Anda di halaman 1dari 17

1

Fasakh perkawinan Karena Ketidakmampuan Suami Memberi Nafkah


Lahir Kepada Istri dalam Pandangan Imam Syafii


A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan merupakan salah satu kebutuhan dasar dalam kehidupan manusia.
Dan Perkawinan juga adalah pintu gerbang menuju kehidupan dalam social
masyarakat. Dengan salah satu tujuan perkawianan agar pasangan suami istri hidup
dalam keluarga yang sakinah mawadah wa rohmah.
UU No.1 tahun 1974 pasal 1 mendefinisikan bahwa perkawinan merupakan
ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan ketuhannan Yang Maha Esa
1
. begitu juga dengan sebuah keluarga,
dinamakan sebuah keluarga bila minimal terdiri atas seorang suami dan seorang istri
lalu selanjutnya bila bertambah keturunan dengan adanya anak ataupun anak-anak dan
sterusnya.
Dalam al-Quran surat ar-rum ayat 21 dinyatakan:
;}g`4 gOg-4C-47 up 4-UE
7 ;}g)` 7O^ ~w}4^e
W-EONL7O4g E_^1)
EE_4 :4LuO4 LEE14OE`

1
Diterjemahkan oleh prof. DR.Soesilo, S.H., dan Drs. Preamudji R., S.H. Kitab undang-undang
hukum perdata Burgerlijk Wetbook (RHEEDBOOK PUBLISHER,2008)

2

OE;O4O4 _ Ep) O) ElgO
e4CE Og 4pNO-E4-4C

Membentuk keluarga adalah perbuatan yang baik, karena dengannya panggilan
kebutuhan dasar manusia terpenuhi secara wajar. Oleh karena itu dalam setiap
perbuatan baik tidak cukup dengan niat baik saja tetapi juga harus melalui jalan yang
baik. Adapun dalam pandangan islam, pernikahan adalah jalan yang sangat baik.
Rosulullah Saw bersabda:


2


Maka sudah semestinya dalam sebuah keluarga dibutuhkan tata aturan berupa
hak dan kewajiban yang sebagian telah diatur oleh undang-undang dan sebagian lagi
berupa hukum adat dengan saling pengertiannya sesama anggota keluarga.
Apabila akad nikah telah berlangsung dan memenuhi syarat rukunnya, maka
menimblkan akibat hukum. Dengan demikian, akad tersebut menimbulkan juga hak
dan kewajiban selaku suami istri dalam keluarga, yang meliputi : hak suami atas istri,
dan hak istri terhadap suami. Termasuk di dalamnya adab suami terhadap istri seperti
yang terlah di contohkan rosul.
3

Suami sebagai peminpin atau kepala keluarga bagi istri dan anak-anaknya dan
istri sebagai pendamping suaminya, sehingga konsep sakinah mawaddah dan rahmah
dapat di rasakan dalam keluarga .

2
Sahih Bukhari, kitab an-Nikah hadis no 4678
3
prof. Dr. H.M.A Thiami, M.A., M.M Dr. sobari Sahrani,M.M., M.H. fiqih munakahat: kajian
fikih nikah lengkap (Jakarta : PT Rajagrapindo persada, 2009),hal.153.

3

Namun, Dalam kehidupan rumah tangga tidak selalu harmonis dan tanpa
konflik. Satu ketika bisa saja suami isteri berselisih faham dari persoalan yang kecil
sampai pada masalah yang menimbulkan perceraian. Begitupun menjalaninya
seseorang tidak akan luput dari masalah baik masalah yang datangnya dari diri
sendiri, keluaga, lingkungan, bahkan negara. Begitu juga dalam rumah tangga,
pasangan suami istri akan mengalaminya bahkan sebagian orang mengatakan tanpa
adanya masalah dalam kehidupan suami istri akan terasa hambar. Tidak sedikit
masalah yang terjadi dalam hubungan suami istri yang berakibat pada perceraian.
Dengan berbagai action-nya mulai dari thalak, khuluk, syiqaq, lian, fasak, maupun
ilaa, dan zhihar. fasakh merupakan salah satu solusi yang ditawarkan oleh Islam untuk
keluar dari masalah tersebut. Kaitannya dengan keadilan, fasakh merupakan hak
mutlak seorang istri untuk meminta cerai kepada suaminya. Sebagaimana suami yang
berhak menalak istrinya.
Islam membenarkan dan mengizinkan perceraian apabila hal tersebut
dipandang lebih baik dari pada masih dalam ikatan perkawinan, karena islam
membuka kemungkinan perceraian baik dengan jalan talak maupun dengan jalan
fasakh demi menjungjung tinggi prinsip kemerdekaan dan kebebasan manusia
4
.
Sebenarnya islam sangat menjunjung tinggi moral, tidak menghendaki adanya
perceraian dalam perkawinan. Namun hal ini merupakan suatu kebolehan, akan tetapi
sangat di murkai Allah,
Sebagaimana Nabi Saw bersabda :



