Anda di halaman 1dari 10

ANESTESI

1.

Parasetamol/Asetaminofen

Farmakokinetik Asetaminofen dapat diberikan secara oral, namun padakeadaan akut asetaminofen dapat diberikan secara intravena. Absorpi asetaminofen tergantung pada kecepatan pengosongan lambung. Kadar puncak di dalam darah biasanya tercapai dalam waktu 30-60 menit. Asetaminofen sedikit terikat dengan protein plasma dan sebagian diubah menjadi menjadi asetaminofen sulfat dan glukuronida di dalam hati yang secara farmakologi tidak aktif. Hanya 5 % yang diekresikan tanpa dimetabolisme terlebih dulu. Hasil metabolisme minor dari

asetaminofen yaitu n-asetin-p-benzo-kinon yang bersifat aktif dan sangat toksik bagi hati dan ginjal pada dosis penggunaan parasetamol dalam jumlah besar. Waktu paruh asetaminofen yaitu 2-3 jam dimana kadarnya relatif tidak dipengaruhi oleh fungsi ginjal. Waktu paruh asetaminofen dapat mengalami peningkatan jika terdapat ganguan hati atau dosis parasetamol yang tinggi (Katzung B G,2002) Farmakodinamik Hingga saat ini mekanisme kerja parasetamol belum diketahui dengan pasti namun beberapa sumber menerangkan bahwa parasetamol berkerja si COX III yang terdapat pada sitem saraf pusat. Parasetamol bekerja di COX III dengan menghambat pembentukanmediator inflamasi seperti prostaglandin PGE 2 yang terdapat di sususnan saraf pusat sehingga mempengaruhi inflamasi). Efek antipiretik asetaminofen juga berkaitan dengan penurunan konsentrasi PGE2 pada otak. Indikasi; Berguna pada nyeri ringan hingga sedang seperti nyeri kepala, mialgia nyeri pasca persalinan Kontraindikasi

Asetaminofen dikontraindikasikan pada penderita yang mempunyai hipersensitifitas sebelumnya. Asetaminofen juga harus digunakan secara hati hati pada penderita penyakit hepatik berat, penyakit ginjal, penyalahgunaan alkohol kronis.

Sumber : 1.Katzung Bertram G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik.. penerbit buku kedoktern EGC, Jakarta Botting Regina. Ayoub Samir S. COX-3 and the Mecanism of Action of Paracetamol/Acetaminophen. Prostaglandins, Leukotrienes and Essential Fatty Acids 72 (2005) 8587

2. Non Steroidal Anti Inflamatory Drug (NSAID) Merupakan golongan obat-obatan yang menekan gejala peradangan, memiliki efek analgesik dan antipiretik. NSAID merupakan obat yang digunakan secara luas baik melalui resep dokter maupun over the caunter. Penggunaan NSAID semakin meningkat, terutama sejak ditemukannya NSAID yang selektif menghambat cyclooygenase II pada tahun 1999.

NSAID tersedia dalam berbagai sediaan, meskipun sebagian besar digunakan secara oral namun terdapat sediaan krem topikal (ketofropen) dan secara intramuskular atau intravena (ketorolak). Pemilihan jenis obat NSAID oleh pasien lebih sering berdasarkan oleh efek samping yang ditimbulkan karena perbedaan efikasi tiap jenis NSAID tidak terlalu besar. Karena respon pasien terhadap NSAID berbeda-beda maka jika seorang pasien tidak merasa mengalami perbaikan dnegan salah satu jenis NSAID maka jenis NSAID masih memungkinkan untuk dicoba. Meskipun NSAID memiliki susunan yang berbeda-beda namun memiliki kemiripan sebagai analgesik sehingga dapat menimbulkan ceiling efek jika digunakan untuk menangani nyeri berat.

Klasifiksi NSAID berdasarkan sususnan kimianya

Tabel klasifikasi NSAID berdasarkan susunan kimianya.

Klasifikasi NSAID berdasarkan cara kerjanya : 1. Nonselective Cyclooxygenase Inhibitors(Goodman & Gilmans,2001)

Derivat asam salisilat: aspirin, natrium salisilat, salsalat, diflunisal, cholin magnesium trisalisilat, sulfasalazine, olsalazine Derivat para-aminofenol: asetaminofen Asam asetat indol dan inden: indometasin, sulindak Asam heteroaryl asetat: tolmetin, diklofenak, ketorolak Asam arylpropionat: ibuprofen, naproksen, flurbiprofen, ketoprofen, fenoprofen, oxaprozin Asam antranilat (fenamat): asam mefenamat, asam meklofenamat 3

