Anda di halaman 1dari 12

PENGAMATAN HASIL PENANGANAN EVAKUASI HEMOTORAKS ANTARA WSD DAN CONTINOUS SUCTION DRAINAGE

Sub Bagian Bedah Toraks Bagian Ilmu Bedah FK-USU / RS HAM / RS Pirngadi Medan I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Penderita hemotoraks dapat terjadi akibat trauma tumpul toraks maupun trauma tajam toraks. Trauma tumpul toraks sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan kerja1,2

Pengumpulan darah dalam rongga toraks akan menekan paru-paru sehingga mengganggu ventilasi yang berakibat hipoksia. Gabungan hipovolemia dan hipoksia akan menyebabkan kematian.2

Penanggulangan hemotoraks dengan pemasangan tube torakostomi dengan WSD atau CSD untuk evakuasi darah adalah tindakan penyelamatan jiwa penderita.1,3,4

Bila ada sisa darah akan menimbulkan komplikasi gangguan pengembangan paru, kronik atelektasis, pneumoni dan empiema.5 I.2. Perumusan Masalah Kasus hemotoraks akibat trauma tumpul toraks dan trauma tajam toraks cenderung meningkat. Diperlukan penanganan segera untuk penyelamatan jiwa penderita dengan melakukan pemasangan tube torakostomi dihubungkan dengan WSD atau CSD.

Dirumah-rumah sakit daerah sering CSD tidak tersedia karena alat ini sangat mahal. Apakah WSD layak dipakai dibandingkan sisa darah. I.3. Tujuan Penelitian Membandingkan hasil penanganan evakuasi hemotoraks (sisa darah) antara Water Seal Drainage (WSD) dan Continous Suction Drainage (CSD) pada penderita hemotoraks. I.4. Kontribusi Penelitian Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan adanya penyederhanaan biaya pada penanganan hemotoraks. II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN II.1. Hemotoraks 4,6-10,12-19,20 Hemotoraks adalah akumulasi darah pada rongga intrapleura.

Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah sistematik maupun pembuluh darah paru, dan pada trauma yang tersering perdarahan berasal dari arteri interkostalis dan arteri mammaria interna. Akumulasi darah pada rongga intrapleura sering ditemukan pada penderita trauma toraks, baik oleh karena trauma tajam maupun pada trauma tumpul toraks. Perdarahan dari paru-paru jarang menyebabkan kematian dan umumnya dapat berhenti sendiri, hal ini disebabkan oleh:
a. b. c. d.

Efek tamponade oleh adanya bekuan Kadar tromboplastin yang tinggi dalam jaringan paru Tekanan pembuluh darah paru yang rendah (20 sampai 30 mmHg) Paru-paru yang kolaps

Pada orang dewasa secara teoritis hemotoraks dibagi dalam 3 golongan, yaitu:

1. Hemotoraks ringan : jumlah darah kurang dari 400 cc.

2. Hemotoraks sedang : jumlah darah 500 sampai 2000 cc

3. Hemotoraks berat : jumlah darah lebih dari 2000 cc Pemeriksaan radiologis dibutuhkan untuk menilai keadaan dari toraks serta evaluasi dari pengobatan, dan foto dibuat sebaiknya dalam posisi tegak. Penanggulangan Pada hemotoraks yang ringan hanya dilakukan tindakan yang non invasive dan darah yang tertumpuk tersebut diharapkan akan diabsorpsi secara perlahan dalam 10 sampai 14 hari (Borrie J.). Hemotoraks sedang/berat biasanya perdarahan telah mengisi lebih dari bagian hemitoraks yang bersangkutan atau 1000 cc biasanya sudah terlihat adanya gejala-gejala kekurangan darah dan gangguan pernafasan. Pada penderita ini sebaiknya segera dilakukan tindakan torakostomi tertutup untuk mengevakuasi darah dari rongga pleura sehingga paru-paru mengembang, dan tindakan torakostomi tertutup tersebut juga bermanfaat untuk mengevaluasi perdarahan dari rongga intrapleura. Tindakan torakostomi tertutup, transfusi darah dan pengambil alihan pernafasan dengan menggunakan ventilator pada penderita hemotoraks yang masif adalah penting sebagai tindakan resusitasi. II.2 Water Seal Drainage (WSD)9,11 Suatu sistem drainase tertutup dari rongga intrapleura dengan botol yang berisi cairan yang dimaksudkan untuk mengeluarkan darah, udara dan cairan dari rongga intrapleura. II.3. Continous Suction Drainage (CSD)1,4,7,10

Suatu sistem drainase tertutup dari rongga intrapleura dengan pompa isap secara langsung atau satu lagi botol tambahan dan pompa isap atau dua lagi botol tambahan dan pompa isap. II.4. Tehnik Torakostomi Tertutup7,11

