Fasakh perkawinan Karena Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah
Lahir Kepada Istri dalam Pandangan Imam Syafii
A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan salah satu kebutuhan dasar dalam kehidupan manusia. Dan Perkawinan juga adalah pintu gerbang menuju kehidupan dalam social masyarakat. Dengan salah satu tujuan perkawianan agar pasangan suami istri hidup dalam keluarga yang sakinah mawadah wa rohmah. UU No.1 tahun 1974 pasal 1 mendefinisikan bahwa perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhannan Yang Maha Esa 1 . begitu juga dengan sebuah keluarga, dinamakan sebuah keluarga bila minimal terdiri atas seorang suami dan seorang istri lalu selanjutnya bila bertambah keturunan dengan adanya anak ataupun anak-anak dan sterusnya. Dalam al-Quran surat ar-rum ayat 21 dinyatakan: ;}g`4 gOg-4C-47 up 4-UE 7 ;}g)` 7O^ ~w}4^e W-EONL7O4g E_^1) EE_4 :4LuO4 LEE14OE`
1 Diterjemahkan oleh prof. DR.Soesilo, S.H., dan Drs. Preamudji R., S.H. Kitab undang-undang hukum perdata Burgerlijk Wetbook (RHEEDBOOK PUBLISHER,2008)
2
OE;O4O4 _ Ep) O) ElgO e4CE Og 4pNO-E4-4C
Membentuk keluarga adalah perbuatan yang baik, karena dengannya panggilan kebutuhan dasar manusia terpenuhi secara wajar. Oleh karena itu dalam setiap perbuatan baik tidak cukup dengan niat baik saja tetapi juga harus melalui jalan yang baik. Adapun dalam pandangan islam, pernikahan adalah jalan yang sangat baik. Rosulullah Saw bersabda:
2
Maka sudah semestinya dalam sebuah keluarga dibutuhkan tata aturan berupa hak dan kewajiban yang sebagian telah diatur oleh undang-undang dan sebagian lagi berupa hukum adat dengan saling pengertiannya sesama anggota keluarga. Apabila akad nikah telah berlangsung dan memenuhi syarat rukunnya, maka menimblkan akibat hukum. Dengan demikian, akad tersebut menimbulkan juga hak dan kewajiban selaku suami istri dalam keluarga, yang meliputi : hak suami atas istri, dan hak istri terhadap suami. Termasuk di dalamnya adab suami terhadap istri seperti yang terlah di contohkan rosul. 3
Suami sebagai peminpin atau kepala keluarga bagi istri dan anak-anaknya dan istri sebagai pendamping suaminya, sehingga konsep sakinah mawaddah dan rahmah dapat di rasakan dalam keluarga .
2 Sahih Bukhari, kitab an-Nikah hadis no 4678 3 prof. Dr. H.M.A Thiami, M.A., M.M Dr. sobari Sahrani,M.M., M.H. fiqih munakahat: kajian fikih nikah lengkap (Jakarta : PT Rajagrapindo persada, 2009),hal.153.
3
Namun, Dalam kehidupan rumah tangga tidak selalu harmonis dan tanpa konflik. Satu ketika bisa saja suami isteri berselisih faham dari persoalan yang kecil sampai pada masalah yang menimbulkan perceraian. Begitupun menjalaninya seseorang tidak akan luput dari masalah baik masalah yang datangnya dari diri sendiri, keluaga, lingkungan, bahkan negara. Begitu juga dalam rumah tangga, pasangan suami istri akan mengalaminya bahkan sebagian orang mengatakan tanpa adanya masalah dalam kehidupan suami istri akan terasa hambar. Tidak sedikit masalah yang terjadi dalam hubungan suami istri yang berakibat pada perceraian. Dengan berbagai action-nya mulai dari thalak, khuluk, syiqaq, lian, fasak, maupun ilaa, dan zhihar. fasakh merupakan salah satu solusi yang ditawarkan oleh Islam untuk keluar dari masalah tersebut. Kaitannya dengan keadilan, fasakh merupakan hak mutlak seorang istri untuk meminta cerai kepada suaminya. Sebagaimana suami yang berhak menalak istrinya. Islam membenarkan dan mengizinkan perceraian apabila hal tersebut dipandang lebih baik dari pada masih dalam ikatan perkawinan, karena islam membuka kemungkinan perceraian baik dengan jalan talak maupun dengan jalan fasakh demi menjungjung tinggi prinsip kemerdekaan dan kebebasan manusia 4 . Sebenarnya islam sangat menjunjung tinggi moral, tidak menghendaki adanya perceraian dalam perkawinan. Namun hal ini merupakan suatu kebolehan, akan tetapi sangat di murkai Allah, Sebagaimana Nabi Saw bersabda :
Djamil latif, aneka hukum perceraian di indonesia, cet. Ke-2 (jakarta: ghalia indonesia, 1985),hal 29 4
4
Keempat Imam madzhab yaitu Maliki, Hanafi, Shafi'i, dan Hambali sepakat bahawa memberikan nafkah itu hukumnya wajib setelah adanya ikatan dalam sebuah perkawinan. Akan tetapi keempat imam madzhab memiliki perbedaan mengenai kondisi, waktu dan tempat, perbedaan tersebut terletak pada waktu, ukuran, siapa yang wajib mengeluarkan nafkah dan kepada siapa saja nafkah itu wajib diberikan. Keempat imam madzhab sepakat bahawa nafkah meliputi sandang, pangan dan tempat tinggal. Menurut Imam Syafi'i hak istri sebagai kewajiban suami kepada istrinya adalah memberi nafkah. Nafkah tersebut meliputi, pangan, sandang, dan tempat tinggal. Nafkah wajib diberikan kepada istrinya yang sudah baligh. Sedangkan mengenai ukuran nafkah yang wajib diberikan kepada istri berdasarkan kemampuan masing-masing. Sedangkan jumhur ulama berpendapat bahwa istri boleh meminta fasakh perkawinan bila suami tidak mampu memberi nafkah, karena mereka berdalih bahwa menahan istri tanpa di beri nafkah merupakan madharat, karena islam juga telah melarang melakukan kemadharatan hal itu juga sesuai dengan hadis nabi :
Untuk itu penyusun berusaha membahas persoalaan diatas dengan mengangkat padangan imam Syafii mengenai fasakh perkawinan dengan alasan ketidak mampuan suami memberi nafkah lahir terhadap istri dan relefansinya terhadap hukum islam di indonesia. Dengan demikian penulis perlu mengkaji lebih jauh latar belakang pandangan Imam Syafii mengenai metode istinbat hukum yang di gunakan berikut alasan-alasan dan dasar hukum Imam Syafii berpendapat bahwa istri boleh mengajukan fasakh, serta relevansi pandangan tersebut bagi perkembangan hukum islam di indonesia.
5
B. Pokok masalah
