Anda di halaman 1dari 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Anemia Defisiensi Besi

1. 1. Definisi Anemia defisiensi besi ialah anemia yang secara primer disebabkan oleh kekurangan zat besi dengan gambaran darah yang beralih secara progresif dari normositer normokrom menjadi mikrositik hipokromik dan memberi respon terhadap pengobatan dengan senyawa besi (WHO).3,5 Anemia adalah keadaan kadar hemoglobin atau hematokrit kurang dari batas normal sesuai usia (bayi dan anak) atau jenis kelamin (dewasa). Akibatnya, berkurangnya kemampuan menghantarkan oksigen yang dibutuhkan untuk metabolisme tubuh yang optimal.1,3 Anemia Defisiensi Besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin (Hb) berkurang. 4,5 1. 2. Epidemiologi Prevalensi ADB tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai pada anak usia sekolah dan anak praremaja. Angka kejadian ADB pada anak usia sekolah (5-8 tahun) di kota sekitar 5,5 %, anak praremaja 2,6% dan remaja 26%. Di Amerika Serikat sekitar 6% anak berusia 1-2 tahun diketahui kekurangan besi, lebih kurang 9% remaja wanita kekurangan besi. Sedangkan pada anak laki-laki sekitar 50% cadangan besinya berkurang saat pubertas. Prevalensi ADB lebih tinggi pada anak kulit hitam dibanding kulit putih. Keadaan ini mungkin berhubungan dengan status sosial ekonomi anak kulit hitam yang lebih rendah. 1,5

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan di Indonesia prevalensi ADB pada anak balita sekitar 25-35%. Dari hasil SKRT tahun 1992 prevalens ADB pada anak balita di indonesia adalah 55,5%. Pada tahun 2002 prevalensi anemia pada usia 4-5 bulan di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur menunjukkan bahwa 37% bayi memiliki kadar Hb di bawah 10gr/dl sedangakan untuk kadar Hb di bawah 11gr/dl mencapai angka 71%. Dr. Pauline dari RSU. Fatmawati Jakarta juga menambahkan selama kurun waktu 2001-2003 tercatat sekitar 2 juta ibu hamil menderita anemia gizi dan 8,1 juta anak menderita anemia. Selain itu data menunjukkan bahwa bayi dari ibu anemia dengan berat bayi normal memiliki kecendrungan hampir 2 kali lipat menjadi anemia dibandingkan bayi dengan berat lahir normal dari ibu yang tidak menderita anemia. Berdasarkan data prevalensi anemia defisiensi gizi pada ibu hamil di 27 provinsi di Indonesia tahun 1992, Sumatera Barat memiliki prevalensi terbesar (82,6%) dibandingkan propinsi lain di Indonnesia.2,3,5,6
1. 3. Etiologi a) Pada bayi dan anak anemia defisiensi besi disebabkan oleh faktor nutrisi, dimana

intake makanan yang mengandung besi heme kurang, seperti daging sapi, ayam, ikan, telur sebagai protein hewani yang mudah diserap. Serta kurangnya intake besi non heme seperti sereal, gandum, jagung, kentang, ubi jalar, talas, beras merah, beras putih, kismis, tahu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan (kurma, apel, jambu, alpukat, nangka, salak). Selain itu anak terkadang sering mengkonsumsi makanan yang menghambat absorpsi besi seperti polifenol, kalsium dan protein kedelai.7,16
b) Penyebab utama anemia defisiensi pada anak di negara berkembang adalah infeksi

cacing. Setiap cacing dapat mengakibatkan perdarahan kronis dan dapat menyebabkan anemia defisiensi besi. Infestasi cacing tambang dapat mengisap 5

darah sebanyak 0,03 ml/hari/ekor (Necator Americanus) dan 0,15 ml/hari /ekor (Ancilostonum duodenaltinale). Jumlah kehilangan darah pada gangguan ringan diperkirakan kurang lebih 2-3 ml/hari, sedangkan pada gangguan berat dapat sampai 100ml/hari. 3,8 c) Pemakaian obat-obatan yang dapat mengganggu agregasi trombosit, misalnya aspirin dapat menyebabkan perdarahan gastrointestinal yang akan berakhir menjadi anemia defisiensi besi d) Penyebab lain perdarahan gastrointestinal dan malaria terutama di daerah endemik.
e) Pada masa pubertas terutama perempuan perdarahan karena haid yang berlebihan

(>80 ml/hari) dapat juga menyebabkan anemia defisiensi besi. 3,6


f)

Beberapa keadaan yang mengakibatkan gangguan fungsi maupun perubahan anatomi saluran pencernaan menyebabkan malabsorbsi besi seperti malnutrisi energi protein, infeksi usus, pasca bedah usus. 1,6,8,9

g) Pertumbuhan yang sangat cepat disertai dengan penambahan volume darah yang

banyak akan meningkatkan kebutuhan akan besi. Pada akhir tahun pertama berat badan anak mencapai 3 kali berat badan lahir. Pertumbuhan yang pesat dijumpai juga pada bayi lahir prematur dan pada masa pubertas. 9,10 Berdasarkan keterangan di atas, anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun. 1,3,7
1. 4. Kriteria WHO

Kriteria WHO untuk anemia defisiensi besi adalah: 29 a) Kadar hemoglobin dibawah nilai normal menurut umur Bayi sampai umur 6 tahun 6 tahun sampai 14 tahun <11 g/dl <12 g/dl 6

b) Mean corpuscular haemoglobin concentrate (MCHC)<31% (32-35%) c) Serum iron d) Transferin saturation e) Serum feritin f) Erythrocyte protoporphyrin (EP) <50 ng/dl (80-180 ng/dl) <15% (20-50%) <10 ng/l (20-100 ng/ml) >2,5 ng/g hemoglobin

Defisiensi besi tanpa anemia akan mengakibatkan gangguan sintesis hemoglobin tetapi kadar hemoglobin belum turun sesuai kriteria anemia. Biasanya ditandai dengan serum feritin <10 ng/l, EP >2,5 ng/g hemoglobin, MCV <72 fl atau respons terhadap terapi besi oral akan meningkatkan kadar hemoglobin sedikitnya 10 g/l dalam satu tahun setelah pemberian besi oral 3 mg/kg sebagai fero sulfat satu kali per hari sebelum sarapan pagi.29 Anemia defisiensi besi merupakan tingkat terakhir dari tingkatan kekurangan besi pada manusia. Tingkatan defisiensi besi yaitu:24,29 a) Storage iron deficiency (prelatent iron deficiency) Pada stadium ini, cadangan besi menurun, absorpsi besi meningkat pada saluran cerna. Ditemukannya penurun serum feritin, konsentrasi besi dalam sumsum tulang dan jaringan hati menurun. b) Iron limited erythropoiesis (latent iron deficiency) Cadangan besi menurun. Pada stadium ini terjadi penurunan serum feritin, serum iron dan saturasi transferin, peningkatan total iron binding capacity, peningkatan free erythrocyte porphyrin (FEP) sedang kadar hemoglobin masih dalam batas normal.

c) Iron deficiency anemia 7

Akibat balans besi negatif yang berkepanjangan maka produksi eritrosit terganggu yang mengakibatkan penurunan kadar hemoglobin yang menyebabkan anemia mikrositik hipokromik. Terjadi penurunan Hb, MCV, MCH, MCHC, besi serum, peningkatan TIBC, dan penurunan saturasi transferin.19,27 1. 5. Manifestasi Klinis Gejala klinis ADB sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan oleh penderita dan keluiarganya. Pada yang ringan diagnosis ditegakkan hanya dari temuan laboratorium saja. Gejala yang umum terjadi adalah pucat. Pada ADB dengan kadar Hb 6- 10 g/dl terjadi mekanisme kompensasi yang efektif sehingga gejala anemia hanya ringan saja. Bila kadar Hb turun <5 g/dl gejala iritabel dan anoreksia akan mulai tampak lebih jelas. Bila anemia terus berlangsung dapat terjadi takikardia, dilatasi jantung, dan murmur sistolik. Namun kadang-kadang pada kadar Hb < 3-4 g/dl pasien tidak mengeluh karena tubuh sudah mengadakan kompensasi, sehingga beratnya gejala ADB sering tidak seusai dengan kadar Hb. 1,3,9 Gejala lain yang terjadi adalah kelainan non hematologi akibat kekurangn besi seperti:3,8,14,15

Perubahan sejumlah epitel yang menimbulkan gejala koilonikia (bentuk kuku

konkaf atau spoon-shaped nail), atrofi papilla lidah, postcricoid esophageal webs dan perubahan mukosa lambung dan usus halus.

Intoleransi terhadap latihan: penurunan aktivitas kerja dan daya tahan tubuh Termogenesis yang tidak normal : terjadi ketidakmampuan untuk

mempertahankan suhu tubuh normal pada saat udara dingin

Daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun, hal ini terjadi karena fungsi

leukosit yang tidak normal. Pada penderita ADB neutrofil mempunyai kemampuan

untuk fagositosis tetapi kemampuan untuk membunuh E.coli dan S. aureus menurun.

Limpa hanya teraba pada 10-15 % pasien dan pada kasus kronis bisa terjadi

pelebaran diploe tengkorak. Perubahan ini perlu terapi adekuat.


1. 6. Pemeriksaan Laboratorium

Untuk menegakkan diagnosis ADB diperlukan pemeriksaan laboratorium yang meliputi pemeriksaan darah rutin seperti Hb, MCV, leukosit, trombosit ditambah pemeriksaan indeks entrosit, retikulosit, morfologi darah tepi dan pemeriksaan status besi (Fe serum, Total iron binding capacity (TIBC), saturasi transferin, FEP, feritin), dan apus sumsum tulang.1,8 Menentukan adanya anemia dengan memeriksa kadar Hb dan atau MCV merupakan hal pertama yang penting untuk memutuskan pemeriksaan lebih lanjut dalam menegakkan diagnosis ADB. Pada ADB nilai indeks eritrosit MCV, MCH dan MCHC menurun sejajar dengan penurunan kadar Hb. Jumlah retikulosit biasanya normal, pada keadaan berat karena perdarahan jumlahnya meningkat. Gambaran morfologi darah tepi ditemukan keadaan hipokromik, mikrositik, anisositosis dan poikilositosis (dapat ditemukan sel pensil, sel target, ovalosit, mikrosit dan sel fragmen).,1,3,4 Jumlah leukosit biasanya normal, tetapi pada ADB yang berlangsung lama dapat terjadi granulositopenia. Pada keadaan yang disebabkan infestasi cacing sering ditemukan eosinofilia. Jumlah trombosit meningkat 2-4 kali dari nilai normal. Trombositosis hanya terjadi pada penderita dengan perdarahan yang masif. Kejadian trombositopenia dihubungkan dengan anemia yang sangat berat. Namun demikian kejadian trombositosis dan trombositopenia pada bayi dan anak hampir sama, yaitu trombositosis sekitar 35% dan trombositopenia 28%.4,8 Pada pemeriksaan status besi didapatkan kadar Fe serum menurun dan TIBC meningkat. Pemeriksan Fe serum untuk menentukan jumlah besi yang terikat pada 9

transferin, sedangkan TIBC untuk mengetahui jumlah transferin yang berada dalam sirkulasi darah. Perbandingan antara Fe serum dan TIBC (saturasi transferin) yang dapat diperoleh dengan cara menghitung Fe serum/TIBC x 100%, merupakan suatu nilai yang menggambarkan suplai besi ke eritroid sumsum tulang dan sebagai penilaian terbaik untuk mengetahui pertukaran besi antara plasma dan cadangan besi dalam tubuh. Bila saturasi transferin (ST) <7% dapat dipakai untuk mendiagnosis ADB bila didukung oleh nilai MCV yang rendah atau pemeriksaan lainnya.1,4,8 Untuk mengetahui kecukupan penyediaan besi ke eritroid sumsum tulang dapat diketahui dengan memeriksa kadar Free Erythrocyte Protoporphyrin (FEP). Pada pembentukan eritrosit akan dibentuk cincin porfirin sebelum besi terikat untuk membentuk heme. Bila penyediaan besi tidak adekuat menyebabkan terjadinya penumpukan porfirin didalam sel. Nilai FEP > 100 ug/dl eritrosit menunjukkan adanya ADB. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya ADB lebih dini. Meningkatnya FEP disertai ST yang menurun merupakan tanda ADB yang progresif. Jumlah cadangan besi tubuh dapat diketahui dengan memeriksa kadar feritin serum. Bila kadar feritin<tubuh. Pada pemeriksaan apus sumsum tulang dapat ditemukan gambaran yang khas ADB yaitu hiperplasia sistem eritropoitik dan berkurangnya hemosiderin. Untuk mengetahui ada atau tidaknya besi dapat diketahui dengan pewarnaan Prussian blue.8,1 1. 7. Penegakan Diagnosis Diagnosis ADB ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan gejala klinis yang sering tidak khas. Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai untuk menentukan ADB:
1,3,8

Kriteria diagnosis ADB menurut WHO : 10

1. Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia. 2. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata <31% 3. Kadar Fe serum <50 4. Saturasi transferin (ST) <15% Dasar diagnosis ADB menurut Cook dan Monsen: 1. Anemia hipokrom mikrositik 2. Saturasi transferin <16% 3. Nilai FEP >100 ug/dl 4. Kadar feritin serum <12 Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dari 3 kriteria (ST, Feritin serum, FEP) harus dipenuhi.
Lanzkowsky menyimpulkan ADB dapat diketahui melalui:15

1. Pemeriksaan apus darah tepi hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi dengan kadar MCV,MCH, dan MCHC yang menurun. 2. FEP meningkat 3. Feritin serum menurun 4. Fe serum menurun, TIBC meningkat,ST <16% 5. Respon terhadap pemberian preparat besi - Retikulositosis mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah pemberian preparat besi. - Kadar Hemoglobin meningkat rata-rata 0,25-0,4 gr/dl perhari atau PCV meningkat 1% perhari.

6. Sumsum tulang - Tertundanya maturasi sitoplasma 11

- Pada pewarnaan sum-sum tulang tidak ditemukan besi atau besi berkurang Cara lain untuk menentukan adanya ADB adalah dengan trial pemberian preparat besi. Penentuan ini penting untuk mengetahui adanya ADB subklinis dengan melihat respons hemoglobin terhadap pemberian preparat besi. Prosedur ini sangat mudah, praktis, sensitif dan ekonomis terutama pada anak yang berisiko tinggi menderita ADB. Bila dengan pemberian preparat besi dosis 6 mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu terjadi peningkatan kadar Hb 1-2 g/dl maka dapat dipastikan bahwa yang bersangkutan menderita ADB.1,3,8
1. 8. Diagnosis Banding

Diagnosis banding ADB adalah semua keadaan yang memberikan gambaran anemia hipokrom makrositik lain (Tabel 2). Keadaan yang sering memberi gambaran klinis dan laboratorium hampir sama dengan ADB adalah talasemia minor dan anemia karena penyakit kronis. Sedangkan lainnya adalah lead poisoning/ keracunan timbal dan anemia sideroblastik. Untuk membedakannya diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan ditunjang oleh pemeriksaan laboratorium. 1,5 Pada talasemia minor morfologi darah tepi sama dengan ADB. Salah satu cara sederhana untuk membedakan kedua penyakit tersebut adalah dengan melihat jumlah sel darah merah yang meningkat meski sudah anemia ringan dan mikrositosis, sebaliknya pada ADB jumlah sel darah merah menurun sejajar dengan penurunan kadar Hb dan MCV. Cara mudah dapat memperoleh dengan cara membagi nilai MCV dengan jumlah eritrosit, bila nilainya <13 menunjukkan talasemia minor sedangkan bila > 13 merupakan ADB. Pada talasemia minor didapatkan basophilic stippling, peningkatan kadar bilirubin plasma dan peningkatan kadar HbA2.1,3,9 Gambaran morfologi darah tepi anemia karena penyakit kronis biasanya normokrom mikrositik, tetapi bisa juga ditemukan hipokrom mikrositik. Terjadinya anemia pada penyakit kronis disebabkan terganggunya mobilisasi besi dan makrofag oleh transferin. Kadar Fe serum 12

dan TIBC menurun meskipun cadangan besi normal atau meningkat sehingga nilai saturasi transferin noral atau sedikit menurun, kadar FEP meningkat. Pemeriksaan kadar reseptor transferin receptor (TfR) sangat berguna dalam membedakan ADB dengan anemia karena penyakit kronis. Pada anemia karena penyakit kronis kadar TfR normal karena pada inflamasi kadarnya tidak terpengaruh, sedangkan pada ADB kadarnya menurun. Peningkatan rasio TfR/feritin sensitif dalam mendeteksi ADB.1,9 Table 2: Pemeriksaan laboratorium untuk membedakan ADB Pemeriksaan Anemia defisiensi Thalasemia Minor Anemia Penyakit

Laboratorium Besi Kronis MCV Menurun Menurun N/Menurun Fe serum Menurun Normal Menurun TIBC Naik Normal Menurun Saturasi transferin Menurun Normal Menurun FEP Naik Normal Naik Feritin serum Menurun Normal Menurun Lead poisoning memberikan gambaran darah tepi yang serupa dengan ADB tetapi didapatkan basophilic stippling kasar yang sangat jelas. Pada keduanya kadar FEP meningkat. Diagnosis ditegakkan dengan memeriksa kadar lead dalam darah. Anemia sideroblastik merupakan kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis heme, bisa didapat atau herediter. Pada keadaan ini didapatkan gambaran hipokrom mikrositik dengan peningkatan kadar RDW yang disebabkan populasi sel darah merah yang dimorfik. Kadar Fe serum dan ST biasanya meningkat, pada pemeriksaan apus sumsum tulang didapatkan sel darah merah berinti yang mengandung granula besi (agregat besi dalam mitokondria) yang disebut ringed sideroblast. Anemia ini umumnya terjadi pada dewasa.1,5,9
1. 9. Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksnaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar 80-85% penyebab ADB dapat diketahui sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan tepat. 13

Pemberian preparat Fe dapat secara peroral atau parenteral. Pemberian peroral lebih aman, murah dan sama efektifnya dengan pemberian secara parenteral. Pemberian secara parenteral dilakukan. Pada penderita yang tidak dapat memakan obat peroral atau kebutuhan besinya tidak dapat terpenuhi secara peroral karena ada gangguan pencernaan.
1,3,8,9

a) Pemberian preparat besi Pemberian preparat besi peroral Garam ferous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan garam feri. Preparat yang tersedia berupa ferous glukonat, fumarat dan suksinat. Yang sering dipakai adalah ferous sulfat karena harganya yang lebih murah. Ferous glukonat, ferous fumarat dan ferous suksinat diabsorpsi sama baiknya. Untuk bayi tersedia preparat besi berupa tetes (drop).1,3 Untuk mendapatkan respons pengobatan dosis besi yang dipakai 4-6 mg besi/ kgBB/hari. Dosis obat dihitung berdasarkan kandungan besi yang ada dalam garam ferous. Garam ferous sulfat mengandung besi sebanyak 20%. Dosis obat yang terlalu besar akan menimbulkan efek samping pada saluran pencernaan dan tidak memberikan efek penyembuhan yang lebih cepat. Absorpsi besi yang terbaik adalah pada saat lambung kosong, diantara dua waktu makan, akan tetapi dapat menimbulkan efek samping pada saluran cerna. Untuk mengatasi hal tersebut pemberian besi dapat dilakukan pada saat makan atau segera setelah makan meskipun akan mengurangi absorpsi obat sekitar 40-50%. Obat diberikan dalam 2-3 dosis sehari. Tindakan tersebut lebih penting karena dapat diterima tubuh dan akan meningkatkan kepatuhan penderita. Preparat besi ini harus terus diberikan selama 2 bulan setelah anemia pada penderita teratasi. Respons terapi dari pemberian preparat besi dapat dilihat secara klinis dan dari pemeriksaan laboratorium, seperti tampak pada tabel di bawah ini.1,8,9 Preparat terapi besi per oral : 3 14

- Fe sulfat (20 % Fe) - Fe fumarat (33 % Fe) - Fe succinate (12 % Fe) - Fe gluconate (12 % Fe) Respons terhadap pemberian besi pada ADB Efek samping pemberian preparat besi peroral lebih sering terjadi pada orang dewasa dibandingkan bayi dan anak. Pewarnaan gigi yang bersifat sementara dapat dihindari dengan meletakkan larutan tersebut ke bagian belakang lidah dengan cara tetesan. 1,8 Respons pemberian besi Tabel Waktu setelah Pemberian besi 12-24 jam 36-48 jam 48-72 jam

Respons Penggantian enzim besi intraselular, keluhan subjektif berkurang, nafsu makan bertambah Respons awal dari sumsum tulang hiperplasia eritroid Retikulosis, puncaknya pada hari ke 5-7

Pemberian preparat besi parenteral Pemberian besi secara intramuskular menimbulkan rasa sakit dan harganya mahal. Dapat menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi alergi. Kemampuan untuk menaikkan kadar Hb tidak lebih baik dibanding peroral. Preparat yang sering dipakai adalah dekstran besi. Larutan ini mengandung 50 mg besi/ml. Dosis dihitung berdasarkan:1,8 Dosis besi (mg) BB(kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x 2,5 b) Transfusi darah

15

Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada keadaan anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respons terapi. Koreksi anemia berat dengan transfusi tidak perlu secepatnya, malah akan membahayakan karena dapat menyebabkan hipervolemia dan dilatasi jantung. Pemberian PRC dilakukan secara perlahan dalam jumlah yang cukup untuk menaikkan kadar Hb sampai tingkat aman sambil menunggu respon terapi besi. Secara umum, untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb pemberian diuretik seperti furosemid. Jika terdapat gagal jantung yang nyata dapat dipertimbangkan pemberian transfusi tukar menggunakan PRC yang segar.1,8,9
1. 10. Prognosis

Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat besi. Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa kemungkinan sebagai berikut: 1,3,8 Diagnosis salah Dosis obat tidak adekuat Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluarsa Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak berlangsung menetap Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaian besi (seperti: infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit tiroid, penyakit karena defisiensi vitamin B12, asam folat) Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang berlebihan pada ulkus peptikum dapat menyebabkan pengikatan terhadap besi) 16

1. 11. Pencegahan

Pencegahan merupakan tujuan utama dalam penanganan masalah anemia defisiensi besi, untuk itu diperlukan pendidikan tentang pemberian makanan dan suplementasi besi. 3,8 a. Makanan - Pemberian ASI minimal 6 bulan. - Hindari minum susu sapi yang berlebih. -Tambahan makanan/bahan yang meningkatkan absorpsi besi (buah-buahan, daging, unggas) - Hindari peningkatan berat badan yang berlebihan. - Pemberian Fe dalam makanan (iron Fortified Infant Cereal) b. Suplementasi besi - Kebutuhan perhari untuk bayi hingga 1 tahun 2 mg Fe/kgBB. - Bayi prematur membutuhkan Fe dua kali lebih banyak (4mg Fe/kgBB) -Suplementasi besi juga dibutuhkan pada bayi yang minum ASI lebih dari 6 bulan. -Untuk menurunkan frekuensi ADB di Indonesia pemerintah memberikan suplementasi zat besi sebanyak 60 mg besi elemental tiap minggu selama 16 minggu dalam setahun kepada anak sekolah, buruh pabrik dan ibu-ibu hamil. -Penyuluhan mengenai perbaikan gizi terutama mengenai pentingnya makanan yang banyak mengandung zat besi untuk pertumbuhan dan peningkatan prestasi belajar pada anak remaja. B. Patofisiologi 1.1.Pembentukan Hemoglobin Sel darah merah manusia dibuat dalam sumsum tulang. Dalam keadaan biasa (tidak ada anemi, tak ada infeksi, tak ada penyakit sumsum tulang), sumsum tulang 17

memproduksi 500 x109 sel dalam 24 jam. Hb merupakan unsur terpenting dalam plasma eritrosit. Molekul Hb terdiri dari 1.globin, 2. protoporfirin dan 3. besi (Fe). Globin dibentuk sekitar ribosom sedangkan protoporfirin dibentuk sekitar mitokondria. Besi didapat dari transferin. 10,11 Dalam keadaan normal 20% dari sel sumsum tulang yang berinti adalah sel berinti pembentuk eritrosit. Sel berinti pembentuk eritrosit ini biasanya tampak berkelompok-kelompok dan biasanya tidak masuk ke dalam sinusoid.10 Pada permulaan sel eritrosit berinti terdapat reseptor transferin.Gangguan dalam pengikatan besi untuk membentuk Hb akan mengakibatkan terbentuknya eritrosit dengan sitoplasma yang kecil (mikrositer) dan kurang mengandung Hb di dalamnya (hipokrom).3,10 Tidak berhasilnya sitoplasma sel eritrosit berinti mengikat Fe untuk pembentukan Hb dapat disebabkan oleh rendahnya kadar Fe dalam darah. Hal ini dapat disebabkan oleh 1. kurang gizi, 2. gangguan absorbsi Fe (terutama dalam lambung), 3. kebutuhan besi yang meningkat akan besi (kehamilan, perdarahan dan dalam masa pertumbuhan anak). Sehingga menyebabkan rendahnya kadar transferin dalam darah. Hal ini dapat dimengerti karena sel eritrosit berinti maupun retikulosit hanya memiliki reseptor transferin bukan reseptor Fe.10,11 1.2.Metabolisme Besi Pengangkutan besi dari rongga usus hingga menjadi transferin merupakan suatu ikatan besi dan protein di dalam darah yang terjadi dalam beberapa tingkatan. Besi dalam makanan terikat pada molekul lain yang lebih besar di dalam lambung besi akan dibebaskan menjadi ion feri oleh pengaruh asam lambung (HCl). Di dalam usus halus, ion feri diubah menjadi ion fero oleh pengaruh alkali. Ion fero inilah yang kemudian diabsorpsi oleh sel mukosa usus. Sebagian akan disimpan sebagai persenyawaan feritin 18

dan sebagian lagi masuk ke peredaran darah yang berikatan dengan protein, disebut transferin. Selanjutnya transferin ini dipergunakan untuk sintesis hemoglobin.11,12 Sebagian dari transferin yang tidak terpakai akan disimpan sebagai labile iron pool. Ion fero diabsorpsi jauh lebih mudah daripada ion feri, terutama bila makan mengandung vitamin atau fruktosa yang akan membentuk suatu kompleks besi yang larut , sedangkan fosfat, oksalat dan fitat menghambat absorpsi besi.3,12 Ekskresi besi dari tubuh sangat sedikit. Besi yang dilepaskan pada pemecahan hemoglobin dari eritrosit yang sudah mati akan masuk kembali ke dalam iron pool dan akan dipergunakan lagi untuk sintesis hemoglobin. Jadi di dalam tubuh yang normal kebutuhan akan besi sangat sedikit. Kehilangan besi melalui urin, tinja, keringat, sel kulit yang terkelupas dan karena perdarahan sangat sedikit. Oleh karena itu pemberian besi yang berlebihan dalam makanan dapat mengakibatkan terjadinya

hemosiderosis.10,11,12 Kedua mekanisme di atas akan digambarkan dalam bagan di bawah ini 10
Kebutuhan rata-rata zat besi per hari : 13

- 0-6 bulan 3 mg - 7-12 bulan 5mg - 1-3 tahun 8 mg - 4-6 tahun 9 mg - 7-9 tahun 10 mg - 10-12 tahun pria : 14 mg wanita : 14 mg - 13-15 tahun 17 mg 19 mg - 16-19 tahun 23 mg 25 mg - hamil : + 20 mg - menyusui : 0-12 bulan + 2 mg 19

Jumlah zat besi pada bayi kira-kira 400mg yang terbagi sebagai berikut : 12

- massa eritrosit 60% - feritin dan hemosiderin 30% - mioglobin 5-10% - hemenzim 1% - besi plasma 0,1% Pengeluaran besi dari tubuh yang normal adalah : - bayi 0,3-0,4 mg/hari - anak 4-12 tahun 0,4-1mg/ hari - wanita hamil 2,7 mg/hari Kebutuhan besi dari bayi dan anak jauh lebih besar dari pengeluarannya, karena besi dipergunakan untuk pertumbuhan. 12

20

Anda mungkin juga menyukai