Djamil latif, aneka hukum perceraian di indonesia, cet. Ke-2 (jakarta: ghalia indonesia, 1985),hal 29
4


4

Keempat Imam madzhab yaitu Maliki, Hanafi, Shafi'i, dan Hambali sepakat
bahawa memberikan nafkah itu hukumnya wajib setelah adanya ikatan dalam sebuah
perkawinan. Akan tetapi keempat imam madzhab memiliki perbedaan mengenai
kondisi, waktu dan tempat, perbedaan tersebut terletak pada waktu, ukuran, siapa
yang wajib mengeluarkan nafkah dan kepada siapa saja nafkah itu wajib diberikan.
Keempat imam madzhab sepakat bahawa nafkah meliputi sandang, pangan dan
tempat tinggal.
Menurut Imam Syafi'i hak istri sebagai kewajiban suami kepada istrinya
adalah memberi nafkah. Nafkah tersebut meliputi, pangan, sandang, dan tempat
tinggal. Nafkah wajib diberikan kepada istrinya yang sudah baligh. Sedangkan
mengenai ukuran nafkah yang wajib diberikan kepada istri berdasarkan kemampuan
masing-masing.
Sedangkan jumhur ulama berpendapat bahwa istri boleh meminta fasakh
perkawinan bila suami tidak mampu memberi nafkah, karena mereka berdalih bahwa
menahan istri tanpa di beri nafkah merupakan madharat, karena islam juga telah
melarang melakukan kemadharatan hal itu juga sesuai dengan hadis nabi :

Untuk itu penyusun berusaha membahas persoalaan diatas dengan mengangkat
padangan imam Syafii mengenai fasakh perkawinan dengan alasan ketidak mampuan
suami memberi nafkah lahir terhadap istri dan relefansinya terhadap hukum islam di
indonesia. Dengan demikian penulis perlu mengkaji lebih jauh latar belakang
pandangan Imam Syafii mengenai metode istinbat hukum yang di gunakan berikut
alasan-alasan dan dasar hukum Imam Syafii berpendapat bahwa istri boleh
mengajukan fasakh, serta relevansi pandangan tersebut bagi perkembangan hukum
islam di indonesia.

5





B. Pokok masalah

Dari latar belakang diatas maka masalah pokok yang harus di bahas dapat
dibagi menjadi beberapa hal diantaranya:
1. Bagaimana metode istinbat hukum yang di guakan oleh Imam Syafii ?
2. Apa alasan Imam Syafii berpendapat bahwa bahwa seorang istri berhak
mengajukan gugatan fasakh bagi suami yang tidak mampu memberi nafkah?
3. Apa dasar hukum yang di gunakan Imam Syafii bahwa seorang istri berhak
mengajukan gugatan fasakh bagi suami yang tidak mampu memberi nafkah ?
4. Bagaimana relevansi pendapat Imam Syafii tersebut dengan hukum perkawinan
islam di indonesia.
C. Tujuan dan kegunaan penelitian
1. Tujuan penelitian
tujuan yang hendak di capai dari penelitian ini adalah :
a) Untuk menjelaskan bagaimana metode istinbat hukum yang di guakan oleh
Imam Syafii tentang fasakh perkawinan dengan alasan suami tidak
mampu memberi nafkah kepada istri.
b) Untuk mengetahui apa saja alasan Imam Syafii bahwa seorang istri
berhak mengajukan gugatan fasakh bagi suami yang tidak mampu
memberi nafkah

6

c) Untuk mengetahui dasar hukum yang digunakan Imam Syafii tentang
gugatan fasakh bagi suami yang tidak mampu memberi nafkah
d) Untuk memberi gambaran relevansi pendapat Imam Syafii terhadap
hukum perkawinan di indonesia

2. Kegunaan penelitian
Adapun kegunaan yang hendak di capai dalam skripsi ini adalah:
a) Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi pada pihak-pihak yang
terkait dengan masalah yang di bahas dalam penelitian ini.
b) Untuk memperkaya khasanah dalam kajian hukum keluarga islam.
c) Juga di harapkan dapat memberi informasi secara deskriptif kepada
mahasiswa, mengenai fasakh perkawinan dalam pandangan imam syafii

D. Telaah pustaka
Setelah penyusun menemukan beberapa literature yang membahas
permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan pernikahan. Berkaitan dengan
fasakh perkawinan, penyusun mengambil beberapa literatur yang berhubungan
sekaligus di jadikan sebagai rujukan dalam penulisan skripsi.
Beberapa buku yang membahas mengenai fasakh perkawinan diantaranya
adalah fikih munakahat kajian fikih lengkap yang ditulis oleh prof. Dr. H.M.A
Thiami, M.A., M.M Dr. sobari Sahrani,M.M., M.H
5
. Buku hukum islam tentang
fasakh perkawinan karena ketidak mampuan suami menunaikan kewajibannya karya

5
prof. Dr. H.M.A Thiami, M.A., M.M Dr. sobari Sahrani,M.M., M.H. fiqih munakahat: kajian fikih nikah lengkap
(Jakarta : PT Rajagrapindo persada, 2009)

7

Dra. Faridaweri.
6
penulis buku ingin memberikan kontribusi yang mendasar mengenai
fasakh melalui pendekatan lima madzhab yaitu: mazhab hanafi, mazhab Maliki,
Mazhab Syafii, mazhab hambali, dan mazhab zhahiri. Begitu juga buku karya Amru
abdul munim salim dengan judul Fiqih Thalak berdasarkan al-Quran dan sunnah
7
,
gambaran dari buku ini menjelasakan tentang berbagai macam bentuk thalak dan
sesutau yang berhubungan dengan jatuhnya thalak.
Adapun Hisako Nakamura dalam karyanya perceraian orang jawa
8
, yang
membahas tentang tradisi perceraian orang jawa yang melakukan penelitian di KOTA
GEDE Yogyakarta. Dalam salah satu babnya buku ini juga membahas mengenai hak
fasakh nikah baik suami maupun istri dengan menuntut putusnya perkawinan kepada
hakim agama.
Skripsi yang membahas mengenai fasakh perkawinan juga telah banyak di
lakukan, diantaranya Skripsi Karya Sugianto yang berjudul Fasakh perkawinan
Karena Ketidakmampuan Suami memberi Nafkah lahir Kepada Istri Menurut Ulama
Hanafiah dan Ulama Malikiyah, dalam karya ini Sugianto mencoba melakukan
perbandingan pendapat kedua imam tersebut mengenai fasakh perkawinan dengan
alasan tidak adanya nafkah lahir dengan mencari alasan-alasan yang menyebabkan
adanya perbedaan pendapat anatara kedua imam tersebut dengan metode istinbat
hukum yang digunakan masing-masing
9
.
Adapun skripsi yang berjudul fasakh perkawinan dengan alasan
ketidakmampuan suami suami memberi nafkah istri perspektif Imam abu Hanifah
karya Muhammad Arif Wahyudi yang menjelaskan alsan-alasan Imam Abu Hanifah

6
Dra. Faridaweri, hukum islam tentang fasakh perkawinan karena ketidak mampuan suami menunaikan
kewajibannya (jakarta: CV Pedoman ilmu jaya, 1989)
7
Amru abdul munim salim, Fiqih Thalak berdasarkan al-Quran dan sunnah (jakarta: pustaka azzam, 2005)
8
Hisako Nakamura, Perceraian orang jawa (Yogyakarta GAJAH MADA UNIVERSITI PERSS, 1991)
9
Fasakh perkawinan Karena Ketidakmampuan Suami memberi Nafkah lahir Kepada Istri Menurut Ulama
Hanafiah dan Ulama Malikiyah skripsi tidak di terbitkan (Yogyakarta: fakultas syariah IAIN Sunan Kalijaga,
1999)

