Anda di halaman 1dari 15

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG Persepsi merupakan konsep yang sangat penting dalam psikologi. Melalui persepsi ini manusia memandang dunianya. Apakah dunia terlihat berwarna cerah, pucat, atau hitam, semuanya adalah persepsi manusia yang bersangkutan. Persepsi perlu dibedakan dengan sensasi. Sensasi merupakan fungsi fisiologis, dan lebih banyak tergantung pada kematangan dan berfungsinya organ-organ sensoris. Sensasi meliputi fungsi visual, audio, penciuman dan pengecapan, serta perabaan, keseimbangan dan kendali gerak. Kesemuanya inilah yang sering disebut indera. Berbeda dengan sensasi, persepsi merupakan sebuah proses yang aktif dari manusia dalam memilah, mengelompokkan, serta memberikan makna pada informasi yang diterimanya. Benda berwarna merah akan memberikan sensasi warna merah, tapi orang tertentu akan merasa bersemangat ketika melihat warna merah itu, misalnya. Saat ini orang-orang memiliki pandangan bahwa perbedaan lintas-budaya dalam persepsi merupakan persoalan yang kecil dan tidak begitu berarti. Persamaan universal anatomi dan fisiologi organ inderawi dan saraf manusia kemungkinan besar sebagai faktor penyebabnya, sehingga menjadikan kesan-kesan inderawi dan pengirimannya melalui sistem persepsi tidak beragam secara lintas-budaya. Pendidikan nasional Indonesia harus dilandasi oleh kebudayaan nasional. Koentjaraninfrat (dalam Tilaar, 1999) mengemukakan ada dua fungsi dari kebudayaan nasional Indonesia, yaitu

1. Kebudayaan nasional Indonesia nerupakan suatu sistem gagasan dan perlambang yang dapat memberi identitas kepada setiap warga Negara Indonesia. 2. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan suatu sistem gagasan dan pralambang yang dapat dipakai oleh semua warga Negara Indonesia yang bhinneka itu untuk saling berkomunikasi dan dengan demikian dapat memperkuat solidaritas nasional. Dengan begitu, setiap bangsa yang besar akan memiliki suatu kebanggaan atas kebudayaannya dan dengan sendirinya atas identitasnya. Selanjutnya, dengan adanya kebudayaan nasional Indonesia maka setiap warga Negara dapat berkomunikasi dengan berbagai gagasan dan pralambang yang dimiliki oleh seluruh bangsa Indonesia. Pendidikan nasional yang berakar pada kebudayaan nasional akan memiliki dua fungsi, yaitu memerkenalkan kepada peserta didik mengenai unsur-unsur kebudayaan nasional yang dapat memelihara dan mengembangkan identitas Indonesia, dan memberi wahana komunikasi serta penguat solidaritas nasional. Kedudukan bahasa daerah dalam rangka pengembangan kebudayaan nasional Indonesia perlu mendapat perhatian khusus karena Indonesia memiliki ratusan bahasa daerah yang merupakan sumber kekayaan bangsa Indonesia. Koentjaraningrat (dalam Tilaar, 1999) menawarkan beberapa usaha untuk dapat mengembangkan bahasa daerah, yaitu 1. Meningkatkan pendidikan bahasa daerah di sekolah dasar di mana sekolah itu hidup. 2. Mempersiapkan para ahli linguistik di perguruan tinggi untuk meneliti bahasa-bahasa daerah. 3. Mempergiat penelitian bahasa daerah agar dapat dihasilkan berbagai tata bahasa, kamus, dan buku pelajaran daerah.
2

4. Merangsang dan mendorong para pengarang di daerah untuk menciptakan kesusatraan dalam bahasa daerah. 5. Meningkatkan bahasa daerah melalui media massa, radio, dan televisi serta media cetak lainnya. Dengan begitu, terlihat bahwa pendidikan memiliki peranan penting dalam

memngembangkan dan melestarikan bahasa daerah. Dari latar belakang tersebut, penulis mencoba untuk mengkaji mengenai bagaimana masyarakat mempersepsikan pendidikan bahasa daerah di sekolah-sekolah setempat.

