Anda di halaman 1dari 46

BAB I PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG Emphysema (emfisema) adalah penyakit paru kronis yang dicirikan oleh

kerusakan pada jaringan paru, sehingga paru kehilangan keelastisannya. Fakta bahwa anak-anak yang terbiasa terkena asap rokok di rumah akan berisiko terkena penyakit emfisema. Asap rokok yang terhirup ini tidak sepenuhnya hilang dari paru-paru anak. Ketika dewasa, paparan asap rokok ini merupakan cikal bakal penyakit emfisema. Di Indonesia sendiri penyakit emfisema menduduki peringkat keenam dari sepuluh penyebab terbesar kematian di Indonesia. Penyakit emfisema di Indonesia meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah orang yang menghisap rokok dan pesatnya kemajuan industri. Di negara-negara industri maju, limbah yang dikeluarkan kerap menimbulkan pencemaran lingkungan dan polusi. Ditambah lagi dengan masalah merokok yang dapat menyebabkan penyakit emfisema. Penyakit yang menyerang paru-paru ini menduduki peringkat kesembilan di antara penyakit kronis yang dapat menimbulkan gangguan aktifitas. Emfisema terdapat pada 65 persen laki-laki dan 15 persen wanita. Hal ini dikarenakan banyaknya kaum laki-laki yang mengonsumsi rokok. Tak hanya orang dewasa, anak-anak yang secara rutin terkena asap rokok berisiko memiliki penyakit emfisema saat dewasa. Emfisema pertama kali dibawa ke semua orang melihat pada abad ketujuh belas oleh Sir John Floyer. Juga, pertama kali diperluas ruang paru-paru diberikan oleh Frederick Ruysch di 1721.Sir Yohanes Floyer adalah seorang dokter inggris. Ia adalah anak dari Richard Floyer dan Elizabeth Babington. Dia lulus dari Oxford. Dia terkenal karena memperkenalkan pengukuran denyut nadi latihan dengan bantuan arloji khusus. Dia juga digunakan untuk mendukung kebiasaan mandi dingin kuat, dan ia percaya bahwa asap rokok, iritasi di atmosfer, dan asap bisa menyebabkan gangguan di paru-paru, dan karena ini dia gunakan untuk merekomendasikan pasiennya untuk menjauh dari mereka. Dia adalah orang pertama yang menjelaskan sifat progresif
1

emfisema. Untuk memenuhi tugas akhir semester ini, maka dibuatlah makalah berjudul GANGGUAN PERNAFASAN EFISEMA. Sehingga diharapkan dengan adanya makalah ini dapat dijadikan acuan dan pedoman dalam penatalaksanaan asuhan keperawatan dalam menangani pasien dengan gangguan EFISEMA. 1.2 1. Tujuan Tujuan Umum

Untuk menyelesaikan masalah kesehatan yang dialami pasien dengan penyakit pernafasan EFISEMA menggunakan pendekatan proses asuhan keperawatan. 2. Tujuan Khusus Tujuan yang ingin dicapai adalah:
a. b.

Untuk mengetahui anatomi sistem pernafasan Untuk mengetahui fisiologi sistem pernafasan Untuk mengetahui konsep penyakit Efisema Memutuskan tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah kesehatan

c.
d.

Efisema.

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 ANATOMI

2.2

FISIOLOGI SINGKAT Sistem respirasi terdiri dari: 1. Saluran nafas bagian atas Pada bagian ini udara yang masuk ke tubuh dihangatkan, disarung dan dilembabkan 2. Saluran nafas bagian bawah Bagian ini menghantarkan udara yang masuk dari saluran bagian atas ke

STRUKUTR SISTEM RESPIRASI

alveoli 3. Alveoli Terjadi pertukaran gas anatara O2 dan CO2 4. Sirkulasi paru Pembuluh darah arteri menuju paru, sedangkan pembuluh darah vena meninggalkan paru. 5. Paru, terdiri dari : a. Saluran nafas bagian bawah b. Alveoli c. Sirkulasi paru 6. Rongga Pleura Terbentuk dari dua selaput serosa, yang meluputi dinding dalam rongga dada yang disebut pleura parietalis, dan yang meliputi paru atau pleura veseralis 7. Rongga dan dinding dada
5

Merupakan pompa muskuloskeletal yang mengatur pertukaran gas dalam proses respirasi PEMBAHASAN 1. Saluran Nafas Bagian Atas a. Rongga hidung, Udara yang dihirup melalui hidung akan mengalami tiga hal : Dihangatkan Disaring Dan dilembabkan

Yang merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi ( terdiri dari : Psedostrafied ciliated columnar epitelium yang berfungsi menggerakkan partikel partikel halus kearah faring sedangkan partikel yang besar akan disaring oleh bulu hidung, sel golbet dan kelenjar serous yang berfungsi melembabkan udara yang masuk, pembuluh darah yang berfungsi menghangatkan udara). Ketiga hal tersebut dibantu dengan concha. Kemudian udara akan diteruskan ke, b. Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius) c. Orofaring(merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat pangkal lidah) d. Laringofaring(terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan) 2. Saluran Nafas Bagian Bawah a. Larinx, Terdiri dari tiga struktur yang penting : - Tulang rawan krikoid - Selaput/pita suara - Epilotis - Glotis b. Trakhea Merupakan pipa silinder dengan panjang 11 cm, berbentuk cincin tulang rawan seperti huruf C. Bagian belakang dihubungkan oleh membran fibroelastic menempel pada dinding depan usofagus. c. Bronkhi Merupakan percabangan trakhea kanan dan kiri. Tempat percabangan ini disebut carina. Brochus kanan lebih pendek, lebar dan lebih dekat dengan trachea. Bronchus
6

kanan bercabang menjadi : lobus superior, medius, inferior. Brochus kiri terdiri dari : lobus superior dan inferior 3. Alveoli Terdiri dari : membran alveolar dan ruang interstisial. Membran alveolar : - Small alveolar cell dengan ekstensi ektoplasmik ke arah rongga alveoli - Large alveolar cell mengandung inclusion bodies yang menghasilkan surfactant. - Anastomosing capillary, merupakan system vena dan arteri yang saling berhubungan langsung, ini terdiri dari : sel endotel, aliran darah dalam rongga endotel - Interstitial space merupakan ruangan yang dibentuk oleh : endotel kapiler, epitel alveoli, saluran limfe, jaringan kolagen dan sedikit serum. Aliran pertukaran gas Proses pertukaran gas berlangsung sebagai berikut: alveoli epitel alveoli membran dasar endotel kapiler plasma eitrosit. Membran sitoplasma eritrosit molekul hemoglobin O Co

Surfactant Mengatur hubungan antara cairan dan gas. Dalam keadaan normal surfactant ini akan menurunkan tekanan permukaan pada waktu ekspirasi, sehingga kolaps alveoli dapat dihindari. 4. Sirkulasi Paru Mengatur aliran darah vena vena dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis dan mengalirkan darah yang bersifat arterial melaului vena pulmonalis kembali ke ventrikel kiri. a. Pulmonary blood flow total = 5 liter/menit Ventilasi alveolar = 4 liter/menit Sehingga ratio ventilasi dengan aliran darah dalam keadaan normal = 4/5 = 0,8 b. Tekanan arteri pulmonal = 25/10 mmHg dengan rata-rata = 15 mmHg.
7

Tekanan vena pulmolais = 5 mmHg, mean capilary pressure = 7 mmHg Sehingga pada keadaan normal terdapat perbedaan 10 mmHg untuk mengalirkan darah dari arteri pulmonalis ke vena pulmonalis c. Adanya mean capilary pressure Mengakibatkan garam dan air mengalir dari rongga kapiler ke rongga interstitial, sedangkan osmotic colloid pressure akan menarik garam dan air dari rongga interstitial kearah rongga kapiler. Kondisi ini dalam keadaan normal selalu seimbang.Peningkatan tekanan kapiler atau penurunan koloid akan menyebabkan peningkatan akumulasi air dan garam dalam rongga interstitial. 5. Paru Merupakan jalinan atau susunan bronhus bronkhiolus, bronkhiolus terminalis, bronkhiolus respiratoty, alveoli, sirkulasi paru, syaraf, sistem limfatik. Rongga dan Dinding Dada Rongga ini terbentuk oleh: Otot otot interkostalis Otot otot pektoralis mayor dan minor Otot otot trapezius Otot otot seratus anterior/posterior Kosta- kosta dan kolumna vertebralis Kedua hemi diafragma, Yang secara aktif mengatur mekanik respirasi.

