Anda di halaman 1dari 11

Page |1

MANAJEMEN KEUANGAN BAB 9. BIAYA MODAL

DISUSUN OLEH: Andhini Juwita Sari (09120003) Iin Ferli Farlina (09120015) Suci Laela Ningrum (09120029) Yulia Mariz Triyudini (09120012) Yuliana Sunarsih (09120034)

Informatic & Bussines Institute Darmajaya 2010 / 2011

Page |2

BAB 9

TUJUAN Menggambarkan bagaimana skedul MCC dikembangkan untuk digunakan dalam proses penganggaran modal

BIAYA MODAL
Biaya modal yang digunakan dalam penganggaran modal adalah rata-rata tertimbang dari jenis modal yang digunakan perusahaan, biasanya adalah : Utang, Saham preferen dan Ekuitas saham biasa

Pada umumnya, utang diperoleh dengan menerbitkan obligasi atau meminjam uang dari suatu lembaga keuangan, seperti bank. Beberapa perusahaan juga melakukan pendanaan dengan saham preferen. Jenis modal yang ke tiga , ekuitas biasa, diberikan oleh pemegang saham biasa perusahaan dan dihimpun melalui dua cara : 1. Dengan menerbitkan saham biasa baru 2. Dengan menahan laba (yakni, dengan tidak membayarkan seluruh laba sebagai deviden) Ekuitas yang diperoleh dengan cara menjual emisi saham baru disebut ekuitas eksternal , sementara laba ditahan disebut ekuitas internal. Biaya modal perusahaan secara keseluruhan merupakan angka rata-rata dari biaya berbagai jenis dana yang digunakan oleh perusahaan tersebut. Misalkan Allied Food Products menggunakan utang dengan biaya 10 persen, tidak ada saham preferent, dan ekuitas biasa yang biayanya sebesar 13,4 persen, yaitu pengembalian yang diminta oleh pemegang saham atas saham perusahaan. Sekarang, asumsikan Allied telah mengambil keputusan untuk mendanai proyek-proyek tahun berikutnya dengan utang. Terkadang, alasan diambilnya keputusan tersebut adalah biaya modal untuk proyek-proyek tersebut hanya sebesar 10 persen karena yang menjadi sumber dana adalah utang. Namun, posisi seperti ini tidak tepat. Jika Allied mendanai sekumpulan proyek tertentu menggunakan utang, maka perusahaan akan menggunakan sebagian kapasitasnya di masa depan untuk melakukan pinjaman.Terjadi ekspansi pada tahun-tahun berikutnya, sehingga kelak perusahaan harus menghimpun ekuitas yang lebih besar untuk mencapai rasio utang menjadi terlalu tinggi. Sebagai contoh, Allied melakukan dalam pinjaman dalam jumlah yang cukup besar pada tingkat 10 persen sepanjang tahun 2006, yang dalam prosesnya menghabiskan kapasitas utang yang dimiliki perusahaan. Utang ini digunakan untuk mendanai proyek-proyek yang memberikan imbal hasil sebesar 11,5 persen. Pada tahun 2007, perusahaan mendapatkan proyek baru yang memberikan imbal hasil sebesar 13 persen, jauh di atas pengembalian proyek-proyek pada tahun 2006, tetapi perusahaan tidak dapat menerimanya karena perusahaan harus mendanai proyek dengan ekuitas sebesar 13,4 persen. Untuk menghindari masalah seperti ini, Allied dan beberapa perusahaan lainnya akan melihat secara jangka panjang dan biaya modal dihitung sebagai suatu rata-rata tertimbang, atau angka

