Anda di halaman 1dari 13

Bahaya Merokok Bagi Generasi Muda Harapan Bangsa

Remaja cenderung memiliki rasa ingin tahu yang besar. Studi menunjukkan bahwa siswa lebih mungkin untuk merokok daripada orang dewasa. Kebiasaan merokok bagi para pelajar bermula karena kurangnya informasi dan kesalahpahaman informasi, termakan iklan atau terbujuk rayuan teman sehingga siswa pun merasakan rokok tersebut. Diperoleh dari hasil angket Yayasan Jantung Indonesia sebanyak 77% siswa merokok karena ditawari teman. Sehingga tanpa mereka sadari racun berlahan menggerogoti tubuhnya. Bahaya merokok bagi pelajar diantaranya dapat meningkatkan resiko kanker paru-paru dan penyakit jantung di usia yang masih muda. Selain itu kesehatan kulit tiga kali lipat lebih beresiko terdapat keriput di sekitar mata dan mulut. Kulit akan menua sebelum waktunya atau biasa disebut penuaan dini, bahakan berdasarkan pemantauan lanjutan dari para pelajar ada sebanyak 25% yang Drop Out akibat merokok. Di hari Pendidikan ini, apakah kita sebagai pelajar dan generasi muda akan tetap mengkonsumsi rokok setelah mengetahui bahaya merokok ? apakah kita akan membiarkan rokok menggerogoti tubuh kita ? Saat ini, terdapat 1.100 juta penghisap rokok di dunia. Tahun 2025 diperkirakan akan bertambah hingga mencapai 1.640 juta orang. Setiap tahunnya, 4 juta orang meninggal dunia karena kasus yang berhubungan dengan tembakau. Tahun 2030, gambaran ini akan meningkat mencapai angka 10 juta. Berdasarkan laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1999, sekitar 250 juta anak-anak di dunia akan meninggal karena tembakau apabila konsumsi tembakau tidak dihentikan Merokok sangat berbahaya bagi kesehatan, karena di dalam rokok sendiri terdapat ribuan unsur zat kimia yang terkandung. Efek yang di timbukan rokok memang tidak nampak secara langsung, namun ia akan perlahan-lahan menggrogoti tubuh kita sehingga menimbulkan efek yang cukup serius. Melihat bahaya yang cukup besar yang ditimbulkan oleh rokok, marilah kita sebagai generasi muda Mulai belajar hidup sehat dan teratur. Setahap demi setahap hilangkan kebiasaan buruk yang bisa menimbulkan bahaya kesehatan yang kronis. Saat ini kita tidak kesulitan menemukan para pelajar yang sedang menghisap rokok. Cukup mudah untuk ditemui seperti ; terminal, jalanan, restoran bahkan di lingkungan sekolah dan di kampus. Merokok sudah menjadi hal yang biasa dikalangan pelajar, tanpa dihiraukan bahwa rokok tersebut sedang meracuni tubuh kita. Kita sebagai pelajar dan generasi muda seharusnya dapat memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Jangan menganggap merokok bisa membantu menghilangkan stress saat ujian. Bukti medis menunjukkan bahwa merokok tidak menenangkan. Ini hanya efek sementara nikotin yang memberikan rasa tenang sesaat. Setelah itu jika sudah selesai merokok stress akan kembali lagi. Sebagian besar generasi muda bangsa kita banyak yang beranggapan salah mengenai rokok, mereka beranggapan seperti halnya; 1. Dengan merokok dapat membuat pandai bergaul 2. Orang yang merokok terkesan lebih keren 3. Merokok meningkatkan prestasi belajar 4. Merokok dapat menghangatkan tubuh

5. Merokok membuat kelihatan dewasa 6. Merokok membuat penampilan lebih keren. Hasil kesimpulan itu tidak benar, karena orang merokok tidak akan mungkin mendapat prestasi, penampilan dan lain sebagainya. Justru orang yang merokok mukanya terlihat pucat, mata agak merah dan berair, giginya kuning kehitam-hitaman, bibirnya tidak merah terang agak kehitaman, bau mulut dan bau badan. Ingat !!! kebiasaan merokok dapat mengakibatkan ketergantungan yang dapat menganggu kesehatan. Rokok sendiri adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah Dan merokok pada awalnya adalah keperluan spiritual, seperti memuja dewa atau roh dari suku bangsa Indian di Amerika. Ternyata banyak sekali efek negatif yang di timbulkan oleh rokok. Tetapi jika kamu sudah merokok, carilah waktu untuk berhenti secepatnya dari kebiasaan buruk itu. Ingat semua efek buruk dari rokok karena bahaya merokok bagi pelajar jauh lebih fatal. Selain itu adapun upaya yang harus kita lakukan untuk menghindari para generasi muda kita dari rokok, seperti halnya sekolah harus terbebas dari asap rokok, setiap ada event atau kegiatan yang melibatkan anak-anak para pelajar dilarang menggunakan sponsor dari perusahaan rokok, orang tua pun dilarang memperlihatkan dirinya merokok di depan anaknya. Namun, Yang terpenting ialah kita sebagai pelajar dan Generasi muda harapan bangsa harus berpikir jauh ke depan bahwa merokok dapat merusak kesehatan dan merusak masa depan.
Diposkan oleh anissa wening di 07:34

Tak habis-habisnya pembicaraan mengenai bahaya rokok, baik di forum-forum resmi maupun obrolan sehari-hari. Tapi tak habis-habis pula jumlah perokok yang ada di Indonesia maupun di dunia. Meskipun sebenarnya mereka para perokok sudah mengetahui bahaya rokok tetapi mereka tetap saja merokok demi memenuhi kepuasan batinnya.

Ada saja alasan yang perokok gunakan untuk melancarkan aksinya, ada yang bilang untuk mengurangi stress, sudah kecanduan, sebagai teman atau bahkan sebagai penyumbang pendapatan negara. Untuk alasan yang terakhir memang industri rokok khususnya di Indonesia menjadi penyumbang pendapatan negara yang besar. Bahkan pola hidup tidak sehat ini sudah dimulai oleh kalangan di bawah umur (anak-anak). Mereka karena pengaruh lingkungan sudah mulai mencoba-coba untuk merokok pada usia belia. Pada saat peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS), di kawasan Cibubur, Selasa

(31/5/2011), Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih memaparkan betapa rokok kini semakin mengancam generasi muda.

Menteri Kesehatan dalam sambutannya mengatakan, Di antara penduduk Indonesia yang umurnya di atas 15 tahun, 35 persen adalah perokok. Dan dari 10 anak laki-laki di atas usia 15 tahun, 6 sampai 7 orang di antaranya merokok.

Berdasarkan data Riskesdas 2010, prevalensi penduduk usia 15 tahun ke atas yang merokok setiap hari secara nasional mencapai 28,2 persen. Sedangkan berdasarkan usia pertama kali merokok secara nasional, kelompok usia 15-19 tahun menempati peringkat tertinggi dengan prevalensi mencapai 43,3 persen, disusul kelompok usia 10-14 tahun yang mencapai 17,5 persen. Menurut Endang, situasi lain yang lebih memprihatinkan adalah, bahwa ada 85,4 persen perokok aktif merokok di dalam rumah bersama anggota keluarga, sehingga dapat berakibat buruk terhadap kesehatan anggota keluarga lain khususnya anak-anak.

Jadi, anak terpapar asap rokok atau sebagai perokok pasif. Anak-anak ini akan mengalami gangguan kesehatan seperti pertumbuhan paru lambat, mudah terkena bronkitis, infeksi telinga dan sebagainya, tegasnya.

Endang juga menyatakan bahwa rata-rata pengeluaran tumah tangga keluarga miskin untuk membeli rokok jauh di atas rata-rata pengeluaran untuk bahan makanan seperti protein, sayur atau yang lain.

Jadi kalau orang itu punya uang, pertamakali yang dibeli adalah rokok. Tentu saja selain, tidak baik untuk dirinya sendiri, juga keluarganya, tegasnya.

Menkes menambahkan, lebih dari 43 juta anak Indonesia hidup serumah dengan perokok dan terpapar asap rokok atau sebagai perokok pasif. Sebesar 37,3 persen pelajar dilaporkan terbiasa merokok, dan 3 di antara 10 pelajar pertama kali merokok pada usia di bawah 10 tahun. Kondisi ini, menurut Endang, dikarenakan anak-anak dan kaum muda telah dijejali dengan ajakan merokok oleh iklan, promosi dan sponsor rokok yang sangat gencar. Sebagai perbandingannya Endang mengungkapkan, pembatasan iklan rokok di negara lain sudah dibatasi. Bahkan sudah ada yang total banned, artinya, tidak boleh sama sekali ada iklan atau sponsor rokok.

Karena sudah tidak ada tempat di negara-negara lain, maka iklan-iklan rokok itu pun masuk ke Indonesia, terangnya.

