Anda di halaman 1dari 5

Swiss Van Java Package

SWISS VAN JAVA PACKAGE (2 DAY 1 NIGHT)

BUKIT ALAMANDA RESORT & RESTO Rp. 1.095.000/Room/Night Weekdays Rp. 1.345.000/Room/Night Weekend Rates are inclusive of; *1 Night accommodation for 2 persons, *Daily breakfast for 2 persons, Afternoon tea & snack, *Welcome drink, *Garut city tour & Kamojang volcano tour, *Driver & guide. TIRTAGANGGA HOT SPRING HOTEL Rp. 1.295.000/Room/Night Weekdays Rp. 1.545.000/Room/Night Weekend Rates are inclusive of; *1 Night accommodation for 2 persons, *Daily breakfast for 2 persons, *Free entrance to Hot Spring pool, *Welcome drink, *Garut city tour & Kamojang volcano tour, *Driver & guide. KAMPUNG SAMPIREUN RESORT & SPA Rp. 1.495.000/Room/Night Weekdays Rp. 2.195.000/Room/Night Weekend Rates are inclusive of; *1 Night accommodation for 2 persons, *Daily breakfast for 2 persons, *Dinner for 2 persons, *Morning snack, *Afternoon tea & snack, *Evening snack, *Welcome drink, *Garut city tour & Kamojang volcano tour, *Driver & guide. For more information please contact us: Telp. 0262-9101129 / 0818-638-598 Email. garutadventure@gmail.com YM: garutadventure@yahoo.com

Jika Bandung terkenal dengan Paris Van Java, maka Garut mempunyai julukan yang tidak kalah, yaitu Swiss Van Java. Keindahan gunung, alam, danau dan dodolnya, menjadikan Garut sebagai 'Swiss' dari Jawa. Swiss terkenal dengan udaranya yang sejuk, memiliki daerah perbukitan dan beberapa pegunungan, serta danaunya yang bersih. Tidak usah jauh-jauh ke Swiss, hal tersebut dapat Anda temukan di Garut, sebuah kabupaten di Jawa Barat. Istilah Garut sebagai Swiss Van Java sudah dikenal sejak zaman kolonial Belanda. Ratu Wilhelmina, Ratu Belanda di zaman kolonial, dikabarkan memiliki peristirahatan pribadi di Garut pada saat itu. Sepanjang mata Anda memandang di Garut, wilayah-wilayah perbukitan akan menyapa Anda. Salah satu gunung yang terkenal di Garut adalah Gunung Papandayan. Gunung Papandayan berada di ketinggian 2.665 meter di atas permukaan laut. Kesegaran dan kesejukannya, tidak kalah dengan Gunung Alpen di Swiss. Gunung Papandayan adalah gunung favorit bagi para pendaki gunung. Selain kesejukannya, keindahan pemandangan alam dengan edelweis akan menambah pesona Gunung Papandayan. Jika Swiss punya Danau Interlaken, Swiss punya Situ Bagendit yang tidak kalah dengan pemandangan alamnya. Jika ingin merasakan pesona danau dengan kebudayaan Sunda yang kental, Anda juga bisa datang ke Kampung Sampireun. Di sana, sambil menjelajahi danau yang tenang, Anda dapat melihat berbagai jenis kebudayaan Sunda dari dekat. Selain danau, ada banyak sumber air panas di Garut yang dapat Anda kunjungi. Sumber air panas yang terkenal di Garut, salah satunya adalah Cipanas. Pemandian Cipanas telah menjadi salah satu wisata alternatif bagi warga ibu kota, yang ingin melepas kejenuhan dengan mandi air panas sambil ditemani suasana khas pegunungan. Jika ingin berlama-lama di pemandian Cipanas, di sana juga terdapat beberapa penginapan dengan harga yang terjangkau. Jika ingin menantang adrenalin, Garut mempunyai Sungai Cikadang yang akan menantang Anda dengan arung jeramnya. Arus di Sungai Cikadang cukup menantang. Di tambah dengan keasrian alamnya, dijamin adrenalin Anda akan semakin terpacu. Mencari keindahan pantai di Garut, dapat Anda temukan di Pantai Santolo. Pantai ini dapat ditempuh dari Kota Garut selama 3,5 jam. Selama perjalanan menuju pantai, Anda akan melewati daeah perbukitan yang berliku-liku. Perjalanan yang seolah 'menjelajah bukit' ini, akan menggoda Anda untuk mengabadikannya dengan kamera. Pantai Santolo memiliki pasir yang bersih, ombak yang tenang, dan air yang jernih. Keindahan sunsetnya jangan sampai Anda lewatkan. Satu hal yang menarik, jika Swiss mempunyai cokelat yang lezat, maka Garut mempunyai 'coklat' juga alias dodol yang sangat enak dan legit. Dodol Garut merupakan dodol yang terkenal, dan menjadi oleholeh khas Garut. Dodol Garut telah diproduksi sejak tahun 1926. Dodol Garut memiliki rasa yang legit dan tidak memiliki bahan pengawet. Kelegitan dan rasa dodol Garut, adalah sebagai penutup yang manis saat Anda berkunjung dari Garut. Inovasi terbaru dari Garut adalah coklat dodol, menggabungkan

