Bagi orang Jawa dan juga Sunda, dari nama saja bisa langsung dikenali
status sosialnya sekaligus, apakah dia keturunan bangsawan atau rakyat biasa.
Nama depan “Andi” jelas berasal dari kaum ningrat Sulawesi Selatan (Bugis).
Demikian juga halnya dengan kelompok masyarakat adat lain : Badui, Dayak,
Sakai, Nias atau Mentawai, masing-masing memiliki karakter tersendiri yang
mudah dikenali (addressed).
1
semula bernama Bastian St. Ameh, kemudian merantau ke Jawa dan berhasil
jadi pengusaha sukses : Sebastian Tanamas.
Dalam pemberian nama kepada anak orang Minang sangat pragmatis tapi
kreatif. Di SD saya punya kawan bernama hebat, John Kennedy, sayang dia
sempat tinggal kelas. Waktu kuliah teman akrab saya bernama Socrates, asal
Labuah Basilang Payakumbuh, yang waktu lahir kakek yang memberinya nama
terkagum-kagum pada pemikiran Filsafat Yunani. Semula saya kira dia orang
Tapanuli, namanya Hardisond Dalga, ternyata dia dari Singkarak dan nama
belakang adalah nama ayah-bunda ; Dalimi-Gadis.
Ada lagi kawan bernama Ida Prihatin, karena waktu melahirkan orang
tuanya mengalami masa-masa ekonomi susah. Indah Elizabeth, Indah namanya
dan waktu lahir ditolong oleh bidan Tionghoa yang ramah bernama Elizabeth.
Dian Bakti Kamampa, kata terakhir bukan nama daerah melainkan akronim dari
“Kepada Mama dan Papa”, juga ada Taufik Memori Kemal, menurut cerita
orang tua yang memberi nama tersebut, dia selalu terkenang (teringat) kepada
komandan seperjuangan yang gugur pada Revolusi Fisik Kemerdekaan bernama
“Kapten Kemal”. Juga menarik seorang mahasiswa bernama M. Batar. Sudah
pasti M tersebut adalah Mohammad, dan “Batar” mungkin saja diambil dari kata
bahasa Arab, begitu pikir saya selama bertahun-tahun. Tetapi kemudian ketika
sesi "mukaddimah" saat dia ujian skripsi, dia menceritakan kisah dibalik nama
tersebut (karena memang ada dosen yang iseng nanya arti namanya).
Singkatnya M. Batar artinya; “mambangkik batang tarandam”, itulah nama
yang sekaligus menjadi misi hidup laki-laki berperawan kurus ini. Kalau kita
rentang, akan banyak kisah-kisah seterusnya dibalik pemberian nama Orang
Minang.
Yang menarik ada nama yang sering diasosiasikan sebagai khas Minang,
karena nyaris tak dijumpai pada di etnik lain, yakni nama yang mengandung
atau ber-akhiran …Rizal. Sebutlah misalnya ; Rizal, Rizaldo, Rizaldi, Afrizal,
2
Erizal, Syamsurizal, Syahrizal, Endrizal, Masrizal, Syafrizal, Hendrizal, Efrizal,
Nofrizal, dst.
Mungkin pengaruh dominasi budaya Orde Baru, banyak juga nama yang
berasal Sangsekerta seperti : Eka, Eko, Ika, Dharma, Bakti, Agus, Esa,
Kurniawan, Sinta, dst.
Seiring dengan itu, pernah juga sebagian orang mengangkat nama suku
sebagai nama belakang. Ini menurut saya karena pengaruh nama orang Batak
dan Mandailing yang terlihat “gagah” dengan nama marga yang selalu
menempel di belakang nama mereka. Maka kemudian muncul nama semisal,
Hendri Chaniago (karena berasal dari suku Caniago), Indra Piliang, Afrizal Koto,
Anisa Jambak. Nampaknya hanya nama Chaniago (mengherankan….entah
mengapa nama suku itu selalu dibubuhi “h”, padahal aslinya hanya “caniago”)
dan Piliang saja yang cukup populer sebagai nama, suku yang lain relatif
jarang. Memang, nama-nama semacam itu hanya sedikit peminatnya, karena
tidak lazim. Bagi orang Batak atau Mandailing, kalau mereka berasal dari marga
yang sama misalnya sama-sama Sitorus atau Nasution berarti bersaudara.
Sementara suku-suku di Minang bersifat menyebar pada semua nagari di seluruh
Sumatra Barat, sehingga rasa pertalian sesama suku itu – meskipun di rantau -
pun terasa longgar.
3
karena bangganya) sebagaimana dulu? Pertanyaan-pertanyaan tersebut hanya
bisa dijawab melalui kajian yang lebih serius.