Asam enolat: oksikam (piroksikam, meloksikam) Alkanon: nabumeton

2. Selective Cyclooxygenase II inhibitors (Goodman & Gilmans,2001)


Diaryl-subtiuted furanones: rofecoxib Diaryl-subtituted pyrazoles: celecoxib Asam asetat indol: etodolac Sulfonanilid: nimesulid

Mekanisme Kerja NSAID NSAID bekerja dengan menghambat enzim cyclooygenase protaglandin E1, I2, sehingga menurunkan produksi

dan tromboxan. Prostaglandin mediator inflamasi yang poten dalam

terjadinya reaksi inflamasi seperti edema, nyeri dan vasodilatasi, sehigga hambatan pembentukan prostaglandin menyebabkan berkurangnya respon inflamasi dan.nyeri.(Green, Gary A).

Akan tetapi hambatan pembentukan prostaglandin menyebabkan efek buruk terutama pada saluran pencernaan, ginjal serta hati. Hal ini berkaitan dengan fungsi prostaglandin E2 yang berfungsi untuk melindungi mukosa lambung dari asam lambung serta berfungsi untuk memelihara aliran darah ke lambung. Prostaglanding juga berfungsi untuk memeliara aliran darah menuju ginjal, dimana akan terjadi hipoperfusi ginjal daar produksi prostaglandin menurun. .(Green, Gary A). NSAID juga menghambat produksi tromboksan yang berakibat pada hambatan agregasi platelet. Efek ini menyebabkan NSAID sering digunakan pada pasien yang menderita miokard infark, dan struk. .(Green, Gary A). NSAID juga memiliki kemampuan untuk menghambat neutrofil dan monosit melalui oksidasi nicotinamide adenin dinucleutida phosphate pada neutrofl dan macrofage based phopolipase C sehingga menurunkan respon inflamasi. NSAID dalam dosis tingga dapat mempengaruhisitesis proteoglikan oleh kondrosit, serta ikatan antar sel , menghambat kerja sel t supresor sehingga dapat mengurangi faktor rheumatoid.(Green, Gary A).

Gambar. Mekanisme kerja NSAID

Semua NSAID atau aspirin-like drugs bersifat antipiretik, analgesik, dan anti-inflamasi.

a. Efek analgesik. Sebagai analgesik, NSAID hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang, misalnya sakit kepala, mialgia, artralgia, dismenorea dan juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi atau kerusakan jaringan. Efek analgesiknya jauh lebih lemah daripada efek analgesik opioat, tetapi NSAID tidak menimbulkan ketagihan dan tidak menimbulkan efek samping sentral yang merugikan. Untuk menimbulkan efek analgesik, NSAID bekerja pada hipotalamus, menghambat pembentukan prostaglandin ditempat terjadinya radang, dan mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsang mekanik atau kimiawi. B. Efek antipiretik Temperatur tubuh secara normal diregulasi oleh hipotalamus. Demam terjadi bila terdapat gangguan pada sistem thermostat hipotalamus. Sebagai antipiretik, NSAID akan menurunkan suhu badan hanya dalam keadaan demam. Penurunan suhu badan berhubungan dengan peningkatan pengeluaran panas karena pelebaran pembuluh darah superfisial. Antipiresis mungkin disertai dengan pembentukan banyak keringat. Demam yang menyertai infeksi dianggap timbul akibat dua mekanisme kerja, yaitu pembentukan prostaglandin di dalam susunan syaraf pusat sebagai respon terhadap bakteri pirogen dan adanya efek interleukin-1 pada hipotalamus. Aspirin dan NSAID lainnya menghambat baik pirogen yang diinduksi oleh 5

pembentukan prostaglandin maupun respon susunan syaraf pusat terhadap interleukin-1 sehingga dapat mengatur kembali thermostat di hipotalamus dan memudahkan pelepasan panas dengan jalan vasodilatasi.

c. Efek antiinflamasi Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin dan lainnya yang menimbulkan reaksi radang berupa panas, nyeri, merah, bengkak, dan disertai gangguan fungsi. Kebanyakan NSAID lebih dimanfaatkan pada pengobatan muskuloskeletal seperti artritis rheumatoid, osteoartritis, dan spondilitis ankilosa. Namun, NSAID hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki, atau mencegah kerusakan jaringan pada kelainan muskuloskeletal. Meskipun semua NSAID memiliki sifat analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi, namun terdapat perbedaan aktivitas di antara obat-obat tersebut. Salisilat khususnya aspirin adalah analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi yang sangat luas digunakan. Selain sebagai prototip NSAID, obat ini merupakan standar dalam menilai NSAID lain. NSAID golongan para aminofenol efek analgesik dan antipiretiknya sama dengan golongan salisilat, namun efek anti-inflamasinya sangat lemah sehingga tidak digunakan untuk anti rematik seperti salisilat. Golongan pirazolon memiliki sifat analgesik dan antipiretik yang lemah, namun efek anti-inflamasinya sama dengan salisilat. Efek Samping NSAID .(Green, Gary A). a. Gangguan saluran gastrointestinal b. Penurunan GFR c. Gangguan fungsi hati d. Menghambat agregasi platelet e. Menurunkan efek obat lain jika digunakan secara bersamaan karena NSAID dapat berikatan kuat dengan protein plasma.

Sumber: Goodman & Gilmans The Pharmacological Basis of Therapeutics, 10th ed, 2001 Green,gary A. Understanding NSAIDs From Aspirin to COX-2. Sport medicine vol 3 no.5

2. Mekanisme Penurunan GFR pada Penggunaan NSAID Hambatan pembentukan COX I oleh NSAID menyebabkan gangguan fisiologis ginjal. Hal ini karena COX I sangat berperan dalanm fungsi fisiologis ginjal. Secara umum fungsi COX I yaitu: sebagai pengatur hemodinamik ginjal dan GFR . Hambatan pada COX I menyebabkan penurunan produksi PG(E)2 dan PGI2. Pada fisiologis ginjal PG(E)2 berperan dalam menjaga mekanisme hemostasis ginjal. PGE2 menyebabkan dilatasi pembuluh darah renal, menurunkan reistensi pembuluh darah renal, dan meningkatakan perfusi ginjal. Sehingga jika produksi PGE2 terhambat maka perfusi darah ke ginjal akan berkurang, terjadi peningkatan resistensi ginjal, vasokontriksi pembuluh darah pada ginjal. Hal tersebut menyebabkan penurunan GFR.

Gambar diatas menunjukkan efek yang ditimbulkan pada penggunaan NSAID pada PGE2 dan PGI1

Sumber: Weir Mathew R. Renal Effects of Nonselectif NSAID and Coxib, cleveland clinic journal of medicine

3. Tension Pneumothorak/Pneumothotak Ventil 7

Merupakan pneumothorak dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama makin bertambah besar karena adanya fistel di fleura visceralis yang bersifat ventil, pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Ketika ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar. Akibatnya tekanan di dalam ronggga pleura makin lama makin tinggi melebihi tekanan atsmosfer. Udara yang terkumpul di dalam rongga pleura menekan paru sehingga menyebabkan gagal nafas.

Sumber : http://www.netterimages.com

Gejala klinis Melalui anamnesis akan ditemukan: 1. Sesak nafas, sesak nafas dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita akan bernafas tersengal-sengal nafas pendek dan mulut terbuka. 8

2. Nyeri dada 3. Batuk-batuk 4. Denyut nadi meningkat 5. Kulit tampak sianosis karena kadar oksigen darah berkurang

Pada pemeriksaan fisik ; 1. Inspeksi Sisi dada yang sakit trelihat lebih cembung Ketika inspirasi bagian dada yang sakit tertinggal Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat 2. Palpasi Celah tulang rusuk pada sisi yang sakit melebar Iktus kordis jantung terdorong ke sisi dada yang sehat fremitus melemah atau menghilang pada sisi yang sakit 3. Perkusi Suara perkusi pada sisi yang sakit hipersonor Batas jantung terdorong ke sisi yang sehat 4. Auskultasi Pada sisi dada yang sakit suara nafas melemah hingga menghilang Pada pemeriksaan radiologis akan dite,mukan bagian pneumotorak akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan terlihat garis yangmerupakan tepi paru.terkadang membentuk lobuler. Paru-paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti masa radioopak yang berada di daerah hilus. Jantung dan trakea terdorong ke sisi yang sehat spatium intercostalis melebar, difragma mendatar dan tertekan kebawah.. sedangkan pada pemeriksaan analisis gas darah akantampak hipoksemia. Penanganan tension pnemotorak yatu dengan pemasangangan WSD dilakukan dengan

melakukan pungsi dengan jarum infus set jarum besar, yang kemuian dihubungkan dengan selang ke botol berisi ir. Bila dalam 24 jam pemasangan kateter paru-paru tidak mengalami pengembangan maka selang dapat disambungkan ke lat penghisap. Bila dama lima hari keadaan tidak memmbaik maka dapat dilakukan tindakan pembedahan untuk menutupi kebocora. Bila 9

WSD dapat mengembang sempurna dalam waktu 3 hari, bila hasil observasi thorak baik maka WSD dapat dicabut Sumber Dewi LM, Penumothorak, fakultas kedokteran universitas surakarta,

10

Anda mungkin juga menyukai