Penderita dengan posisi supine, tangannya diangkat ke belakang kepala, dengan kepala dielevasikan kira-kira 450 dari tempat tidur atau di kursi dan bersandar di depan meja. Daerah operasi didesinfeksi dan ditutup dengan kain steril kecuali lapangan operasi serta anasthesi local secara infiltratif terutama kulit,periosteum, pleura, yang mana merupakan jaringan yang sensitif. Dibuat insisi sepanjang 2-3 cm di bawah iga pada midaksilaris. Insisi diperdalam secara tumpul dengan menggunakan forcep arteri, secara obligue diperluas ke pinggir atas iga V, kemudian pleura parietalis ditusuk masuk ke dalam cavum pleura. Perluasan secara subcutaneous oblique ini mengurangi masuknya udara ke dalam cavum pleura. Jadi dimasukkan ke dalam cavum pleura sambil menggerakkan kesekeliling untuk memastikan itu adalah suatu rongga yang mana drain akan diinsersikan. Dengan bantuan klem tube toraks dimasukkan melalui insisi ke dalam rongga untrapleura ke arah cranial dan posterolateral, dapat juga tube ini dimasukkan dengan bantuan trokar. Tube toraks difiksasi ke kulit dengan jahitan mattras horizontal mengelilingi tube yang mudah dilepaskan. Drain dihubungkan dengan sistem drainase yang telah ditentukan (WSD dan CSD). III. METODOLOGI PENELITIAN III.1. Rancangan/ Lokasi Penelitian Penelitian ini adalah penelitian experimental, acak dan terbuka.Penelitian ini dilakukan pada Sub Bagian Bedah Toraks FK USU H.Adam Malik Medan dan RSUD dr. Pirngadi Medan.

III.2. Pelaksanaan Penelitian.

Populasi dalam penelitian ini adalah penderita hemotoraks yang datang ke Sub Bagian Bedah FK USU RSUP H. Adam Malik Medan dan RSUD dr. Pirngadi Medan, selama kurun waktu Oktober 2000-April 2001. Kriteria eksklusi: - Penderita <>

-Hemotoraks ringan jumlah darah <>

-Hemotoraks bukan oleh karena trauma tajam dan tumpul (misalnya akibat keganasan). Setiap penderita hemotoraks dilakukan pemeriksaan gejala dan tanda klinis dan pemeriksaan foto Rontgen AP/L posisi tegak. Kemudian dilakukan pemasangan tube torakostomi dengan WSD atau CSD yang ditentukan secara acak. Setelah tiga hari dilakukan foto Rontgen kontrol toraks AP/L, dinilai residual darah ada (+) atau tidak (-). Hasil penelitian dianalisa secara statistik dengan menggunakan Student t-test dengan tingkat batas kemaknaan p diamati selama 6 bulan. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1. Hasil Penelitian Pengumpulan data yang diperoleh selama periode penelitian ditemukan 44 penderita hemotoraks dimana secara acak 22 penderita diterapi dengan WSD dan 22 penderita lagi diterapi dengan Continous Suction Drainage (CSD). Satu dari 22 penderita yang diterapi dengan CSD keluar dari penelitian oleh karena pindah ke rumah sakit lain. 4.1.1.Demografi Penderita 0,05. Besar sample berdasarkan jumlah penderita/kasus yang

Tabel 1. Distribusi umur dan jenis kelamin pada penderita hemotoraks JUMLAH 21 11 8

UMUR (TAHUN) 15-25 26-35 36-45

JENIS KELAMIN LAKI-LAKI PEREMPUAN 20 1 10 1 8 -

46-55 56-65 Total

2 1 41

2 1 43

Penderita termuda dalam penelitian ini adalah berumur 15 tahun dan tertua berumur 64 tahun. 4.1.2. Jenis Trauma

Tabel 2. Jenis trauma toraks yang menyebabkan hemotoraks

JENIS TRAUMA Kecelakaan lalu lintas Tusukan benda tajam Luka tembak Jumlah

LAKI-LAKI 14 26 1 41

PEREMPUAN 2 2

JUMLAH 16 26 1 43

Jenis trauma yang paling banyak adalah trauma tajam sebanyak 27 penderita (62,8%). 4.1.3. Residual darah pada WSD dan CSD

Tabel 3. Residual darah penderita hemotoraks pada WSD dan CSD

RESIDUAL DARAH + Jumlah

WSD CSD 9 3 13 18 22 21 2 X = 3,785 Df =1 p = 0,0517

JUMLAH 12 31 43

4.1.4. Jenis penanganan menurut jenis trauma

Tabel 4. Jenis penanganan penderita hemotoraks menurut jenis trauma

JENIS PENANGANAN WSD CSD

KECELAKAAN

TRAUMA

LUKA TEMBAK 1

LALU LINTAS TAJAM 7 15 9 12 X2 = 0,560 Df = 1 p = 0,4541

4.1.5. Penanganan

Tabel 5. Hasil penanganan penderita hemotoraks dengan WSD menurut jenis trauma

WSD

KECELAKAAN

TRAUMA

LUKA TEMBAK

Residual darah (+) Residual darah (-)

LALU LINTAS TAJAM 5 4 2 11 X2 = 3,956 Df = 1 p = 0,0467

Tabel 6 Hasil penanganan penderita hemotoraks dengan CSD menurut jenis trauma

CSD

KECELAKAAN

TRAUMA

LUKA TEMBAK

Residual darah (+) Residual darah (-) IV.2. Pembahasan

LALU LINTAS TAJAM 3 1 6 10 X2 = 0169 Df = 1 p = 0,4315

Dari 43 penderita hemotoraks pada penelitian ini selama kurun waktu 7 bulan, kelompok usia terbanyak adalah pada rentang umur 15 25 tahun sebanyak 21 penderita (48,9%). Hal ini dapat dimengerti karena mereka termasuk usia produktif yang selalu dekat dengan trauma. Berdasarkan jenis kelamin, proporsi penderita laki-laki sangat menonjol yaitu 41 penderita (95,3%) dibanding dengan penderita perempuan hanya 2 penderita (4,7%), yaitu 20 : 1. Schulpen et al (1986) mendapatkan hasil yang hampir sama, usia terbanyak adalah berumur antara 16-25 tahun, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 4 : 1.21 Mandal (1989) mendapatkan usia rata-rata penderita adalah 28,1 tahun, sedangkan pada penelitian ini dijumpai rata-rata usia penderita adalah 29 tahun (28,6 10,4 tahun).22

Pada penelitian ini penyebab hemotoraks yang paling banyak adalah trauma tajam (tusukan benda tajam) 27 penderita (62,8 %) seperti diperlihatkan pada tabel 2. Mandal (1989) melaporkan morbiditas penderita trauma tajam toraks adalah hemotoraks 41,5 % sedangkan Mattox dan Wall (1996) melaporkan 41% penderita hemotoraks.22,23 Bila

dibandingkan dengan penelitian ini dengan hasil penelitian Mandal (1989) dan Mattox dan Wall (1996) didapati hasil yang tidak jauh berbeda.

Mengenai residual darah pada WSD dan CSD pada penelitian ini adanya residual darah pada evakuasi hemotoraks dengan CSD dan WSD 12 penderita (27,9%), sedangkan 31 penderita (72,1%) residual darah menghilang, dengan uju statistik Chi Square hampir bermakna (p = 0,0517). Namun kelihatan lebih berhasil dengan mempergunakan CSD daripada WSD. Pada penelitian ini jenis penanganan (tabel 4) menurut penelitian ini tidak mempengaruhi (p > 0,05) akibat trauma, kecelakaan lalu lintas ataupun luka tembak dengan penanganan WSD maupun CSD.Pada umumnya penderita trauma toraks (85%) dapat ditangani dengan prosedur dan kecakapan sederhana pemasangan tube torakostomi dengan WSD/CSD sebagai tindakan penyelamatan jiwa penderita.1,3,4 Tabel 5 memperlihatkan 22 orang penderita hemotoraks dengan WSD lebih efektif dalam pengosongan sisa darah akibat trauma tajam (p <>

Umumnya penderita hemotoraks dengan trauma tumpul disebabkan oleh patah tulang iga ataupun dislokasi patah tulang iga yang menyucuk atau merobek jaringan paru, sehingga rasa nyeri bila penderita bernafas mengganggu ekspansi paru untuk mengeluarkan darah.1,15 Akan tetapi hasil penanganan penderita hemotoraks dengan CSD (tabel 6) penderita dengan hasil tidak ada sisa darah pada trauma tajam 11 penderita (28,6%). Ini berarti CSD lebih efektif dalam mengosongkan sisa darah akibat trauma tajam maupun akibat trauma tumpul (p> 0,05).

Oleh karena pengosongan dilakukan dengan bantuan mesin penghisap kontiniu bertekanan negatif, maka ekspansi paru tidak perlu dengan cara aktif (tarik nafas dalam) tetapi dapat berlangsung secara pasif dan juga rasa nyeri pada waktu bernafas tidak berpengaruh untuk tidak terjadinya ekspansi.15

V. KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian 43 penderita hemotoraks yang dirawat WSD dan CSD,didapat bahwa:
1.

Umur

rata-rata

penderita

adalah

28,6

10,4

tahun

dengan

perbandingan laki-laki dan perempuan 20 : 1.


2.

Kelihatannya pengosongan darah dengan bantuan CSD lebih baik daripada WSD (p=0,0517)

3.

Efektifitas WSD lebih nyata pada trauma tajam daripada trauma tumpul (p<0,05)

4.

Sementara efektifitas CSD tidak berbeda pada trauma tajam dan trauma tumpul (p>0,05).

5.

WSD masih efektif dipakai untuk evakuasi hemotoraks.

V.2. Saran Perlu dilakukan pelatihan penggunaan WSD pada calon dokter untuk dapat digunakan di daerah terpencil. DAFTAR PUSTAKA
1.

Richardson DJ, Miller FB, Injuri to the lung and Pleura in Trauma, 3 rd ed. Apleton & Lange, Stamford Connecticut 1996 : 387-407.

2.

Rahmat J. Penanggulangan Trauma Thorax. Bagian Bedah FK-UI / RSCM Jakarta 1981 : 1-9

3.

European

Trauma

Care

Course,

Thoracic

trauma

c/Program

Files/Netscape/Navigator/Program/Ethora htm 1997.

4.

Mattox KL, Wall M J Jr, Pickard LR. Thoraric Trauma : General Considerations and Indications for Thoracotomy in Trauma, 3 rd ed. Apleton & Lange, Stamford Connecticut 1996 : 345-53.

5.

Jhonstone DW Hemaghorax : Diagnosis and Management J Trauma 1998 ; 43 : 236-43

6.

Alexander R, Proctor HJ. Thoraric in Advanced Trauma Life Support Course for Physicians, 5th ed. The American College of Surgeon, Chicago 1993 : 123-38.

7.

Soedjatmiko H. Pola Indikasi Komplikasi dan Infeksi pada Torakostomi Tertutup Laboratorium Bedah FK-USU / RS Dr. Pirngadi Medan 1988 : 17 44.

8.

Hood RM.Surgical Disease of the Pleura and Chest Wall. W B Saunders Co, Philadelphia 1986 :222.

9.

Salim A. Terapi Konservatif pada Trauma Toraks. Bagian Bedah FK-UI / RSCM Jakarta 1982 : 6 11.

10.

Tobing PL. Soemanto. Macam, Tehnik dan Indikasi Drenase Toraks. Bagian Bedah FK-UI / RSCM Jakarta 1982 :6-10.

11.

Appleton

G.

Chest

Drains

Placement

and

Management.

International J Surg. 1994 Nov ; 27 : 247-8.


12.

Trunkey DD, Holcroft JW. Trauma : General Survey and Synopsys of Management of Specific Injuries. Hardys Text Book of Surgery J. B. Loppincott Co, Philadelphia 1983 : 145-74.

13.

Curtin JJ, Goodman LR, Quebbeman EJ, Haasler GB. Thoracostomy Tubes After Acute Chest Injuri : Relationship Between Location in a Pleural Fissure and Function. AJR 1994 Des; 163 : 1339 42.

14.

Mattox KL, Pickard LR, Allen MK. Emergency Thoracostomy for injuri. Br J of Accident Surgery 1986; 17 (5) : 327 31.

15.

Purohito. Pengantar Tindakan Bedah Akut Pada Thoraks. Airlangga University Press 1983.

16.

Shorr RM, Rodriquez A, Indeck MC, Crittenden MD, Hartinian S, Cowley RA. Blunt Chest in The Elderly. J Trauma 1989 Feb; 29 (2) : 234 37.

17.

Etoch

Steven

W,

Bar

Natan

MF,

Miller

FB,

David

RJ.

Tube

Thoracostomy. Arch Surg 1995 May ; 130 :521-26.


18.

Helling TS, Gyles NR, Einstein CL, Soracco CA. Complications Victims of Chest Trauma Requiring Tube Thoracostomy J Trauma 1989 Oct; 29 (10) : 1367-70.

19.

Wolfe WG. Disorders of the lungs, Pleura, and Chest Wall. Davis Chistopher Text Book of Surgery, Igaku-Shoin / Saunders Int Ed, Japan 1982 ; 2 : 2079-87.

20.

Scaletta A. Thomas, Schaider Jeffrey j. Emergent Management of Trauma, Ed International Mc Graw-Hill Book Co, Singapore 1996 : 131-62.

21.

Schulpen

TMJ,

Doesburg

WH,

Lemmens

WAJ,

Gerritsen

SM.

Epidemioligy and Prognostic Sign of Chest Injuri Patients. Br J Acc Surg 1986 ; 305-08.

22.

Mandal AK, Unusually Low Mortality Of Penetrating Wounds of the Chest. J Thoraco Cardiovasc Surg 1989; 97 : 119-25.

23.

Mattox KL, Allen MK. Penetrating Wound of the Thorax. Br J. Acc Surg 1996 ; 17 : 313-317.

Daftar pustaka Hemothoraxs http://emedicine.medscape.com/article/2047916-overview, updated 26 sep 2011

Anda mungkin juga menyukai