Anda di halaman 1dari 7

KOMA HIPOGLIKEMIA I. PENDAHULUAN Glukosa merupakan bahan bakar utama metabolisme untuk otak.

Otak hanya menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen dalam jumlah yang sangat sedikit. Fungsi otak yang normal sangat tergantung asupan glukosa dari sirkulasi. Gangguan asupan glukosa yang berlangsung lebih dari beberapa menit dapat menimbulkan disfungsi sistem sarag pusat, gangguan kognitif dan koma.

II. DEFINISI HIPOGLIKEMIA Hipoglikemia dapat diartikan sebagai kadar glukosa darah di bawah harga normal. Kadar glukosa plasma kira-kira 10% lebih tinggi bila dibanding kadar glukosa darah keseluruhan karena eritrosit mengandung kadar glukosa yang relatif lebih rendah. Kadar glukosa arteri lebih tinggi dibandingkan dengan vena, sedangkan kadar glukosa darah kapiler di antara kadar arteri dan vena.

III. KLASIFIKASI HIPOGLIKEMIA Hipoglikemia akut menunjukkan gejala Triad Whipple. Triad Whipple meliputi: 1. Keluhan adanya kadar glukosa darah plasma yang rendah. Gejala otonom seperti berkeringat, jantung berdebar-debar, tremor, lapar. 2. Kadar glukosa darah yang rendah (<3 mmol/L). Gejala neuroglikopenik seperti bingung, mengantuk, sulit berbicara, inkoordinasi, perilaku berbeda, gangguan visual, parestesi, mual sakit kepala. 3. Hilangnya dengan cepat keluhan sesudah kelainan biokimia dikoreksi.

Hipoglikemia juga dapat dibedakan menjadi: 1. True hipoglikemi, ditandai dengan kadar glukosa darah sewaktu < 60 mg/dl

2. Koma hipoglikemi, ditandai dengan kadar glukosa darah sewaktu < 30 mg/dl 3. Reaksi hipoglikemi, yaitu bila kadar glukosa darah sebelumnya naik, kemudian diberi obat hipoglikemi dan muncul tanda-tanda hipoglikemia namun kadar glukosa darah normal. 4. Reaktif hipoglikemi, timbul tanda-tanda hipoglikemi 3-5 jam sesudah makan. Biasanya merupakan tanda prediabetik atau terjadi pada anggota keluarga yang terkena diabetes melitus.

IV.

ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI Etiologi hipoglikemia antara lain: 1. Hipoglikemia pada DM stadium dini. 2. Hipoglikemia dalam rangka pengobatan DM a. Penggunaan insulin b. Penggunaan sulfonilurea 3. Hipoglikemia yang tidak berkaitan dengan DM a. Hiperinsulinisme alimenter pasca gastrektomi b. Insulinoma c. Penyakit hati berat d. Tumor ekstrapankreatik: fibrosarkoma, karsinoma ginjal e. Hipopituitarisme

Faktor predisposisi terjadi hipoglikemia 1. Kadar insulin berlebihan a. Dosis yang berlebihan b. Peningkatan bioavailabilitas insulin: absorpsi cepat oleh karena latihan jasmani, penyuntikan insulin di perut, perubahan ke human insulin, penurunan clearance insulin 2. Peningkatan sensitivitas insulin a. Penyakit Addison, hipopituarisme b. Penurunan berat badan

c. Latihan jasmani, post partum 3. Asupan karbohidrat berkurang a. Makan tertunda, porsi makan kurang b. Anorexia nervosa c. Muntah, gastroparesis 4. Lain-lain Alkohol, obat-obatan yang meningkatkan kerja sulfonilurea V. TATALAKSANA HIPOGLIKEMI

1. Glukosa oral Setelah dignosa hipoglikemi ditegakkan dengan pemeriksaan glukosa darah kapiler, berikan 10-20 gram glukosa oral. Dapat berupa roti, pisang atau karbohidrat kompleks lainnya. Pada penderita yang sulit menelan dapat diberikan madu atau gel glukosa pada mukosa mulut. 2. Glukosa intravena Pada pasien koma hipoglikemi diberikan injeksi glukosa 40% intravena 25 mL yang diencerkan 2 kali

Injeksi glukosa 40% intravena 25 mL 1 flash 2 flash 3 flash Bila kadar glukosa 60-90 mg/dL Bila kadar glukosa 30-60 mg/dL Bila kadar glukosa < 30 mg/dL 1 flash dapat meningkatkan kadar glukosa 25-50 mg/dL. Kadar glukosa yang diinginkan > 120 mg/dL

3. Bila belum sadar, dilanjutkan infus maltosa 10% atau glukosa 10% kemudian diulang 25 cc glukosa 40% sampai penderita sadar. 4. Injeksi metil prednisolon 62,5 125 mg intravena dan dapat diulang. Dapat dikombinasi dengan injeksi fenitoin 3 x 100 mg intravena atau fenitoin oral 3 x 100 mg sebelum makan.

5. Injeksi efedrin 25 -50 mg (bila tidak ada kontra indikasi) atau injeksi glukagon 1 mg intramuskular. Kecepatan kerja glukagon sama dengan pemberian glukosa intravena. Bila penderita sudah sadar dengan pemberian glukagon, berikan 20 gram glukosa oral dan dilanjutkan dengan 40 gram karbohidrat dalam bentuk tepung untuk mempertahankan pemulihan. 6. Bila koma hipoglikemia terjadi pada pasien yang mendapat sulfonilurea sebaiknya pasien tersebut dirawat di rumah sakit, karena ada risiko jatuh koma lagi setelah suntikan dekstrosa. Pemberian dekstrosa diteruskan dengan infus dekstrosa 10% selama 3 hari. Monitor glukosa darah setiap 3-6 jam sekali dan kadarnya dipertahankan 90-180 mg%. Hipoglikemia karena sulfonilurea ini tidak efektif dengan pemberian glukagon.

VI.

HIPOGLIKEMIA DAN KERUSAKAN OTAK

Glukosa merupakan sumber energi utama untuk otak. Pada keadaan normal, 90% energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan gradien ion melintasi membran sel dan menyalurkan impuls listrik datang dari glukosa. Glukosa masuk ke otak melalui GLUT 1 dalam kapiler-kapiler otak. Alat transport lain kemudian menyebarkannya ke sel neuron dan glia. Glukosa diambil dari darah dalam jumlah besar dan jaringan serebrum pada orang normal ialah 0,95-0,99. Secara umum penggunaan glukosa pada keadaan istirahat setara dengan aliran darah dan konsumsi O2. Simpanan karbohidrat dalam jaringan saraf sangat terbatas dan fungsi normal bergantung pada pasokan glukkosa yang kontinu. Bila kadar glukosa plasma turun, gejala awal adalah berdebar-debar, berkeringat, dan kegelisahan karena efek saraf otonom. Pada kadar glukosa plasma yang lebih rendah, gejala neuroglikopenik mulai muncul. Gejala mencakup rasa lapar, kebingungan, dan kelainan kognitif lain. Pada kadar glukosa plasma yang lebih rendah lagi terjadi letargi, koma, kejang dan akhirnya kematian.

Glukosa plasma mmol/L mg/dL 90 4,6 75 3,8 60 3,2 2,8 45 2,2 1,7 1,1 0,6 0 30 15 0

Inhibisi sekresi insulin Sekresi glukagon,efinefrin, hormon pertumbuhan Sekresi kortisol Disfungsi kognitif Letargi Koma Kejang Kerusakan otak permanen Kematian

Mekanisme tubuh untuk mengkompensasi penurunan kadar glukosa plasma adalah inhibisi sekresi insulin endogen pada kadar glukosa plasm 80 mg/dL. Selain itu juga terjadi peningkatan sekresi hormon glukagon, epinefrin dan hormon pertumbuhan. Ekskresi hormon glukagon mula-mula akan meningkatkan glikogenolisis dan glukoneogenesis. Epinefrin

meningkatkan pengeluaran glukosa oleh hati dengan meningkatkan glikogenolisis dan glukoneogenesis juga meningkatkan lipolisis di jaringan lemak serta glikogenolisis dan proteolisis di otot. Hormon pertumbuhan melawan kerja insulin di jarigan perifer (lemak dan otot), menurunkan penggunaan glukosa di berbagai jaringan tepi serta meningkatkan glukoneogenesis.

VII. TERAPI HIPOGLIKEMIA DENGAN OEDEM SEREBRI Adapula sebagian kecil pasien yang tidak berespons terhadap glukosa intravena dan injeksi glukagon serta tetap tidak sadar walaupun kadar glukosa darah sudah di atas normal. Pada pasien ini biasanya terjadi edema serebri dan perlu pengobatan dengan manitol atau deksametason.

Dosis manitol 1,5-2 g/kg BB diberikan setiap 6-8 jam. Dosis awal deksametason 10 mg bolus dilanjutkan 2 mg setiap 6 jam. Pasien tetap mendapat infus dekstrosa 10% dan glukosa darah di sekitar 180 mg%, di samping dicari penyebab koma yang lain. Hindari fluktuasi kadar glukosa yang besar karena akan memperberat edema serebri. Bila koma berlangsung lama perlu diberikan insulin dalam dosis kecil. VIII. GLIBENKLAMID SEBAGAI OBAT HIPOGLIKEMI ORAL Glibenklamid merupakan derivat sulfonilurea yang masih sering digunakan sebagai obat antidiabetik oral. Derivat sulfonilurea bekerja dengan merangsang sekresi insulin di pankreas.

Farmakodinamik Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan sekresi insulin di pankreas.

Farmakokinetik Absorpsi sulfonilurea melalui usus baik sehingga dapat diberikan per oral. Setelah absorpsi, obat ini akan tersebar ke seluruh cairan ekstrasel. Dalam plasma sebagian terikat pada protein plasma terutama albumin. Glibenklamid dimetabolisme di hati, hanya 25% metabolit diekskresi

melalui urin dan sisanya diekskresikan melalui empedu dan tinja. Glibenklamid efektif denga pemberian dosis tunggal. Bila pemberian dihentikan, obat akan bersih dari serum sesudah 36 jam.

Efek samping Hipoglikemia merupakan efek samping utama dari pemakaian glibenklamid. Pasien usia lanjut dan pasien dengan gangguan hati memiliki resiko lebih besar terjadi hipoglikemi dengan terapi

glibenklamid. Hipoglikemi akibat penggunaan glibenklamid dapat timbul pada dosis berapapun dengan gejala yang sangat bervariasi. Keluhan

hipoglikemia pada usia lanjut sering tidak diketahui dan mungkin dianggap sebagai keluhan-keluhan pusing atau transient ischemia attact. Hipoglikemi akibat sulfonilurea tidak jarang terutama sulfonilurea yang bekerja lama seperti glibenklamid. Pada usia lanjut respon otonomik cenderung turun dan sensitifitas perifer epinefrin juga berkurang. Pada otak yang menua gangguan kognitif meungkin terjadi pada hipoglikemia yang ringan.

Dosis Dosis awal glibenklamid 2,5-5 mg/hari, dosis maksimal 20 mg/hari.

Interaksi obat Obat yang dapat meningkatkan resiko hipoglikemia sewaktu pemberian sulfonilurea adalah insulin, alkohol, fenformin, sulfonamid, salisilat dosis besar, fenilbutazon, oksibutazon, probenesid, dikumarol, kloramfenikol. Propanolol dan obat penghambat adrenoseptor akan menghambat reaksi takikardi, berkeringat dan tremor pada hipoglikemia sehingga keadaan hipoglikemi memberat tanpa diketahui.

Anda mungkin juga menyukai