s / i n d e x . p h p ? option=com_docman&task=doc_view&gid=83. Diakses pada 5 Juni 2008 Sagle, A., & Benny, F. 2006. Fundamentals of Membranes for Water Treatment. University of Texas. Austin. Scott, K. 1995. Handbook of Industrial Membranes. 1st edition. Elsevier Science Publishers. Oxford. Wenten, I. G.. 1996. Ultrafiltration in Water Treatment and Its Evaluation as Pretreatment for Reverse 5/26/12 Osmosis System. Dept. Of Chemical Engineering, ITB.