FUNGSI RESPIRASI DAN NON RESPIRASI DARI PARU 1. Respirasi : pertukaran gas O dan CO 2. Keseimbangan asam basa 3. Keseimbangan cairan 4. Keseimbangan suhu tubuh 5. Membantu venous return darah ke atrium kanan selama fase inspirasi 6. Endokrin: keseimbangan bahan vaso aktif, histamine, serotonin, ECF dan angiotensin 7. Perlindungan terhadap infeksi: makrofag yang akan membunuh bakteri
8

Mekanisme Pernafasan Agar terjadi pertukaran sejumlah gas untuk metabolisme tubuh diperlukan usaha keras pernafasan yang tergantung pada: 1. Tekanan intra-pleural Dinding dada merupakan suatu kompartemen tertutup melingkupi paru. Dalam keadaan normal paru seakan melekat pada dinding dada, hal ini disebabkan karena ada perbedaan tekanan atau selisih tekanan atmosfir (760 mmHg) dan tekanan intra pleural (755 mmHg). Sewaktu inspirasi diafrgama berkontraksi, volume rongga dada meningkat, tekanan intar pleural dan intar alveolar turun dibawah tekanan atmosfir sehingga udara masuk Sedangkan waktu ekspirasi volum rongga dada mengecil mengakibatkan tekanan intra pleural dan tekanan intra alveolar meningkat diatas atmosfir sehingga udara mengalir keluar. 2. Compliance Hubungan antara perubahan tekanan dengan perubahan volume dan aliran dikenal sebagai copliance. Ada dua bentuk compliance: - Static compliance, perubahan volum paru persatuan perubahan tekanan saluran nafas ( airway pressure) sewaktu paru tidak bergerak. Pada orang dewasa muda normal : 100 ml/cm H2O - Effective Compliance : (tidal volume/peak pressure) selama fase pernafasan. Normal: 50 ml/cm H2O Compliance dapat menurun karena: - Pulmonary stiffes : atelektasis, pneumonia, edema paru, fibrosis paru - Space occupying prosess: effuse pleura, pneumothorak - Chestwall undistensibility: kifoskoliosis, obesitas, distensi abdomen Penurunan compliance akan mengabikabtkan meningkatnya usaha/kerja nafas. 3. Airway resistance (tahanan saluran nafas) Rasio dari perubahan tekanan jalan nafas TRANSPOR OKSIGEN
9

1.Hemoglobin Oksigen dalam darah diangkut dalam dua bentuk: - Kelarutan fisik dalam plasma - Ikatan kimiawi dengan hemoglobin Ikatan hemoglobin dengan tergantung pada saturasi O2, jumlahnya dipengaruhi oleh pH darah dan suhu tubuh. Setiap penurunan pH dan kenaikkan suhu tubuh mengakibatkan ikatan hemoglobin dan O2 menurun. 2. Oksigen content Jumlah oksigen yang dibawa oleh darah dikenal sebagai oksigen content (Ca O2 ) - Plasma - Hemoglobin REGULASI VENTILASI Kontrol dari pengaturan ventilasi dilakukan oleh sistem syaraf dan kadar/konsentrasi gas-gas yang ada di dalam darah Pusat respirasi di medulla oblongata mengatur: -Rate impuls -Amplitudo impuls Respirasi rate Tidal volume

Pusat inspirasi dan ekspirasi : posterior medulla oblongata, pusat kemo reseptor : anterior medulla oblongata, pusat apneu dan pneumothoraks : pons. Rangsang ventilasi terjadi atas : PaCo2, pH darah, PaO2 PEMERIKSAAN FUNGSI PARU Kegunaan: untuk mendiagnostik adanya : sesak nafas, sianosis, sindrom bronkitis Indikasi klinik: - Kelainan jalan nafas paru,pleura dan dinding toraks - Payah jantung kanan dan kiri - Diagnostik pra bedah toraks dan abdomen - Penyakit-penyakit neuromuskuler - Usia lebih dari 55 tahun. 2.3 KONSEP PENYAKIT 2.3.1 Pengertian
10

Emphysema (emfisema) adalah penyakit paru kronis yang dicirikan oleh kerusakan pada jaringan paru, sehingga paru kehilangan keelastisannya. Adalah kondisi dimana terdapatnya udara dan nanah dalam rongga pleura dengan yang dapat timbul sebagai akibat traumatik maupun proses penyakit lainnya. Emfisema didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara diluar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. (Bruner & Suddarth, 2002) Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan (WHO). 2.3.2 Etiologi 1. Berasal dari Paru

Pneumonia Abses Paru Adanya Fistel pada paru Bronchiektasis TB Infeksi fungidal paru Trauma dari tumor Pembedahan otak Thorakocentesis Subdfrenic abces Abses hati karena amuba Staphilococcus Pyogenes,. Terjadi pada semua umur, sering pada anak Streptococcus Pyogenes Bakteri gram negatif Bakteri anaerob

2. Infeksi Diluar Paru


3. Bakteriologi

4. Genetik

Factor genetic mempunyai peran pada penyakit emfisema. Factor genetic diataranya adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper responsive bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan defisiensi protein alfa 1 anti tripsin.
5.

HIPOTESI SELASTASE-ANTIELASTASE
11

Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan menimbulkan jaringan elastik paru rusak. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema. 6. ROKOK Rokok adalah penyebab utama timbulnya bronkitits kronik dan emfisema paru. Secara patologis rokok berhubungan dengan hyperplasia kelenjar mucus bronkus dan metaplasia epitel skuamus saluran pernapasan 7. INFEKSI Infeksi menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejalanyapun lebih berat. Infeksi pernapasan bagian atas pasien bronchitis kronik selalu menyebabkan infeksi paru bagian dalam, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Bakteri yang di isolasi paling banyak adalah haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae.
8.

POLUSI Sebagai factor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi.

9.

FAKTOR SOSIAL EKONOMI Emfisema lebih banyak didapat pada golongan social ekonomi rendah, mungkin kerena perbedaan pola merokok, selain itu mungkin disebabkan factor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.

2.3.3 PEMBAGIAN EMFISEMA

Emfisema dibagi menurut pola asinus yang terserang. Ada dua bentuk pola morfologik dari emfisema yaitu: 1. CLE (emfisema sentrilobular)

12

CLE ini secara selektif hanya menyerang bagian bronkhiolus respiratorius. Dinding -dinding mulai berlubang, membesar, bergabung dan akhirnya cenderung menjadi satu ruang. Mula-mula duktus alveolaris yang lebih distal dapat dipertahankan penyakit ini sering kali lebih berat menyerang bagian atas paru-paru, tapi cenderung menyebar tidak merata. CLE lebih banyak ditemukan pada pria dibandingkan dengan bronchitis kronik, dan lebih sering ditemukan di kalangan perokok dan penambang batu bara (Sylvia A. Price 1995). 2. PLE (emfisema panlobular) Merupakan bentuk morfologik yang lebih jarang, dimana alveolus yang terletak distal dari bronkhiolus terminalis mengalami pembesaran serta kerusakan secara merata. PLE ini mempunyai gambaran khas yaitu tersebar merata diseluruh paru-paru. PLE juga ditemukan pada sekelompok kecil penderita emfisema primer, Tetapi dapat juga dikaitkan dengan emfisema akibat usia tua dan bronchitis kronik. Penyebab emfisema primer ini tidak diketahui, tetapi telah diketahui adanya devisiensi enzim alfa 1antitripsin. Alfa-antitripsin adalah anti protease dan diproduksi oleh tubuh kita yang penting untuk fungsi normal paru-paru. Diperkirakan alfa-antitripsin sangat penting untuk perlindungan terhadap protease yang terbentuk secara alami. Ini adalah sebuah enzim yang Bentuk emfisema kurang umum, dan dapat ditemukan pada orang yang tidak pernah merokok dalam hidup mereka. ( Cherniack dan cherniack, 1983). PLE dan CLE sering kali ditandai dengan adanya bula tetapi dapat juga tidak. Biasanya bula timbul akibat adanya penyumbatan katup pengatur bronkhiolus. Pada waktu inspirasi lumen bronkhiolus melebar sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat penebalan mukosa dan banyaknya mucus.. Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen bronkhiolus tersebut kembali menyempit, sehingga sumbatan dapat menghalangi keluarnya udara. 2.3.4 MANIFESTASI KLINIS Emfisema paru adalah suatu penyakit menahun, terjadi sedikit demi sedikit bertahunbertahun. Biasanya mulai pada pasien perokok berumur 15-25 tahun.
13

Pada umur 25-35 tahun mulai timbul perubahan pada saluran nafas kecil dan fungsi paru. Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif. Pada umur 45-55 tahun terjadi sesak nafas, hipoksemia dan perubahan spirometri. Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal, yang dapat menyebabkan kegagalan nafas dan meninggal dunia. PROGNOSIS Prognosis jangka pendek maupun jangka panjang bergantung pada umur dan gejala klinis waktu berobat. Penderita yang berumur kurang dari 50 tahun dengan : Sesak ringan, 5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan. Sesak sedang, 5 tahun kemudian 42 % penderita akan sesak lebih berat dan meninggal. 2.3.5 Patofisiologi Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu : inflamasi dan pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan; kehilangan rekoil elastik jalan napas; dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi. Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan karbondioksida dalam darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius. Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring-jaring kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan (kor pulmonal) adalah salah satu komplikasai emfisema. Terdapatnya kongesti, edema tungkai, distensi vena leher atau nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung. Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronis dengan demikian menetap dalam paru yang mengalami emfisema memperberat masalah.
14

Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik ke aliran masuk dan aliran keluar udara dari paru. Paru-paru dalam keadaan heperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara kedalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi. Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi. Daripada menjalani aksi pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan upaya otototot. Sesak nafas pasien terus meningkat, dada menjadi kaku, dan iga-iga terfiksaksi pada persendiannya. Dada seperti tong (barrel chest) pada banyak pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang berkelanjutan pada dinding dada untuk mengembang.

2.3.6

Gejala Klinis

Dibagi menjadi dua stadium yaitu : 1. Empiema akut Gejala mirip dengan pneumonia yaitu panas tinggi, nyeri pleuritik, apabila stadium ini dibiarkan dalam beberapa minggu akan timbul toksemia, anemia, pada jaringan tubuh. Jika nanah tidak segera dikeluarkan akan timbul fistel bronchopleura dan empiema neccesitasis.
15

2. Empiema kronik Batasan yang tegas antara akut dan kronis sukar ditentukan disebut kronis apabila terjadi lebih dari 3 bulan. Penderita mengelub badannya lemah, kesehatan penderita tampak mundur, pucat pada jari tubuh. Emfisema tidak muncul begitu saja. Emfisema memerlukan waktu bertahun-tahun dan gejala-gejala awalnya bisa dengan mudah disalahartikan. Gejala-gejala emfisema yang harus diwaspadai di antaranya batuk dan keluarnya sputum (dahak) dalam jumlah besar. Hembusan nafas si penderita terasa pendek bahkan ada beberapa di antaranya menimbulkan bunyi dan mudah sekali kelelahan. Perubahan fisik akan sangat terlihat jelas. Hal ini biasa ditandai dengan dada pasien yang terlihat lebih cembung kedepan karena paru kesulitan untuk mengeluarkan udara. Emfisema juga bisa menyebabkan tulang iga bergeser dan jaraknya menjadi longgar. 2.3.7 Pemeriksaan Penunjang dan Penatalaksanaan Pemeriksaan Fisik Adanya tanda cairan disertai pergerakan hemithoraks yang sakit berkurang. Terdengar suara redup pada perkusi. Pada auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang disisi hemithorak yang sakit.
1.

Foto Dada atau Radiologis

Foto thoraks PA dan lateral didapatkan gambaran opacity yang menunjukkan adanya cairan dengan atau tanpa kelainan paru. Bila terjadi fibrothoraks, trakea di mediastinum tertarik ke sisi yang sakit dan juga tampak adanya penebalan. Dapat juga menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya diafragma; peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda vaskularisasi/bula (emfisema); Pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan menyingkirkan penyakit-penyakit lain. Foto dada pada emfisema paru Terdapat dua bentuk kelainan foto dada pada emfisema paru, yaitu : # Gambaran defisiensi arteri
16

- overinflasi Terlihat diafragma yang rendah dan datar,kadang-kadang terlihat konkaf. - oligoemia Penyempitan pembuluh darah pulmonal dan penambahan corakan kedistal. # Corakan paru yang bertambah Sering terdapat pada kor pulmonal, emfisema sentrilobular dan blue bloaters. Overinflasi tidak begitu hebat.
2.

Pemeriksaan fungsi paru

Pada emfisema paru kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang. Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, mis : bronkodilator.
3.

Analisis Gas Darah

Ventilasi yang hampir adekuat masih sering dapat dipertahankan oleh pasien emfisema paru. Sehingga PaCO2 rendah atau normal. Saturasi hemoglobin pasien hampir mencukupi. 4. Pemeriksaan EKG

Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis ke kanan dan P-pulmonal (asma berat); disritmia atrial (bronkitis), peninggian gelombang P pada lead pada lead II, III, dan aVF (bronkitis, emfisema);. Voltase QRS rendah. Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan di V6 rasio R/S kurang dari 1. 5.
6.

Volume residu: FEV 1/FVC:

Meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan asma Rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada bronkitis dan asma 7. 8. GDA: Bronkogram: Memperkirakan progresi proses penyakit kronis

17

Dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kollaps bronkial pada ekspirasi kuat (emfisema); pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronkitis
9.

JDL dan diferensial: Kimia darah: Sputum:

hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil (asma) 10. 11. Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnosa emfisema primer kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen; pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi PENATALAKSANAAN Tujuan pengobatan adalah untuk memperbaiki kualitas hidup, untuk memperlambat kemajuan proses penyakit, dan untuk mengatasi, obstruksi jalan napas untuk menghilangkan hipoksia. Pendekatan terapeutik mencakup:
a) Tindakan pengobatan dimaksudkan untuk memperbaiki ventilasi dan

menurunkan upaya bernapas


b) Pencegahan dan pengobatan cepat terhadap infeksi c) Teknik terapi fisik untuk memelihara dan meningkatkan ventilasi pulmonari d) Pemeliharaan kondisi lingkungan yang sesuai untuk memudahkan pernapasan

e) Dukungan psikologis
f) Penyuluhan pasien dan rehabilitasi yang berkesinambungan

g) Bronkodilator Penatalaksanaan emfisema paru terbagi atas : 1. 2. 3.


4.

Penyuluhan Pencegahan Terapi farmakologi Fisioterapi dan rehabilitasi Latihan fisik Diagnosa pasti

5. 6.

18

PEMBAHASAN
1. PENYULUHAN

Menerangkan pada para pasien hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal yang harus dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan baik. Mereka harus mengetahui faktor-faktor yang dapat mencetuskan eksaserbasi serta faktor yang bisa memperburuk penyakit. Ini perlu peranan aktif penderita untuk usaha pencegahan 2. PENCEGAHAN a) ROKOK Merokok harus dihentikan meskipun sukar. Penyuluhan dan usaha yang optimal harus dilakukan Rokok merupakan faktor utama yang dapat memperburuk perjalanan penyakit. Penderita harus berhenti merokok. Di samping itu zat-zat inhalasi yang bersifat iritasi harus dihindari. Karena zat itu menimbulkan ekserbasi / memperburuk perjalanan penyakit. b) Menghindari Lingkungan Polusi Sebaiknya dilakukan penyuluhan secara berkala pada pekerja pabrik, terutama pada pabrik-pabrik yang mengeluarkan zat-zat polutan yang berbahaya terhadap saluran nafas c) VAKSIN Dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi, terutama terhadap influenza dan infeksi pneumokokus. Infeksi saluran nafas sedapat mungkin dihindari oleh karena dapat menimbulkan suatu eksaserbasi akut penyakit d) Pengobatan Infeksi Pasien dengan emfisema rentan dengan infeksi paru dan harus diobati pada saat awal timbulnya tanda-tanda infeksi seperti sputum purulen, batuk meningkat dan demam.
19

Organisme yang paling sering adalah S. pneumonia, H. influenzae, dan Branhamella catarrhalis. Terapi antimikroba dengan tetrasiklin, ampisilin, amoksisilin atau trimetoprim-sulfametoxazol (Bactrim) mungkin diresepkan Oksigenasi. 3) TERAPI FARMAKOLOGI Tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan nafas yang masih mempunyai komponen yang reversible meskipun sedikit. Hal ini dapat dilakukan dengan : a) Pemberian bronkodilator Bronkodilator diresepkan untuk mendilatasi jalan nafas karena preparat ini melawan edema mukosa maupun spasme muskular dan membantu mengurangi obstruksi jalan nafas serta memperbaiki pertukaran gas. Medikasi ini mencakup antagonis adrenergik (metoproterenol, isoproterenol) dan metilxantin (teofilin, aminofilin), yang menghasilkan dilatasi bronkial. Bronkodilator mungkin diresepkan per oral, subkutan, intravena, per rektal atau inhalasi. Medikasi inhalasi dapat diberikan melalui aerosol bertekanan, nebuliser. Bronkodilator mungkin menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan termasuk takikardia, disritmia jantung, dan perangsangan sisten saraf pusat. Metilxantin dapat juga menyebabkan gangguan gastrointestinal seperti mual dan muntah. A) Golongan teofilin Sejak dulu obat golongan teofilin sering digunakan pada emfisema paru. Obat ini menghambat enzim fosfodiesterase sehingga cAMP yang bekerja sebagai bronkodilator dapat dipertahankan pada kadar yang tinggi ex : teofilin, aminofilinBiasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg BB per oral dengan memperhatikan kadar teofilin dalam darah. Konsentrasi dalam darah yang baik antara 10-15 mg/L
B) Golongan agonis B2

Biasanya diberikan secara aerosol/nebuliser. Efek samping utama adalah tremor,tetapi menghilang dengan pemberian agak lama.

20

b) Terapi Aerosol Aerosolisasi (proses membagi partikel menjadi serbuk yang sangat halus) dari bronkodilator salin dan mukolitik sering kali digunakan untuk membantu dalam bronkodilatasi. Aerosol yang dinebulizer menghilangkan edema mukosa dan mengencerkan sekresi bronkial. Hal ini mempermudah proses pembersihan bronkhiolus, membantu mengendalikan proses inflamasi dan memperbaiki fungsi ventilasi. c) Oksigenasi Terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien dengan emfisema berat. Hipoksemia berat diatasi dengan konsentrasi oksigen rendah untuk meningkatkan tekanan oksigen hingga antara 65 dan 80 mmHg. Pada emfisema berat, oksigen diberikan sedikitnya 16 jam perhari sampai 24 jam perhari. Pada penderita dengan hipoksemia yaitu PaO2 < 55 mmHg. Pemberian oksigen konsentrasi rendah 1-3 liter/menit secara terus menerus memberikan perbaikan psikis, koordinasi otot, toleransi beban kerja Dengan pemberian terapi oksigen, pasien mendapatkan bantuan dalam bernapas normal. Ketika kita mengatakan terapi oksigen, tidak selalu berarti bahwa pasien dirawat di rumah sakit. Sebaliknya, pasien diberikan oksigen, dan dengan berbagai bentuk oksigen yang tersedia sekarang, juga dapat dilakukan di rumah. Namun, ketika sedang diberikan oksigen di rumah, petunjuk yang harus diikuti dengan benar. Resep yang dokter memberi Anda, harus menyertakan waktu ketika Anda harus mengambil tambahan oksigen, aliran di mana anda harus membawanya dan liter per menit yang harus dikonsumsi. Non invasif oksimeter pulsa Tes akan mengungkapkan tingkat oksigen seseorang, dan dengan demikian persyaratan tambahan oksigen dapat ditentukan. Hal ini diyakini bahwa dengan penggunaan jangka panjang terapi oksigen, sebuah kehidupan pasien emfisema dapat diperpanjang jangka jauh. Selain itu, pasien kewaspadaan, gerakan tangan dan juga meningkatkan kecepatan motor jauh selama periode waktu ketika terapi oksigen digunakan

21

d) Pemberian kortikosteroid Pada beberapa pasien, pemberian kortikosteroid akan berhasil mengurangi obstruksi saluran nafas.Hinshaw dan Murry menganjurkan untuk mencoba pemberian kortikosteroid selama 3-4 minggu. Kalau tidak ada respon baru dihentikan. Manfaat kortikosteroid pada pengobatan obstruksi jalan napas pada emfisema masih diperdebatkan. Pada sejumlah penderita mungkin memberi perbaikan. Pengobatan dihentikan bila tidak ada respon. Obat yang termasuk di dalamnya adalah : dexametason, prednison dan prednisolon e) Antikolinergik Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor kolinergik sehingga menekan enzim guanilsiklase. Kemudian pembentukan cAMP sehingga bronkospasme menjadi terhambat ex : Ipratropium bromida diberikan dalam bentuk inhalasi.

f) Mengurangi sekresi mucus Usaha untuk mengeluarkan dan mengurangi mukus merupakan yang utama dan penting pada pengelolaan emfisema paru. Ekspectoran dan mucolitik yang biasa dipakai adalah bromheksin dan karboksi metil sistein diberikan pada keadaan eksaserbasi. Asetil sistein selain bersifat mukolitik juga mempunyai efek anti oksidans yang melindungi saluran aspas dari kerusakan yang disebabkan oleh oksidans
a) Minum cukup,supaya tidak dehidrasi dan mucus lebih encer sehingga urine

tetap kuning pucat.


b) Ekspektoran, yang sering digunakan ialah gliseril guaiakolat, kalium yodida,

dan amonium klorida.


c) Nebulisasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan

mengencerkan sputum.
d) Mukolitik dapat digunakan asetilsistein atau bromheksin.

Fisioterapi dan Rehabilitasi

22

e) Tujuan fisioterapi dan rehabilitasi adalah meningkatkan kapasitas fungsional dan kualitas hidup dan memenuhi kebutuhan pasien dari segi social, emosional dan vokasional. 4) Program fisioterapi yang dilaksanakan berguna untuk :
a) Mengeluarkan mucus dari saluran nafas. b) Memperbaiki efisiensi ventilasi. c) Memperbaiki dan meningkatkan kekuatan fisis

d) Pemberian O2 jangka panjang Pemberian O2 dalam jangka panjang akan memperbaiki emfisema disertai kenaikan toleransi latihan. Biasanya diberikan pada pasien hipoksia yang timbul pada waktu tidur atau waktu latihan. Menurut Make, pemberian O2 selama 19 jam/hari akan mempunyai hasil lebih baik dari pada pemberian 12 jam/hari. Penerapan fisioterapi : a) Postural Drainase : Salah satu tehnik membersihkan jalan napas akibat akumulasi sekresi dengan cara penderita diatur dalam berbagai posisi untuk mengeluarkan sputum dengan bantuan gaya gravitasi. Tujuannya untuk mengeluarkan sputum yang terkumpul dalam lobus paru, mengatasi gangguan pernapasan dan meningkatkan efisiensi mekanisme batuk. b) Breathing Exercises : Dimulai dengan menarik napas melalui hidung dengan mulut tertutup kemudian menghembuskan napas melalui bibir dengan mulut mencucu. Posisi yang dapat digunakan adalah tidur terlentang dengan kedua lutut menekuk atau kaki ditinggikan, duduk di kursi atau di tempat tidur dan berdiri. Tujuannya untuk memperbaiki ventilasi alveoli, menurunkan pekerjaan pernapasan, meningkatkan efisiensi batuk, mengatur kecepatan pernapasan, mendapatkan

23

relaksasi otot-otot dada dan bahu dalam sikap normal dan memelihara pergerakan dada. c) Latihan Batuk : Merupakan cara yang paling efektif untuk membersihkan laring, trakea, bronkioli dari sekret dan benda asing. d) Latihan Relaksasi : Secara individual penderita sering tampak cemas, takut karena sesat napas dan kemungkinan mati lemas. Dalam keadaan tersebut, maka latihan relaksasi merupakan usaha yang paling penting dan sekaligus Metode yang biasa digunakan adalah Yacobson. Contohnya : Penderita di tempatkan dalam ruangan yang hangat, segar dan bersih, kemudian penderita ditidurkan terlentang dengan kepala diberi bantal, lutut ditekuk dengan memberi bantal sebagai penyangga . Rehabilitasi Rehabilitasi psikis berguna untuk menenangkan penderita yang cemas dan mempunyai rasa tertekan akibat penyakitnya. Sedangkan rehabilitasi pekerjaan dilakukan untuk memotivasi penderita melakukan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisiknya. Misalnya bila istirahat lebih baik duduk daripada berdiri atau dalam melakukan pekerjaan harus lambat tapi teratur 5) Latihan fisik Hal ini dianjurkan sebagai suatu cara untuk meningkatkan kapasitas latihan pada pasien yang sesak nafas berat. Sedikit perbaikan dapat ditunjukan tetapi pengobatan jenis ini membutuhkan staf dan waktu yang hanya cocok untuk sebagian kecil pasien. Latihan pernapasan sendiri tidak menunjukkan manfaat. Latihan fisik yang biasa dilakukan :
24

sebagai

langkah

pertolongan.

a) Secara perlahan memutar kepala ke kanan dan ke kiri b) Memutar badan ke kiri dan ke kanan diteruskan membungkuk ke depan lalu ke

belakang
c) Memutar bahu ke depan dan ke belakang d) Mengayun tangan ke depan dan ke belakang dan membungkuk e) Gerakan tangan melingkar dan gerakan menekuk tangan f) Latihan dilakukan 15-30 menit selama 4-7 hari per minggu g) Dapat juga dilakukan olah raga ringan naik turun tangga h) Walking joging ringan.

6) Diagnosa pasti Aspirasi pleura akan menunjukkan adanya nanah didalam rongga dada (pleura). Nanah dipakai sebagi bahan pemeriksaan : Citologi, Bakteriologi, Jamur, Amoeba dan dilakukan pembiakan terhadap kepekaan antibiotik. Penatalaksanaan Prinsip pengobatan pada empiema :
a.

Pengosongan rongga pleura dari nanah Aspirasi Sederhana

Dilakukan berulangkali dengan memakai jarum lubang besar. Cara ini cukup baik untuk mengeluarkan sebagian besar pus dari empiema akut atau cairan masih encer. Kerugian teknik seperti ini sering menimbulkan pocketed empiema. USG dapat dipakai untuk menentukan lokasi dari pocket empiema.

Drainase Tertutup

Pemasangan Tube Thoracostomy = Closed Drainage (WSD) Indikasi pemasangan darin ini apabila nanah sangat kental, nanh berbentuk sudah dua minggu dan telah terjadi pyopneumathoraks. Pemasangan selang jangan terlalu rendah, biasanya diafagma terangkat karena empiema. Pilihlah selang yang cukup besar. Apabila tiga sampai 4 mingu tidak ada kemajuan harus ditempuh dengan cara lain seperti pada empiema kronis.

25

Drainase Terbuka (open drainage)

Tindakan ini dikerjakan pada empiema kronis dengan memotong sepenggal iga untuk membuat jendela. Cara ini dipilih bila dekortikasi tidak dimungnkinkan dan harus dikerjakan dalam kondisi betul-betul steril. b. Pemberian antibiotika Mengingat sebab kematian umumnya karena sepsis, maka pemberian antibiotik memegang peranan yang penting. Antibiotik harus segera diberikan begitu diagnosa diegakkan dan dosisnya harus adekuat. Pilihan antibiotik didasarkan pada hasil pengecatan gram dari hapusan nanah. Pengobatan selanjutnya tergantung pada hasil kultur dan tes kepekaan obat. Bila kuman penyebab belum jelas dapat dipakai Benzil Penicillin dosis tinggi. Infeksi sangat berperan pada perjalanan penyakit paru obstruksi terutama pada keadaan eksaserbasi. Bila infeksi berlanjut maka perjalanan penyakit akan semakin memburuk. Penanganan infeksi yang cepat dan tepat sangat perlu dalam penatalaksanaan penyakit. Pemberian antibiotik dapat mengurangi lama dan beratnya eksaserbasi. Antibiotik yang bermanfaat adalah golongan Penisilin, eritromisin dan kotrimoksazol biasanya diberikan selama 7-10 hari. Apabila antibiotik tidak memberikan perbaikan maka perlu dilakukan pemeriksaan mikroorganisme. c. Penutupan rongga pleura

Empiema kronis gagal menunjukkan respon terhadap drainase selang, maka dilakukan dekortikasi atau thorakoplasti. Jika tidak ditangani dengan baik akan menambah lama rawat inap. d. Pengobatan kausal Tergantung penyebabnya misalnya amobiasis, TB, aktinomeicosis, diobati dengan memberikan obat spesifik untuk masing-masing penyakit. e. Pengobatan tambahan dan Fisioterapi Dilakukan untuk memperbaiki keadaan umum

ALTERNATIF PENGOBATAN
26

Osteopathy adalah bentuk lain dari perawatan yang katanya untuk memberikan bantuan kepada pasien emfisema. Ini membantu dalam membersihkan paru-paru kemacetan. Osteopathy mungkin juga mencakup beberapa nasihat diet, dan penggunaan herbal tertentu untuk memberikan bantuan kepada pasien. Terlepas dari ini, menggunakan beberapa produk jamu juga memberikan bantuan untuk pasien emfisema dari trauma mereka cukup besar. Menerapkan minyak kayu putih di daerah dada akan membantu dalam mengurangi kemacetan dada. Pengurangan dalam dada kemacetan berarti pengurangan dalam gejala emfisema. Selain itu, makan dua atau tiga siung bawang putih di pagi hari, perut kosong, dapat membantu mencairkan gas lendir, dan melemparkannya keluar dari sistem, dan dengan demikian mengurangi emfisema. Ini adalah ide yang baik untuk menyertakan sayuran dan jus buah dalam makanan sehari-hari. Latihan ringan seperti jalan cepat dan jogging mungkin akan bermanfaat. Komplikasi Yang sering timbul adalah vistula Bronchopleura dan komplikasi lainnya. Yang mungkin timbul misalnya syock, sepsis, kegagalan jantung, kongestif, dan otitis media. Penatalaksanaan Keperawatan 1. Pengkajian Data Dasar

Riwayat/adanya faktor-faktor penunjang

Merokok, terpapar polusi udara yang berat, riwayat alergi pada keluarga

Riwayat yang dapat mencetuskan

Eksaserbasi seperti : Alergen (debu, serbuk kulit, serbuk sari, jamur) Stress emosional, aktivitas fisik berlebihan Infeksi saluran nafas Drop out pengobatan

Pemeriksaan Fisik

Manifestasi klasik dari PPOM a) Peningkatan dispnea b) Retraksi otot-ot\ot abdominal, menganngkat bahu saat inspirasi, pernafasan cuping hidung (penggunaan otot aksesories pernafasan) c) Penurunan bunyi nafas
27

d) Tachipnea, orthopnea Gejala-gejala menetap pada proses penyakit dasar ASMA a) Batuk (produktif/non produktif) b) Dada terasa seperti terikat c) Mengi saat inspirasi dan ekspirasi (terdengar tanpa stetoskop) d) Pernafasan cuping hidumng e) Ketakutan dan diaphoresis a. Aktivitas/Istirahat Gejala: - Keletihan, kelelahan, malaise - Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas - Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi - Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan Tanda: - Keletihan, gelisah, insomnia - Kelemahan umum/kehilangan massa otot b. Sirkulasi Gejala: - pembengkakan pada ekstremitas bawah Tanda: - Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, disritmia, distensi vena leher - Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung - Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada) - Warna kulit/membran mukosa: normal atau abu-abu/sianosis - Pucat dapat menunjukkan anemia

c. Makanan/Cairan
28

Gejala: - Mual/muntah, nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema) - Ketidakmampuan untuk makan karena distres pernapasan - Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan menunjukkan edema (bronkitis) Tanda: - Turgor kulit buruk, edema dependen - Berkeringat, penuruna berat badan, penurunan massa otot/lemak subkutan (emfisema) - Palpitasi abdominal dapat menyebabkan hepatomegali (bronkitis) d. Hygiene Gejala: - Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas seharihari Tanda: - Kebersihan, buruk, bau badan e. Pernafasan Gejala: - Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit nafas (asma), rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas (asma) - Lapar udara kronis - Bentuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, putih dan kuning) dapat banyak sekali (bronkitis kronis) - Episode batuk hilang timbul biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun dapat terjadi produktif (emfisema) - Riwayat pneumonia berulang: terpajan pada polusi kimia/iritan pernafasan dalam jangka panjang (mis., rokok sigaret) atau debu/asap (mis., abses, debu atau batu bara, serbuk gergaji) - Faktor keluarga dan keturunan, mis., defisiensi alfa-anti tripsin (emfisema)
29

- Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus Tanda: - Pernafasan: biasanya cepat, dapat lambat, penggunaan otot bantu pernapasan - Dada: hiperinflasi dengan peninggian diameter AP, gerakan diafragma minimal - Bunyi nafas: mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); menyebar, lembut atau krekels, ronki, mengi sepanjang area paru. - Perkusi: hiperesonan pada area paru - Warna: pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku. f. Keamanan Gejala: - Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor lingkungan - Adanya/berulangnya infeksi - Kemerahan/berkeringat (asma) g. Seksualitas Gejala: - Penurunan libido h. Interaksi sosial Gejala: - Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, ketidak mampuan membaik/penyakit lama Tanda: - Ketidakmampuan untuk/membuat mempertahankan suara pernafasan - Keterbatasan mobilitas fisik, kelainan dengan anggota keluarga lalu i. Penyuluhan/Pembelajaran Gejala: - Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan, kesulitan menghentikan merokok, penggunaan alkohol secara teratur, kegagalan untuk membaik 2.3.8 Diagnosa Keperawatan
30

A. Tidak efektif Bersihan Jalan nafas b.d bronchospasme, sekret kental Tujuan : Bersihan Jalan nafas efektif Secara verbal menyatakan kesulitan bernafas Penggunaan otot bantu penafasan Mengi, ronchi, cracles Batuk (menetap) dengan/tanpa produksi sputum Kriteria Hasil -

Bunyi nafas bersih Batuk efektif


Mengi (-), Ronchii (-) Cracles (-)

31

INTERVENSI Auskultasi bunyi nafas

RASIONAL Derajad spasme broncus (dengan / tanpa obstruksi saluran nafas) : ekspirasi mengi, tidak ada bunyi nafas, bunyi nafas redup Prose infeksi akut (tachipnea) Klien denga distres berat akan mencari posisi yang paling mudah untuk bernafas

Kaji frekuensi pernafasan Catat : Keluhan Dispnea, keluhan lapar udara : Gelisah, distres nafas, penggunaan otot bantu pernafasan Pertahankan lingkungan bebas polusi

Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentriger episode akut

B. Gangguan Pertukaran Gas b.d Obstruksi Jalan Nafas sekunder terhadap penumpukan sekret, Bronchospasme Tujuan : Pertukaran gas dapat dipertahankan Data : Dispnea, gelisah, ketidakmampuan mengeluarkan sekret, GDA (hipoksia), Perubahan tanda vital, penurunan toleransi aktivitas Kriteria Hasil : Perbaikan sirkulasi dan oksigenasi GDA dalam batas normal Tanda distress pernafasan tidak ada

INTERVENSI Kaji frekuensi dan kedalaman pernafasan, catat penggunaan otot bantu pernafasan dan ketidakmampuan bicara karena sesak Bantu klien untuk mencari posisi yang nenudahkan bernafas, dengan kepala lebih

RASIONAL Evaluasi derajad distress nafas dan kronis atau tidaknya proses penyakit.

Suplai O2 dapat diperbarui dalam latihan nafas agar paru tidak kolaps.

32

tinggi Bantu klien untuk batuk efektif

Batuk efektif membantu mengeluarkan sputum sebagai sumber utama gangguan pertukaran gas. Suara nafas redup oleh karena adanya penurunan penurunan aliran udara/ konsolidasi. Mengni menunjukkan adanya bronkospasme dan kracles menunjukkan adanya cairan

Auskultasi suara nafas

C. Perubahan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan Tubuh b.d Sesak nafas,anoreksia, mual, muntah, efek obat, kelemahan. Tujuan Data Kriteria : Status nutrisi dapat dipertahankan : Penurunan B, Intke makanan dan minuman menurun, mengatakan tidak nafsu makan : BB tidak mengalami penurunan Intake makanan dan cairan adekuat Nafsu makan meningkat/baik RASIONAL Mengidentifikasi adanya kemajuan/ penyimpanan dari tujuan yang diharapkan Bau-bauan dan pemandangan yang tidak menyenangkan selama waktu makan dapat Lakukan perawatan mulut menyebabkan anoreksia. sebelum dan setelah makan Bersihkan tempat penyajian makanan Hindari pengharum berbau menyengat Lakukan chest fisioterapi dan nebulizer selambat-lambatnya satu
33

INTERVENSI Obserasi intake dan output/8 jam. Jumlah makanan dikonsumsi tiap hari dan timbang BB tiap hari Ciptakan suasana yang menyenangkan, lingkungan yang bebas dari bau selama waktu makan : -

Obat-obatan yang dberikan lingkungan segera seelah makan dapat mencetuskan mual dan pengunaan muntah.

jam sebelum makan batuk Sediakan tempat yang tepat untuk membuang tissue/sekret

D. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen. Tujuan : - pasien bernafas dengan efektif - mengatasi masalah intoleransi aktivitas pada pasien. Kriteria hasil : - pasien bisa mengidentifikasikan factor-faktor yang - Menurunkan toleran aktivitas. - pasien memperlihatkan kemajuan khususnya dalam hal mobilitas - pasien memperlihatkan turunnya tanda-tanda Intervensi - kaji respon individu terhadap aktivitas Ukur tanda vital saat istirahat dan segera setelah aktivitas serta frekuensi, irama dan kualitas. Hentikan aktifitas bila respon klien : nyeri dada, dyspnea, vertigo/konvusi, frekuensi nadi, pernapasan, tekanan darah sistolik menurun. - meningkatkan aktifitas secara bertahap - Ajarkan klien metode penghematan energi untuk aktifitas. - masalah intoleransi aktivitas pada pasien dapat teratasi - agar tidak terjadi sesak nafas Rasional - mendapatkan tanda fital pasien normal, baik saat istirahat ataupun setelah beraktifitas

E. Gangguan pertukaran gas berrhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi.


34

# Tujuan : - Pertukaran gas pasien kembali normal - Tidak terjadi perubahan fungsi pernapasan. # Kriteria hasil : - pasien bisa bernapas normal tanpa menggunakan otot tambahan pernapasan. - pasien tidak mengatakan nyeri saat bernapas.

Intervensi - Lakukan latihan pernapasan dalam dan tahan sebentar untuk membiarkan diafragma mengembangkan secara optimal. - Posisikan pasien dengan posisi semi fowler agar pasien bisa melakukan respirasi dengan sempurna. - Kaji adanya nyeri dan tanda vital berhubungan dengan latihan yang diberikan. - Ajari pasien tentang teknik penghematan energi. - Bantu pasien untuk mengidentifikasi tugastugas yang bisa diselesaikan.

Rasional - Pasien bernapas dengan lancar tanpa gangguan.

- Fungsi paru kembali normal.

- agar TTV dalam batas normal - agar tidak terjadi sesak nafas

- agar pasien tidak gelisah

F. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ventilasi alveoli # Tujuan : - Tidak terjadi perubahan dalam frekwensi pola pernapasan. - Tekanan nadi (frekwensi, irama, kwalitas) normal. # Kriteria hasil : - Pasien memperlihatkan frekwensi pernapasan yang efektif dan mengalami perbaikan pertukaran gas pada paru - Pasien menyatakan factor penyebab, jika mengetahui.

35

Intervensi - Pastikan pasien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan. - Alihkan perhatian pasien dari pemikiran tentang keadaan ansietas (cemas) dengan meminta pasien mempertahankan kontak mata dengan perawat. - Latih pasien napas perlahan-lahan, bernapas lebih efektif.

Rasional - agar pasien merasa tenang dan nyaman - agar pasien merasa lebih tenang

- Tidak terjadi gangguan perubuhan fungsi pernapasan.

- Jelaskan pada pasien bahwa dia dapat mengatasi hiperventilasi melalui control pernapasan secara sadar.

- Ventilasi alveoli normal

36

BAB III TINJAUAN KASUS 1. PENGKAJIAN Identitas Klien Nama Jenis Kelamin Umur Suku/bangsa Status marital Pendidikan Pekerjaan Bahasa yang dig Alamat Penanggungjawab Nama Hub. Dg klien Pendidikan Pekerjaan Alamat : Ny. W : Istri :: Ibu Rumah Tangga : Pesuwan Porong : Tn. K : Laki-laki : 55 tahun : Jawa/Indonesia : Kawin : SD : Kuli Pabrik : Jawa : Pesuwan Porong

Alasan Masuk Rumah Sakit Sesak nafas dan batuk sejak dua bulan yang lalu dan dirasakan makin lama makin bertambah berat. Setelah periksa ke dokter dianjurkan untuk dirujuk ke RSUD Dr. Soetomo surabaya Keluhan Utama : Sesak Nafas Klien mengeluh sesak sejak 2 bulan yang lalu dan dirasakan makin hari makin memberat, sesak dirasakan bertambah bila klien jalan sekitar 10 meter dan timbul nyeri pada dada serta saat klien berbaring terlentang. Sesak dirasa berkurang bila klien duduk. Untuk mengurangi rasa sesak klien hanya tidur dengan posisi duduk dan sulit tidur. Sesak yang timbul dirasakannya menekan pada dada bagian bawah dan hingga
37

membuat klien merasa kepayahan untuk melakukan kegiatan sehingga klien hanya di tempat tidur dan jarang tidur terlentang. Riwayat Kesehatan Sebelumnya Klien tidak pernah sakit berat sebelum ini. Hanya demam biasa dan sembuh setelah minum obat dari warung. Klien tidak pernah MRS sebelumnya, klien mengatakan tidak pernah alergi obat / makanan tertentu. Klien sebelumnya biasa menggunakan rokok sekitar 2 bungkus tiap harinya selama sekirat 35 tahun. Klien mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular seperti: HIV, Hepatitis, Tetanus. Dan klien tidak pernah menderita penyakit menurun seperti: DM, Talasemia, Albino. Riwayat Kesehatan Sekarang Klien saat ini mengalami batuk-batuk ringan mulai 2 bulan yang lalu, gejala menjadi lebih berat sekitar satu bulan. Awalnya klien berobat ke dokter swasta sebanyak dua kali namun tidak sembuh. Satu bulan terakhir klien menjadi sesak dan rasa sesak meningkat. Lalu klien berobat ke dokter dan karena pengobatan tidak sembuh dianjrukan untuk dibawa ke RS. Riwayat kesehatan keluarga Klien mengatakan bahwa dalam keluarga tidak ada yang mengalami penyakit jantung, asma, kening manis, gondok dam tidak ada yang mengalami sakit batuk-batuk selama satu tahun terakhir. Klien juga mengatakan dalam keluarganya tidak ada penyakit menurun seperti: DM, Talasemia, Albino Aktivitas Hidup Sehari-hari Aktivitas Sehari-hari Makan dan Minum a. Pola Makan Sebelum MRS 3 X/hari satu porsi besar dan selalu habis dengan komposisi nasi lauk, sayuran dan buahMinuman
b. Minuman

Saat MRS 5 sdm, px nafsu makan menurun

buahan namun jarang air putih 1500 cc air putih 2000 cc, dan diselingi minum setiap pagi dan sore hari kopi
38

Eliminasi BAB 1x/ hari, setiap pagi. Dengan konsistensi dan berbau khas feses BAK 8 10 X/hari, 1500 cc berwarna kuning jernih dan berbau khas urine 7-8 X/hari, 1000 cc berwarna kuning jernih dan berbau khas urine Istirahat dan Tidur ISTIRAHAT Siang Malam Lain-lain TIDUR Siang Malam Kesulitan tidur Cara mengatasi AKTIVITAS Pekerjaan harian Lama kerja Perjalanan Kendaraan KEBERSIHAN DIRI Mandi Gosok gigi Cuci rambut Potong kuku REKREASI a. Mendengarkan radio Tidak 4 jam Tidak Tidak
39

2x/ hari, dengan konsistensi agak keras, kecoklatan dan berbau khas feses

lunak, berwarna kunings berwarna kuning

2 jam 3 jam

9 jam 3 jam

5 jam 7 jam tidak ada

3 jam 9 jam sesak nafas tidur dengan duduk

Kuli pabrik 10 jam jam sepeda motor Mandiri Mandiri Mandiri Mandiri

Tidak ada Di tempat tidur Di tempat tidur mandiri

b. Menonton televisi c. Olah raga d. Tempat hiburan Psikososial

tidak pernah tidak pernah

Tidak Tidak

Klien menganggap penyakit yang dialami adalah ujian dari Tuhan dan akibat kecerobohan dirinya karena banyak merokok semasa muda. Klien mengatakan bahwa ia sekarang sudah tua sehingga saatnya berhenti merokok. Sosial Klien selalu dijenguk oleh keluarga, tetangganya dan menyatakan biasa ikut perkumpulan RT yang dilakukan di lingkungannnya. Spiritual Klien mengatakan ia idak shalat karena sekarang sedang mengalami sakit. Klien mengatakan bahwa ia akan istirahat selama sakit. Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum Kesadaran Composmentis, GCS = 15 Penampilan Kurus, TB 170 Cm BB 43 Kg, TD = 120/80 mmHg, Nadi 92 X/mnt, RR 29 X/mnt, S : 37,2OC Kepala Rambut Mata Bentuk oval, ukuran relatif proporsional dengan tubuh, kulit kepala lesi (-) tumor (-) Lurus, tebal, hitam, dan bersih Mampu menghitung jari dengan baik pada jarak 5 meter, icterus (-) conjungtiva tidak anemis, pupil isokhor reflek baik +/+ posisi okular simetris, tidak menggunakan kacamata. Hidung Simetris, sekret tidak ada, penciuman baik, tidak ditemukan polip/peradangan mukosa, ada pernafasan cuping hidung. Telinga Mulut dan Gigi Pendengaran baik, posisi simetris, tidak ada serumen/cairan

40

Bibir simetris, bau mulut tidak sedap, perdarahan gusi (-), kerusakan mukosa (-), Jumlah gigi 32 Caries (-) kebersihan gigi kurang, hiperemis tepi lidah (-) fungsi pengecapan baik, peradangan faring (-) Leher Thoraks Pembesaran KGB (-) Pembesaran Thiroid (-) Peningkatan VJP (-), kaku kuduk (-) Dada simetris, pergerakan simetris, retraksi intercostal (+) supralavicula (+), Terpasang selang WSD pada ICS 4-5 mid axila dekstra, Keluaran (+), barrel chest, penggunaan alat bantu pernapasan Ada nyeri tekan pada dada sebelah kiri Vocal Fremitus kanan kiri dan depan belakang sama (merata) Perkusi sonor simetris kanan kiri, hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru Auskultasi bunyi napas : krekles, , perpanjangan ekspirasi Abdomen

Meteorismus (-) tidak teraba adanya massa distensi (+) Bising Usus 14 X/mnt, intensitas lemah Genital Ekstremitas Tidak ada keluhan berkemih Simetris, deformitas (-), lessi (-) oedema (-) cyanosis (-) Teraba keringat dingin pada akral Integumen Bersih, terdapat luka pemasangan drainage WSD pada thoraks Palpasi lembab, turgor relatif elastis 2. ANALISA DATA DATA DS : dada nyeri sebelah kiri bila untuk bernafas DO :
41

ETIOLOGI Penumpukan Pus Tekanan Intrapleural

MASALAH Gangguan rasa Nyaman : Nyeri

Px Sering mengusap dada kiri Wajah px terlihat menyeringai dan cemas Terpasang selang WSD pada ICS 4-5 Ada nyeri tekan pada dada sebelah kiri dengan skala 5 Penurunan fremitus pada seluruh lapang paru Penggunaan alat bantu pernapasan Perilaku distraksi TTV: N : 92 X/mnt T : 140/90 mmHg DS : dan terasa mual DO : Makan habis 4-5 sendok makan, Turgor cukup, BB 49 Kg,TB 170 Cm Bising usus 19X/m TTV: N : 92 X/mnt T : 140/90 mmHg RR : 29X/mnt S : 37,20 C 1. Anoreksia Mual RR : 29X/mnt S : 37,20 C Rangsang saraf nyeri

Mengatakan nafsu makan menurun Sesak Psikologis Nutrisi

3.

PERENCANAAN

Diagnosa Keperawatan : a) Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d proses infeksi pada paru Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X 24 jam nyeri berkurang dan klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang ada Kriteria hasil :
42

Mengungkapkan rasa nyeri di dada kiri berkurang Dapat bernafas tanpa rasa nyeri Tanda vital dalam batas normal Hasil laborat : Leukosit dalam batas normal Rasional Identifikasi kemajuan/penyimpangan dari hasil yang diharapkan Memantau tingkat nyeri dan respon klien terhadap nyeri yang timbul Berupa relaksasi, distraksi visual, distraksi motorik, pengaturan posisi Mengontrol nyeri dan memblok jalan rangsang nyeri Mencegah gejala yang berat yang mungkin timbul

Tgl Intervensi 14/ Pantau nadi dan tekanan darah tiap 3 01 4 jam Kaji tingkat nyeri dan kemampuan adaptasi Berikan tindakan untuk memberikan rasa nyaman/mengurangi nyeri Kolaborasi : pemberian analgetik Konsultasi ke dokter bila nyeri bertambah Diagnosa Keperawatan

b) Resiko Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia Tujuan : Dalam waktu 5 X 24 Jam nafsu makan klien meningkat Kriteria hasil : Rasa mual berkurang /tidak ada Turgor meningkat Diit dari RS habis Bising usus berkurang Nutrisi px terpenuhi

Tgl 14/01

Intervensi Berikan penjelasan tentang pentingnya makanan yang adekuat dan bergizi Dorong klien untuk makan diet

Rasional Meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan untuk menjalankan program diet sesuai aturan Peningkatan pemenuhan kebutuhan dan
43

TKTP Anjurkan makan dalam prosi kecil dan sering Pertahankan higiene mulut

kebutuhan pertahanan tubuh Distensi abdomen akibat makanan banyak mungkin menriger adanya nyeri Akumulasi partikel makanan di mulut menambah rasa ketidaknyamanan pada mulut dan menurunkan nafsu makan Meninkatkan kemampuan asupan sesuai dengan kemampuan klien

Kolaborasi dengan tim gizi untuk mengganti bubur mulai makan siang (14/02/02)

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Emphysema (emfisema) adalah penyakit paru kronis yang dicirikan oleh kerusakan pada jaringan paru, sehingga paru kehilangan keelastisannya. Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan (WHO). Emfisema terdiri dari 2 jenis: 1. CLE (emfisema sentrilobular) 2. PLE (emfisema panlobular)
44

Berdasarkan tinjauan teori pada studi kasus pasien menderita Efisema CLE (emfisema sentrilobular), karena berdasarkan tanda dan gejalanya pasien tergolong efisema CLE (ciri utama pasien perokok berat dan kerja di pabrik). Pendekatan terapeutik mencakup:
a)

Tindakan pengobatan dimaksudkan untuk memperbaiki ventilasi dan Pencegahan dan pengobatan cepat terhadap infeksi Teknik terapi fisik untuk memelihara dan meningkatkan ventilasi pulmonari Pemeliharaan kondisi lingkungan yang sesuai untuk memudahkan Dukungan psikologis Penyuluhan pasien dan rehabilitasi yang berkesinambungan Bronkodilator Terapi Aerosol Oksigenasi Pemberian kortikosteroid Mengurangi sekresi mucus Penerapan fisioterapi

menurunkan upaya bernapas


b) c) d)

pernapasan e)
f)

g) h) i) j) k) l)

m) Antikolinergik

Penatalaksanaan emfisema paru terbagi atas : 1. 2. 3.


4.

Penyuluhan Pencegahan Terapi farmakologi Fisioterapi dan rehabilitasi Latihan fisik Diagnosa pasti

5. 6. 4.2 Saran

1. Untuk pasien Menganjurkan pada pasien agar teratur dalam melakukan pengobatan yang terbaik.
45

2. Untuk mahasiswa Sebagai bahan acuan dalam penyusunan asuhan keperawatan berikutnya supaya memberikan asuhan yang komprehensif. 3. Untuk institusi Dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi institusi guna meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menyusun asuhan komprehensif. 4. Untuk tenaga kesehatan Meningkatkan mutu pelayanan sehingga dapat memberikan sumber informasi yang sesuai kebutuhan pasien.

DAFTAR PUSTAKA Baughman,D.C & Hackley,J.C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2001. Jilid II Balai Penerbit FKUI. Jakarta : EGC Mills,John & Luce,John M.1993. Gawat Darurat Paru-Paru. Jakarta : EGC Soemarto,R.1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya : RSUD Dr.Soetomo Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC Pamela L, Swearingen. 2000. Keperawatan Medical Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC

46

Anda mungkin juga menyukai