Anda di halaman 1dari 5

Urgensi Gas Bumi

Oleh: Widjajono Partowidagdo

Terdapat beberapa anggapan yang keliru mengenai energi di Indonesia diantaranya: 1. Indonesia adalah Negara yang kaya minyak, padahal tidak. Kita lebih banyak memiliki energi lain seperti batubara, gas, CBM (Coal Bed Methane), panas bumi, air, BBN (Bahan Bakar Nabati) dan sebagainya, 2. harga BBM (Bahan Bakar Minyak) harus murah sekali tanpa berpikir bahwa hal ini menyebabkan terkurasnya dana Pemerintah untuk subsidi harga BBM, ketergantungan kita kepada BBM yang berkelanjutan serta kepada impor minyak dan BBM yang makin lama makin besar serta makin sulitnya energi lain berkembang, 3. investor akan datang dengan sendirinya tanpa perlu kita bersikap bersahabat dan memberikan iklim investasi yang baik, 4. peningkatan kemampuan Nasional akan terjadi dengan sendirinya tanpa keberpihakan Pemerintah.2 Potensi Energi Nasional 2008 (Sumber: ESDM 2009) diberikan pada Tabel 1 yang terdiri dari energi fosil dan energi non fosil. Terlihat bahwa cadangan terbukti minyak Indonesia tinggal 3,7 milyar barel. Justru, kita lebih banyak memiliki energi non minyak. Tabel 1 Potensi Energi Nasional 2008
ENERGI FOSIL Minyak Bumi Gas Bumi Batubara Coal Bed Methane (CBM) ENERGI NON FOSIL Tenaga Air Panas Bumi Mini/Micro Hydro Biomass Tenaga Surya Tenaga Angin SUMBER DAYA 56,6 miliar barel 334,5 TSCF 104,5 miliar ton 453 TSCF SUMBER DAYA CADANGAN Terbukti 3,7 miliar barel 112,4TSCF 5,5 miliar ton Potensial (Probable+Possible) 4,5 miliar barel 57,6 TSCF 13,3 miliar ton SETARA 75,67 GW 27,51 GW 500 MW 49,81 GW 4.80 kWh/m2/day 9,29 GW PRODUKSI (per Tahun) 357 juta barel 2,7 TSCF 229,2 juta ton KAPASITAS TERPASANG 4,2 GW 1,052GW 0,086 GW 0,445 GW 0,012 GW 0,0011 GW

845,00 juta SBM 219,00 juta SBM 500 MW 49,81 GW 9,29 GW 24,112 ton*) atau 3 GW untuk 11 Uranium (Nuclear) tahun *) Hanya di Kalan West Kalimantan Sumber ESDM 2008

Indonesia memproduksi minyak sebesar 357 juta barel, mengekspor minyak mentah sebesar 146 juta barel, mengimpor minyak mentah sebesar 93 juta barel dan Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar 153 juta barel pada tahun 2008 (Sumber ESDM 2009) dan mengkonsumsi 457 barel. Terdapat defisit sebesar 100 juta barel per tahun. Cadangan terbukti minyak kita hanya 3,7 milyar barel atau 0,3 % cadangan terbukti dunia. Sebagai Negara net importer minyak dan yang tidak memiliki cadangan terbukti minyak yang banyak, kita tidak bijaksana apabila mengikuti harga BBM murah di Negara-negara yang cadangan minyaknya melimpah (Tabel 2). Sebaiknya Indonesia mengurangi sebanyak mungkin dan sesegera mungkin pemakaian BBM (yang paling mahal). Kembangkan sebanyak mungkin energi lain yaitu Batubara, Gas, Tenaga air, Panasbumi, CBM serta Energi Terbarukan yang kita miliki.

Tabel 2 Harga Bensin dan Cadangan Terbukti Minyak


Cadangan Produksi Konsumsi Terbukti Minyak Country Date of price 2007 2007 Miliar Barel Ribu BPD Ribu BPD 01-01-2009 Australia 1.14 2010-01-24 1.5 561 935 Brazil 1.41 2010-06-30 12.6 1833 2192 Canada 1.01 2010-06-30 178.1 3309 2303 China 0.946 2010-04-24 16 3743 7855 India 1.00 2009-08-21 5.6 801 2748 Indonesia 0.59/0.45 2009-07-16 3.9 969 1157 Iran 0.40 2009-06-28 136.2 4401 1621 Kuwait 0.224 2010-06-30 104 2626 276 Malaysia 0.54 2009-09-01 4 755 514 Mexico (Mexico City) 0.56 2009-07-13 10.5 3477 2024 Nigeria (Lagos) 0.44 2009-12-25 36.5 2356 Norway 2.02 2010-06-30 6.7 2556 221 Russia (Moscow) 0.798 2010-01-11 60 9978 2699 Saudi Arabia (Riyadh) 0.16 2008-07-31 266.7 10413 2154 Thailand 0.95 2010-02-03 0.4 309 911 UAE 0.37 2009-12-30 97.8 2915 450 United Kingdom 1.74 2010-06-21 3.4 1636 1696 United States 0.734 2010-06-30 21.3 6879 20698 Venezuela 0.023 2009-12-12 99.4 2613 596 Vietnam 0.83 2010-06-23 0.6 Sumber: Harga Bensin dari Wikipedia 2010, Cadangan Terbukti dari CIA November 2009, Produksi dan Konsumsi dari BP Statistical 2008. US$/L (95 RON) Catatan: Di Indonesia harga Pertamax adalah Rp. 5975/liter dan harga premium adalah Rp. 4.500/ liter (Kurs Rp. 10.130/USD).

Kita berhasil mengganti sebagian besar minyak tanah Rp 8.000/l dengan LPG Rp 6.000/kg atau Rp 3.500/ setara liter minyak tanah karena 1 kg LPG setara 1,7 slmt. Seharusnya LPG tabung 3 kg gasnya tidak perlu disubsidi (Rp 4.250/kg atau Rp 2.500/ slmt) karena sudah murah, yang perlu disubsidi tabungnya saja sehingga tidak dioplos. Akan lebih hemat lagi kalau untuk memasak memakai Gas Kota atau BBG (100% gas) yang lebih murah (dan tidak perlu mengimpor) dari LPG (C3 dan C4 yang hanya 20% gas). Saat ini (2010) impor LPG Indonesia (2288 ribu metrik ton) sudah melebihi pasokan domestik (2200 ribu MT). Indonesia seharusnya mengganti premium (bersubsidi) dengan BBG dan bagi mereka yang ingin menggunakan bensin dapat memakai pertamax (yang tidak disubsidi); menetapkan harga BBG untuk transportasi adalah Rp 4.100 per lsp untuk seluruh Indonesia; mengganti sebagian diesel untuk listrik dengan gas; tidak mengekspor gas untuk penemuan baru dan hanya menggunakannya untuk kebutuhan domestik tetapi harus tersedia LNG receiving terminal dan harga gas yang menarik misal $ 7/MMBTU yang hanya setara dengan $ 42/barel minyak dan kalau perlu mengimpor gas yang lebih murah dari impor minyak dan BBM serta memaksimalkan penggunaan batubara, panasbumi dan air serta energi baru dan terbarukan lainnya.
2

Demikian pula apabila Diesel yang biaya listriknya mahal ($ 0.30 - 0,35/kWh) diganti oleh Air dan Batubara ($ 0,06-0,08/kWh), Gas ($ 0,08-0,09/kWh), Panasbumi ($ 0,09-0,097/kWh), EnergiTerbarukan ($ 0,10-0,15). Maka biaya bisa dihemat 2/3 nya. Perlu digantinya penggunaan BBM untuk energi tidak hanya untuk listrik, tetapi juga untuk transportasi, rumah tangga dan industri. Apabila Indonesia bisa memakai energi yang lebih murah sebagai pengganti BBM (yang mahal) maka dapat dihemat paling tidak seratus trilyun rupiah. Pada tahun 2009 BBM untuk transportasi 37,2 milyar liter (l), rumah tangga 4,7 milyar liter, industri 9,8 milyar l, listrik 8,9 milyar l dan ABRI 0,5 milyar l. Apabila harga BBM Rp 8.000 per liter dan bisa mengganti 80% transportasi dengan BBG seharga Rp 4.000 per liter setara premium akan menghemat Rp 4.000 per liter atau Rp 119 trilyun. Kalau bisa mengganti 80% memasak dengan LPG seharga Rp 3.500 per liter setara minyak tanah akan menghemat Rp 4.500 per l atau Rp 17 trilyun dan kalau dengan Gas Kota di Kota-kota besar akan lebih menghemat lagi. Kalau bisa mengganti 80% BBM untuk listrik dengan energi lain akan menghemat Rp 5.300 per liter atau Rp 38 trilyun. Dana yang dihemat lebih dari 170 trilyun untuk harga BBM Rp 8.000 per liter Dana tersebut dapat digunakan untuk pembagunan infrastruktur dan mengembangkan kemampuan Migas dan Energi Nasional serta Kemampuan Nasional lainnya sehingga menciptakan banyak Lapangan Kerja. Secara bertahap perlu dinaikkan Harga BBM dan disaat yang sama disediakan Energi Alternatif Non BBM serta ditingkatkan Penggunaan Transportasi Umum yang nyaman serta perlu Insentif untuk Kendaraan dan Peralatan Hemat Energi. Memang harga BBM untuk industri tidak disubsidi tetapi kalau 80% industri memakai BBG akan menghemat Rp 4.000 per l atau 31.4 trilyun sehingga akan meningkatkan daya saing industri kita. Sebaiknya industri didorong untuk beroperasi di luar Jawa karena disana energi berlimpah. Penulis pernah ke Sulawesi Tengah yang mempunyai Danau Poso dengan potensi PLTA 900 MW yang belum dikembangkan (kalau dikembangkan biayanya dibawah 8 sen USD/kWh) dan Sulawesi Tengah memakai diesel dengan biaya Rp 3.500/kWh untuk 90 MW. Indonesia punya potensi Tenaga Air 75,67 GW, Panasbumi 27,51 GW, Mini/Micro Hydro 0,5 GW, Biomas 49,8 GW, Tenaga Surya 4,8 kWh/m2/hari dan Tenaga Angin 9,3 GW. Dana lebih dari 170 trilyun tersebut bisa dipakai untuk mengembangkan infrasruktur, meningkatkan kuantitas dan kualitas transportasi umum, memperbaiki informasi wilayah kerja migas yang ditawarkan (sehingga lebih laku), mengembangkan energi terbarukan dan perdesaan (membuat orang betah di desa) dan meningkatkan kemampuan nasional baik di energi maupun di industri-industri lain. Apabila ditambah dengan meminimalkan KKN, mengoptimalkan Penerimaan Pemerintah, mengoptimalkan Pengeluaran APBN, meningkatkan kualitas Birokrasi dan Regulasi dan menggalakkan Penghematan Energi (Konservasi) maka Indonesia pasti menjadi Negara yang Hebat. Akibatnya Subsidi (Harga) Energi yang sangat membebani Belanja Pemerintah Pusat (Table 3) dapat digunakan untuk Infrastuktur Energi, Meningkatkan Kesejahteraan dan Kemampuan Nasional sehingga Indonesia bisa menjadi Negara yang lebih maju. Tabel 3 Belanja Pemerintah Pusat 2007 2010 (miliar rupiah)
3

Uraian

2007 LKPP

2008 LKPP 112.829,9 55.963,5 72.772,5 88.429,8 275.291,5 223.013,2 52.278,2 APBN 143.555,7 77.687,6 93.801,6 101.657,8 16 896.701,6 103.568,6 63.133,0 -

2009 RAPBN-P 133.709,2 87.004,0 74.280,7 110.050,9 159.950,7 102.461,7 57.489,0 31,6 APBN-P 133.709,2 85.464,0 73.381,5 109.590,1 158.117,9 99.938,9 58.179,0 31,6 RAPBN

2010 APBN 160.364,3 107.090,1 82.175,5 115.594,6 157.820,3 106.526,7 51.293,6 7.192,0

1. Belanja Pegawai 2. Belanja Barang 3. Belanja Modal 4. Pembayaran Bunga Utang 5. Subsidi A. Energi B. Non Energi 6. Belanja Hibah

90.425,0 54.511,4 64.288,7 79.806,4 150.214,4 116.865,9 33.348,6 -

161.735,6 100.169,6 76.893,1 115.594,6 144.355,1 99.409,3 44.945,8 34,4

Perlu subsudi dan peningkatan kualitas transportasi umum. Perlu diimplementasikan penghematan BBM misal insentif untuk peralatan, mobil serta perilaku hemat energi dan disinsentif untuk yang tidak hemat energi. Permasalahan gas adalah menariknya harga ekspor yang cukup tinggi sehingga untuk pengembangan gas dan CBM perlu dipertimbangkan harga gas domestik yang menarik, misal $7/ MSCF. Perlu disadari bahwa $7/MSCF gas hanya setara dengan $42/barel minyak. Dapat dipertimbangkan Bagian Pemerintah yang lebih kecil apabila harganya lebih rendah. Perlu ditingkatkan pembangunan infrastruktur untuk pengembangan gas termasuk LNG (Liquefied Natural Gas) receiving terminal, pipa transportasi, SPBG (Stasiun Pengisi Bahan Bakar Gas), infrastruktur gas kota dan lain lain. Karena biaya CBM lebih mahal dari gas maka perlu insentif berupa pengurangan Bagian Pemerintah. Untuk mempertahankan pemasokan energi diperlukan biaya yang dibutuhkan sektor tersebut. Biaya tersebut dapat dipergunakan untuk meningkatkan kualitas informasi bagi penawaran konsesi-konsesi migas baru, termasuk melakukan survai geologi dan geofisik (gravity dan seismik) pendahuluan, infrastruktur migas (seperti LNG receiving terminal, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas atau SPBG, pipa transportasi gas, pipa gas kota) untuk pendidikan, pelatihan dan penelitian, pengembangan energi terbarukan dan energi perdesaan serta peningkatan kemampuan nasional. Sebagai perbandingan, untuk mempertahankan kelestarian hutan orang menggunakan dana reboisasi dari royalty yang besarnya secara teoritis dihitung berdasarkan biaya yang dibutuhkan untuk menanam kembali setiap pohon yang ditebang. Untuk mempertahankan pemasokan energi dapat digunakan Depletion Premium. Menurut Asian Development Bank (ADB), 20071 depletion premium dapat dihitung dari net present value selisih harga sumberdaya alam tak terbarukan (misal: migas) pada saat dia tidak kita produksikan lagi (sehingga kita harus mengimpornya) dan biaya memproduksikannya. Dana depletion premium dari energi tak terbarukan yang untuk migas diperkirakan sekitar 7-8 persen dari equity to be split (revenue dikurangi recoverable cost). Perlu dijajagi kemungkinan Kerjasama Energi di Luar Negeri, misal dengan Iran yang memiliki cadangan gas nomor dua terbesar di dunia yaitu 982 TCF, Algeria 159 TCF, Nigeria 187 TCF
4

sedangkan Indonesia mempunyai pengalaman memproduksikan gas dan LNG lebih dari 30 tahun. Dengan membantu memproduksikan gas dan LNG dari Iran, Algeria, Nigeria dan negara-negara lain. maka Indonesia bisa mendapatkan Bagi Hasilnya sehingga dapat mengimpor gas. Lebih baik mengimpor gas daripada mengimpor minyak dan BBM karena harganya lebih murah. Perlu dicatat Negara tetangga kita, Australia, mempunyai cadangan gas 89 TCF dengan penduduk sedikit. Daftar Pustaka
1. Economics and Development Resource Center, Guidelines for the Economic Analysis of

Project, ADB (Asian Development Bank), Manila, 1997.


2. Partowidagdo, W, Migas dan Energi di Indonesia, Permasalahan dan Analisis Kebijakan,

Development Studies Fondation, Bandung, 2009.

RIWAYAT HIDUP Widjajono Partowidagdo adalah Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Guru Besar Ilmu Ekonomi dan Pengelolaan Lapangan Migas pada Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan (FTTM) dan Anggota Komisi Permasalahan Bangsa Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB), Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) serta Penasehat Asosiasi Perusahaan Migas (Aspermigas) dan Kaukus Migas Nasional, Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) dan Alumni Teknik Perminyakan (ATM) ITB. Pernah menjadi Ketua Kelompok Keahlian Teknik Pemboran, Produksi dan Manajemen Migas pada FTTM ITB, 2005-2007, Ketua Program Pasca Sarjana Studi Pembangunan ITB, 1993-2004, Pembantu Dekan Urusan Akademis, Fakultas Teknologi Mineral serta Anggota Senat ITB, 19941997, Konsultan Pertamina untuk Penawaran Kontrak Joint Operation Body (JOB), 1987-1990 dan Koordinator Penelitian Model Pembangunan Berkelanjutan pada Pusat Antar Universitas untuk Ilmu Ekonomi, Universitas Indonesia, 1989-1992 serta Anggota Pi Epsilon Tau (Honor Student Society) dari Society of Petroleum Engineers (SPE), Penasehat Masyarakat Kelistrikan Indonesia (MKI) dan Asosiasi Panasbumi Indonesia (API), Dosen pada Program Magister Teknik Pertambangan dan Teknik Industri ITB. Mendapat Sarjana Teknik Perminyakan ITB, MSc in Petroleum Engineering, MSc in Operations Research, MA in Economics dengan thesis An Energy Economy Model for Indonesia dan PhD dengan disertasi An Oil and Gas Supply and Economics Model for Indonesia dari University of Southern California, Los Angeles, USA. Menulis beberapa buku: Mengenal Pembangunan dan Analisis Kebijakan (2010), Migas dan Energi di Indonesia, Permasalahan dan Analisis Kebijakan (2009), dan Manajemen dan Ekonomi Minyak dan Gas Bumi (2002) serta koordinator penulisan buku Agenda 21 Sektor Energi untuk Pembangunan Berkelanjutan (2000), UNDP dan KLH, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai