Anda di halaman 1dari 16

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke rumah sakit jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan pengawalan oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi. Perilaku kekerasan seperti memukul anggota keluarga/ orang lain, merusak alat rumah tangga dan marah-marah merupakan alasan utama yang paling banyak dikemukakan oleh keluarga. Penanganan yang dilakukan oleh keluarga belum memadai sehingga selama perawatan klien seyogyanya sekeluarga mendapat pemdidikan kesehatan tentang cara merawat klien (manajemen perilaku kekerasan). Asuhan keperawatan yang diberikan di rumah sakit jiwa terhadap perilaku kekerasan perlu ditingkatkan serta dengan perawatan intensif di rumah sakit umum. Asuhan keperawatan perilaku kekerasan (MPK) yaitu asuhan keperawatan yang bertujuan melatih klien mengontrol perilaku kekerasannya dan pendidikan kesehatan tentang MPK pada keluarga. Seluruh asuhan keperawatan ini dapat dituangkan menjadi pendekatan proses keperawatan. 1.2 TUJUAN 1.2.1 Tujuan Umum Supaya mahasiswa dapat memehami tentang memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan prilaku kekerasan. 1.2.2 Tujuan Khusus Mahasiswa dapat mengetahui pengertian tentang prilaku kekerasan. Mahasiswa dapat menyimpulkan tentang penyebab prilaku kekerasan. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang akibat dari prilaku kekerasan. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang bagaimana memberikan asuhan keperawatan prilaku kekerasan.

1.3MANFAAT

Memberikan pelatihan bagaimana mengontrol perilaku kekerasannya dan pendidikan kesehatan tentang MPK pada keluarga.

BAB II TINJAUAN TEORITIS


2.1 DEFINISI PRILAKU KEKERASAN Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993). Berdasarkan defenisi ini maka perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan scara verbal dan fisik (Keltner et al, 1995). Sedangkan marah tidak harus memiliki tujuan khusus. Marah lebih menunjuk kepada suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan perasaan marah (Berkowitz, 1993). Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Keliat, 1996) Ekspresi marah yang segera karena sesuatu penyebab adalah wajar dan hal ini kadang menyulitkan karena secara kultural ekspresi marah tidak diperbolehkan. Oleh karena itu marah sering diekspresikan secara tidak langsung. Sedangkan menurut Depkes RI, Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan penyakit jiwa, Jilid III Edisi I, hlm 52 tahun 1996 : Marah adalah pengalaman emosi yang kuat dari individu dimana hasil/tujuan yang harus dicapai terhambat. Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya. Untuk itu perawat harus pula mengetahui tentang respons kemarahan sesorang dan fungsi positif marah.

2.2 PENYEBAB PRILAKU KEKERASAN Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak, cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan akan status dan prestise yang tidak terpenuhi. 2

2.2.1

Frustasi, sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.

2.2.2

Hilangnya harga diri ; pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.

2.2.3

Kebutuhan akan status dan prestise ; Manusia pada umumnya mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya.

Tanda dan gejalanya sebagai berikut : 1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut botak karena terapi) 2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri) 3. Gangguan hubungan sosial (menarik diri) 4. Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan) 5. Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya. (Budiana Keliat, 1999)

2.3 RENTANG RESPON MARAH Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif mal adaptif. Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut : (Keliat, 1997, hal 6). 2.3.1 2.3.2 Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain. Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.

2.3.3

Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang dialami.

2.3.4

Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain.

2.3.5

Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.

2.4 PRILAKU Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain : 2.4.1 Menyerang atau menghindar (fight of flight) Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat. 2.4.2 Menyatakan secara asertif (assertiveness) Perilaku cara yang yang sering ditampilkan individu dalam marah karena mengekspresikan individu dapat

kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah terbaik untuk mengekspresikan mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga untuk pengembangan diri klien. 2.4.3 Memberontak (acting out) Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku acting out untuk menarik perhatian orang lain. 2.4.4 Perilaku kekerasan Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

2.5 MEKANISME KOPING Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. (Stuart dan Sundeen, 1998 hal 33). Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain : (Maramis, 1998, hal 83). 2.5.1 Sublimasi Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah. 2.5.2 Proyeksi Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya. 2.5.3 .Represi Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.

2.5.4

Reaksi formasi 5

Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebihlebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar. 2.5.5 Displacement Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perangperangan dengan temannya.

