Anda di halaman 1dari 8

Kelarutan dalam alkohol prinsipnya adalah kelarutan minyak dalam alkohol yang dapat dilihat dari seberapa jauh

minyak tersebut larut dalam alkohol hingga jernih dalam perbandingan tertentu. Telah diketahui bahwa alkohol merupakan gugus OH. Karena alkohol dapat larut dengan minyak atsiri maka pada komposisi minyak atsiri yang dihasilkan tersebut terdapat komponen-komponen terpen teroksigenasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Guenther bahwa kelarutan minyak dalam alkohol ditentukan oleh jenis komponen kimia yang terkandung dalam minyak. Pada umumnya minyak atsiri yang mengandung persenyawaan terpen teroksigenasi lebih mudah larut daripada yang mengandung terpen. Makin tinggi kandungan terpen makin rendah daya larutnya atau makin sukar larut, karena senyawa terpen tak teroksigenasi merupakan senyawa nonpolar yang tidak mempunyai gugus fungsional. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin kecil kelarutan minyak atsiri pada alkohol (biasanya alkohol 90%) maka kualitas minyak atsirinya semakin baik. Tingkat kelarutan minyak dalam alkohol dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi senyawa yang dikandungnya. Menurut Heath (1978), minyak atsiri yang konsentrasi senyawa terpennya tinggi, sukar larut, sedangkan yang banyak mengandung

senyawa terpen-o mudah larut dalam etanol. Dalam penyulingan bertingkat, uap panas lebih mudah dan cepat menembus bahan yang susunannya tidak padat dibanding susunan tidak bertingkat, sehingga senyawa terpen-o yang titik didihnya lebih rendah, lebih banyak terdapat dalam minyak sehingga minyaknya mudah larut dalam alkohol. Berdasarkan data yang didapatkan kelarutan dalam alkohol minyak kayu putih adalah 1:12, minyak lemon 1:13, minyak sedap malam adalah 1:7, minyak sereh 1:4, dan minyak cengkeh 1:6. Itu merupakan perbandingan antara minyak terhadap alkohol. Hal ini dapat

disimpulkan bahwa minyak atsiri yang kualitasnya baik adalah minyak sereh, sedangkan minyak atsiri yang kualitasnya buruk adalah minyak lemon. Karena semakin sedikit alkohol yang digunakan untuk melarutkan minyak atsiri maka kualitas minyaknya semakin baik. Selanjutnya adalah sisa penguapan. Prinsip dari uji ini yakni jumlah atau banyaknya sisa dari minyak tersebut setelah mengalami penguapan yang dinyatakan dalam persen bobot per bobot (% b/b). Adapun untuk senyawa yang tidak menguap diperoleh dengan menguapkan minyak atsiri pada penangas air. Mi n yak ya ng t i dak m en guap pada suhu 100C di t et apkan seba gai si sa penguapan jika kotoran yang utama dalam minyak atsiri adalah penguapan.

Berdasarkan hasil pengujian terhadap kadar sisa penguapan dari beberapa minyak atsiri yang diuji didapatkan hasil bahwa minyak cengkeh memiliki sisa penguapan tertinggi yaitu 34,43 %, selanjutnya yaitu minyak kayyu putih sebesar 28,33%, minyak lemon sebesar 3,28%, minyak sedap malam 0,75% dan sisa penguapan terendah yaitu minyak sereh wangi sebesar 0,25 %. Suatu contoh penentuan sisa penguapan minyak yang rendah kemungkinan disebabkankarena adanya terpen atau konstituen menguap lainnya. Nilai sisa penguapan yang tinggi disebabkan adanya benda asing seperti rosin, fixed oil, atau

seskuiterpen bertitik didih tinggi. Nilai sisa penguapan hasil rektifikasi terpentin menandakan kurang sempurnanya proses rektrifikasi atau karena terjadinya proses polimerisasi s el am a pen yi m pan a n m i n yak. Konsi st ensi dan warn a si sa pen guapan dal am keadaan panas maupun dingin, kadang-kadang dapat menunjukkan adanya campuran bahan lain. Penyulingan lebih lama menghasilkan minyak dengan kandungan seskuiterpen yang bertitik didih tinggi, sehingga sukar menguap pada pengujian sisa penguapan (Guenther, 1987). Flokulasi yang pada prinsipnya yaitu memberikan suatu flokulan (Chelating Agent) pada minyak atsiri guna mengikat logam yang terkandung didalamnya. Flokulan yang digunakan yaitu ETDA. EDTA telah lama digunakan dalam tahap pemurnian pada industri minyak. Di beberapa negara di Eropa, pemurnian minyak dengan menggunakan EDTA pada tahap bleaching dalam pemurnian kimia minyak. Serta untuk memperoleh flavor yang baik dan stabilitas oksidasi pada minyak dan juga asam sitrat mempunyai kemampuan sebagai chelating agent dalam menghilangkan katalis logam, selama pemurnian minyak yang telah dihidrogenasi. Proses flokulasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kecepatan pengadukan, jenis flokulan dan banyaknya flokulan yang ditambahkan. Berdasarkan data yang diperoleh pada minyak atsiri terdapat 0,6986 gram flokulan yang mengandung logam. Di tahun 1903 Tswett menemukan teknik kromatografi. Teknik ini bermanfaat dalam penguraian suatu campuran. Definisi kromatografi adalah suatu prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi, diperensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih salah satunya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan didalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya perbedaan dalam absorbsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan muatan ion. Berdasarkan kemasan fase