Page |3

gabungan, dari berbagai jenis pendanaan yang digunakan dari waktu ke waktu, tanpa memandang pendanaan spesifik yang digunakan untuk mendanai proyek dalam satu tahun tertentu. Tiga komponen modal utama , seperti utang, saham preferen, dan ekuitas biasa, symbol-simbol berikut ini akan melambangkan ketiga biaya tersebut : kd = tingkat bunga utang baru suatu perusahaan=biaya komponen utang setelah pajak. kd(1-T) = biaya komponen utang setelah pajak, dimana T adalah tarif pajak marginal perusahaan kd(1-T) merupakan biaya utang yang digunakan untuk menghitung rata-rata tertimbang biaya modal. Biaya utang setelah pajak lebih rendah dibandingkan biaya sebelum pajak karena bunga merupakan pengurangan pajak untuk tujuan perpajakan. kp = biaya komponen saham preferen. Dividen preferen bukan merupakan pengurangan pajak, dehingga biaya preferen sebelum maupun setelah pajak akan sama ks = biaya komponen ekuitas biasa yang diperoleh dari laba ditahan , atau ekuitas internal. Biaya ini identik dengan ks dan didefinisikan sebagai tingkat pengembalian yang diminta investor atas saham biasa suatu perusahaan.Sebagian besar perusahaan, setelah mapan, mendapat seluruh ekuitas barunya dalam bentuk laba ditahan, sehingga ks menjadi biaya ekuitas perusahaan.

BIAYA UTANG, Kd(1-T) Komponen biaya utang adalah biaya setelah pajak dari utang baru Biaya tersebut diperoleh dengan mengalikan biaya utang baru dengan (1 - T), di mana T adalah tarif pajak marjinal perusahaan: kd(l - T)

Biaya utang setelah panjang, kd(1-T) digunakan untuk menghitung rata-rata tertimbang biaya modal, dan merupakan tingkat suku bunga utang kd dikurangi pengurangan pajak yang terjadi, karena bunga adalah pengurangan pajak. Cara ini sama dengan kd dikalikan (1-T), dimana T adalah tarif pajak marginal perusahaan. Biaya utang setelah pajak = Tingkat bunga Pengurangan pajak = kd - kdT = kd(1-T)

Secara tidak langsung, pemerintah membayarkan sebagian dari biaya utang karena bunga merupakan pengurangan pajak. Jadi, jika Allied meminjam pada tingkat bunga sebesar 10 persen dan tariff pajak marginal pemerintah federal ditambah Negara bagian sebesar 40 persen, maka biaya utang setelah pajak perusahaan besarnya adalah 6 persen : Biaya utang setelah pajak = kd(1-T) =10%(1-0,4) = 10%(0,6) = 6%

BIAYA SAHAM PREFEREN (Kp) Komponen biaya saham preferen dihitung sebagai dividen saham preferen dibagi dengan harga penerbitan bersih, di mana harga penerbitan bersih adalah harga yang diterima perusahaan setelah dikurangi biaya flotasi: kps = Dps/Pn

Page |4

Komponen biaya saham preferen (cost of preferred stock-kp) yang digunakan untuk menghitung rata-rata tertimbang biaya modal adalah dividen preferen (Dp) dibagi dengan harga saham preferen saat ini (PP). Biaya komponen saham preferen = kp = Dp PP

Sebagai contoh, Allied memiliki saham preferen yang membayarkan deviden $10 per lembar saham dan dijual dengan harga $97,50 per lembar di pasar terbuka. Oleh sebab itu, biaya saham preferen Allied adalah 10,3 persen. kp = $10/$97,50= 10,3% BIAYA EKUITAS Biaya ekuitas saham biasa adalah biaya laba ditahan selama perusahaan memiliki laba ditahan, tetapi biaya ekuitas akan menjadi biaya saham biasa baru setelah perusahaan kehabisan laba ditahan . Biaya ekuitas bisa berupa ks atau ke

Biaya utang dan saham preferen didasarkan atas pengembalian yang diminta oleh para investor atas efek tersebut. Begitu pula dengan biaya ekuitas biasa yang didasarkan atas tingkat pengembalian yang diminta investor dari saham biasa perusahaan. Namun, yang perlu dicatat, ekuitas biasa baru diperoleh melalui dua cara : 1. Dengan menahan sebagian laba tahun berjalan. 2. Dengan menerbitkan saham biasa baru. Kita menggunakan symbol ks untuk menunjukkan biaya saldo laba ditahan (cost of retained earnings) dan ke untuk menunjukkan biaya dari ekuitas biasa yang diperoleh dengan menerbitkan saham baru, atau melalui ekuitas eksternal.

A. BIAYA LABA DITAHAN (Ks) Biaya laba ditahan adalah tingkat pengembalian yang diperlukan oleh pemegang saham perusahaan atas saham biasa. Manajemen perusahaan mungkin dapat salah mengartikan bahwa saldo ditahan adalah hal yang bebas karena mencerminkan uang yang tersisa setelah membayarkan deviden. Meskipun benar bahwa tidak ada biaya-biaya langsung yang dapat dikaitkan dengan modal yang diperoleh sebagai saldo laba ditahan, modal tersebut tetap masih memiliki suatu biaya. Alasan kita harus memperhitungkan biaya modal dari saldo laba ditahan berhubungan dengan prinsip biaya kesempatan. Laba setelah pajak perusahaan adalah milik para pemegang sahamnya. Para pemegang obligasi akan dikompensasikan oleh pembayaran-pembayaran bunga, dan pemegang saham preferen oleh deviden saham preferen. Seluruh laba yang tersisa setelah bunga dan dividen preferen adalah milik pemegang saham biasa, dan laba ini merupakan kompensasi bagi pemegang saham atas penggunaan modal mereka. Manajemen

Page |5

dapat membayarkan laba dalam bentuk dividen atau menahan laba untuk diinvestasikan kembali ke dalam usaha. Jika manajemen memutuskan untuk menahan laba, maka ada biaya kesempatan yang terlibat, pemegang saham seharusnya dapat menerima laba tersebut sebagai deviden dan menginvestasikan uang tersebut ke saham-saham lain, obligasi, real etat, atau investasi-investasi lainnya. Jadi, perusahaan perlu mendpatkan pengembalian atas laba ditahan paling sedikit sebesar pengembalian yang dapat diterima oleh pemegang saham atas investasi alternative dengan risiko yang setara. Biaya laba ditahan dapat diestimasikan dengan tiga metode : 1) Pendekatan CAPM 2) Pendekatan hasil obligasi plus premi risiko 3) Pendekatan hasil dividen plus tingkat pertumbuhan, atau DCF

Pendekatan CAPM Satu pendekatan untuk mengestimasikan biaya ekuitas biasa adalah dengan menggunakan Model Penetapan Aktiva Modal (CAPM). Untuk menggunakan pendekatan CAPM, seseorang: Mengestimasi beta perusahaan, yaitu mengestimasikan koefisien beta saham, bi ,dan menggunakan sebagai indeks risiko saham. i menandakan beta perusahaan yang ke-i Mengalikan beta ini dengan premi risiko pasar untuk menentukan premi risiko perusahaan. Yang di peroleh dari kM (estimasi tingkat pengembalian yang diharapkan dari pasar atau atas suatu rata-rata saham) dikurang dengan kRF (estimasi tingkat bebas resiko,banyak analisis menggunakan tingkat bunga obligasi pemerintah 10 tahun sebagai ukuran tingkat bebas risiko. Analisis yang lain menggunakan tingkat surat utang Negara jangka pendek). Menambah premi risiko perusahaan dengan suku bunga bebas risiko, kRF, untuk memperoleh biaya laba ditahan perusahaan: ks = kRF + (kM - kRF)bi Untuk mengilustrasikan pendekatan CAPM, kita asumsikan sebuah saham memiliki nilai kRF = 8%, kM = 13 %, dan bi = 0,7. ks saham tersebut dihitung dengan cara sebagai berikut : ks = 8% + (13% - 8%)(0,7) = 8% + (5%)(0,7) = 8% + 3,5% = 11,5%

Page |6

Pendekatan hasil obligasi plus premi risiko Para analisis yang kurang memiliki keyakinan CAPM sering menggunakan prosedur ad-hoc yang subjektif untuk mengestimasikan biaya ekuitas biasa perusahaan: mereka hanya tinggal menambah perkiraan premi risiko sebesar 3 hingga 5 poin persentase pada tingkat suku bunga utang jangka panjang perusahaan tersebut. Adalah hal yang logis untuk berpikir bahwa perusahaan-perusahaan dengan utang yang berisiko, berperingkat rendah, dan akibatnya memiliki tingkat suku bunga yang tinggi, juga akan memiliki ekuitas yang memiliki risiko dan biaya tinggi. Prosedur yang mendasarkan biaya ekuitas pada suatu biaya utang yang dapat diamati bekerja dengan menggunakan logika seperti itu. Sebagai contoh, jika perusahaan yangsangat kuat memiliki obligasi yang membayarkan 8 persen maka biaya ekuitasnya dapat diestimasikan dengan cara , sbb : ks = Imbal hasil obligasi + Premi risiko = 8% + 4% = 12% Obligasi dari perusahaan yang lebih berisiko mungkin akan memberikan imbal hasil sebesar 12%, membuat estimasi biaya modalnya menjadi 16% : ks = 12% + 4% = 16% Karena premi risiko sebesar 4 persen adalah estimasi yang didasarkan pertimbangan saja, maka nilai ks yang diestimasikan juga didasarkan pertimbangan pula. Beberapa penelitian empiris selama beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa premi risiko di atas imbal hasil obligasi perusahaan itu sendiri umumnya akan berada di kisaran angka mulai dari 3 hingga 5 poin persentase, sehingga meskipun tidak menghasilkan suatu biaya ekuitas yang akurat, metode ini akan cukup membantu kita berjalan kearah yang benar.

Pendekatan hasil dividen plus tingkat pertumbuhan, atau DCF (Arus Kas Diskonto) Dalam bab ini, bisa dibuktikan bahwa baik harga maupun tingkat pengembalian yang diharapkan dari suatu bagian saha biasa pada akhirnya akan bergantung pada dividen yang diharapkan dari saham tersebut : P0 = D1 + D3 +. (1+ks)1 (1+ks)2 D3
=

(1+ks)2

Disini P0 adalah harga saham saat ini; Dt adalah dividen yang diharapkan akan dibayarkan pada akhir tahun t; dan ks adalah tingkat pengembalian yang diminta. Jika dividen diharapkan akan tumbuh dengan tingkat pertumbuhan yang konstan, Persamaan diatas akan berkurang menjadi rumus yang penting ini :

Page |7

P0

D1 ks g Kita akan dapat menghitung ks, untuk mendapatkan tingkat pengembalian yang diminta dari ekuitas biasa, yang bagi investor marginal, adalah sama dengan tingkat pengembalian yang diharapkan: ks = ks = D1 + Perkiraan nilai g P0 Jadi, investor berharap akan menerima imbal hasil dividen, D1/P0, plus keuntungan modal g, sebagai total pengembalian yang diharapkan dari ks, dan dalam kondisi ekuiblirium, pengembalian yang diharapkan ini juga akan sama dengan pengembalian yang diminta, ks, metode perkiraan biaya ekuitas ini disebut arus kas terdiskonto, atau metode DCF (discounted cash flow). Selanjutnya, kita akan berasumsi bahwa keadaan ekuilibriumterjadi dan istilah ks maupun ks memiliki arti dan nilai yang sama. Metode lain untuk mengestimasikan g adalah dengan terlebih dahulu melibatkan peramalan rasio pembayaran dividen rata-rata perusahaan di masa depan dan pendukungnya, tingkat retensi, kemudian mengalikan tingkat retensi dengan rata-rata tingkat pengembalian atas ekuitas (ROE) yang diharapkan perusahaan di masa depan : g = (Tingkat retensi)(ROE) = (1-Tingkat pembayaran)(ROE) Misalnya, seandainya suatu periusahaan diperkirakan memiliki ROE konstan sebesar 13,4%, dan perusahaan tersebut diperkirakan membayar 40% labanya dan menahan 60% sisanya. Dalam hal ini, ramalan tingkat pertumbuhan perusahaan aka sebesar g = (0,60)(13,4%) = 8%. Untuk mengilustrasikan pendekatan DCF, kita asumsikan saham Allied dijual pada harga $23; perkiraan deviden berikutnya adalah @1,24; dan tingkat pertumbuhan yang diharapkan adalah 8%. Tingkat pengembalian Allied yang diharapkan dan diminta, atau dengan kata lain laba ditahannya, akan sebesar 13,4% ks = ks = $1,24 + 8% $23 = 5,4% + 8% = 13,4% Angka 13,4% ini adalah tingkat pengembalian minimum yang diharapkan akan diteri,a oleh manajemen atas laba citahan untuk memberikan penanaman kembali laba ke dalam usaha dan bukan membayarkannya kepada pemegang saham sebagai dividen. Dengan kata lain, karena investor memiliki kesempatan untuk mendapatkan 13,4% jika laba diberikan kepada mereka sebagai dividen, maka biaya kesempatan ekuitas dari laba ditahan adlah 13,4%.

Page |8

B. BIAYA EKUITAS SAHAM BIASA BARU (Ke)

Biaya ekuitas saham biasa baru adalah lebih tinggi daripada biaya laba ditahan, karena perusahaan harus mengeluarkan beban flotasi untuk menjual saham

Perusahaan umumnya akan membayar seorang banker investasi untuk membantu ketika perusahaan akan menerbitkan saham biasa, saham preferen, atau obligasi. Sebagai imbalan atas pembayaran tersebut, banker investasi akan membantu perusahaan menstruktur persyaratan-persyaratan dan menentukan harga untuk penerbitkan, dan kemungkinan menjual kepada para investor. Biaya banker tersebut sering kali disebut sebagai biaya emisi (floatation cost), dan total biaya modal seharusnya akan mencerminkan pengembalian yang diminta akan dibayarkan kepada para investor maupun biaya emisi yang dibayarkan kepada banker investasi. Sering kali bagi kebanyakan perusahaan, jumlah biaya emisinya tidak terlalu tinggi untuk dicemaskan karena: 1). Sebagian besar ekuitas berasal dari laba ditahan 2). Sebagian besar utang dihimpun dari bank dan penempatan pribadi sehingga tidak melibatkan biaya emisi, dan 3). Jarang digunakannya saham preferen.

Langkah-langkah Perhitungannya Untuk mencari biaya ekuitas saham biasa baru: Harga saham pertama kali dikurangi dengan beban flotasi, lalu hasil dividen dihitung berdasarkan harga yang secara aktual akan diterima perusahaan, kemudian tingkat pertumbuhan yang diharapkan ditambahkan ke hasil dividen yang disesuaikan ini : ke = D1/[P0(l - F)] + g

Disini F adalah presentase dari biaya emisi (flotation cost) yang dibutuhkan untuk menjual saham baru, sehingga P0(1-F) adalah harga per lembar saham bersih yang diterima oleh perusahaan. Dengan mengasumsikan Allied memiliki biaya emisi sebesar 10%, biaya dari ekuitas biasanya yang baru ,ke, akan dihitung sebagai berikut : ke = D1/[P0(l - F)] + g = $1,24 + 8% $23(1 0.10) = 6% + 8% = 14% Investor meminta pengembalian sebesar ks = 13,4% dari saham tersebut. Akan tetapi, karena biaya emisi, perusahaan harus meraih penghasilan lebih besar dari 13,4% atas dana bersih yang diperoleh melalui penjualan saham. Hal ini agar perusahaan dapat memberikan investorpengembalian sebesar 13,4% dari uang yang telah mereka tempatkan. Lebih khusus

Page |9

lagi, jika perusahaan mendapatkan 14% dari dana yang diperoleh melalui penerbitan saham baru, maka laba per lembar saham akan tetap pada tingkat yang diharapkan sebelumnya, perusahaan akan dapat menjaga dividen yang diharapkan, dan sebagai akibatnya, harga per lembar saham tidak akan mengalami penurunan. Tetapi jika perusahaan mendapatkan kurang dari 14%, maka laba, dividen dan pertumbuhan akan berada dibawah nilai ekspektasi, sehingga menyebabkan turunnya harga saham. Jika perusahaan mendapatkan lebih besar daripada 14%, harga saham akan naik.

Nilai Komposit Atau Rata-rata Tertimbang Biaya Modal, WACC Setiap perusahaan akan memiliki sebuah struktur permodalan yang optimal, yang didefinisikan sebagai campuran utang, saham preferen, dan saham biasa yang menyebabkan harga sahamnya dapat dimaksimalkan. Oleh sebab itu, sebuah perusahaan yang memaksimalkan nilainya akan menentukan struktur permodalan yang optimal (optimal capital structure), menggunakannya sebagai suatu sasaran (target), dan kemudian memperoleh modal baru dengan cara yang dirancang untuk tetap menjaga struktur permodalan actual pada sasaran secara tepat waktu. Proporsi atas utang, saham preferen, dan saham biasa, beserta biaya darti komponenkomponen tersebut, selanjutnya akan digunakan untuk menghitung rata-rata tertimbang biaya modal (weighted average cost of capital-WACC) perusahaan. Sebagai ilustrasi, seandainya Allied Food memiliki sasaran structur permodalan yang terdiri atas 45% utang, 2% saham preferen, dan 53% ekuitas biasa (saldo laba ditahan plus saham biasa). Biaya utang sebelum pajaknya, kd, adalah 10%; biaya utang setelah pajaknya = kd(1-T) = 10%(0,6) = 6,0%; biaya saham preferen, kp, adalah 10,3%; biaya ekuitas biasanya, ks, adalah 13,4%; tarif pajak marginalnya adalah 40%; dan seluruh ekuitas barunya akan berasal dari saldo laba ditahan. Kita dapat menghitung rata-rata tertimbang biaya modal Allied, WACC, sebagai berikut: WACC = wdkd(l - T) + wpskps + wce(ks atau ke) = 0,45 (10%)(0,6) + 0,02(10,3%) + 0,53 (13,4%) = 10,0%

Dalam rumus ini , wd, wp dan wc masing-masing adalah bobot untuk utang, saham preferen dan ekuitas biasa. Setiap dolar dari modal yang baru yang diperoleh Allied terdiri atas 45 sen utang dengan biaya setelah pajak sebesar 6%, 2 sen saham preferen, dengan biaya sebesar 10,3%, dan 53 sen ekuitas biasa (semuanya dari tambahan pada saldo laba ditahan) dengan biaya sebesar 13,4%. Rata-rata biaya dari keseluruhan dolar, WACC-nya adalah 10%.

P a g e | 10

BIAYA MODAL PERUSAHAAN Berbagai faktor yang mempengaruhi biaya modal perusahaan Beberapa dari faktor-faktor tersebut ditentukan oleh lingkungan keuangan Faktor-faktor tersebut , seperti : 1). Faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan perusahaan. 2). Faktor-faktor yang dapat dikendalikan perusahaan.

Faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan perusahaan Dua faktor paling penting yang berada di luar kendali langsung perusahaan adalah tingkat suku bunga dan tarif pajak. Tingkat Suku Bunga Jika tingkat suku bunga dalam perekonomian naik, biaya utang akan ikut naik karena perusahaan akan harus membayarkan lebih banyak uang kepada pemegang obligasi untuk memperoleh model utang. Begitu pula jika kita mengingat pembahasan sebelumnya tentang CAPM bahwa tingkat suku bunga yang lebih tinggi akan meningkatkan juga biaya modal ekuitas biasa dan preferen. Selama dekade terakhir, inflasi, dan akibatnya, tingkat bunga mengalami tren yang menurun. Hal ini telah mengurangi biaya modal bagi seluruh perusahaan dan mendorong investasi pada perusahaan. Tarif Pajak Tarif pajak digunakan dalam perhitungan komponen biaya utang dan memiliki pengaruh penting pada biaya modal. Secara tidak langsung, pajak juga mempengaruhi biaya modal. Misalnya, penurunan tarif pajak atas dividen dan keuntungan modal yang baru-baru ini terjadi relative terhadap tarif pajak atas penghasilan bunga membuat saham relative lebih menarik, dan hal ini menurunkan biaya ekuitas relative dan WACC.

Faktor-faktor yang dapat dikendalikan perusahaan Sebuah perusahaan dapat secara langsung mempengaruhi modalnya melalui kebijakan struktur permodalan (kebijakan pembiayaan), kebijakan investasi, dan kebijakan deviden. Kebijakan Pembiayaan ( kebijakan struktur permodalan) Sehubungan dengan struktur modal, kita berasumsi bahwa perusahaan memiliki sasaran struktur modal yang sudah ada, dan kita menggunakan pembobotan sasaran tersebut untuk menghitung WACC perusahaan. Akan tetapi jika perusahaan mengubah sasaran struktur modalnya, maka pembobotan yang digunakan untuk menghitung WACC juga akan berubah. Biaya utang setelah pajak lebih rendah dibandingkan biaya ekuitas, maka kenaikan dalam rasio utang sasaran cenderung akan menurunkan WACC, dan sebaliknya jika terjadi penurunan rasio utang. Namun demikian, kenaikan dalam penggunaan utang akan

P a g e | 11

meningkatkan tingkat risiko dari utang maupun ekuitas, dan kenaikan komponen-komponen biaya ini dapat menutupi pengaruh perubahan pembobotan dan menyebabkan WACC tidak berubah atau bahkan lebih tinggi.

Kebijakan Investasi Ketika kita mengestimasikan biaya modal, kita akan menggunakan tingkat pengembalian yang diminta dari saham dan obligasi perusahaan yang masih beredar sebagai suatu titik awal. Tingkat biaya tersebut akan mencerminkan seberapa berisikonya aktiva suatu perusahaan. Akibatnya, kita secara tidak langsubg telah berasumsi bahwa modal baru akan diinvestasikan ke dalam aktiva dengan jenis yang sama dan dengan tingkat resiko yang sama seperti yang terdapat dalam aktiva yang sudah ada. Asumsi ini pada umumnya benar, karena kebanyakan perusahaan memang menempatkan investasi pada aktiva yang serupa dengan yang saat ini dioperasikan. Akan tetapi, hal ini menjadi tidak benar jika perusahaan secara dramatis mengubah kebijakan investasinya. Sebagai contoh, jika sebuah perusahaan berinvestasi pada lini bisnis yang sama sekali baru, biaya modal marginalnya seharusnya akan mencerminkan tingkat risiko dari bisnis baru tersebut.

Kebijakan Deviden Seperti yang telah ditunjukan sebelumnya, perusahaan dapat memperoleh ekuitas baru melalui baik itu saldo laba ditahan maupun dengan menerbitkan saham biasa baru. Tetapi, karena terdapat biaya emisi, saham biasa baru akan lebih mahal daripada saldo laba ditahan. Karena alasan ini, perusahaan akan menerbitkan saham biasa baru hanya setelah perusahaan menginvestasikan seluruh saldo laba ditahannya. Karena saldo laba ditahan adalah laba yang belum dibayarkan sebagai deviden, maka artinya kebijakan deviden akan dapat mempengaruhi biaya modal karena akan mempengaruhi biaya modal karena akan mempengaruhi jumlah saldo laba ditahan.

Anda mungkin juga menyukai