Dari latar belakang diatas maka masalah pokok yang harus di bahas dapat dibagi menjadi beberapa hal diantaranya: 1. Bagaimana metode istinbat hukum yang di guakan oleh Imam Syafii ? 2. Apa alasan Imam Syafii berpendapat bahwa bahwa seorang istri berhak mengajukan gugatan fasakh bagi suami yang tidak mampu memberi nafkah? 3. Apa dasar hukum yang di gunakan Imam Syafii bahwa seorang istri berhak mengajukan gugatan fasakh bagi suami yang tidak mampu memberi nafkah ? 4. Bagaimana relevansi pendapat Imam Syafii tersebut dengan hukum perkawinan islam di indonesia. C. Tujuan dan kegunaan penelitian 1. Tujuan penelitian tujuan yang hendak di capai dari penelitian ini adalah : a) Untuk menjelaskan bagaimana metode istinbat hukum yang di guakan oleh Imam Syafii tentang fasakh perkawinan dengan alasan suami tidak mampu memberi nafkah kepada istri. b) Untuk mengetahui apa saja alasan Imam Syafii bahwa seorang istri berhak mengajukan gugatan fasakh bagi suami yang tidak mampu memberi nafkah
6
c) Untuk mengetahui dasar hukum yang digunakan Imam Syafii tentang gugatan fasakh bagi suami yang tidak mampu memberi nafkah d) Untuk memberi gambaran relevansi pendapat Imam Syafii terhadap hukum perkawinan di indonesia
2. Kegunaan penelitian Adapun kegunaan yang hendak di capai dalam skripsi ini adalah: a) Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi pada pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang di bahas dalam penelitian ini. b) Untuk memperkaya khasanah dalam kajian hukum keluarga islam. c) Juga di harapkan dapat memberi informasi secara deskriptif kepada mahasiswa, mengenai fasakh perkawinan dalam pandangan imam syafii
D. Telaah pustaka Setelah penyusun menemukan beberapa literature yang membahas permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan pernikahan. Berkaitan dengan fasakh perkawinan, penyusun mengambil beberapa literatur yang berhubungan sekaligus di jadikan sebagai rujukan dalam penulisan skripsi. Beberapa buku yang membahas mengenai fasakh perkawinan diantaranya adalah fikih munakahat kajian fikih lengkap yang ditulis oleh prof. Dr. H.M.A Thiami, M.A., M.M Dr. sobari Sahrani,M.M., M.H 5 . Buku hukum islam tentang fasakh perkawinan karena ketidak mampuan suami menunaikan kewajibannya karya
5 prof. Dr. H.M.A Thiami, M.A., M.M Dr. sobari Sahrani,M.M., M.H. fiqih munakahat: kajian fikih nikah lengkap (Jakarta : PT Rajagrapindo persada, 2009)
7
Dra. Faridaweri. 6 penulis buku ingin memberikan kontribusi yang mendasar mengenai fasakh melalui pendekatan lima madzhab yaitu: mazhab hanafi, mazhab Maliki, Mazhab Syafii, mazhab hambali, dan mazhab zhahiri. Begitu juga buku karya Amru abdul munim salim dengan judul Fiqih Thalak berdasarkan al-Quran dan sunnah 7 , gambaran dari buku ini menjelasakan tentang berbagai macam bentuk thalak dan sesutau yang berhubungan dengan jatuhnya thalak. Adapun Hisako Nakamura dalam karyanya perceraian orang jawa 8 , yang membahas tentang tradisi perceraian orang jawa yang melakukan penelitian di KOTA GEDE Yogyakarta. Dalam salah satu babnya buku ini juga membahas mengenai hak fasakh nikah baik suami maupun istri dengan menuntut putusnya perkawinan kepada hakim agama. Skripsi yang membahas mengenai fasakh perkawinan juga telah banyak di lakukan, diantaranya Skripsi Karya Sugianto yang berjudul Fasakh perkawinan Karena Ketidakmampuan Suami memberi Nafkah lahir Kepada Istri Menurut Ulama Hanafiah dan Ulama Malikiyah, dalam karya ini Sugianto mencoba melakukan perbandingan pendapat kedua imam tersebut mengenai fasakh perkawinan dengan alasan tidak adanya nafkah lahir dengan mencari alasan-alasan yang menyebabkan adanya perbedaan pendapat anatara kedua imam tersebut dengan metode istinbat hukum yang digunakan masing-masing 9 . Adapun skripsi yang berjudul fasakh perkawinan dengan alasan ketidakmampuan suami suami memberi nafkah istri perspektif Imam abu Hanifah karya Muhammad Arif Wahyudi yang menjelaskan alsan-alasan Imam Abu Hanifah
6 Dra. Faridaweri, hukum islam tentang fasakh perkawinan karena ketidak mampuan suami menunaikan kewajibannya (jakarta: CV Pedoman ilmu jaya, 1989) 7 Amru abdul munim salim, Fiqih Thalak berdasarkan al-Quran dan sunnah (jakarta: pustaka azzam, 2005) 8 Hisako Nakamura, Perceraian orang jawa (Yogyakarta GAJAH MADA UNIVERSITI PERSS, 1991) 9 Fasakh perkawinan Karena Ketidakmampuan Suami memberi Nafkah lahir Kepada Istri Menurut Ulama Hanafiah dan Ulama Malikiyah skripsi tidak di terbitkan (Yogyakarta: fakultas syariah IAIN Sunan Kalijaga, 1999)
8
melarang proses fasakh karena suami miskin dengan metode istinbat yang beliau gunakan dengan menggunakan pendekatan usul al-fiqh 10 menurut penulis pendapat Imam abu hanifah ini dapat di jadikan alternatif untuk meminimalisir terjadinya perceraian. Kemudian skripsi Faridatun Nimah dengan judul Tinjauan Hukum Islam terhadap fasakh Karena ada Wali Yang Tidak Berhak (Studi Terhadap Putusan No 0376/pdt.g/2007/PA.pt), penelitian yang di lakukan oleh faridatun Nimah ini menitik beratkan kepada pembataan perkawian dengan alasan wali nikah yang tidak berhak menikahkan dengan objek putusan no 0376/pdt.g/2007/PA.pt 11
E. Kerangka teoritik Dalam merumuskan sebuah hukum, kita tidak bisa lepas dari ke maslahatan manusia sebagai tujuan utamanya. Begitu juga pengutusan rosulullah Saw ke muka bumi yaitu sebagai rahmatan lil alamin dan ke maslahatan manusia; 12
Untuk merumuskuna suatu peristiwa, seorang mujtahid harus merujuk pada sumber- sumber yang telah di tentukan dalam islam. Sumber-sumber tersebut ada yang di sepakati kekuatan hujahnya, dan ada juga yang tidak di sepakati atau masih dalam perselisihan. Adapun sumber-sumber yang telah di sepakati hujahnya adalah al-Quraan, hadis, ijma, qiyas. Keempat hujah tersebut harus di lakukan secara hirarki. Artinya jika dalam suatu permasalahan solusinya dapat di temukan dalam al-Quran, maka harus menggunakan al-Quraan sebagai rujukannya, namun jika dalam alquran tidak di
10 fasakh perkawinan dengan alasan ketidakmampuan suami suami memberi nafkah istri prspektif Imam abu Hanifah 11 Tinjauan Hukum Islam terhadap fasakh Karena ada Wali Yang Tidak Berhak (Studi Terhadap Putusan No 0376/pdt.g/2007/,,,, 12 Al Anbiya (21):207
9
temukan solusinya, maka dapat di cari dalam hadis untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dan ketika dalam kedua sumber tidak di temukan pula, maka merujuk pada ijma dan terakhir dengan meggunakan Qias. 13
Sementara dalil hukum yang masih di perselisihkan hujahnya mencakup al-Istihsan, al- Maslahah al- mursalah, al-istishab, al-urf, mazhab as-sahabi, dan syarru man qoblana 14 . penelitian ini menggunaka kerangka pemikiran dengan penjelasan sebagai berikut : sebuah pendapat seseorang tersusun dari beberapa unsur, begitu juga dengan W-NOg4-^-4 ^^) 4pNOg4LN` ^gg konsep pemikiran. Adapun konsep yang di gunakan oleh imam syafi mengenai fasakh perkawinan Ini meliputi tiga unsur. Rujukan yang terdiri atas rujukan yang bersifat normatif yakni berdasarkan teks-teks keagamaan (al-Quran, Hadits, qonun, fiqih, kaidah) Adapun tentang rujukan fasakh dalam al-Quran terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 231: -O)4 N7+^^UC 47.=Og)4- =}^U4: O}_UE_ ;-O7O^` ^OuEg u O}-ONO)O= lNOuEg _ 4 O}-O7Ou7` -4O-4Og W-4u4-g _ }4`4 E^4C ElgO ; =U +O=O^4^
13 Abd al- Wahab Khalaf, Ilmu usul al-Fiqh, (Kairo: dar al-Qalam, 1978), hal.21 14 Ibid hal.22.
Apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu mereka mendekati akhir idahnya, maka rujuklah mereka dengan cara yang maruf atau ceraikanlah mereka pula dengan cara yang marruf (pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan , karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barang siapa berbuat demikian, maka sungguh mereka telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri Dalam ayat diatas, imam syafii berpendapat bahwa terdapat lafadz yang arti dan maksudnya adalah: janganlah kamu menahan mereka dengan maksud dan tujuan memberi kesengsaraan, karena dengan demikian kamu menganiayanya, bahwa ayat ini melarang suami menahan istri dengan maksud untuk menyakiti dan menyengsarakannya. Sedangkan rujuk fasakh menurut hadist terdapat dalam riwayat darulqutni dan musayyab yaitu:
11
) ( : 15
Hadis ini menjelaskan bahwa ketika seorag suami tidak mampu memberi nafkah kepada istrinya, maka keduanya harus di pisahkan. Seperti yang di alami oleh tsabit bin nasir al-Anshori yang mentalak istrinya setelah hampir idahnya ia merujuk kembali dan menceraikannya kembali dengan maksud meyakitinya, akan tetapi dalam hadis ini berlaku pula suatu sikap atau perbuatan yang menyebabkan istri merasa sakit dan memberi kemadharatan kepadanya yaitu termasuk suami yang tidak mampu memberi nafkah kepada istrinya karena bagaimana bisa bertahan hidup tanpa di beri nafkah. Yang menjadi rujukan fasakh dalam kaidah ushul fiqh adalah kemadharatan itu harus di hilangkan . dalam hal ini jika dalam kehidupan rumah tangga terjadi keadaan atau sikap yang menimbulkan kemadharatan kepada salah satu pihak, maka pihak yang mendapat kmadharatan dapat mengajukan utuk putusnya perkawinan atas dasar pengaduan pihak yang di rugikan. Rujukan terakhir secara normatif yaitu undang-undang dalam pasal 75 ayat 4 Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang peradilan agama yang berbunyi: suami tidak mau medatangi istrinya, dan belanja tak pula dikirimkan olehnya, sedangkan istrinya tidak rela. peraturan perundang undangan ini cukup jelas jika di hubungkan dengan masalah fasakh karena seorang suami tidak mampu memberi nafkah kepada istrinya, maka istri boleh mengajukan fasakh pada suaminya atau mengadukan cerai gugat dengan alasan suami melanggar sighat taklik talak seperti yang diatur dalam KHI, pasal 116 (g) yang berbunyi: perceraian dapat terjadi karena alasan-alasan 16 .
15 prof. Dr. H.M.A Thiami, M.A., M.M Dr. sobari Sahrani,M.M., M.H. fiqih munakahat: kajian fikih nikah lengkap (Jakarta : PT Rajagrapindo persada, 2009),hal.203 16 Diterjemahkan oleh prof. DR.Soesilo, S.H., dan Drs. Preamudji R., S.H. Kitab undang-undang hukum perdata Burgerlijk Wetbook (RHEEDBOOK PUBLISHER,2008)
12
Setelah mengetahui rujukan normatif, pandangan Imam Syafii berdasar pada rujukan empiris, yakni rujukan berdasarkan penemuan dari pengalamannya contoh beliau mengalami atau menemukan keadaan yang berbeda ketika ia berada di irak dan di mesir, oleh karena itu beliau berpendapat sesuai dengan apa yang di temuinya. Yaitu berupa Qoul Qodim dan Qoul jadid). Kedua, metode ijtihad sebagai cara penggalian hukum (istimbath al-Ahkam). Ketiga, substansi pandangan Imam Syafii yang merupakan hasil ijtihadnya. Ketiga unsur tersebut saling berhubungan satu sama lain dan tidak bisa di pisahkan. Dari ketiga unsur di atas, dapat di hubungkan dengan penjelasan seperti berikut: Pertama, hasil pemikira Imam Syafii itu pasti memiliki rujukan, baik itu rujukan normatif maupun rujukan empiris. Rujukan normatif berpangkal pada keyakinan yang di anut oleh Imam Syafii, maka rujukannya pun tidak lepas dari al Quran dan Hadis. Sedangkan rujuan empirisnya adalah pengalaman hidup Imam Syafii, baik itu pengalaman hidupnya sendiri maupun dari orang lain. Kedua, metode ijtihad merupakan metode penggalian hukum (istimbath Al-ahkam) yang di benarkan dalam Islam, dan sangat di perlukan bagi perkembangan hukum Islam di setiap masa selama masih muncul permasalahan dan pristiwa baru. Ketiga, substansi pemikiran Imam Syafii adalah produk hukum atau pemikiran yang di hasilkan melalui penggalian hukum (istimbath al-alhkam) yang beliau lakukan melalui metode ijtihad dalam pengambilan kesimpulan dari berbagai rujukan.
F. Metode penelitian 1. Jenis Penelitian
13
Untuk lebih lebih memiliki pemahaman yang mendalam tentang permasalahan yang sedang di kaji, Jenis penelitian yang digunakan untuk menyusun penelitian ini adalah penelitian pustaka (liberary Researceh) yaitu penelitian yang menggunakan buku-buku sebagai sumber datanya atau sebuah penelitian dengan jalan mempelajari, menelaah dan memeriksa bahan-bahan kepustakaan yang mempunyai relevansi materi pembahasan ini. Atau penelitian yang dilakukan di perpustakaan (liberary Researceh) di langsungkan dengan cara membaca, menelaah atau memeriksa bahan bahan kepustakaan yang terdapat di perpustakaan 17 . Dan dalam hal ini penyusun mengumpulkan data-data dari kitab-kitab karya imam syafii dan kitab-kitab ulama syafiiah sebagai sumber utama. 2. Sifat penelitian Sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis yaitu suatu penelitian yang meliputi proses pengumpulan data, penyusunan dan menjelaskan mengenai data data yang terkumpul, sehingga metode ini sering di sebut metode analitik 18 , atau dalam hal ini penyusun memapasrkan secara jelas ijtihad yang di lakukan oleh Imam Syafii, dengan memfokuskan pada metode istinbat yang digunakannya. 3. Sumber data Tekhnik penelitian ini adalah metode dokumentasi yaitu mencari dan mentelaah berbagai buku dan sumber tertulis lainya yang mempunyai relevansi dengan dengan kajian ini. Adapun yang menjadi sumber data primer adalah kitab- kitab karya Imam Syafii.
17 Dudung abdurahman Pengantar metode penelitian (yogyakarta: kurnia kalam semesta, 2003) 18 Winarno Sukharmad, pengantar penelitian-penelitian: metode teknik, cet. Ke-5 (bandung: Tarsito, 1994), hal 139-140.
14
Semetara literatur yang termasuk kedalam kategori sekunder adalah kitab- kitab, buku-buku, dan berbagai karya ilmiah yang dinilai berkaitan dengan topik yang di bahas dalam penelitian ini. 4. Pengumpulan data Pengumpulan data ini dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut: 1) Mengumpulka bahan pustaka dan bahan lainnya yag akan di pilih sebagai sumbar data, yang memuat perkembangan peradilan yang telah di tentukan sebagai proses penelitian. 2) Memilih bahan pustaka tertentu untuk dijadikan sumber data primer, yakni dokumen perkembangan peradilan yang di jadikan sebagai subjek penelitian. Disamping itu di lengkapi oleh sumber data sekunder yaki bahan pustaka dan bahan lain yang menunjang sumber data primer. 3) Membaca bahan pustaka yang telah di pilih, baik tentang substansi pemikiran maupun unsur yang lain. 4) Mencatat isi bahan pustaka yang berhubungan dengan pertanyaan penelitian. Pencatatan di lakukan sebagaimana yang tertulis dalam bahan pustaka yang di baca, dan menghindarka pencatatan berdasarkan kesimpulan peneliti. Catatan hasil bacaan itu di tulis secara jelas dalam lembaran khusus yang digunakan dalam penelitian. 5) Apabila bahan pustaka itu berbahasa asiang, maka di lakukan penerjemahan isi catatan kedalam bahasa Indonesia. 6) Meyarikan isi catatan yang telah diterjemahkan meurut kosakata dan gaya bahasa uang di gunakan oleh peneliti.
15
7) Mengklarifikasi data dari sari tulisan dengan merujuk kepada pertayaan penelitian. Hal ini di lakiukan terhadap sari tulisan yang sudah di susunan, mana yang akan di gunakan dan mana yang tidak akan di gunakan. Kemudian mana yang di pandag pokok dan mana yang di pandang kurang pokok`. 5. Pendekatan penelitian Pendekatan yang di lakukan dalam penyusunan sekripsi ini adalah pendekatan usul al-Fiqh artinya pembahasan yang ada dalam penelitian ini di analisis berdasarkan pada teori ushul fiqh dengan tujuan untuk menemukan istinbat Imam Syafii dalam menetapkan pendapatnya. 6. Analisis data Dalam hal ini menyusun menggunakan cara berfikir: a) Deduktif dengan jalan mengetengahkan data yang bersifat umum, kemudian di terapkan ke yang bersifat khusus dengan kata lain di tarik kesimpulan yang bersifat khusus. Lalu kemudian akan dilakukan penarikan kesimpulan dari data hasil terhadap pemikiran Imam Syafii mengenai istinbat hukum yang beliau gunakan. b) Induktif yaitu mengetengahkan data yang khusus untuk kemudian di tarik kesimpulan yang bersifat umum, dalam hal ini akan di lakukan dengan menggali data pemikiran Imam Syafii mengenai istinbat hukum yang beliau gunakan.
G. Systematika pembahasan Sebagai usaha memudahkan dan mengarahkan skripsi ini, penyusun membuat sistematika pembahasan sebagai berikut:
16
Bab pertama, berisi mengenai penelitian ini, diantaranya penyusun memaparkan latar belakang, pokok masalah yang menjadi dasar penelitian, tujuan dan kegunaan, telaah pustaka untuk menelaah buku-buku atau skripsi yang berkaitan dengan topik kajian yang telah di lakukan oleh orang lain juga sebagai pembanding denagn penelitian ini, kerangka teoritik yang menjelaskan teori dan di jadikan landasan pembahasan, metode penelitian yang membahas metode-metode yang di gunakan dalam pembahsan sekripsi ini, dan sistem pembahasan, dan rencana daftar isi. Bab kedua berisi tentang tinjauan umum tentang fasakh dan nafkah. Adapun uraian pada bab ini meliputi: pengertian fasakh, dasar hukum fasakh, beberapa alasan yang dapat di ajukan dalam perkara pasakh, perbedaan pasakh dengan talak, pengertian nafkah, dan dasar hukum nafkah serta sebab dan syarat menerima nafkah. Uraian ini bermaksud untuk membatu penyusun dalam menganalisis pandangan Imam Syafii mengenai fasakh perkawinan dengan alasan ketidak mampuan suami memberi nafkah istri. Bab ketiga mendeskripsikan tentang Imam Syafii dan pandanngannya, yang meliputi biografi Imam Syafii, sumber-sumber yang di gunakan Imam Syafii, dan pandangan Imam Syafii tentang fasakh perkawinan karena ketidak mampuan suami memberi nafkah kepada istri. Bab ke empat berisi tentang analisis terhadap istibat hukum yang di gunakan Imam Syafii tentang fasakh perkawinan karena ketidak mampuan suami memberi nafkah kepada istri, dan relevansiya terhadap hukum perkawinan islam di Indonesia. Bab kelima berisi kesimpulan, saran-saran, dan daftar pustaka, serta memuat lampiran-lampiran yang di perlukan.
17
Daftar pustaka
Sahih bukhari, kitab an-Nikah
prof. Dr. H.M.A Thiami, M.A., M.M Dr. sobari Sahrani,M.M., M.H. fiqih munakahat: kajian fikih nikah lengkap (Jakarta : PT Rajagrapindo persada, 2009) Djamil latif, aneka hukum perceraian di indonesia, cet. Ke-2 (jakarta: ghalia indonesia, 1985 Dra. Faridaweri, hukum islam tentang fasakh perkawinan karena ketidak mampuan suami menunaikan kewajibannya (jakarta: CV Pedoman ilmu jaya, 1989) Amru abdul munim salim, Fiqih Thalak berdasarkan al-Quran dan sunnah (jakarta: pustaka azzam, 2005) Hisako Nakamura, Perceraian orang jawa (Yogyakarta GAJAH MADA UNIVERSITI PERSS, 1991) Fasakh perkawinan Karena Ketidakmampuan Suami memberi Nafkah lahir Kepada Istri Menurut Ulama Hanafiah dan Ulama Malikiyah skripsi tidak di terbitkan (Yogyakarta: fakultas syariah IAIN Sunan Kalijaga, 1999) Winarno Sukharmad, pengantar penelitian-penelitian: metode teknik, cet. Ke-5 (bandung: Tarsito, 1994)