BAB III
6

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PRILAKU KEKERASAN


3.1 PENGAKAJIAN

3.1.1 Aspek biologis Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah. 3.1.2 Aspek emosional Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut. 3.1.3 Aspek intelektual Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan. 3.1.4 Aspek sosial Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan. 3.1.5 Aspek spiritual 7

Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa. 3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN 3.2.1 Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan/ amuk. a. Data subjektif Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya. b. Data objektif Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya. 3.2.2 Perilaku kekerasan / amuk dengan gangguan harga diri: harga diri rendah. a. Data Subjektif :

Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang. Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah. Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.

b.Data Objektif

Mata merah, wajah agak merah. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai. Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam. Merusak dan melempar barang barang.

3.3INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI KEPERAWATAN 3.3.1 Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan/ amuk 8

Tujuan Umum : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya

Tujuan Khusus : a. Klien dapat membina hubungan saling percaya. Tindakan : 1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi. 2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai. 3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang. 4. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat. 5. Beri rasa aman dan sikap empati. 6. Lakukan kontak singkat tapi sering. b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan. Tindakan : 1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan. 2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal. 3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap tenang.

c. Klien dapat mengidentifikasi tanda tanda perilaku kekerasan. Tindakan :

1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal. 2. Observasi tanda perilaku kekerasan. 3. Simpulkan bersama klien tanda tanda jengkel / kesal yang dialami klien. d. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Tindakan: 1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. 2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. 3. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai e. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan. Tindakan: 1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan. 2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan. 3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat. f. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan. Tindakan : 1. Tanyakan kepada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat 2. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat. 3. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.

Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur atau pekerjaan yang memerlukan tenaga. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal/ tersinggung. 10

Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan. Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi kesabaran.

g. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan. Tindakan: 1. Bantu memilih cara yang paling tepat. 2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih. 3. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih. 4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi. 5. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah. h. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan Tindakan : 1. Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga selama ini. 2. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien. 3. Jelaskan cara cara merawat klien

i. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program). Tindakan: 1. Jelaskan jenis jenis obat yang diminum klien pada klien dan keluarga. 11

2. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter. 3. Jelaskan prinsip 5 benar minum obat (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu). 4. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan. 5. Anjurkan klien melaporkan pada perawat / dokter jika merasakan efek yang tidak menyenangkan. 6. Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.

3.3.2 Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah a. Tujuan Umum :
a.

Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal

b. Tujuan khusus :
a.

Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat Tindakan :

Bina hubungan saling percaya, Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien. Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.

b.

Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki. Tindakan :

Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif 12

c.

Utamakan memberi pujian yang realistis. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan. Tindakan :

Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah.

d.

Klien dapat menetapkan/ merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki. Tindakan :

Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan ( mandiri, bantuan sebagian, bantuan total ). Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.

e.

Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuannya Tindakan :


Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan. Beri pujian atas keberhasilan klien. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

f.

Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada. Tindakan :


Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah. 13

Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

BAB IV PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

14

Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan/ kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart dan Sundeen, 1996). Perasaan marah normal bagi tiap individu, namun perilaku yang dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfluktuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaptif Sedangkan menurut Depkes RI, Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan penyakit jiwa, Jilid III Edisi I, hlm 52 tahun 1996 : Marah adalah pengalaman emosi yang kuat dari individu dimana hasil/tujuan yang harus dicapai terhambat. Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya. Untuk itu perawat harus pula mengetahui tentang respons kemarahan sesorang dan fungsi positif marah. 4.2 SARAN Berdasarkan hasil pembuatan makalah ini penulis mengharapkan terutama kepada pembaca khususnya mahasiswa STIKES CERIA BUANA agar menambah wawasan tentang bagaimana memberikan asuhan keperawatan pada pasien prilaku kekearsan dalam ilmu keperawatan jiwa.

DAFTAR PUSTAKA
1 2 Dadang Hawari, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia, FKUI; Jakarta. Depkes RI, 1996, Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Pelayanan Keperawatan, 2000, Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan, Jakarta. 3 4 Depkes RI, 1996, Proses Keperawatan Jiwa, jilid I. Keliat Budi Anna, dkk, 1998, Pusat Keperawatan Kesehatan Jiwa, penerbit buku kedokteran EGC : Jakarta. 15

Keliat Budi Anna, 1996, Marah Akibat Penyakit yang Diderita, penerbit buku kedokteran EGC ; Jakarta.

Keliat Budi Anna, 2002, Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan, FIK, UI : Jakarta.

Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. (1995). Principles and practice of psychiatric nursing (5th ed). St louis: Mosby Year Book.

Rasmun, 2001, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga, Edisi 1, CV. Agung Seto; Jakarta.

Stuart, GW dan Sundeen, S.J, 1998, Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3, Penerbit : Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.

10

Townsend C. Mary , 1998, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran, EGC ; Jakarta.

11

WF Maramis, 1998, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, penerbit : Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai