Anda di halaman 1dari 3

AIDS PALLIATIVE

Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan konseling dan pendampingan (tidak hanya psikoterapi tetapi juga psikoreligi), edukasi yang benar tentang HIV/AIDS baik pada penderita, keluarga dan masyarakat. Sehingga penderita, keluarga maupun masyarakat dapat menerima kondisinya dengan sikap yang benar dan memberikan dukungan kepada penderita. Adanya dukungan dari berbagai pihak dapat menghilangkan berbagai stresor dan dapat membantu penderita meningkatkan kualitas hidupnya sehingga dapat terhindar dari stress, depresi, kecemasan serta perasaan dikucilkan. (Susiloningsih) Peran seorang perawat dalam mengurangi beban psikis seorang penderita AIDS sangatlah besar. Lakukan pendampingan dan pertahankan hubungan yang sering dengan pasien sehinggan pasien tidak merasa sendiri dan ditelantarkan. Tunjukkan rasa menghargai dan menerima orang tersebut. Hal ini dapat meningkatkan rasa percaya diri klien. Perawat juga dapat melakukan tindakan kolaborasi dengan memberi rujukan untuk konseling psikiatri. Konseling yang dapat diberikan adalah konseling pra-nikah, konseling pre dan pascates HIV, konseling KB dan perubahan prilaku. Konseling sebelum tes HIV penting untuk mengurangi beban psikis. Pada konseling dibahas mengenai risiko penularan HIV, cara tes, interpretasi tes, perjalanan penyakit HIV serta dukungan yang dapat diperoleh pasien. Konsekuensi dari hasil tes postif maupun negatif disampaikan dalam sesi konseling. Dengan demikian orang yang akan menjalani testing telah dipersiapkan untuk menerima hasil apakah hasil tersebut positif atau negatif. Mengingat beban psikososial yang dirasakan penderita AIDS akibat stigma negatif dan diskriminasi masyarakat adakalanya sangat berat, perawat perlu mengidentifikasi adakah sistem pendukung yang tersedia bagi pasien. Perawat juga perlu mendorong kunjungan terbuka (jika memungkinkan), hubungan telepon dan aktivitas sosial dalam tingkat yang memungkinkan bagi pasien. Partisipasi orang lain, batuan dari orang terdekat dapat mengurangi perasaan kesepian dan ditolak yang dirasakan oleh pasien. Perawat juga perlu melakukan pendampingan pada keluarga serta memberikan pendidikan kesehatan dan pemahaman yang benar mengenai AIDS, sehingga keluarga dapat berespons dan memberi dukungan bagi penderita. Aspek spiritual juga merupakan salah satu aspek yang tidak boleh dilupakan perawat. Bagi penderita yang terinfeksi akibat penyalahgunaan narkoba dan seksual bebas harus disadarkan agar segera bertaubat dan tidak menyebarkannya kepada orang lain dengan menjaga perilakunya serta meningkatkan kualitas hidupnya. Bagi seluruh penderita AIDS didorong untuk mendekatkan diri pada Tuhan, jangan berputus asa atau bahkan berkeinginan untuk bunuh diri dan beri penguatan bahwa mereka masih dapat hidup dan berguna bagi sesama antara lain dengan membantu upaya pencegahan penularan HIV/AIDS.

Masalah kejiwaan pada penderita HIV positif berkisar pada ketidakpastian dan penyelesaian. Ketidakpastian tentang kehidupan, terutama kehidupan keluarga dan pekerjaan. Sebagai akibat ketidakpastian, penderita harus melakukan penyesuaian-penyesuaian. Berbagai masalah kejiwaan yang terjadi antara lain : 1. Ketakutan Penderita HIV Positif dibayangi ketakutan : ketakutan mati dan terutama mati sendiri dalam keadaan kesakitan. Ketakutan dapat terjadi atas dasar pengalamannya melihat teman atau kekasihnya yang sakit atau meninggal karena AIDS. Ketakutan dapat pula terjadi karena kurangnya pengetahuan tentang cara pengendalian masalah-masalah yang dihadapi. Ditinjau dari segi kejiwaan, ketakutan dapat ditanggulangi dengan pemberian penjelasan yang terbuka tentang cara-cara mengatasi kesulitan termasuk bantuan dari teman-teman, keluarga dan konselor. 2. Kehilangan Penderita HIV Positif merasa kehilangan hidupnya, semangatnya, kegiatan fisiknya, hubungan seksual, kedudukan sosial, kemantapan keuangan dan keterbatasan. Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan untuk perhatian, penderita juga mengalami perasaan kehilangan privacy dan pengaturan terhadap hidupnya yang paling sering hilang adalah penanaman kemandirian, merasa ketakutan akan masa depan, ketidakmampuan menyayangi, pada pandangan yang negatif atau stigma bagi yang lain. Pada sebagian besar penderita, kesadaran terinfeksi HIV merupakan bencana kematian. 3. Duka Cita

Penderita HIV positif sering merasa sedih kehilangan pengalaman dan harapannya. Mereka sering sedih atas kepribadian yang ditunjukkan oleh saudara, kekasih, atau teman-teman, yang merawat dan memperhatikan yang semakin menurun 4. Bersalah Penderita HIV positif sering merasa bersalah tentang kemungkinannya menulari orang lain atau tentang perilakunya yang menyebabkannya terinfeksi. Juga merasa bersalah telah menyebabkan keluarganya sakit, khususnya anaknya. Bila rasa bersalah ini tidak dapat diatasi dapat mengakibatkan rasa bersalah yang makin mendalam 5. Depresi epresi dapat timbul karena berbagai penyebab. Belum adanya pengobatan dan sebagai akibat perasaan kehilangan tenaga, kehilangan dari kontrol pribadi yang terkait dengan seringnya pemeriksaan medis, dan pengetahuan bahwa virus dapat membunuh, merupakan faktor yang penting. Demikian pula pengetahuan tentang orang-orang lain yang sakit atau meninggal akibat infeksi HIV dan pengalaman mereka yang kehilangan potensi untuk berprokreasi dan rencana jangka panjang dapat mengakibatkan depresi. 6. Menolak sebagai masyarakat dapat memberikan reaksi menolak terhadap pemberitahuan bahwa mereka menderita infeksi HIV untuk sebagian orang, penolakan tersebut dapat merupakan cara positif untuk menghindari shock terhadap diagnosis. Bagaimanapun, apabila hal tersebut menetap, penolakan dapat merugikan, karena masyarakat umum masih belum dapat menerima tanggung jawab sosial kehidupan bersama penderita HIV positif. 7. Cemas Kecemasan yang kemudian menjadi kesulitan dalam kehidupan seseorang dengan HIV, menggambarkan ketidakpastian yang berkaitan dengan infeksi. Berbagai penyebab dari kecemasan meliputi hal-hal sebagai berikut : Prognosa jangka pendek dan jangka panjang. Resiko infeksi dengan penyakit lain. Resiko menularkan HIV pada orang lain. Penolakan kehidupan sosial, kehidupan seksual dan pekerjaan. Dikucilkan, diisolir dan ketakutan secara fisik. Ketakutan akan mati dalam kesakitan dan tidak dihargai. Ketidakmampuan merubah lingkungan dan tanggung jawab terinfeksi. Bagaimana memastikan pemeliharaan kesehatan terbaik dimasa yang akan datang. Kemampuan keluarga dan orang-orang yang dicintai untuk menerima. Kemampuan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan perawatan gigi. Kehilangan hal-hal yang bersifat pribadi dan kemandirian. Penolakan terhadap kehidupan sosial dan seksual dimasa mendatang. Penurunan kemampuan dan kehilangan kemandirian dibidang keuangan.

8. Marah Sebagai orang merasa sangat marah karena merasa tidak beruntung mendapatkan infeksi HIV. mereka merasa bahwa berita tentang mereka diberikan secara buruk. Kemarahan dapat merupakan akibat dari rasa menyalahkan diri sendiri mendapatkan infeksi HIV atau dapat pula merupakan perwujudan dari perilaku merusak diri sendiri / bunuh diri. 9. Tindakan atau pemikiran untuk bunuh diri Mereka yang menderita HIV positif, mempunyai kecenderungan peningkatan pemikiran bunuh diri. Bunuh diri dianggap merupakan jalan keluar dari kesakitan, ketidakmampuan, dan perasaan malu

terhadap orangorang yang dikasihi. Bunuh diri dapat dilakukan secara aktif (menyakiti diri sendiri sampai mati) atau pasif (merahasiakan komplikasi yang dapat berakibat fatal) 10. Kehilangan harga diri Penolakan oleh teman, kekasih, kenalan, dapat mengakibatkan perasaan kehilangan kemandirian dan identitas sosial, sehingga menyebabkan perasaan kehilangan harga diri. Hal ini dapat pula diikutkan dengan pengaruh infeksi HIV seperti kerusakan wajah, penurunan kondisi fisik dan lain-lain. 11. Hypochondria dan Obsesi Masalah kesehatan dan perubahan fisik atau perasaan dapat mengakibatkan hypochondria. Hal ini dapat terjadi langsung setelah didiagnose dan dapat menetap pada mereka yang memiliki kesulitan untuk menerima penyakitnya (HIV) 12. Aspek Spiritual Perasaan tentang kematian, kesepian dan kehilangan kontrol dapat meningkatkan perhatian ke masalah spiritual dan agama. Perasaan berdosa, bersalah, pemberian maaf, damai, dan penerimaan dapat merupakan bagian dari diskusi keagamaan

Anda mungkin juga menyukai