1.2. IDENTIFIKASI MASALAH Dari apa yang telah dipaparkan di bagaian latar belakang, maka masalah yang diidentifikasi adalah 1. Bagaimana persepsi terbentuk? 2. Bagaimana peranan pendidikan dalam upaya mengembangkan dan melestarikan bahasa daerah? 3. Seberapa besar peranan masyarakat dalam upaya mengembangkan dan melestarikan bahasa daerah? 4. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap urgensi pendidikan bahasa daerah di sekolah?

1.3. PEMBATASAN MASALAH Berdasarkan pemaparan penulis pada bagian latar belakang dan identifikasi permasalahan yang telah penulis buat, maka untuk memudahkan pembuatan makalah

berdasarkan teori yang relevan, penulis membatasi permasalahan pada persepsi masyarakat terhadap urgensi pendidikan bahasa daerah di sekolah.

1.4. RUMUSAN MASALAH Dari identifikasi dan pembatasan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka perumusan masalah yang diajukan dalam makalah ini adalah bagaimanakah masyarakat mempersepsikan pendidikan bahasa daerah di sekolah-sekolah tempat bahasa daerah itu hidup.

1.5. TUJUAN DAN MANFAAT HASIL MAKALAH Tujuan dari pembuatan makalah ilmiah ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah masyarakat mempersepsikan pendidikan bahasa daerah di sekolah-sekolah tempat bahasa daerah itu hidup. Sedangkan manfaat yang dapat diambil dari hasil makalah ini adalah 1. Penulis dan pembaca dapat memperoleh pengetahuan mengenai persepsi dan pendidikan bahasa daerah di sekolah. 2. Penulis dapat mengembangkan kemampuannya dalam menyusun makalah ilmiah dan menganalisis berbagai masalah sesuai dengan teori yang relevan. 3. Bagi pembaca, makalah ini dapat dijadikan referensi bagi pembuatan makalah ilmiah selanjutnya.

BAB II KERANGKA TEORITIS

2.1. PENGERTIAN PERSEPSI Jika dikontraskan dengan sensasi, maka persepsi mengandung seleksi rangsang dan bentuk-bentuk lain dari persentuhan aktif organisme (Berry, dkk. , 1999). Objek-objek di sekitar manusia dapat ditangkap melalui alat-alat indera dan diproyeksikan pada bagian tertentu di otak sehingga manusia dapat mengamati objek tersebut. Pada seorang bayi, bayangan yang sampai ke otaknya masih tercampur, sehingga bayi belum mampu membedakan benda-benda dengan jelas. Semakin besar anak tersebut, semakin baik pula struktur susunan saraf dan otak, ditambah dengan pengalamnnya, maka anak tersebut dapat mengenal objek satu persatu, membedakan antara benda yang satu dengan benda yang lain, serta mengelompokkan benda-benda yang berdekatan atau serupa. Anak dapat mulai memfokuskan perhatiannya pada satu objek dan objek yang lain sebagai latar belakangnya. Kemampuan untuk membedakan, mengelompokkan, memfokuskan ini disebut sebagai kemampuan untuk mengorganisasikan pengamatan atau persepsi (Sarwono, 2003). Organisasi dalam persepsi mengikuti beberapa prinsip, yaitu 1. Wujud dan latar Objek yang diamati di sekitar kita selalu muncul sebagai wujud (figure) dengan hal-hal lainnya sebagai latar (ground). 2. Pola pengelompokkan Hal-hal tertentu cenderung kita kelompokkan dalam persepsi kita, dan bagaimana kita mengelompokkan itu akan menentukan bagaimana kita mengamati hal tersebut.

Perbedaan persepsi dapat disebabkan oleh hal-hal berikut, 1. Perhatian Biasanya kita tidak akan menangkap seluruh rangsang yang ada di sekitar kita sekaligus, tetapi kita memfokuskan perhatian pada satu atau dua objek saja. Perbedaan fokus antara orang yang satu dengan orang yang lain ini dapat menyebabkan perbedaan persepsi. 2. Set Set merupakan harapan seseorang akan rangsang yang akan timbul. Perbedaan set antara orang yang satu dengan orang yang lain akan dapat menyebabkan perbedaan persepsi. 3. Kebutuhan Kebutuhan manusia, baik sesaat ataupaun menetap pada dirinya akan mempengaruhi persepsinya terhadap suatu objek. Sedangkan setiap orang memiliki kebutuhannya masing-masing yang belum tentu sama dengan orang lain, sehingga perbedaan ini dapat menyebabkan adanya perbedaan persepsi. 4. Sistem nilai Sistem nilai yang berlaku pada masyarakat akan berpengaruh terhadap bagaimana seseorang mempersepsikan suatu objek. 5. Ciri kepribadian Ciri kepribadian juga akan mempengaruhi bagaimana seseorang mempersepsikan suatu objek. Dua orang dengan ciri kepribadian yang berebeda dapat memiliki persepsi yang berbeda terhadap sebuah objek yang sama. 6. Gangguan kejiwaan

Gangguan kejiwaan dapat menimbulkan kesalahan persepsi yang disebut halusinasi. Halusinasi inipun bersifat individual, sehingga setiap orang akan memiliki persepsi yang berbeda terhadap suatu objek.

2.2. PENDIDIKAN KEBUDAYAAN INDONESIA Pendidikan nasional harus berakar dari kebudayaan nasional Indonesia. Hal ini jelas tertuang dalam pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, yang berbunyi pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Keterkaitan erat antara pendidikan dan kebudayaan nasional Indonesia memerlukan program-program khusus yang perlu dilaksanankan bukan saja untuk menunjukkan bahwa pendidikan nasional berakar pada kebudayaan nasional, tetapi juga kebudayaan nasional perlu diwujudkan atau dikembangkan melalui pendidikan nasional. Dengan kata lain, perlu ada pendidikan pengenalan dan pengembangan kebudayaan (Tilaar, 1999). Unsur-unsur kebudayaan nasional perlu diprogramkan melalui proses pendidikan untuk dipelihara, dikaji, dan dikembangkan.

2.3. PENDIDIKAN BAHASA DAERAH DI INDONESIA Kedudukan bahasa daerah dalam rangka pengembangan kebudayaan nasional Indonesia perlu mendapat perhatian khusus karena Indonesia memiliki ratusan bahasa daerah yang merupakan sumber kekayaan bangsa Indonesia.

Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah dari UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Perlindungan Bahasa dan Sastra Pasal 4 ayat 1 dinyatakan bahwa bahasa daerah berfungsi sebagai jati diri daerah, kebanggaan daerah, dan sarana pengungkapan serta pengembangan sastra dan budaya daerah. Serta dalam ayat 2 dinyatakan pula bahwa bahasa daerah dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi dalam keluarga dan masyarakat daerah serta bahasa media massa lokal, sarana pendukung bahasa Indonesia, dan sumber pengembangan bahasa Indonesia. Koentjaraningrat (dalam Tilaar, 1999) menawarkan beberapa usaha untuk dapat mengembangkan bahasa daerah, yaitu 1. Meningkatkan pendidikan bahasa daerah di sekolah dasar di mana sekolah itu hidup. 2. Mempersiapkan para ahli linguistik di perguruan tinggi untuk meneliti bahasa-bahasa daerah. 3. Mempergiat penelitian bahasa daerah agar dapat dihasilkan berbagai tata bahasa, kamus, dan buku pelajaran daerah. 4. Merangsang dan mendorong para pengarang di daerah untuk menciptakan kesusatraan dalam bahasa daerah. 5. Meningkatkan bahasa daerah melalui media massa, radio, dan televisi serta media cetak lainnya. Dalam pendidikan, dikenal kurikulum, baik kurikulum nasional maupun kurikulum muatan lokal. Selain kurikulum nasional, terdapat pula kurukulum muatan lokal. Pendidikan bahasa daerah ini dapat menjadi bagian dari muatan lokal di sekolah-sekolah.

BAB III KERANGKA BERPIKIR

Bangsa Indonesia merupakan masyarakat yang multietnik, multibudaya, dan multibahasa. Dengan kondisi yang seperti ini sangat memungkinkan munculnya perbedaan persepsi di lingkungan masyarakat Indonesia dalam memandang berbagai hal. Kemultibahasaan Indonesia ditandai dengan adanya banyak bahasa di wilayah Indonesia, yakni bahasa Indonesia, bahasabahasa daerah, dan beberapa bahasa asing. Bahasa Indonesia yang menjadi bahasa nasional berfungsi sebagai jati diri bangsa, sarana pemersatu berbagai suku bangsa, serta sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah. Bahasa daerah berfungsi sebagai sarana komunikasi dalam keluarga dan masyarakat daerah, serta sumber pengembangan bahasa Indonesia. Sementara itu, bahasa asing berfungsi sebagai sarana komunikasi antarbangsa, sarana pendukung penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, serta sumber pengembangan bahasa Indonesia. Dalam hal bahasa daerah, bangsa Indonesia mempunyai kekayaan yang sangat besar. Bahasa-bahasa daerah itu digunakan oleh masyarakat pendukungnya di samping bahasa Indonesia. Oleh sebab itu, sebagian masyarakat Indonesia, baik secara individu maupun sosial, merupakan masyarakat dwibahasawan, yaitu menguasai dua bahasa, bahasa daerah dan bahasa Indonesia. Dalam perkembangannya, saat ini sebagian kecil masyarakat Indonesia juga menguasai bahasa asing, seperti bahasa Inggris, Arab, Mandarin, atau bahasa asing lainnya. Masyarakat Indonesia boleh menguasai bahasa asing apa saja, tetapi dia tidak boleh mengabaikan identitasnya. Kemampuan setiap individu dalam berbahasa Indonesia, berbahasa

daerah, maupun berbahasa asing menunjukkan kelebihan individu itu sebagai masyarakat Indonesia, anggota etnik, sekaligus sebagai anggota masyarakat dunia. Bahasa daerah sebagai identitas etnik menyimpan khazanah nilai budaya yang lazim disebut dengan kearifan lokal. Agar kearifan lokal ini tetap dimiliki masyarakat pendukungnya, pewarisan bahasa daerah perlu tetap dilakukan sebab kearifan yang terkandung dalam bahasa daerah ini dapat menjadi penyaring derasnya arus budaya global yang masuk ke dalam budaya Indonesia. Penguasaan budaya dan pengetahuan akan membentuk kemampuan berlogika. Dengan demikian, bahasa daerah berperan dalam mengembangkan kecerdasan masyarakat Indonesia. Pemerintah daerah perlu memfasilitasi penggunaan bahasa daerah di wilayah masingmasing, melalui penyiapan bahan ajar, penerbitan buku-buku (kamus, tata bahasa, dan cerita) berbahasa daerah, penyelenggaraan kegiatan seni dan budaya daerah, pembentukan dan pemberdayaan lembaga adat daerah, penyelenggaraan pertemuan dalam rangka pelestarian bahasa daerah, dan kegiatan lain yang relevan. Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat berbahasa daerah, pembinaan bahasa daerah dilakukan melalui pengajaran bahasa daerah di wilayah masing-masing pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah, pendidikan program kesetaraan, penggunaan bahasa daerah di ranah keluarga, dan revitalisasi penggunaan bahasa daerah di masyarakat. Pembinaan terhadap masyarakat pengguna bahasa daerah dilakukan untuk meningkatkan sikap positif agar masyarakat memiliki kesadaran, kebanggaan, dan kesetiaan terhadap bahasa daerah; meningkatkan kedisiplinan dan keteladanan berbahasa daerah; dan meningkatkan mutu penggunaan bahasa daerah.

10

Pengajaran bahasa daerah menjadi penting. Hal ini diamanatkan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab VII, Pasal 33 ayat 2 yang menyatakan bahwa bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan apabila diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau keterampilan tertentu. Pembelajaran bahasa daerah kepada anak atau masyarakat penutur bahasa daerah dapat dilakukan melalui pengenalan cerita rakyat, peribahasa, ungkapan, nyanyian daerah, dan falsafah hidup yang di dalamnya sarat akan makna dan kearifan lokal, yang telah menjadi bagian kehidupan mereka. Seperti telah diketahui bahwa setiap etnik memiliki khazanah tersebut yang diungkapkan dalam bahasa daerah. Dapat dibayangkan jika tidak ada pendidikan bahasa daerah di sekolah-sekolah, maka pewarisan keragaman budaya, dalam hal ini bahasa daerah dapat menjadi hal yang sangat langka. Bangsa Indonesia pun akan kehilangan kearifan lokalnya, serta dapat kehilangan sarana pembelajaran bagi anak-anak bangsa. Cerita rakyat, peribahasa, ungkapan, nyanyian daerah, dan falsafah hidup tidak dapat lagi disampaikan dengan bahasa aslinya, sehingga sangat mungkin untuk menjadikannya berbeda arti karena setiap orang dapat saja mempersepsikannya berbeda dalam bahasa lain. Upaya pelestarian terhadap bahasa daerah muncul dari semakin meningkatnya wacana kekhawatiran akan punahnya bahasa daerah yang telah ditandai secara awal oleh mulai merosotnya jumlah penutur, adanya persaingan bahasa (desakan bahasa Indonesia dan bahasa asing), dan semakin berkurangnya loyalitas penutur terhadap pemakaian bahasa daerah dan sekaligus sebagai simbol budaya. Dalam kondisi sebagai masyarakat Indonesia yang sedang mengalami perubahan sosial di alam reformasi, kita sekarang menyaksikan persaingan tiga

11

bahasa, yaitu bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa asing khususnya bahasa Inggris. Kebijakan bahasa nasional dalam pengalokasian fungsi ketiga bahasa ini memperlihatkan sikap masyarakat dan pemerintah terhadap bahasa-bahasa tersebut. Di dalam hal ini terlihat kecenderungan menyusutnya fungsi bahasa daerah dan terbatas pada ajang keluarga, informal, dan hiburan sehingga daya tahan dan daya saingnya menjadi semakin rapuh dan tidak mungkin mengimbangi bahasa nasional atau asing apalagi mengalahkannya. Persaingan bahasa asing, nasional dan daerah memang sedang berlangsung dan berdampak pada sikap/prilaku berbahasa masyarakat kita. Era globalisasi bercirikan keterbukaan, persaingan, dan kesalingtergantungan antar bangsa serta dibarengi oleh derasnya arus informasi yang menembus batas-batas geografi, suku, ras, agama dan budaya. Ciri keterbukaan yang dimiliki oleh globalisasi mengindikasikan terjadinya proses interaksi antarbahasa dan budaya. Dalam era persaingan bebas, penguasaan informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan prasyarat bagi kelangsungan hidup bangsa. Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia masih harus meningkatkan sumber daya manusia secara kuantitatif dan kualitatif sehingga ketergantungan akan sumber informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi dari luar sangat terasa. Untuk menjembatani interaksi dan komunikasi lintas bahasa dan budaya, penguasaan bahasa asing (khususnya bahasa Inggris) menjadi suatu kebutuhan utama. Bahasa Inggris telah berkembang menjadi medium komunikasi internasional yang penting dan medium pencitraan diri secara intelektual maupun sosial. Pentingnya peranan bahasa Inggris tidak saja terletak pada jumlah pemakaiannya dan luas penyebaran pemakaiannya secara geografis, tetapi juga akibat pengaruh politik dan ekonomi dari negara yang memakai bahasa Inggris. Dampaknya bagi situasi kebahasaan di Indonesia adalah terjadinya dilema persaingan bahasa dan kecenderungan penilaian yang lebih terhadap bahasa Inggris dibandingkan dengan