diamnya kromatografi terbagi tiga yaitu kromatografi kertas, kromatografi kolom, dan kromatografi lapisan tipis. Kromatografi gas sendiri terdiri dari 2 yaitu kromatografi gas cairan dengan mekanisme pemisahan partisi, teknik kolom dan nama alat GLC dan kromatografi gas padat dengan mekanisme pemisahan absorbsi, teknik kolom dan nama alat GSC. Namun GSC jarang digunakan sehingga pada umumnya yang disebut dengan GC saat ini adalah GLC. Pada prinsipnya pemisahan dalam GC adalah sisebabkan oleh perbedaan dalam kemampuan distribusi analit diantara fase gerak dan fase diam di dalam kolom pada kecepatan dan waktu yang berbeda. Komponen alat kromatografi gas Alat GLC atau GC terdiri atas 7 bagian yang pokok seperti pada gambar, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Silinder tempat gas pembawa/pengangkut Pengatur aliran dan pengatur tekanan Tempat injeksi cuplikan Kolom Detector Pencatat Terminal untuk 3, 4 dan 5

Bagian-bagian dari kromatografi gas :

1.

Gas pengangkut/pemasok gas Gas pengangkut (carrier gas) ditempatkan dalam silinder bertekanan tinggi. Biasanya tekanan dari silinder sebesar 150 atm. Tetapi tekanan ini sangat besar untuk digunakan secara Iansung. Gas pengangkut harus memenuhi persyaratan : a. Harus inert, tidak bereaksi dengan cuplikan, cuplikan-pelarut, dan material dalam kolom. b. Murni dan mudah diperoleh, serta murah. c. Sesuai/cocok untuk detektor. d. Harus mengurangi difusi gas.

Gas-gas yang sering dipakai adalah : helium, argon, nitrogen, karbon dioksida dan hidrogen. Gas helium dan argon sangat baik, tidak mudah terbakar, tetapi sangat mahal. H2 mudah terbakar, sehingga harus berhati-hati dalam pemakaiannya. Kadang-kadang digunakan juga C02. Pemilihan gas pengangkut atau pembawa ditentukan oleh ditektor yang digunakan. Tabung gas pembawa dilengkapi dengan pengatur tekanan keluaran dan pengukur tekanan. Sebelum masuk ke kromatografi, (harusnya) ada pengukur kecepatan aliran gas serta sistem penapis molekuler untuk memisahkan air dan pengotor gas lainnya. Pada dasarnya kecepatan alir gas diatur melalui pengatur tekanan dua tingkat yaitu pengatur kasar (coarse) pada tabung gas dan pengatur halus (fine) pada kromatograf. Tekanan gas masuk ke kromatograf (yaitu tekanan dari tabung gas) diatur pada 10 s.d 50 psi (di atas tekanan ruangan) untuk memungkinkan aliran gas 25 s.d 150 mL/menit pada kolom terpaket dan 1 s.d 25 mL/menit untuk kolom kapiler. 2. Pengatur aliran dan pengatur tekanan Ini disebut pengatur atau pengurang Drager. Drager bekerja baik pada 2,5 atm, dan mengalirkan massa aliran dengan tetap. Tekanan lebih pada tempat masuk dari kolom diperlukan untuk mengalirkan cuplikan masuk ke dalam kolom. Ini disebabkan, kenyataan lubang akhir dari kolom biasanya mempunyai tekanan atmosfir biasa. Juga oleh kenyataan bahwa suhu kolom adalah tetap, yang diatur oleh thermostat, maka aliran gas tetap yang masuk kolom akan tetap juga. Demikian juga komponen-komponen akan dielusikan pada waktu yang tetap yang disebut waktu penahanan (the retention time), t R. Karena kecepatan gas tetap, maka komponen juga mempunyai volume karakteristik terhadap gas pengangkut = volume penahanan (the retention volume), vr. Kecepatan gas akan mempengaruhi effisiensi kolom. Harga-harga yang umum untuk kecepatan gas untuk kolom yang memiliki diameter luar. 1/4" O.D : kecepatan gas 75 ml/min 1/8" O.D : kecepatan gas 25 ml/min. 3. Tempat injeksi (The injection port) Dalam pemisahan dengan GLC cuplikan harus dalam bentuk fase uap. Gas dan uap dapat dimasukkan secara langsung. Tetapi kebanyakan senyawa organik berbentuk cairan dan padatan. Hingga dengan demikian senyawa yang berbentuk cairan dan padatan pertama-tama