8

melarang proses fasakh karena suami miskin dengan metode istinbat yang beliau
gunakan dengan menggunakan pendekatan usul al-fiqh
10
menurut penulis pendapat
Imam abu hanifah ini dapat di jadikan alternatif untuk meminimalisir terjadinya
perceraian.
Kemudian skripsi Faridatun Nimah dengan judul Tinjauan Hukum Islam terhadap
fasakh Karena ada Wali Yang Tidak Berhak (Studi Terhadap Putusan No
0376/pdt.g/2007/PA.pt), penelitian yang di lakukan oleh faridatun Nimah ini menitik
beratkan kepada pembataan perkawian dengan alasan wali nikah yang tidak berhak
menikahkan dengan objek putusan no 0376/pdt.g/2007/PA.pt
11


E. Kerangka teoritik
Dalam merumuskan sebuah hukum, kita tidak bisa lepas dari ke maslahatan manusia
sebagai tujuan utamanya. Begitu juga pengutusan rosulullah Saw ke muka bumi yaitu
sebagai rahmatan lil alamin dan ke maslahatan manusia;
12

Untuk merumuskuna suatu peristiwa, seorang mujtahid harus merujuk pada sumber-
sumber yang telah di tentukan dalam islam. Sumber-sumber tersebut ada yang di
sepakati kekuatan hujahnya, dan ada juga yang tidak di sepakati atau masih dalam
perselisihan.
Adapun sumber-sumber yang telah di sepakati hujahnya adalah al-Quraan, hadis,
ijma, qiyas. Keempat hujah tersebut harus di lakukan secara hirarki. Artinya jika
dalam suatu permasalahan solusinya dapat di temukan dalam al-Quran, maka harus
menggunakan al-Quraan sebagai rujukannya, namun jika dalam alquran tidak di

10
fasakh perkawinan dengan alasan ketidakmampuan suami suami memberi nafkah istri prspektif Imam abu
Hanifah
11
Tinjauan Hukum Islam terhadap fasakh Karena ada Wali Yang Tidak Berhak (Studi Terhadap Putusan No
0376/pdt.g/2007/,,,,
12
Al Anbiya (21):207

9

temukan solusinya, maka dapat di cari dalam hadis untuk menyelesaikan masalah
tersebut. Dan ketika dalam kedua sumber tidak di temukan pula, maka merujuk pada
ijma dan terakhir dengan meggunakan Qias.
13

Sementara dalil hukum yang masih di perselisihkan hujahnya mencakup al-Istihsan,
al- Maslahah al- mursalah, al-istishab, al-urf, mazhab as-sahabi, dan syarru man
qoblana
14
.
penelitian ini menggunaka kerangka pemikiran dengan penjelasan sebagai
berikut : sebuah pendapat seseorang tersusun dari beberapa unsur, begitu juga dengan
W-NOg4-^-4 ^^)
4pNOg4LN` ^gg konsep pemikiran. Adapun konsep
yang di gunakan oleh
imam syafi mengenai fasakh perkawinan Ini meliputi tiga unsur.
Rujukan yang terdiri atas rujukan yang bersifat normatif yakni berdasarkan
teks-teks keagamaan (al-Quran, Hadits, qonun, fiqih, kaidah)
Adapun tentang rujukan fasakh dalam al-Quran terdapat dalam surat al-Baqarah ayat
231:
-O)4 N7+^^UC 47.=Og)4-
=}^U4: O}_UE_ ;-O7O^`
^OuEg u O}-ONO)O=
lNOuEg _ 4 O}-O7Ou7`
-4O-4Og W-4u4-g _ }4`4
E^4C ElgO ; =U +O=O^4^

13
Abd al- Wahab Khalaf, Ilmu usul al-Fiqh, (Kairo: dar al-Qalam, 1978), hal.21
14
Ibid hal.22.

10

_ 4 W-7OgC+> ge4C-47 *.-
-4+O- _ W-NO7^O-4 =eEug^
*.- 7^OU4 .4`4 44O^ 7^OU4
=}g)` U4-^- gOE'^-4
7Og4C gO) _ W-OE>-4 -.-
W-EONU;N-4 Ep -.- ]7)
7/E* 7)U4
...........

Apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu mereka mendekati akhir idahnya, maka
rujuklah mereka dengan cara yang maruf atau ceraikanlah mereka pula dengan cara
yang marruf (pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan ,
karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barang siapa berbuat demikian,
maka sungguh mereka telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri
Dalam ayat diatas, imam syafii berpendapat bahwa terdapat lafadz yang arti
dan maksudnya adalah: janganlah kamu menahan mereka dengan maksud dan tujuan
memberi kesengsaraan, karena dengan demikian kamu menganiayanya, bahwa ayat
ini melarang suami menahan istri dengan maksud untuk menyakiti dan
menyengsarakannya.
Sedangkan rujuk fasakh menurut hadist terdapat dalam riwayat darulqutni dan
musayyab yaitu:

11

) ( :
15

Hadis ini menjelaskan bahwa ketika seorag suami tidak mampu memberi
nafkah kepada istrinya, maka keduanya harus di pisahkan.
Seperti yang di alami oleh tsabit bin nasir al-Anshori yang mentalak istrinya setelah
hampir idahnya ia merujuk kembali dan menceraikannya kembali dengan maksud
meyakitinya, akan tetapi dalam hadis ini berlaku pula suatu sikap atau perbuatan yang
menyebabkan istri merasa sakit dan memberi kemadharatan kepadanya yaitu
termasuk suami yang tidak mampu memberi nafkah kepada istrinya karena bagaimana
bisa bertahan hidup tanpa di beri nafkah.
Yang menjadi rujukan fasakh dalam kaidah ushul fiqh adalah kemadharatan itu harus
di hilangkan . dalam hal ini jika dalam kehidupan rumah tangga terjadi keadaan atau
sikap yang menimbulkan kemadharatan kepada salah satu pihak, maka pihak yang
mendapat kmadharatan dapat mengajukan utuk putusnya perkawinan atas dasar
pengaduan pihak yang di rugikan.
Rujukan terakhir secara normatif yaitu undang-undang dalam pasal 75 ayat 4
Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang peradilan agama yang berbunyi: suami
tidak mau medatangi istrinya, dan belanja tak pula dikirimkan olehnya, sedangkan
istrinya tidak rela. peraturan perundang undangan ini cukup jelas jika di hubungkan
dengan masalah fasakh karena seorang suami tidak mampu memberi nafkah kepada
istrinya, maka istri boleh mengajukan fasakh pada suaminya atau mengadukan cerai
gugat dengan alasan suami melanggar sighat taklik talak seperti yang diatur dalam
KHI, pasal 116 (g) yang berbunyi: perceraian dapat terjadi karena alasan-alasan
16
.

15
prof. Dr. H.M.A Thiami, M.A., M.M Dr. sobari Sahrani,M.M., M.H. fiqih munakahat: kajian fikih nikah lengkap
(Jakarta : PT Rajagrapindo persada, 2009),hal.203
16
Diterjemahkan oleh prof. DR.Soesilo, S.H., dan Drs. Preamudji R., S.H. Kitab undang-undang hukum perdata
Burgerlijk Wetbook (RHEEDBOOK PUBLISHER,2008)

12

Setelah mengetahui rujukan normatif, pandangan Imam Syafii berdasar pada
rujukan empiris, yakni rujukan berdasarkan penemuan dari pengalamannya contoh
beliau mengalami atau menemukan keadaan yang berbeda ketika ia berada di irak dan
di mesir, oleh karena itu beliau berpendapat sesuai dengan apa yang di temuinya.
Yaitu berupa Qoul Qodim dan Qoul jadid). Kedua, metode ijtihad sebagai cara
penggalian hukum (istimbath al-Ahkam). Ketiga, substansi pandangan Imam Syafii
yang merupakan hasil ijtihadnya. Ketiga unsur tersebut saling berhubungan satu sama
lain dan tidak bisa di pisahkan.
Dari ketiga unsur di atas, dapat di hubungkan dengan penjelasan seperti
berikut:
Pertama, hasil pemikira Imam Syafii itu pasti memiliki rujukan, baik itu rujukan
normatif maupun rujukan empiris. Rujukan normatif berpangkal pada keyakinan
yang di anut oleh Imam Syafii, maka rujukannya pun tidak lepas dari al Quran dan
Hadis. Sedangkan rujuan empirisnya adalah pengalaman hidup Imam Syafii, baik itu
pengalaman hidupnya sendiri maupun dari orang lain.
Kedua, metode ijtihad merupakan metode penggalian hukum (istimbath Al-ahkam)
yang di benarkan dalam Islam, dan sangat di perlukan bagi perkembangan hukum
Islam di setiap masa selama masih muncul permasalahan dan pristiwa baru.
Ketiga, substansi pemikiran Imam Syafii adalah produk hukum atau pemikiran yang
di hasilkan melalui penggalian hukum (istimbath al-alhkam) yang beliau lakukan
melalui metode ijtihad dalam pengambilan kesimpulan dari berbagai rujukan.

F. Metode penelitian
1. Jenis Penelitian

13

Untuk lebih lebih memiliki pemahaman yang mendalam tentang permasalahan
yang sedang di kaji, Jenis penelitian yang digunakan untuk menyusun penelitian ini
adalah penelitian pustaka (liberary Researceh) yaitu penelitian yang menggunakan
buku-buku sebagai sumber datanya atau sebuah penelitian dengan jalan mempelajari,
menelaah dan memeriksa bahan-bahan kepustakaan yang mempunyai relevansi materi
pembahasan ini. Atau penelitian yang dilakukan di perpustakaan (liberary Researceh)
di langsungkan dengan cara membaca, menelaah atau memeriksa bahan bahan
kepustakaan yang terdapat di perpustakaan
17
. Dan dalam hal ini penyusun
mengumpulkan data-data dari kitab-kitab karya imam syafii dan kitab-kitab ulama
syafiiah sebagai sumber utama.
2. Sifat penelitian
Sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis yaitu suatu penelitian yang
meliputi proses pengumpulan data, penyusunan dan menjelaskan mengenai data data
yang terkumpul, sehingga metode ini sering di sebut metode analitik
18
, atau dalam
hal ini penyusun memapasrkan secara jelas ijtihad yang di lakukan oleh Imam Syafii,
dengan memfokuskan pada metode istinbat yang digunakannya.
3. Sumber data
Tekhnik penelitian ini adalah metode dokumentasi yaitu mencari dan
mentelaah berbagai buku dan sumber tertulis lainya yang mempunyai relevansi
dengan dengan kajian ini. Adapun yang menjadi sumber data primer adalah kitab-
kitab karya Imam Syafii.

17
Dudung abdurahman Pengantar metode penelitian (yogyakarta: kurnia kalam semesta, 2003)
18
Winarno Sukharmad, pengantar penelitian-penelitian: metode teknik, cet. Ke-5 (bandung: Tarsito, 1994), hal
139-140.

14

Semetara literatur yang termasuk kedalam kategori sekunder adalah kitab-
kitab, buku-buku, dan berbagai karya ilmiah yang dinilai berkaitan dengan topik yang
di bahas dalam penelitian ini.
4. Pengumpulan data
Pengumpulan data ini dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
1) Mengumpulka bahan pustaka dan bahan lainnya yag akan di pilih sebagai
sumbar data, yang memuat perkembangan peradilan yang telah di tentukan
sebagai proses penelitian.
2) Memilih bahan pustaka tertentu untuk dijadikan sumber data primer, yakni
dokumen perkembangan peradilan yang di jadikan sebagai subjek penelitian.
Disamping itu di lengkapi oleh sumber data sekunder yaki bahan pustaka dan
bahan lain yang menunjang sumber data primer.
3) Membaca bahan pustaka yang telah di pilih, baik tentang substansi pemikiran
maupun unsur yang lain.
4) Mencatat isi bahan pustaka yang berhubungan dengan pertanyaan penelitian.
Pencatatan di lakukan sebagaimana yang tertulis dalam bahan pustaka yang di
baca, dan menghindarka pencatatan berdasarkan kesimpulan peneliti. Catatan
hasil bacaan itu di tulis secara jelas dalam lembaran khusus yang digunakan
dalam penelitian.
5) Apabila bahan pustaka itu berbahasa asiang, maka di lakukan penerjemahan isi
catatan kedalam bahasa Indonesia.
6) Meyarikan isi catatan yang telah diterjemahkan meurut kosakata dan gaya
bahasa uang di gunakan oleh peneliti.

15

7) Mengklarifikasi data dari sari tulisan dengan merujuk kepada pertayaan
penelitian. Hal ini di lakiukan terhadap sari tulisan yang sudah di susunan,
mana yang akan di gunakan dan mana yang tidak akan di gunakan. Kemudian
mana yang di pandag pokok dan mana yang di pandang kurang pokok`.
5. Pendekatan penelitian
Pendekatan yang di lakukan dalam penyusunan sekripsi ini adalah pendekatan
usul al-Fiqh artinya pembahasan yang ada dalam penelitian ini di analisis berdasarkan
pada teori ushul fiqh dengan tujuan untuk menemukan istinbat Imam Syafii dalam
menetapkan pendapatnya.
6. Analisis data
Dalam hal ini menyusun menggunakan cara berfikir:
a) Deduktif dengan jalan mengetengahkan data yang bersifat umum, kemudian di
terapkan ke yang bersifat khusus dengan kata lain di tarik kesimpulan yang
bersifat khusus. Lalu kemudian akan dilakukan penarikan kesimpulan dari
data hasil terhadap pemikiran Imam Syafii mengenai istinbat hukum yang
beliau gunakan.
b) Induktif yaitu mengetengahkan data yang khusus untuk kemudian di tarik
kesimpulan yang bersifat umum, dalam hal ini akan di lakukan dengan
menggali data pemikiran Imam Syafii mengenai istinbat hukum yang beliau
gunakan.

G. Systematika pembahasan
Sebagai usaha memudahkan dan mengarahkan skripsi ini, penyusun membuat
sistematika pembahasan sebagai berikut:

16

Bab pertama, berisi mengenai penelitian ini, diantaranya penyusun
memaparkan latar belakang, pokok masalah yang menjadi dasar penelitian, tujuan
dan kegunaan, telaah pustaka untuk menelaah buku-buku atau skripsi yang berkaitan
dengan topik kajian yang telah di lakukan oleh orang lain juga sebagai pembanding
denagn penelitian ini, kerangka teoritik yang menjelaskan teori dan di jadikan
landasan pembahasan, metode penelitian yang membahas metode-metode yang di
gunakan dalam pembahsan sekripsi ini, dan sistem pembahasan, dan rencana daftar
isi.
Bab kedua berisi tentang tinjauan umum tentang fasakh dan nafkah. Adapun
uraian pada bab ini meliputi: pengertian fasakh, dasar hukum fasakh, beberapa alasan
yang dapat di ajukan dalam perkara pasakh, perbedaan pasakh dengan talak,
pengertian nafkah, dan dasar hukum nafkah serta sebab dan syarat menerima nafkah.
Uraian ini bermaksud untuk membatu penyusun dalam menganalisis pandangan Imam
Syafii mengenai fasakh perkawinan dengan alasan ketidak mampuan suami memberi
nafkah istri.
Bab ketiga mendeskripsikan tentang Imam Syafii dan pandanngannya, yang
meliputi biografi Imam Syafii, sumber-sumber yang di gunakan Imam Syafii, dan
pandangan Imam Syafii tentang fasakh perkawinan karena ketidak mampuan suami
memberi nafkah kepada istri.
Bab ke empat berisi tentang analisis terhadap istibat hukum yang di gunakan
Imam Syafii tentang fasakh perkawinan karena ketidak mampuan suami memberi
nafkah kepada istri, dan relevansiya terhadap hukum perkawinan islam di Indonesia.
Bab kelima berisi kesimpulan, saran-saran, dan daftar pustaka, serta memuat
lampiran-lampiran yang di perlukan.


17

Daftar pustaka


Sahih bukhari, kitab an-Nikah

prof. Dr. H.M.A Thiami, M.A., M.M Dr. sobari Sahrani,M.M., M.H. fiqih
munakahat: kajian fikih nikah lengkap (Jakarta : PT Rajagrapindo persada, 2009)
Djamil latif, aneka hukum perceraian di indonesia, cet. Ke-2 (jakarta: ghalia
indonesia, 1985
Dra. Faridaweri, hukum islam tentang fasakh perkawinan karena ketidak mampuan
suami menunaikan kewajibannya (jakarta: CV Pedoman ilmu jaya, 1989)
Amru abdul munim salim, Fiqih Thalak berdasarkan al-Quran dan sunnah (jakarta:
pustaka azzam, 2005)
Hisako Nakamura, Perceraian orang jawa (Yogyakarta GAJAH MADA UNIVERSITI
PERSS, 1991)
Fasakh perkawinan Karena Ketidakmampuan Suami memberi Nafkah lahir Kepada
Istri Menurut Ulama Hanafiah dan Ulama Malikiyah skripsi tidak di terbitkan
(Yogyakarta: fakultas syariah IAIN Sunan Kalijaga, 1999)
Winarno Sukharmad, pengantar penelitian-penelitian: metode teknik, cet. Ke-5
(bandung: Tarsito, 1994)

Anda mungkin juga menyukai