Anda di halaman 1dari 31

BAB III Divisi Laring Faring 1. Tonsillitis 1.

Latar Belakang Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah) dan tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring/ Gerlachs tonsil). Penyebaran infeksi melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman. Berdasarkan waktu, tonsillitis dibagi menjadi dua yaitu tonsillitis akut dan kronik.

2. Waktu Selama 4 minggu mulai minggu pertama sampai minggu terakhir, baik pada jam kerja maupun jam jaga.

3. Tempat Poliklinik THT dan Instalasi Rawat Darurat

4. Tujuan
Tujuan Umum : 1. Menjelaskan anatomi, topografi, histologi, fisiologi dari tonsil. 2. 3. 4.

Menjelaskan anamnesis dan pemeriksaan tonsil. Menjelaskan etiologi, patofisiologi, dan gambaran klinik tonsilitis.

Melakukan keputusan untuk pemeriksaan penunjang seperti kultur dan test resistensi apus tenggorok, lab darah dan ASTO 5. Membuat keputusan klinik untuk pemberian antibiotik yang tepat

untuk :

Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti sesi ini peserta didik akan memiliki kemampuan

1. Menjelaskan anatomi, topografi, histologi, fisiologi dan biokimia dari kelenjar tonsil 2. Menjelaskan etiologi dan macam tonsilitis khronis 3. Menjelaskan patofisiologi, gambaran klinis, terapi tonsilitis khronis 4. Melakukan work-up penderita tonsilitis kronis yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang 5. Menentukan stadium, operabilitas, prognostik dan pilihan terapi tonsilitis kronis

5. Kompetensi yang harus dicapai


Mendiagnosis dan menatalaksana Tonsilitis kronis

Kompetensi yang harus dicapai 4 6. Persiapan sesi


1. Materi presentasi: a. Ruang Lingkup b. Anatomi dan Fisiologi Tonsil c. Klasifikasi Tonsilitis Sarana dan Alat Bantu Latih : a. Penuntun belajar (learning guide) terlampir b. Tempat belajar (training setting): bangsal THT, Poliklinik THT dan IRD,

2.

7. Metode Pembelajaran
Tujuan 1. Menjelaskan anatomi, topografi, histologi dan fisiologi tonsil Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: Interactive lecture Small group discussion. Task based medical education.

Harus diketahui : Anatomi dan fisiologi tonsil Tujuan 2. Menjelaskan etiologi, patofisiologi, gambaran klinis tonsilitis Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: Interactive lecture Textbook reading and review. Task based medical education. Harus diketahui : Etiologi dan faktor predisposisi Patofisiologi tonsilitis, gejala dan temuan hasil pemeriksaan Tujuan 3. Melakukan work-up penderita tonsilitis yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: Interactive lecture Textbook reading and review. Case study Demonstration and Coaching Practice with Real Clients. Harus diketahui : Faktor resiko kejadian (umur, pekerjaan, kebiasaan merokok, dll) Gejala klinis saat anamnesis Pemeriksaan penunjang Tujuan 4. Menjelaskan pemilihan terapi tonsilitis Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: Interactive lecture Textbook reading and review. Practice with Real Clients.

8. Evaluasi Dilakukan berdasarkan panduan yang dapat dilihat pada Bab II 9. Daftar pengajar 1. Dr. Abla Ghanie, Sp.THT-KL(K) 2. Dr. Sofjan Effendi, Sp.THT-KL 3. Dr. Puspa Zuleika, Sp.THT-KL M.Kes

4. 5. 6. 7. 8.

Dr. Yuli Doris Memy, Sp.THT-KL Dr. Yoan Levia Magdi, Sp.THT-KL Dr. Denny Satria Utama, Sp.THT-KL M.Si.Med Dr. Lisa Apri Yanti, Sp.THT-KL Dr. Dwi Prawitasari R, Sp.THT-KL

10. Referensi
1. Rusmardjono, Soepardi EA. Faringitis, tonsilitis dan hipertrofi adenoid. Dalam Buku Ajar IKTHT-KL. Edisi 6, Balai Penerbit FK UI. h221-5. 2. Bailey B. J. Tonsillitis, Tonsillectomy, and Adenoidectomy. In : Head and Neck Surgery Otolaryngology. Fourth Edition. Texas. Lippincott Williams & Wilkins. 2006 : 1183-97. 3. Bailey B. J. Tonsillectomy, Adenoidectomy, and UPPP. In : Pediatric and General Otolaryngology. 2001 : 858-63. 4. Adams G. L. Penyakit-penyakit Nasofaring dan Orofaring. Dalam : Highler B. A. Boeis Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta. EGC. 1997 : 327-40. 5. Rusmarjono, Soepardi E. Penyakit Serta Kelainan Faring dan Tonsil. Dalam : Soepardi E, Iskandar N. Buku ajar ilmu kesehatan THT-KL. Ed 5 Jakarta. Balai Penerbit FKUI, 2001: 183-4. 6. Safar P, Escarraga LA, Chang F. Upper airway obstruction in the unconscious patient. J Appl Physiol 1959;14:760-4. 7. Ballenger J. J. Tonsil. Dalam : Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi 13. Jakarta. Binarupa Aksara. 1994 : 352-7. 8. Lore M. J, Medina J. E. Tonsillectomy and Adenoidectomy. In : An Atlas of Head and Neck Surgery. Fourth Edition. New York. Elsevier Saunders. 2005 : 770-2

2. Faringitis A. Latar Belakang Faringitis adalah proses infeksi pada mukosa dan submukosa dari faring. Jaringan yang berpengaruh antara lain orofaring, nasofaring, hipofaring dan tonsil. Penyebab faringitis antara lain infeksi, kongenital dan neoplasma.

B. Waktu Selama 4 minggu mulai minggu pertama sampai minggu terakhir, baik pada jam kerja maupun jam jaga.

C. Tempat Poliklinik THT dan Instalasi Rawat Darurat

D. Tujuan Tujuan umum Diharapkan mahasiswa mampu : 1. Menjelaskan anatomi, topografi, histologi, fisiologi dari faring.
2. Menjelaskan anamnesis dan pemeriksaan faring.

3. Menjelaskan etiologi, patofisiologi, dan gambaran klinik faringitis.


4. Melakukan keputusan untuk pemeriksaan penunjang seperti kultur dan test

resistensi apus tenggorok, lab darah dan ASTO 5. Membuat keputusan klinik untuk pemberian antibiotik yang tepat Tujuan Pembelajaran khusus Setelah menjalani stase di Bagian IkTHT-KL, mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan untuk : 1. 2. Menjelaskan anatomi, topografi, histologi, fisiologi dari faring Menjelaskan etiologi dan macam faringitis 3. Menjelaskan patofisiologi, gambaran klinis dan terapi faringitis 4. Melakukan work-up penderita faringitis yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang 5. Menentukan prognostik dan pilihan terapi faringitis E. Persiapan Sesi
1. Materi presentasi: i. Ruang Lingkup ii. Anatomi dan Fisiologi faring iii. Klasifikasi Faringitis iv. Faringitis Virus v. Faringitis Bakteri vi. Faringitis Jamur vii. Faringitis Granulomatous viii. Faringitis Penyebab Lain

2. Sarana dan Alat Bantu Latih : Penuntun belajar (learning guide) terlampir Tempat belajar (training setting): bangsal THT, Poliklinik THT dan IRD,

F. Metode Pembelajaran
Tujuan 1. Menjelaskan anatomi, topografi, histologi dan fisiologi faring Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: Interactive lecture Small group discussion. Task based medical education.

Harus diketahui : Anatomi dan fisiologi faring Tujuan 2. Menjelaskan etiologi, patofisiologi, gambaran klinis faringitis Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: Interactive lecture Textbook reading and review. Task based medical education. Harus diketahui : Etiologi dan faktor predisposisi Patofisiologi faringitis, gejala dan temuan hasil pemeriksaan Tujuan 3. Melakukan work-up penderita faringitis yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: Interactive lecture Textbook reading and review. Case study Demonstration and Coaching Practice with Real Clients. Harus diketahui : Faktor resiko kejadian (umur, pekerjaan, kebiasaan merokok, dll) Gejala klinis saat anamnesis Pemeriksaan penunjang Tujuan 4. Menjelaskan pemilihan terapi faringitis

Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: Interactive lecture Textbook reading and review. Practice with Real Clients. Kompetensi yang harus dicapai adalah 4. G. Evaluasi Dilakukan berdasarkan panduan yang dapat dilihat pada Bab II H. Daftar pengajar 1. Dr. Abla Ghanie, Sp.THT-KL(K) 2. Dr. Sofjan Effendi, Sp.THT-KL 3. Dr. Puspa Zuleika, Sp.THT-KL M.Kes 4. Dr. Yuli Doris Memy, Sp.THT-KL 5. Dr. Yoan Levia Magdi, Sp.THT-KL 6. Dr. Denny Satria Utama, Sp.THT-KL M.Si.Med 7. Dr. Lisa Apri Yanti, Sp.THT-KL 8. Dr. Dwi Prawitasari R, Sp.THT-KL I. Kepustakaan 1. Rusmardjono, Soepardi EA. Faringitis, tonsilitis dan hipertrofi adenoid. Dalam Buku Ajar IKTHT-KL. Edisi 6, Balai Penerbit FK UI. h217-9. 2. Alper C., Myers E N., Eibling. Decicion Making In Ear, Nose, and Throat Disorders, Saunders Company, 152-153., 2001 3. Bailey BJ., Johnson JT. Pharyngitis, 601-613., 2006 4. Becker W., Nauman H H., Pfaltz R C., Ear, Nose, and Throat Diseases, Thieme, 299-387., 1194

3. Adenoid Hipertropi

A. Latar Belakang Hipertopi adenoid adalah pembesaran jaringan limfoid pada dinding posterior nasofaring dan termasuk dalam cincin Waldeyer. Seharusnya kelenjar ini mengalami resolusi spontan dan menhilang pada usia 18-20 tahun.

B. Waktu Selama 4 minggu mulai minggu pertama sampai minggu terakhir, baik pada jam kerja maupun jam jaga.

Tempat Poliklinik THT dan Instalasi Rawat Darurat

C. Tujuan Tujuan umum Diharapkan mahasiswa mampu : 1.Menjelaskan anatomi, topografi, histologi, fisiologi dari adenoid. 2.Menjelaskan anamnesis dan pemeriksaan adenoid. 3.Menjelaskan etiologi, patofisiologi, dan gambaran klinik hipertropi adenoid. 5.Membuat keputusan klinik untuk diagnosa klinik hipertropi adenoid. Tujuan Pembelajaran khusus Setelah menjalani stase di Bagian IkTHT-KL, mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan untuk :
1. 2. 3. 4.

Menjelaskan anatomi, topografi, histologi, fisiologi dari adenoid Menjelaskan etiologi hipertropi adenoid Menjelaskan patofisiologi, gambaran klinis dan terapi hipertropi adenoid Melakukan work-up penderita hipertropi adenoid yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

D. Kompetensi yang harus dicapai


Mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya pemeriksaan laboratorium sederhana dan X-ray) dan memerikan terapi pendahulu sebelum dirujuk(3b)

E. Persiapan sesi
A. o o o o o B. o o o C. o o o o o Materi presentasi: Anatomi adenoid Histologi adenoid Patogenesa terjadinya hipertropi adenoid Gejala Klinis hipertropi adenoid Pemeriksaan penunjang Sarana dan Alat Bantu Latih : Penuntun belajar terlampir Tempat belajar : Poliklinik THT, Bangsal THT Video Cara pembelajaran : Belajar mandiri Kuliah Group diskusi Visite, bed site teaching Presentasi kasus

F. Metode Pembelajaran
Tujuan 1. Menjelaskan definisi, penyebab dan patologi hipertropi adenoid Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: 1. Small group discussion

2. Peer assisted learning(PAL) 3. Bedside teaching 4. Task based medical education Tujuan 2. Menjelaskan diagnosis hipertropi adenoid berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: 1. 2. 3. 4. Small group discussion Peer assisted learning(PAL) Bedside teaching Task based medical education

Tujuan 3. Menjelaskan pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosis Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: 1. 2. 3. 4. Small group discussion Peer assisted learning(PAL) Bedside teaching Task based medical education

G. Evaluasi
Dilakukan berdasarkan panduan yang dapat dilihat pada bab II

H. Daftar pengajar 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Dr. Abla Ghanie, Sp.THT-KL(K) Dr. Sofjan Effendi, Sp.THT-KL Dr. Puspa Zuleika, Sp.THT-KL M.Kes Dr. Yuli Doris Memy, Sp.THT-KL Dr. Yoan Levia Magdi, Sp.THT-KL Dr. Denny Satria Utama, Sp.THT-KL M.Si.Med Dr. Lisa Apri Yanti, Sp.THT-KL Dr. Dwi Prawitasari R, Sp.THT-KL

I. Referensi
1. Rusmardjono, Soepardi EA. Faringitis, tonsilitis dan hipertrofi adenoid. Dalam Buku Ajar IKTHT-KL. Edisi 6, Balai Penerbit FK UI. h221-5. 2. Bailey B. J. Tonsillitis, Tonsillectomy, and Adenoidectomy. In : Head and Neck Surgery Otolaryngology. Fourth Edition. Texas. Lippincott Williams & Wilkins. 2006 : 1183-97. 3. Bailey B. J. Tonsillectomy, Adenoidectomy, and UPPP. In : Pediatric and General Otolaryngology. 2001 : 858-63. 4. Adams G. L. Penyakit-penyakit Nasofaring dan Orofaring. Dalam : Highler B. A. Boeis Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta. EGC. 1997 : 327-40. 5. Rusmarjono, Soepardi E. Penyakit Serta Kelainan Faring dan Tonsil. Dalam : Soepardi E, Iskandar N. Buku ajar ilmu kesehatan THT-KL. Ed 5 Jakarta. Balai Penerbit FKUI, 2001: 183-4. 6. Safar P, Escarraga LA, Chang F. Upper airway obstruction in the unconscious patient. J Appl Physiol 1959;14:760-4. 7. Ballenger J. J. Tonsil. Dalam : Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi 13. Jakarta. Binarupa Aksara. 1994 : 352-7. 8. Lore M. J, Medina J. E. Tonsillectomy and Adenoidectomy. In : An Atlas of Head and Neck Surgery. Fourth Edition. New York. Elsevier Saunders. 2005 : 770-2

4. Sindrom Croup (Laringo-Trakeo-Bronkitis)

A. Latar Belakang Sindrome Croup umumnya terjadi pada anak-anak, yang disebabkan oleh infeksi virus. Pada syndrome croup terdapat beberapa organ yang terinfeksi, yaitu bagian atas dari larynx, jaringan infraglotis, dan juga trakea. Bentuk tersering dari csindrome croup adalah akut laringotracheitis.

B. Waktu Selama 4 minggu mulai minggu pertama sampai minggu terakhir, baik pada jam kerja maupun jam jaga.

C. Tempat

Poliklinik THT dan Instalasi Rawat Darurat

D. Tujuan
Tujuan Umum Diharapkan mahasiswa mampu untuk : 1. Mengenali gejala, dan tanda laringo- trakeo- bronkitis 2. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan klinis 3. Melakukan keputusan untuk pemeriksaan penunjang seperti foto Rontgen Tujuan Khusus Setelah mengikuti sesi ini mahasiswa akan memiliki kemampuan untuk : 1. 2. 3. 4. Menjelaskan anatomi, topografi, histologi, fisiologi trakeo-bronkial. Menjelaskan laringotrakeobronkitis Menjelaskan patofisiologi, gambaran klinis. Menjelaskan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang diagnosis seperti foto rontgen.

E. Kompetensi yang harus dicapai


Mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya pemeriksaan laboratorium sederhana dan X-ray) dan memerikan terapi pendahulu sebelum dirujuk(3b)

F. Persiapan sesi
Materi presentasi: 1. Anatomi trake 2. Histologi trakea

3. Patogenesa terjadinya sindrome croup 4. Gejala Klinis sindrome croup 5. Pemeriksaan penunjang Sarana dan Alat Bantu Latih : o Penuntun belajar terlampir o Tempat belajar : Poliklinik THT, Bangsal THT o Video Cara pembelajaran : 1. Belajar mandiri 2. Kuliah 3. Group diskusi 4. Visite, bed site teaching 6. Presentasi kasus

G. Metode Pembelajaran
Tujuan 1. Menjelaskan definisi, penyebab dan patologi laringotrakeobronkeal Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: 2. 3. 4. 1. Small group discussion Peer assisted learning(PAL) Bedside teaching Task based medical education Tujuan 2. Menjelaskan diagnosis laringo-trakeobronkial berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: 1. 2. 3. 4. Small group discussion Peer assisted learning(PAL) Bedside teaching Task based medical education

Tujuan 3. Menjelaskan pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosis Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: 1.Small group discussion 2.Peer assisted learning(PAL) 3.Bedside teaching 4.Task based medical education

H. Evaluasi
Dilakukan berdasarkan panduan yang dapat dilihat pada bab II

I. Daftar pengajar 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Dr. Abla Ghanie, Sp.THT-KL(K) Dr. Sofjan Effendi, Sp.THT-KL Dr. Puspa Zuleika, Sp.THT-KL M.Kes Dr. Yuli Doris Memy, Sp.THT-KL Dr. Yoan Levia Magdi, Sp.THT-KL Dr. Denny Satria Utama, Sp.THT-KL M.Si.Med Dr. Lisa Apri Yanti, Sp.THT-KL Dr. Dwi Prawitasari R, Sp.THT-KL

J. Referensi a. Fachrudin D. Abses leher dalam. Dalam Buku Ajar IKTHT-KL. Edisi 6, Balai Penerbit FK UI. H226-36. b. Bailey BJ. Head and Neck Surgery Otolaryngology, Third Edition, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2001, 702 715. c. Lore JM, Medina JE. An Atlas of Head and Neck Surgery, Fourth Edition, Elsevier Inc, W.B Saunders, Philadelphia, 2005, 854 - 855.

5. Epiglotitis A. Latar Belakang Epligotitis adalah radang pada epiglottis yang seringkali disebabkan oleh bakteri H. influenza tipe b. Dapat juga disebabkan oleh streptococcus. Seringakali terjadi pada anak-anak usia 2-5 tahun, namun dapat juga terjadi pada orang dewasa.

B. Waktu

a. Selama 4 minggu mulai minggu pertama sampai minggu terakhir, baik pada jam kerja maupun jam jaga.

Tempat Poliklinik THT dan Instalasi Rawat Darurat

C. Tujuan
1. 2. 3. 4. 5. 6. Mengenal gejala dan tanda Epiglotitis Melakukan anmnesis dan pemeriksaan Epiglotitis Melakukan perlu tidaknya melakukan pemeriksaan penunjang Menentukan faktor risiko setiap kasus Membuat keputusan klinik dan penatalaksanaan Epligotitis Mengetahui ada tidaknya komplikasi

D. Kompetensi yang harus dicapai


Mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya pemeriksaan laboratorium sederhana dan X-ray) dan memerikan terapi pendahulu sebelum dirujuk(3b)

E. Persiapan sesi
A. Materi presentasi: 5. Anatomi epiglotis 6. Histologi epiglotis 7. Patogenesa terjadinya epiglotitis 8. Gejala Klinis epiglotitis 9. Pemeriksaan penunjang B. Sarana dan Alat Bantu Latih : o Penuntun belajar terlampir o Tempat belajar : Poliklinik THT, Bangsal THT o Video C. a. b. c. d. Cara pembelajaran : Belajar mandiri Kuliah Group diskusi Visite, bed site teaching

e.

Presentasi kasus

F. Metode Pembelajaran
Tujuan 1. Menjelaskan definisi, penyebab dan patologi epiglotitis Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: 1. 2. 3. 4. Small group discussion Peer assisted learning(PAL) Bedside teaching Task based medical education

Tujuan 2. Menjelaskan diagnosis epiglotitis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: 1. Small group discussion 2. Peer assisted learning(PAL) 3. Bedside teaching 4.Task based medical education Tujuan 3. Menjelaskan pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosis Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: 1.Small group discussion 2.Peer assisted learning(PAL) 3.Bedside teaching 4.Task based medical education

G. Evaluasi
Dilakukan berdasarkan panduan yang dapat dilihat pada bab II

H. Daftar pengajar 1. 2. 3. 4. Dr. Abla Ghanie, Sp.THT-KL(K) Dr. Sofjan Effendi, Sp.THT-KL Dr. Puspa Zuleika, Sp.THT-KL M.Kes Dr. Yuli Doris Memy, Sp.THT-KL

5. 6. 7. 8.

Dr. Yoan Levia Magdi, Sp.THT-KL Dr. Denny Satria Utama, Sp.THT-KL M.Si.Med Dr. Lisa Apri Yanti, Sp.THT-KL Dr. Dwi Prawitasari R, Sp.THT-KL

I. Referensi a. Fachrudin D. Abses leher dalam. Dalam Buku Ajar IKTHT-KL. Edisi 6, Balai Penerbit FK UI. H226-36. b. Bailey BJ. Head and Neck Surgery Otolaryngology, Third Edition, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2001, 702 715. c. Lore JM, Medina JE. An Atlas of Head and Neck Surgery, Fourth Edition, Elsevier Inc, W.B Saunders, Philadelphia, 2005, 854 - 855.

6. Laringitis A. Latar Belakang Laringitis adalah suatu peradangan pada laring, yang dibagi menjadi laringitis akut dan laringitis kronis. Keluhan utama adanya suara serak atau suara parau. Pada bayi dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas atas. Laringitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, dan juga trauma.

B. Waktu Selama 4 minggu mulai minggu pertama sampai minggu terakhir, baik pada jam kerja maupun jam jaga.

C. Tempat Poliklinik THT dan Instalasi Rawat Darurat

D. Tujuan
1. 2. 3. 4. 5. 6. Mengenal gejala dan tanda Laringitis Melakukan anmnesis dan pemeriksaan Laringitis Melakukan perlu tidaknya melakukan pemeriksaan penunjang Menentukan faktor risiko setiap kasus Membuat keputusan klinik dan penatalaksanaan Laringitis Mengetahui ada tidaknya komplikasi

E. Kompetensi yang harus dicapai


Mampu membuat diagnosis klinis berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya pemeriksaan laboratorium sederhana dan X-ray) dan memerikan terapi pendahulu sebelum dirujuk(3b)

F. Persiapan sesi
Materi presentasi: 10.Anatomi epiglotis 11.Histologi epiglotis 12.Patogenesa terjadinya epiglotitis 13.Gejala Klinis epiglotitis 14.Pemeriksaan penunjang Sarana dan Alat o o o Bantu Latih : Penuntun belajar terlampir Tempat belajar : Poliklinik THT, Bangsal THT Video

Cara pembelajaran : o Belajar mandiri o Kuliah o Group diskusi o Visite, bed site teaching o Presentasi kasus G. Metode Pembelajaran Tujuan 1. Menjelaskan definisi, penyebab dan patologi laringitis Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: 1. Small group discussion

2. Peer assisted learning(PAL) 3. Bedside teaching 4. Task based medical education Tujuan 2. Menjelaskan diagnosis laringitis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: h. Small group discussion 2 Peer assisted learning(PAL) 3 Bedside teaching 4 Task based medical education Tujuan 3. Menjelaskan pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosis Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: 1. 2. 3. 4. Small group discussion Peer assisted learning(PAL) Bedside teaching Task based medical education

H. Evaluasi
Dilakukan berdasarkan panduan yang dapat dilihat pada bab II

I. Daftar pengajar 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Dr. Abla Ghanie, Sp.THT-KL(K) Dr. Sofjan Effendi, Sp.THT-KL Dr. Puspa Zuleika, Sp.THT-KL M.Kes Dr. Yuli Doris Memy, Sp.THT-KL Dr. Yoan Levia Magdi, Sp.THT-KL Dr. Denny Satria Utama, Sp.THT-KL M.Si.Med Dr. Lisa Apri Yanti, Sp.THT-KL Dr. Dwi Prawitasari R, Sp.THT-KL

J. Referensi

1. Rusmardjono, Soepardi EA. Faringitis, tonsilitis dan hipertrofi adenoid. Dalam Buku Ajar IKTHT-KL. Edisi 6, Balai Penerbit FK UI. h217-9. 2. Koufman JA, Belafsky PC. Infectious and Inflammatory Diseases of the Larynx. In:Snow Jr JB, Ballenger JJ, editors. Diseases of the Nose, Throat, Ear, Head and Neck. 16th ed. Philadelpia: Lea&Febiger;2003.p.1194-214. 3. Postma GN, Amin MR, Koufman JA. Laryngitis. In: Bailey BJ, Pillsbury HC, Newlands SD, Healy GB, Derkay CS, Friedman NR, editors. Head and neck surgery otolaryngology. 3rd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2001. p.599-605. 4. 3. Ballenger JJ. Disease of the Nose, Throat, Ear, Head and Neck, Philadelphia, Lea & Febiger, 1993, chapter 26, pp.424-34 5. 4. Bailey BJ and Pillsburry III HC. Head and Neck Surgery Otolaryngology. Philadelphia, JB Lippincott Co, 1993, chapter 39, pp.492-500 6. Adam GL, Boies LR, Hilger PA, eds. Boies Fundamentalis of Otolaryngology.Philadelphia : WB Sounders Co, 1989,chapter ,pp. 240-59 7. Paparella MM, Shumrick DA, Gluckman JL, Meyerhoff WL. Otolaryngology. Philadelphia. WB Saunders Co., 1991, chapter 13, pp. 333-42 8. Lee KJ. Essential Otolaryngology. Head & Neck Surgery. New York. McGraw Hill, 8th Ed, Chapter 31, pp. 724-92

7. Abses Leher Dalam A. Latar Belakang


Abses ruang leher dalam adalah abses yang terbentuk di dalam ruang (potensial) leher dalam. Gejala dan tanda klinik biasanya berupa nyeri dan pembengkakan di ruang leher dalam yang terlibat. Kebanyakan kuman penyebab adalah golongan Streptokokus, Stafilokokus, kuman anaerob Bakterioides atau kuman campuran.

B. Waktu Selama 4 minggu mulai minggu pertama sampai minggu terakhir, baik pada jam kerja maupun jam jaga.

C. Tempat Poliklinik THT dan Instalasi Rawat Darurat

D. Tujuan
Proses, materi dan metoda pembelajaran yang telah disiapkan bertujuan untuk alih pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang terkait dengan pencapaian kompetensi dan

keterampilan yang diperlukan dalam mengenali dan menatalaksana abses ruang leher dalam seperti yang telah disebutkan diatas, yaitu : 1. menguasai anatomi, histologi, fisiologi fasial leher dan ruang leher dalam 2. mampu menjelaskan etiologi, patofisiologi dan gambaran klinis abses ruang leher dalam 3. menentukan dan melakukan pemeriksaan penunjang (pemeriksaan laboratorium, aspirasi untuk membedakannya dengan selulitis, imaging (foto rontgen, CT scan, MRI, USG)) 4. membuat diagnosis abses ruang leher dalam 5. melaksanakan penatalaksanaan abses ruang leher dalam : pemberian antibiotik yang tepat, keputusan penanganan tindakan serta menatalaksana komplikasi tindakan operatif 6. melakukan work-up, menentukan terapi dan memutuskan untuk melakukan rujukan ke spesialis yang relevan penderita abses ruang leher dalam

E. Kompetensi yang harus dicapai Mampu membuat diagnosis Abses Leher Dalam berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan (misalnya pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-Ray). Dokter dapat memutuskan dan terapi pendahuluan serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat) Keterampilan Setelah Mengikuti sesi ini peserta didik diharapkan trampil: 1. Mengenali gejala dan tanda abses leher dalam 2. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik abses leher dalam 3. Melakukan keputusan untuk perlu tidaknya pemeriksaan penunjang seperti foto leher jaringan lunak, pemeriksaan laboratorium 4. Mengenali faktor risiko kejadian abses leher dalam 5. Membuat keputusan klinik dan menatalaksana medikamentosa dan operasi. 6. Deteksi dini dan menatalaksana berbagai masalah dan penyulit yang mungkin terjadi pada abses leher dalam F. Persiapan sesi
1.

Materi presentasi:Abses Leher Dalam


a. Gejala Abses Leher Dalam b. Anamnesis dan Pemeriksaan Abses Leher Dalam

Pemeriksaan Penunjang Diagnostik d. Faktor Risiko Abses Leher dalam e. Clinical Decision Making dan Medikamentosa 2. Kasus : 1. Abses Leher Dalam (epidemiologi dan masalahnya/magnitude of the problem) 3. Abses Leher Dalam (clinical pictures and treatments) 4. Alat Bantu Latih : a. Model anatomi laring, set pemeriksaan laring

c.

b. Tempat belajar: poliklinik THT, bangsal THT G. Metode Pembelajaran


Tujuan 1. Mengenali gejala dan tanda Abses Leher Dalam Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: Interactive lecture Small group discussion. Peer assisted learning (PAL). Bedside teaching. Task based medical education. Harus diketahui : (khususnya untuk level Sp1) Gejala dan tanda Abses Leher Dalam Gejala Abses Leher Dalam: 1. Demam 2. bengkak Tanda Abses Leher Dalam : 1. Edem dan fluktuasi dapat timbul pada daerah submandibula, parafaring atau pun retrofaring 2. Adanya pus pada abses tersebut Fisiologi dan patofisiologi terjadinya abses leher dalam Tujuan 2. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: Interactive lecture Textbook reading. Peer assisted learning (PAL). Bedside teaching. Task based medical education.

Harus diketahui : (sedapat mungkin pilih specific features, signs & symptoms): Etiologi dan faktor predisposisi Gejala (keluhan pasien)/Anamnesis Bengkak Demam ringan atau tinggi Tidak dapat makan atau minum Tidak dapat membuka mulut

Tanda (temuan hasil pemeriksaan) Keadaan umum: tampak sakit ringan atau berat Pemeriksaan kelenjar getah bening leher Pemeriksaan tanda-tanda sumbatan jalan napas atas Pemeriksaan Laringoskopi tak langsung

Tujuan 3. Melakukan keputusan untuk perlu tidaknya pemeriksan penunjang seperti foto leher jaringan lunak, pemeriksaan laringoskopi langsung, laringoskopi serat optik. Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: Interactive lecture Journal reading and review. Case simulation and investigation exercise. Equipment characteristics and operating instructions. Harus diketahui : Pemeriksaan Laringoskopi langsung Pemeriksaan Laringoskopi serat optik

Tujuan 4. Mengenali faktor resiko kejadian Abses Leher Dalam Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: Interactive lecture Textbook reading. Case study Simulation and Real Examination Exercises (Physical and Device). Demonstration and Coaching Practice with Real Clients.

Harus diketahui : Faktor resiko kejadian o Pada anak-anak bahkan bayi o Jenis penyebab o Adanya sumbatan jalan napas atas o Status gizi penderita Gejala klinis saat anamnesis Pemeriksaan penunjang

Tujuan 5. Membuat keputusan klinik dan menatalaksana Abses Leher Dalam

Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: Interactive lecture Journal reading and review. Morbidity and Mortality Case study Simulation and Real Examination Exercises (Physical and Device). Operative Procedure Demonstration and Coaching Practice with Real Clients. Continuing Professional Development

Harus diketahui : Indikasi dan prosedur konservatif yaitu pemberian antibiotika, antiradang, analgesik-antipiretik, steroid intravena Indikasi dan prosedur operasi: incise abses Tujuan 6. Deteksi dini dan menatalaksana berbagai masalah dan penyulit yang mungkin terjadi pada Abses Leher Dalam Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: Interactive lecture Journal reading and review. Case study Simulation and Real Examination Exercises (Physical and Device). Demonstration and Coaching Practice with Real Clients.

Harus diketahui : Pengenalan gejala dan tanda dini Probabilitas tinggi terjadinya komplikasi apabila: a. Penderita bayi atau anak b. Abses pecah spontan c. Disertai sumbatan jalan napas atas akibat aspirasi pus Probabilitas rendah terjadinya komplikasi apabila: a. Penderita dewasa b. Penyebab viral c. Tidak ada sumbatan jalan napas atas Upaya minimalisasi komplikasi: a. Menegakkan diagnosis secara tepat b. Menatalaksana secara tepat Kondisi atau situasi penting untuk membuat keputusan untuk merujuk

H. Evaluasi Dilakukan berdasarkan panduan yang dapat dilihat pada bab II

I. Daftar pengajar 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Dr. Abla Ghanie, Sp.THT-KL(K) Dr. Sofjan Effendi, Sp.THT-KL Dr. Puspa Zuleika, Sp.THT-KL M.Kes Dr. Yuli Doris Memy, Sp.THT-KL Dr. Yoan Levia Magdi, Sp.THT-KL Dr. Denny Satria Utama, Sp.THT-KL M.Si.Med Dr. Lisa Apri Yanti, Sp.THT-KL Dr. Dwi Prawitasari R, Sp.THT-KL

J. Referensi 1. Fachrudin D. Abses leher dalam. Dalam Buku Ajar IKTHT-KL. Edisi 6, Balai Penerbit FK UI. H226-36. 2. Bailey BJ. Head and Neck Surgery Otolaryngology, Third Edition, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2001, 702 715. 3. Lore JM, Medina JE. An Atlas of Head and Neck Surgery, Fourth Edition, Elsevier Inc, W.B Saunders, Philadelphia, 2005, 854 - 855.

8. Sumbatan Jalan Napas Atas A. Latar Belakang Sumbatan jalan nafas atas adalah terbuntunya jalan nafas atas baik sebagian atau parsial maupun keseluruhan yang menyebabkan terjadinya gangguan ventilasi. Kematian dapat terjadi beberapa menit atau jam setelah paru tidak dapat

mempertahankan ventilasi alveolus yang normal. Penilaian derajat sumbatan jalan nafas atas berdasarkan criteria Jackson ( I-IV)

B. Waktu Selama 4 minggu mulai minggu pertama sampai minggu terakhir, baik pada jam kerja maupun jam jaga.

C. Tempat Poliklinik THT dan Instalasi Rawat Darurat

D. Tujuan
Proses, materi dan metoda pembelajaran yang telah disiapkan bertujuan untuk alih pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang terkait dengan pencapaian kompetensi dan ketrampilan yang diperlukan dalam mengenali dan melakukan tindakan yang tepat terhadap penderita sumbatan jalan nafas atas, seperti yang telah disebutkan di atas, yaitu : 1. Menguasai anatomi, histologi, fisiologi jalan nafas atas 2. Mampu menjelaskan etiologi, macam kelainan yang berhubungan dengan sumbatan jalan nafas atas 3. Menjelaskan patofisiologi dan gambaran klinis sumbatan jalan nafas atas 4. Menentukan dan melakukan pemeriksan penunja, foto polos leher, CT Scan laring) 5. Membuat diagnosis sumbatan jalan nafas atas berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik maupun penunjang 6. Melakukan tatalaksana sumbatan jalan nafas atas 7. Melakukan work-up dan memutuskan terapi pendahuluan serta merujuk ke spesialis yang relevan (bila kegawatdaruratan sudah tidak ada).

E. Kompetensi Yang Harus Dicapai


Mampu membuat diagnosis sumbatan jalan nafas atas berdasarkan pemeriksaan fisik dan beberapa pemeriksaan tambahan (LD, FOL, foto polos AP/lateral dan CT Scan jalan nafas atas). Dokter mampu memutuskan dan melakukan tindakan pendahuluan serta merujuk ke spesialis yang relevan (stadium dini).

Keterampilan Setelah Mengikuti sesi ini peserta didik diharapkan terampil dalam : 1. Menjelaskan anatomi, histologi, fisiologi jalan nafas atas 2. Menjelaskan etiologi, macam kelainan yang berhubungan dengan sumbatan jalan nafas atas 3. Menjelaskan patofisiologi dan gambaran klinis sumbatan jalan nafas atas 4. Menjelaskan dan melakukan anamnesis serta pemeriksaan fisik sumbatan jalan nafas atas 5. Melakukan keputusan untuk perlu tidaknya pemeriksan penunjang seperti, foto polos leher dan CT Scan jalan nafas atas 6. Membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan yang berhungan dengan sumbatan jalan nafas atas 7. Menjelaskan tentang tatalaksana tindakan krikotirotomi dan trakeotomi pada sumbatan jalan nafas atas 8. Menjelaskan pemeliharaan dan komplikasi pasca tindakan trakeotomi 9. Memutuskan terapi pendahuluan serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kejadian gawat darurat)

F. Metode Pembelajaran
Setelah mengkuti sesi ini peserta didik akan mempunyai kemampuan dasar untuk menegakkan diagnosis sumbatan jalan nafas atas dan mampu untuk menentukan terapi yang sesuai.

Tujuan 1. Anatomi, topografi, histologi, embriologi, fisiologi jalan nafas atas Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metoda pembelajaran berikut ini Interactive lecture Small group discussion. Peer assisted learning (PAL). Bedside teaching. Task based medical education.

Harus diketahui : (khususnya untuk level Sp1) Anatomi hidung, faring, laring dan trakea Gambaran dan karakteristik histologis jalan nafas atas Fisiologi bernafas Patofisiologi sumbatan jalan nafas atas

Tujuan 2. Menjelaskan etio-patofisiologi dan macam Sumbatan jalan nafas atas Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: Interactive lecture Journal reading and review. Peer assisted learning (PAL). Bedside teaching. Task based medical education.

Harus diketahui : (sedapat mungkin pilih specific features, signs & symptoms): Etiologi dan faktor predisposisi Patofisiologi klinik Gejala (keluhan pasien) Tanda (temuan hasil pemeriksaan) Gambaran klinik

Tujuan 3. Menjelaskan gambaran klinik sumbatan jalan nafas atas (anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang) Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: Interactive lecture Journal reading and review. Case simulation and investigation exercise. Equipment characteristics and operating instructions.

Harus diketahui : Device Sensitivity on Anomaly Findings Device Specivity on Anomaly Findings

Tujuan 4. Membuat diagnosis sumbatan jalan nafas atas dari pemeriksaan fisik dan penunjang Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: Interactive lecture Journal reading and review. Case study Simulation and Real Examination Exercises (Physical and Device). Demonstration and Coaching Practice with Real Clients.

Harus diketahui : Metoda standar anamnesis Gejala dan Tanda pasti tentang adanya kelainan kongenital Pemeriksaan penunjang yang sensitif dan spesifik Memilah diagnosis banding dan menentukan diagnosis kerja Rencana pengobatan atau tatalaksana pasien

Tujuan 5. Melaksanakan tatalaksana sumbatan jalan nafas atas Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: Interactive lecture Journal reading and review. Morbidity and Mortality Case study Simulation and Real Examination Exercises (Physical and Device). Operative Procedure Demonstration and Coaching Practice with Real Clients. Continuing Professional Development

Harus diketahui : o o o o Prosedur konservatif Oksigen masker Nebulizer & suction periodik Prosedur operatif Krikotirotomi Trakeotomi Prosedur alternatif

Tujuan 6. Melakukan work-up, menentukan terapi dan memutuskan untuk melakukan rujukan terhadap penderita dengan sumbatan jalan nafas atas Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: Interactive lecture Journal reading and review. Case study Simulation and Real Examination Exercises (Physical and Device). Demonstration and Coaching Practice with Real Clients.

Harus diketahui : Work-up Key Points Jenis-jenis terapi yang direkomendasikan Kondisi atau situasi penting untuk membuat keputusan untuk merujuk

2.

Persiapan Sesi
1. 2.

3.
4.

5.

Materi presentasi Sumbatan Jalan Nafas Atas Gejala Sumbatan Jalan Nafas Atas Anamnesis dan Pemeriksaan Sumbatan Jalan Nafas Atas Pemeriksaan Penunjang Diagnostik Faktor Risiko Sumbatan Jalan Nafas Atas Clinical Decision Making dan Medikamentosa Kasus : Sumbatan Jalan Nafas Atas (epidemiologi dan masalahnya/magnitude of the problem) Sumbatan Jalan Nafas Atas (clinical pictures and treatments) Alat Bantu Latih : 1.. Model anatomi laring, set pemeriksaan laring 2. Tempat belajar: poliklinik THT, bangsal THT

3.

Evaluasi Dilakukan berdasarkan panduan yang dapat dilihat pada bab II

4.

Daftar pengajar

1.Dr. Abla Ghanie, Sp.THT-KL(K) 2.Dr. Sofjan Effendi, Sp.THT-KL 3.Dr. Puspa Zuleika, Sp.THT-KL M.Kes 4.Dr. Yuli Doris Memy, Sp.THT-KL 5.Dr. Yoan Levia Magdi, Sp.THT-KL 6.Dr. Denny Satria Utama, Sp.THT-KL M.Si.Med 7.Dr. Lisa Apri Yanti, Sp.THT-KL 8.Dr. Dwi Prawitasari R, Sp.THT-KL

5. Referensi 1. Fachrudin D. Abses leher dalam. Dalam Buku Ajar IKTHT-KL. Edisi 6, Balai Penerbit FK UI. H226-36. 2. Bailey BJ. Head and Neck Surgery Otolaryngology, Third Edition, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2001, 702 715. 3. Lore JM, Medina JE. An Atlas of Head and Neck Surgery, Fourth Edition, Elsevier Inc, W.B Saunders, Philadelphia, 2005, 854 - 855.

Anda mungkin juga menyukai