Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PASCA PANEN ACARA I EQUILIBRIUM MOISTURE CONTENT (EMC)

DISUSUN OLEH : NAMA NIM GOL CO ASS : Erni Zuari : 09/287090/TP/09613 : Kamis B : Popon Purnamasari

LABORATORIUM TEKNIK PANGAN DAN PASCAPANEN JURUSAN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk-produk pertanian berbentuk butiran, seperti: jagung, padi, kopi, dan lain-lain, biasanya dipanen dengan kadar air yang tinggi. Produk pertanian pada dasarnya memiliki sifat hygrokopis yaitu mudah menyerap air yang ada pada udara disekitarnya. Oleh karena itu, bahan pertanian yang ditempatkan pada udara terbuka akan selalu mengandung uap air. Teknologi pengeringan banyak dilakukan dalam rangka proses

pengawetan produk-produk tersebut sebelum dilakukan proses pengepakan. Konsep penting pada teori pengeringan dan pembasahan bahan-bahan biologis (khususnya bidang pertanian) adalah kandungan air kesetimbangan (equilibrium moisture content-EMC). Kandungan air ini merupakan salah satu faktor yang menentukan sampai seberapa jauh suatu bahan padat dapat dikeringkan pada kondisi lingkungan tertentu (aktivitas air tertentu). Konsep ini merupakan tolok ukur kemampuan berkembangnya mikro organisme yang menyebabkan terjadinya kerusakan atau pembusukan bahan pada saat penyimpanan. B. Tujuan 1. Mengetahui cara menentukan Equilibrium Moisture Content (EMC) bahan hasil pertanian dan produk olahannya. 2. Mengetahui penerapan Equilibrium Moisture Content (EMC) pada teknologi pascapanen. 3. Mengetahui cara menghitung Equilibrium Moisture Content (EMC) dengan menggunakan model metematik EMC yang ada.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kadar air setimbang (Me) adalah kandungan lengas yang tercapai pada saat tekanan uap bahan sama dengan tekanan uap pada lingkungan sekitarnya. Penentuan nilai Me sangat diperlukan dalam perecanaan pengeringan, penyimpanan, dan proses lainnya karena dapat memperkirakan pertambahan atau pengurangan kadar air bahan pada kondisi suhu dan RH tertentu (Brooker et al, 1974). Bila bahan padat yang basah dibiarkan berhubungan dengan udara kering di sekitarnya, maka air akan berpindah dari bahan tersebut ke fasa udara. Hal ini terjadi karena tekanan uap air di udara lebih kecil daripada tekanan uap air cairan di padatan. Jika tekanan parsial uap air di udara sama dengan tekanan parsial uap air cairan di padatan, maka dikatakan bahwa kandungan air bahan tersebut merupakan kandungan air kesetimbangan atau equilibrium moisture content (EMC). Perbandingan antara tekanan uap air kesetimbangan dengan tekanan uap air jenuhnya disebut kelembaban relatif kesetimbangan atau equilibrium relative humidity (ERH) atau disebut juga dengan aktivitas air (water activity) yang dinyatakan dengan aw (Sokhansanj et al., 1995; Marinos-Kouris et al., 1995). Kadar air kritis adalah kadar air terendah saat dimana laju air bebas dari dalam bahan ke permukaaan sama dengan pengambilan uap air maksimum dari bahan. Dengan demikian pengeringan yang terjadi adalah pengeringan laju menurun (Brooker, D.B, et al, 1992). Banyaknya kandungan air dalam bahan makanan dapat ditentukan dari pengambilan suatu sampel bahan makanan dan memanasinya dengan oven sampai massa bahan konstan. Berdasarkan proses dehidrasi atau lepasnya air dari bahan makanan tersebut, maka akan menghasilkan gradien garis yang berarti juga kandungan air dalam makanan tersebut (Lewis, 1987). Kelembaban penting untuk pemeliharaan beberapa makanan dan perlu untuk menjaga kualitas asli dari suatu produk. Hal ini juga perlu dalam kontrol dan menjaga perusakan oleh mikroorganisme. Tindakan yang diperlukan untuk

memelihara kandungan air pada batas yang masih dapat diterima adalah formulasi pada bahan makanan, kontrol dari beberapa kondisi (seperti temperatur dan RH) pada saat pengemasan, kandungan garam atau gula untuk mengontrol aktivitas air, dan pemilihan bahan kemasan dan desain kemasan itu sendiri dalam meminimalis kehilangan atau peningkatan kelembaban di dalam kemasan (Brown, 1992). Hubungan antara kandungan air kesetimbangan dengan aktivitas air yang sesuai pada temperatur tertentu dinamakan isoterm sorpsi air (water sorption isotherm). Parameter ini sangat menentukan sifat-sifat bahan kaitannya dengan proses penyimpanan bahan. Isoterm ini juga dapat digunakan untuk menentukan panas isosterik sorpsi (sorption isosteric heat) dan selanjutnya kebutuhan energi untuk pengeringan bahan padat dapat diperkirakan. Dengan isoterm ini pula dapat ditentukan mekanisme sorpsi air seperti halnya derajat keterikatan air (degree of bound water). Isoterm ini berbeda-beda tergantung pada jalannya proses, jika diperoleh dengan cara pembasahan maka disebut adsorpsi, jika dengan pengeringan maka disebut desorpsi (Istadi,2000). Banyaknya model persamaan sorpsi yang dikembangkan menunjukkan bahwa pengembangan model matematik yang dapat menjelaskan data-data sorpsi pada rentang aktivitas air yang lebih lebar dan berlaku untuk bermacam-macam produk serta berbagai temperatur ternyata lebih sulit. Dalam hal ini, pemilihan model-model EMC tersebut harus memperhatikan beberapa faktor, antara lain : (a) kesesuaian data sorpsi terhadap model, (b) rentang aplikasi, (c) dasar teori parameter-parameter, (d) kesederhanaan, dan (e) tujuan yang diinginkan (Marinos-Kouris et al., 1995). Beberapa persamaan model baik secara teoritis, semiempiris maupun empiris telah diusulkan oleh para peneliti untuk menjelaskan fenomena histeresis. Beberapa peneliti menyatakan bahwa model GAB merupakan model yang paling baik untuk menjelaskan isoterm sorpsi air pada berbagai macam bahan makanan dan rentang aktifitas air yang lebar (0-0.9).

BAB III METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan 1. Alat - Thermo-hygrometer - Cold storage (ruang pendingin) - Desikator - Timbangan analitik - Oven - Cawan aluminium - Toples 2. Bahan - Garam murni : LiCl, MgNO3, NaCl, KCl, KNO3 - Kopi - Air destilasi

B. Cara Kerja Mula mula cawan sebanyak 3 buah ditimbang beratnya, kemudian sampel kopi ditimbang seberat 5 gram. Sampel tersebut kemudian di masukan ke dalam oven untuk dikeringkan selama 24 jam. Setelah 22 jam, sampel ditimbang beratnya, setelah itu kembali di oven selama 2 jam, dan ditimbang lagi untuk diketahui berat akhirnya. Disisi lain, dibuat larutan garam dari air destilasi yang dicampur dengan garam murni. Garam dicampur dalam air hingga lewat jenuh atau terdapat garam tidak larut lagi pada sebuah toples kecil. Ada 5 (lima) macam garam murni yang dilarutkan yaitu LiCl, MgNO3, NaCl, KCl, dan KNO3. Setelah larut, disiapkan sampel bubuk kopi dan ditimbang seberat 5 gram pada cawan kecil. Bubuk kopi yang telah ditimbang dimasukan ke dalam toples yang berisi larutan garam januh dengan kondisi tidak tercampur. Setelah itu, ukur kelembaban, Twb dan Tdb didalam toples. Toples ditutup

dan dimasukan ke dalam oven. Setiap hari sampel beras dalam toples ditimbang beratnya hingga 7 hari pengambilan data. Setelah pengambilan data hari ke 7, bubuk kopi kembali di oven selama 22 dan 24 jam untuk mendapatkan berat kering mutlak.

C. Cara Analisa Data 1. Menghitung nilai EMC (M)

Dimana, M Bs Bkm Bc = Equilibrium Moisture Content (EMC) = berat setimbang (gr) = berat kering mutlak (gr) = berat cawan (gr)

2. Menghitung nilai aw

Dimana, ERH = Equilibrium Moisture Content larutan garam

Dibuat grafik ISL dengan memplotkan RH (%) vs EMC

3. Mencari nilai Mo, C, N dan K dengan metode BET, GAB, dan Owsin serta menghitung prediksi aw a. Metode BET (Brunauer, Emmet, dan Teller) ( )[ (
(

]
)

Dibuat grafik hubungan ( (y) ) (a)

(b).(x)

Nilai C dan Mo diperoleh dari regresi linear dengan subtitusi

b. Metode GAB (Gauggenheim, Anderson, de Broer) Nilai K, C dan Mo dicari dengan program komputer GAB

c. Metode Oswin ( (y) (a).(b) (x) )

D dan E adalah konstanta D = exp (a) E=b

4. Mengukur Ka awal ( ) ( )

a = berat sampel awal b = berat konstan sampel setelah dioven pada suhu 105oC selama 20 24 jam

5. Mengukur Ka setelah mencapai kondisi setimbang ( )

BAB V PEMBAHASAN Dalam praktikum kali ini akan dilakukan pengukuran kadar air setimbang (equilibrium moisture content) pada produk pertanian. Produk pertanian pada umumnya bersifat hygroskopis yaitu mampu menyerap air yang terkandung di dalam udara bebas atau pun melepaskan kandungan air yang terdapat didalam bahan keluar ke udara bebas. Sehingga produk pertanian yang masih memiliki kandungan air yang tinggi dibiarkan berhubungan dengan udara kering di sekitarnya, maka air akan berpindah dari bahan tersebut ke fasa udara. Begitu sebalikya, produk pertanian yang memiliki kandungan air yang sedikit jika dibiarkan berhubungan dengan udara lembab disekitarnya, maka air dari udara akan berpindah kedalam produk pertanian. Hal ini terjadi karena tekanan uap air di udara lebih kecil daripada tekanan uap air cairan di bahan atau sebaliknya. Karena adanya perbedaan tekanan antara udara bebas dan bahan maka terjadi peprindahan uap air dari udara ke bahan secara difusi. Perpindahan uap air akan terus terjadi hingga tekanan parsial di udara maupun di bahan sama. Jika tekanan parsial uap air di udara sama dengan tekanan parsial uap air cairan di bahan, maka dikatakan bahwa kandungan air bahan tersebut merupakan kandungan air kesetimbangan atau equilibrium moisture content (EMC). Perpindaha uap air dari udara ke bahan di pengaruhi oleh aktivitas air yang mampu dilakukan oleh bahan tersebut. Perbandingan antara tekanan uap air kesetimbangan dengan tekanan uap air jenuhnya disebut kelembaban relatif kesetimbangan atau equilibrium relative humidity (ERH) atau disebut juga dengan aktivitas air (water activity) yang dinyatakan dengan aw. Setiap kelembaban relatif tertentu dapat menghasilkan kadar air seimbang tertentu pula. Semakin besar nilai aktivitas air, maka semakin cepat pula tercapainya kadar air setimbang antara bahan dan udara. Bila diketahui kurva hubungan antara kadar air seimbang dengan kelembaban relatif pada hakikatnya dapat menggambarkan pula hubungan antara kadar air dan aktivitas air. Kurva sering disebut kurva Isoterm Sorpsi Lembab

(ISL). Setiap bahan mempunyai ISL yang berbeda dengan bahan lainnya. Pada kurva tersebut dapat diketahui bahwa kadar air yang sama belum tentu memberikan Aw yang sama tergantung macam bahannya. Pada kadar air yang tinggi belum tentu memberikan Aw yang tinggi bila bahannya berbeda. Hal ini dikarenakan mungkin bahan yang satu disusun oleh bahan yang dapat mengikat air sehingga air bebas relatif menjadi lebih kecil dan akibatnya bahan jenis ini mempunyai Aw yang rendah. Dari hasil pengamatan dan setelah di plotkan kedalam grafik ISL terlihat bahwa aktivitas air yang besar akan menghasilkan EMC yang besar pula. Dalam praktikum kali ini, digunakan larutan garam jenuh. Larutan garam jenuh dalam praktikum kali ini berfungsi untuk menjaga keadaan udara (kelembaban udara) di dalam toples tetap jenuh dan konstan sehingga terjadi perbedaan tekanan parsial antara uap air di dalam bahan dan uap air yang ada diudara. Perbedaan ini akan mengakibatkan terjadinya perpindahan air hingga dicapainya kondisi kadar air setimbang (EMC). Dalam pembuatan larutan garam lewat jenuh, garam yang dibutuhkan untuk membuat larutan berbeda-beda untuk tiap jenis garamnya. Hal ini disebabkan oleh garam yang digunakan memiliki jumlah molekul yang berbeda dan kandungan elekrolit yang berbeda-beda. Sehingga kemampuan garam untuk dilarutkan kedalam air berbeda-beda pula. Pada praktikum ini dilakukan pengujian kadar air dengan mengoven bahan selama 22 dan 24 jam untuk diketahui penurunan kadar airnya. Pengovenan merupakan suatu usaha untuk menurunkan kadar air bahan atau pengeringan. Terdapat dua laju dalam pengeringan, yaitu laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun, laju pengeringan konstan terjadi ketika bahan masih

memiliki kadar air yang tinggi, atau masih adanya air bebas di permukaan bahan. Sedangkan laju menurun terjadi ketika air di permukaan bahan telah kering, dan yang terjadi hanyalah penguapan kadar air dari dalam bahan hingga mencapai kondisi setimbang. Praktikum kali ini untuk menentukan nilai kadar air awal (Mo), C, N, dan K digunakan berbagai metode seperti metode GAB, metode BET dan metode henderson. Pada penggunaan metode BET diperoleh persamaan dari grafiknya

yaitu : y = 0,439x - 0,080. Dari persamaan itu diketahui nilai C yaitu -4,4875 dan M0 adalah 2,7855. Untuk metode Henderson diperoleh persamaan dari grafiknya yaitu : y = 0,476x 2,735. Dari persamaan itu diketahui nilai C yaitu 0,0032. Pada metode GAB nilai kadar air awal (Mo) sebesar 0,1445, nilai K sebesar 0,45 dan nilai C sebesar 10,00. Ketiga metode tersebut menghasilkan nilai yang berbeda beda karena perbedaan pada cara perhitungan dan variabel yang digunakan berbeda. Dari hasil pengamatan dan perhitungan dapat disimpulkan bahwa kadar air bahan setelah mencapai EMC jika dibandingkan dengan kadar air awal bahan berbeda. Kadar air bahan setelah mencapai EMC lebih besar jika dibandingkan dengan kadar air awal. Hal ini disebabkan oleh selama proses pencapaian kondisi EMC, bahan menyerap uap air yang tersedia di udara bebas sehingga kadar air dalam bahan meningkat. Kadar air akhir setalah mencapai EMC untuk tiap jenis larutan garam berbeda-beda. Hal ini disebabakan kemampuan garam dalam menyediakan uap air di dalam udara berbeda-beda sehingga uap air yang mampu diserap oleh bahan juga berbeda-beda. Mengetahui nilai EMC dan aktivitas air sangat diperlukan dalam kegiatan pascapanen bahan pertanian terutama pada pengeringan bahan pertanian. Dengan mengetahui EMC dan aktivitas air maka dapat ditentukan laju pengeringan dan kondisi akhir dari pengeringan tersebut dimana telah dicapainya kondisi kadar air bahan yang telah seimbang sehingga bahan benar-benar kering. Kandungan air ini
merupakan salah satu faktor yang menentukan sampai seberapa jauh suatu bahan padat dapat dikeringkan pada kondisi lingkungan tertentu (aktivitas air tertentu). Dimana

konsep ini merupakan tolak ukur kemampuan berkembangnya mikro organisme


yang menyebabkan terjadinya kerusakan atau pembusukan bahan pada saat penyimpanan.

BAB VI KESIMPULAN

1. Kondisi kadar air setimbang adalah kondisi dimana tekanan parsial uap air pada bahan sama dengan tekanan parsial uap air pada udara bebas. 2. Semakin besar nilai aktivitas air, maka semakin cepat pula tercapainya kadar air setimbang antara bahan dan udara. 3. Setiap kelembaban relatif tertentu dapat menghasilkan kadar air seimbang tertentu pula 4. Kadar air setimbang dipengaruhi oleh kelembaban udara dan suhu. Semakin tinggi kelembaban udara dan semakin rendah suhu kondisi pencapaian kondisi setimbang akan lebih cepat. 5. Larutan garam lewat jenuh digunakan sebagai penjaga kondisi udara didalam toples tetap jenuh dan konstan.

DAFTAR PUSTAKA Brooker DB, Fred W, Bakker, Carl W, Hall. 1992. Drying and Storage of Grains and Oilseeds. AVI Publishing Company Inc., USA. Brown, William E., 1992. Plastic in Food Packaging. Marcel Dekker, Inc. New York. Istadi, J.P. 2000. Pemilihan Korelasi Kandungan Air Setimbang untuk Produk Pertanian. Dalam : http://eprints.undip.ac.id/178/1/Paper_PERTETA2000_EMCPadi.pdf. Diakses pada tanggal 7 Mei 2012 pukul 16.40. Lewis, M.J. 1987. Physical Properties of Foods and Food Processing Syste., Deerfield Beach. FI: VCH: Chichester: Horwood. Marinos-Kouris, D., dan Z.B. Maroulis, 1995, Transport Properties in The Drying of Solids, dalam Handbook of Industrial Drying, A.S. Mujumdar (ed.), Vol. 1, Marcel Dekker, Inc., New York, hal. 113-159. Sokhansanj, S. dan D.S. Jayas. 1995. Drying of Foodstuffs, dalam Handbook of Industrial Drying, A.S. Mujumdar (ed.), Vol. 1, Marcel Dekker, Inc., New York, hal. 589-625.

Anda mungkin juga menyukai