makanan tradisional Garut dengan gaya coklat ala Swiss! Selain objek-objek wisata di atas, masih banyak objek wisata di Garut yang layak Anda kunjungi. Keindahan alamnya pun, akan membuat Anda betah berlama-lama di Garut. Silakan berkunjung ke Garut dan menikmati Swiss Van Java!

KOMPAS.com - Gunung Guntur masih terlelap, Sabtu (28/1/2012) dini hari. Dari lerengnya, kota Garut seperti kunang-kunang terjebak di dalam kuali raksasa. Ribuan lampu neon memendar dalam kepungan gunung-gunung yang berwarna kelabu kebiruan. Banyaknya gunung yang mengepung Garut membuat kota ini kerap dijuluki Swiss van Java oleh orangorang Belanda di masa lalu. Selain kompleks Gunung Guntur, kota Garut juga dikepung gunung lain, yaitu Papandayan, Cikuray, Haruman, dan Talaga Bodas. Selain membentuk lanskap yang memesona dan memasok air panas alami, kelima gunung ini juga turut menyejukkan suhu Garut. Garut pun tumbuh sebagai kota karena pesona alamnya yang menarik para pelancong. Sejarawan dari Universitas Padjadjaran, Kunto Sofianto, mengatakan, beberapa tokoh terkenal yang pernah berkunjung ke Garut adalah Raja Leopold dari Belgia dan permaisurinya, Astrid, tahun 1928; bintang film Charlie Chaplin; serta penyanyi Jerman, Renate Muller dan Hans Albers. Selain pemandangan alam, Garut juga diberkahi tanah subur dan air berlimpah. Kawasan ini cocok untuk berbagai jenis tanaman, mulai dari sayur hingga tanaman perkebunan, seperti kopi, teh, dan kina. Garut kemudian berkembang pesat dan menjadi kuali budaya yang mempertemukan beragam etnis. Mengutip Encyclopedie van Nederlandsch-Indie, Kunto menyebutkan, jumlah penduduk Garut tahun 1915 mencapai 15.000 orang. Lima belas tahun kemudian, jumlahnya menjadi 33.612 orang, terdiri dari pribumi 31.373 orang, Eropa 454 orang, China 1.683 orang, dan bangsa dari timur lain (Arab, India, dan Jepang) 102 orang. Hingga kini, Garut masih bertumpu pada wisata dan pertanian. Kota itu kini berpenduduk 2,4 juta jiwa (BPS, 2010). Sekitar 300.000 orang di antaranya tinggal di kaki Guntur, gunung yang memiliki sejarah letusan mematikan. Menjaga Garut Untuk memagari 300.000 warga Garut, dini hari itu, Nana Rohana (52), petugas pemantau Gunung Guntur, tertatih mendaki. Masih pukul 05.00. Udara dingin dan angin kencang berembus saat Nana mendaki Guntur.

Ia ditemani Ilham Mardikayanta (28) yang sehari-hari bertugas memantau Gunung Tangkubanparahu. Ilham ditugaskan menemani Nana membantu memasang panel surya dan mengganti baterai yang rusak di Kawah Sangiang Buruan di kompleks Gunung Guntur. Tiga porter membantu membawa perlengkapan. Sudah dua minggu alat global positioning system (GPS) yang dipasang di Kawah Sangiang Buruan untuk memantau aktivitas Guntur tidak mengirim data. Tiadanya pasokan tenaga dari sel surya diduga menjadi penyebab. Kalau cuaca buruk, baterainya rusak. Harus diganti baru, kata Nana. Kami harus terus mengamati aktivitas Guntur. Ibaratnya, sedetik pun tak boleh berkedip karena ancamannya tidak main-main, kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Surono. Guntur adalah gunung yang berada di dekat kota, yang memiliki jejak letusan besar. Badai Guntur Semakin mendaki puncak, kota Garut kian samar. Sebaliknya, sosok Gunung Guntur menegas; kerucut batu berwarna kelabu, gundul tanpa pepohonan, seolah memberi gambaran seram dan kehancuran. Inilah sosok gunung yang pada tahun 1800-an digambarkan laksana guntur karena gemuruh letusannya menyeramkan. Selama kurun waktu 1800 sampai 1847, Gunung Guntur tercatat meletus 21 kali. Naturalis kelahiran Jerman, F Junghuhn (1850), menggambarkan gunung ini sebagai gunung api teraktif di Jawa pada waktu itu setelah Gunung Lamongan di Jawa Timur. Adapun Gunung Merapi menempati urutan ketiga. Gunung ini sangat ditakuti penduduk, kawahnya bergerigi. Setiap tahun meletus, dibarengi suara gemuruh, melontarkan abu, pasir, dan batu, menutup dataran hijau di sekitarnya, tulis Junghuhn. Namun, kini bahaya Gunung Guntur tak banyak disadari warga karena sudah 165 tahun tidur lelap. Ketinggian Gunung Guntur hanya 2.249 meter, relatif rendah dibandingkan dengan gunung api lain di Nusantara. Hal itu yang sering kali membuat banyak pendaki meremehkan gunung ini. Namun, siapa pun yang meremehkan pasti akan menyesal. Mendaki gunung ini ternyata menguras tenaga. Tubuh gunung nyaris kerucut sempurna sehingga jalur pendakian terus menanjak hingga puncak. Bebatuan keras yang melapisi tubuh gunung membuat gunung ini nyaris gundul. Di beberapa tempat, asap samar menguar dari tanah dan bau belerang menyengat. Jarang sekali dijumpai pepohonan di jalur pendakian. Udara panas. Tak terdengar kicau burung ataupun kehidupan lain. Kesunyian itu mengingatkan pada catatan Junghuhn yang mendaki gunung ini pada 24 Mei 1840. Selain ingar gunung yang gemeretak, semuanya sunyi, tiada angin terasa, alam seperti bungkam. Tidak terdengar satu burung pun bersuara.... Saya merasa tercekam. Seluruh tenaga harus ditumpukan ke kaki dan tubuh harus menjaga keseimbangan karena tiada

pepohonan atau akar-akaran yang bisa jadi pegangan. Kerikil dan batuan lepas yang melapisi batuan menambah licin jalur pendakian. Walau berusia lebih dari setengah abad, Nana mendaki trengginas. Hampir setiap bulan saya mendaki Guntur untuk cek alat, katanya. Saat masih muda, saya bisa 2,5 jam sampai sini. Kalau sekarang empat jam lebih. Apalagi tadi juga menunggu Ilham karena kakinya kram. Nana pun meledek yuniornya, Ilham, yang menurut dia tak terbiasa mendaki berat karena tugas pemantauannya di Gunung Tangkubanparahu yang bisa diakses mobil hingga ke tepi kawah utama. Di Kawah Sangiang Buruan, pagi itu, Nana dan Ilham bergegas memasang panel surya dan baterai baru. Mereka harus bekerja dalam balutan mantel hujan dan jaket tebal karena hujan disertai angin kencang tiba-tiba menyergap. Sebelum gelap, semua pekerjaan ini harus selesai agar kami tidak kemalaman turun, kata Nana. Turun dari Guntur tak kalah repot dengan mendakinya. Bahkan, menuruni Guntur ternyata lebih merepotkan. Langkah kaki harus perlahan agar tidak terpeleset. Pendakian ke Guntur ibarat siksaan. (Indira Permanasari/Mukhamad Kurniawan/ Hermas Efendi Prabowo)

Anda mungkin juga menyukai