harus diuapkan. Ini membutuhkan pemanasan sebelum masuk dalam kolom. Panas itu terdapat pada tempat injeksi seperti pada gambar 9. bagan injektor. Tempat injeksi dari alat GLC selalu dipanaskan. Dalam kebanyakan alat, suhu dari tempat injeksi dapat diatur. Aturan pertama untuk pengaturan suhu ini adalah batiwa suhu tempat injeksi sekitar 50C lebih tinggi dari titik didih campuran dari cuplikan yang mempunyai titik didih yang paling tinggi. Bila kita tidak mengetahui titik didih komponen dari cuplikan maka kita harus mencoba-coba. Sebagai tindak lanjut suhu dari tempat injeksi dinaikkan. Jika puncak-puncak yang diperoleh lebih baik, ini berarti bahwa suhu percobaan pertama terlalu rendah. Namun demikian suhu tempat injeksi tidak boleh terlalu tinggi, sebab kemungkinan akan terjadi perubahan karena panas atau penguraian dari senyawa yang akan dianalisa. Cuplikan dimasukkan ke dalam kolom dengan cara menginjeksikan melalui tempat injeksi. Hal ini dapat dilakukan dengan pertolongan jarum injeksi yang sering disebut "a gas tight syringe". Perlu diperhatikan bahwa kita tidak boleh menginjeksikan cuplikan terlalu banyak, karena GC sangat sensitif. Biasanya jumlah cuplikan yang diinjeksikan pada waktu kita mengadakan analisa 0,5 -50 ml gas dan 0,2 - 20 ml untuk cairan seperti pada gambar di bawah.

4.

Kolom Kolom merupakan jantung dari kromatografi gas. Bentuk dari kolom dapat lurus, bengkok, misal berbentuk V atau W, dan kumparan/spiral. Biasanya bentuk dari kolom adalah kumparan. Kolom selalu merupakan bentuk tabung. Tabung ini dapat terbuat dari : a. Tembaga (murah dan mudah diperoleh) b. Plastik (teflon), dipakai pada suhu yang tidak terlalu tinggi. c. Baja (stainless steel), (mahal) d. Alumunium e. Gelas

Panjang kolom dapat dari 1 m sampai 3 m. Diameter kolom mempunyai berbagai ukuran, biasanya pengukuran berdasarkan diameter dalam dari kolom gelas yaitu antara 0,3 mm hingga 5 min. Kebanyakan kolom yang digunakan berupa stainles steel dengan diameter luar (OD) dari I/S atau 1/4 inch (0,3 atau 0,6 cm). Pada GSC kolom diisi dengan penyerap (adsorbent), sedangkan pada GLC kolom diisi dengan "solid support" (padatan pendukung) yang diikat oleh fase diam.

5.

Detektor Detektor berfungsi sebagai pendeteksi komponen-komponen yang telah dipisahkan dari kolom secara terus-menerus, cepat, akurat, dan dapat melakukan pada suhu yang lebih tinggi. Detektor harus dapat dipercaya dan mudah digunakan. Fungsi umumnya mengubah sifat-sifat molekul dari senyawa organik menjadi arus listrik kemudian arus listrik tersebut diteruskan ke rekorder untuk menghasilkan kromatogram. Detektor yang umum digunakan: a. Detektor hantaran panas (Thermal Conductivity Detector_ TCD) b. Detektor ionisasi nyala (Flame Ionization Detector_ FID) c. Detektor penangkap elektron (Electron Capture Detector _ECD) d. Detektor fotometrik nyala (Falame Photomertic Detector _FPD) e. Detektor nyala alkali f. Detektor spektroskopi massa Detektor yang peka terhadap senyawa organik yang mengandung fosfor adalah FID, ECD, dan FPD. Detektor penangkap elektron (Electron Capture Detector ECD). Pada penetapan ini, digunakan detektor penangkap elektron. Detektor ini merupakan modifikasi dari FID yaitu pada bagian tabung ionisasi. Dasar dari ECD ialah terjadinya absorbsi e- oleh senyawa yang mempunyai afinitas terhadap e- bebas (senyawa-senyawa elektronegatif). Dalam detektor gas terionisasi oleh partikel yang dihasilkan dari 3H atau 63Ni. Detektor ini mengukur kehilangan sinyal ketika analit terelusi dari kolom kromatografi. Detektor ini peka terhadap senyawa halogen, karbonil terkoyugasi, nitril, nitro, dan organo logam, namun tidak peka terhadap hidrokarbon, ketone, dan alkohol.

6.

Oven kolom

Kolom terletak didalam sebuah oven dalam instrumen. Suhu oven harus diatur dan sedikit dibawah titik didih sampel. Jika suhu diset terlalu tinggi, cairan fase diam bisa teruapkan, juga sedikit sampel akan larut pada suhu tinggi dan bisa mengalir terlalu cepat dalam kolom sehingga menjadi terpisah (Hendayana, 2006). 7. Rekorder Rekorder berfungsi sebagai pengubah sinyal dari detektor yang diperkuat melalui elektrometer menjadi bentuk kromatogram. Dari kromatogram yang diperoleh dapat dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dengan cara membandingkan waktu retensi sampel dengan standar. Analisis kuantitatif dengan menghitung luas area maupun tinggi dari kromatogram (Hendayana, 2006). Sinyal analitik yang dihasilkan detektor dikuatkan oleh rangkaian elektronik agar bisa diolah oleh rekorder atau sistem data. Sebuah rekorder

bekerja dengan menggerakkan kertas dengan kecepatan tertentu. di atas kertas tersebut dipasangkan pena yang digerakkan oleh sinyal keluaran detektor sehingga posisinya akan berubah-ubah sesuai dengan dinamika keluaran penguat sinyal detektor. Hasil rekorder

adalah sebuah kromatogram berbentuk pik-pik dengan pola yang sesuai dengan kondisi sampel dan jenis detektor yang digunakan. Rekorder biasanya dihubungkan dengan sebuah elektrometer yang dihubungkan dengan sirkuit pengintregrasi yang bekerja dengan menghitung jumlah muatan atau jumlah energi listrik yang dihasilkan oleh detektor. Elektrometer akan melengkapi pik-pik kromatogram dengan data luas pik atau tinggi pik lengkap dengan biasnya. Sistem data merupakan pengembangan lebih lanjut dari rekorder dan elektrometer dengan melanjutkan sinyal dari rekorder dan elektrometer ke sebuah unit pengolah pusat (CPU, Central Procesing Unit). Kromatografi merupakan medan yang bergerak cepat karena sangat pentingya dalam praktek dalam banyak bidang penelitian. Usaha-uasaha berlanjut sepanjang banyak jalur, beberapa diantaranya adalah : detector yang lebih baik, bahan kemasan kolom yang baru, hubungan dengan instrument lain (seperti spectrometer massa) yang dapat membantu untuk mengidentifikasi komponen-komponen yang dipisahkan. Untuk memahami prinsip kerja dari kromatografi gas khususnya kromatigrafi gas cair (KGC), yang lazim ditemui adlah pada helium, hydrogen, dan juga nitrogen dapat digambarkan dengan menggunakan gambar dari kamar-kamar

khayal yang masing-masing berisi suatu porsi cairan atsiri, yang berfungsi sebagai fase stasionernya. Pada kamar pertama dimasukan suatu sampel fasa gerak, suatu gas seperti nitrogen, yang mengandung uap suatu senyawa organik. Berdasarkan data yang didapatkan dari Gas Chromatography yaitu minyak atsiri yang diidentifikasi adalah minyak pala, pada grafik kita dapat mengetahuinya pada menit ke-10.

DAFTAR PUSTAKA Guenther, E., 1987. Minyak atsiri I. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 492 h. Heath, H.B. 1978. Flavor Technology: Profiles, Product, Applications. The AVI Publishing Co., Inc., Westport. Masada Y. ,1975,Analysis of Essential Oils by Gas Chromatography and Mass Spectrometry, John Wiley and Sons Inc.,New York Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. PN. Balai Pustaka, Jakarta Somaatmadja, D. 1984. Penelitian dan Pengembangan Pala dan Fuli. Komunikasi No.215. BBIHP, Bogor Guenther,E,1985,Minyak Atsiri,jilid I (terjemahan) S. Kateren, Universitas Indonesia, Jakarta Hendayana, S.2006.Kimia Pemisahan:Metode Kromatografi dan Elektroforesis Modern.Cetakan I, PT Remaja Rosdakarya : Bandung

Anda mungkin juga menyukai