12

bahasa Indonesia yang membawa implikasi terhadap perencanaan dan pengembangan bahasa nasional dan daerah. Melihat keadaan tersebut, dapat dikatakan bahwa masih terdapat perbedaan persepsi di kalangan masyarakat Indonesia mengenai urgensi pendidikan bahasa daerah. Hal ini terlihat dengan adanya daerah yang memasukkan muatan lokal bahasa daerah di sekolah-sekolah, baik sekolah dasar maupun sekolah menengah, seperti di Jawa Barat, tetapi di daerah tertentu justru mulai berkurangnya penggunaan bahasa daerah. Sehingga, perlu adanya persamaan persepsi mengenai bagaimana penggunaan dan pelestarian bahasa daerah di Indonesia, sehingga dapat memudahkan bahasa daerah menjadi mata pelajaran wajib dalam kurikulum muatan lokal setempat. Dengan adanya pendidikan bahasa daerah di Indonesia ini, maka masyarakat dapat menumbuhkan harapan agar bahasa daerah di Indonesia tidak punah seperti bahasa-bahasa daerah di beberapa wilayah yang saat ini telah mengalami kepunahan.

13

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN SERTA IMPLEMENTASI

4.1

KESIMPULAN Bahasa daerah sebagai bagian dari kebudayaan nasional Indonesia harus tetap dipertahankan kelestariannya. Meningkatnya wacana kekhawatiran akan punahnya bahasa daerah yang telah ditandai secara awal oleh mulai merosotnya jumlah penutur, adanya persaingan bahasa (desakan bahasa Indonesia dan bahasa asing), dan semakin berkurangnya loyalitas penutur terhadap pemakaian bahasa daerah. Pendidikan bahasa daerah perlu tetap dilaksanakan untuk menjaga setiap bahasa daerah itu sendiri. Kesadaran/ loyalitas berbahasa daerah merupakan modal penting dalam mewujudkan sikap berbahasa yang positif yang selanjutnya akan memperkokoh fungsi bahasa daerah sebagai lambang jati diri dan pendukung nilai-nilai luhur budaya daerah. Demi terealisasinya pendidikan bahasa daerah di setiap daerah di Indonesia sebagai upaya untuk mempertahankan dan melestarikan bahasa daerah ini, diperlukan persepsi yang sama di kalangan masyarakat mengenai urgensi pendidikan bahasa daerah di daerahnya masingmasing.

4.2

SARAN SERTA IMPLEMENTASI Bahasa daerah merupakan bahasa yang harus ada dalam pendidikan sebagai bahasa pengantar pada pendidikan dasar dan menengah. Hal ini disebabkan bahasa daerah merupakan jembatan bagi anak-anak Indonesia untuk mencapai penguasaan bahasa Indonesia pada taraf mampu berkomunikasi untuk keperluan sehari-hari sampai dengan

14

suatu pencapaian yang disyaratkan bagi siapa pun agar dapat melaju ke peringkat pendidikan yang lebih tinggi. Bahasa daerah harus membuka diri terhadap masuknya kosakata dari bahasa lain, termasuk bahasa asing agar dapat menjadi sarana pencerdasan bangsa. Sehingga perlu adanya persamaan persepsi di masyarakat Indonesia mengenai urgensi pendidikan bahasa daerah di sekolah-sekolah setempat. Karena jika tidak, maka akan ada daerah-daerah tertentu yang tidak memasukkan pendidikan bahasa daerahnya sebagai bagian dari pelajaran muatan lokal di sekolah-sekolah. Dengan mengetahui urgensi pendidikan bahasa daerah ini, maka diharapkan tidak ada lagi masyarakat yang menganggap berbahasa daerah tidak lagi perlu karena tidak bergengsi dan digantikan dengan bahasa Indonesia ataupun bahasa asing. Pengetahuan dan kemampuan dalam berbahasa Indonesia dan bahasa asing sangat perlu dimiliki oleh bangsa Indonesia untuk dapat menghadapi tantangan global yang sudah mulai melanda, tetapi tetap perlu menjunjung bahasa daerah sebagai kearifan lokal budaya nasional Indonesia.

15

Anda mungkin juga menyukai