Endang berharap, agar para generasi muda bersikap cerdas, dan melihat bahwa merokok tidak cool. Yang cool adalah tidak merokok karena menyadari bahwa itu tidak sehat dan memperlihatkan bahwa generasi muda bertanggung jawab atas kesehatan dirinya, ujarnya.

Saat disingung soal sejauhmana upaya pemerintah dalam mengendalikan masalah kesehatan akibat tembakau, Endang mengaku bahwa pihaknya sudah melakukan berbagai upaya di antaranya dengan mengembangkan berbagai regulasi pengendalian rokok, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Kesehatan no 36 tahun 2009.

Kemudian kita juga kita sedang menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan. Mudahmudahan RPP ini bisa cepat selesai menjadi Peraturan Pemerintah (PP), pungkasnya.

merokok pun sudah diketahui dengan jelas. Banyak penelitian membuktikan bahwa kebiasaan merokok meningkatkan risiko timbulny aan ini merupakan tantangan berat bagi upaya peningk ... merokok. Sedangkan PHBS harus menjadi kewajiban saya dan para kader kes dikaitkan dengan usaha penanggulangan bahaya narkotika, usaha kesehatan sekolah, dan penyuluhan kesehatan masyarakat pada umu uh darah otak yang bersifat mendadak atau stroke banyak dikaitkan dengan merokok. Risiko stroke dan risiko kematian lebih tinggi pada merokok mempengaruhi penyediaan tenaga kerja, terutama tenaga terampi ... negatifnya. Jangan merasa segan untuk menegur perokok, ji ku yang menentukan ketagihan tembakau sama dengan proses yang menimbulkan ketagihan pada obat, seperti heroin dan kokain.Nikotin sifat eknya adalah tidak ada anggota keluarga yang merokok. Sedangkan PHBS harusmenjadi kewajiban saya dan para kader kesehatan un n tadi ke dalam rongga mulut dan tentunya paruh terbukti menjadi akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidaklangsung. Kebiasaan merokok bukan saja merugikan gi upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Bahkanorganisasi kesehatan sedunia (WHO) telah memberikan peringatan b

an tanggal 31 Mei sebagai Hari BebasTembakau Sedunia setiap tahun.Bahaya merokok terhadap kesehatan tubuh telah diteliti dan an bahwa kebiasaan merokok meningkatkan risiko timbulnya ...

Generasi Muda Bebas Tembakau Sebagai bentuk kampanye membebaskan generasi muda dari bahaya rokok, tahun ini Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan Youth free tobacco (generasi muda bebas tembakau) sebagai tema peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang jatuh pada 31 Mei 2008. Tema ini menjadi penting bagi Indonesia , karena anak-anak usia sekolah dasar pun kini telah banyak yang mengakrapi rokok, dan tingkat pertumbuhannya pun amat spektakular. Berdasarkan Sensus Sosial Nasional tahun 2004, perokok aktif dari kelompok usia 13-15 tahun mencapai 26, 8 persen, dan usia 5-9 tahun terdata 1,8 persen. Pada periode 2001-2004, jumlah perokok aktif usia 5-9 tahun meningkat hingga 400 persen. Kampanye, membebaskan generasi muda dari bahaya tembakau/rokok merupakan gagasan mulia yang jika didukung bersama akan berdampak luas. Namun, ternyata para para perokok di Indonesia
tidak mampu menghentikan kebiasaan merokoknya untuk satu hari saja, untuk menghormari hari itu? Bisakah tempat-tempat umum setelah hari itu menjadi tempat yang sungguh bebas rokok? Dan bisakah kita membuang asbak dari rumah kita untuk melindungi generasi muda dari terpaan asap rokok? Dan beranikah pemerintah menerapkan aturan-aturan yang lebih ketat untuk mengontrol konsumsi rokok?

Suara Generasi Kampanye membebaskan generasi muda dari bahaya rokok sesungguhnya merupakan usaha untuk mendengarkan jeritan generasi muda untuk dilindungi dari bahaya rokok. Menurut Global Youth Tobacco Survey (GYTS), sekitar 88% pelajar SMP setuju adanya larangan merokok ditempat umum, dan 75,9 % pelajar perokok ingin berhenti merokok, meski sebagian besar diantara mereka gagal untuk berhenti. Antara menulis, 51,67 % responden usia 13-15 tahun kadang mendapati orang lain merokok dirumah mereka saat mereka sedang di rumah. Keresahan generasi muda ini semakin kuat ketika mereka tahu, 100 % asap rokok yang dihasilkan seorang perokok, 25 persen masuk kedalam tubuh sang perokok, sedangkan 75 persen sisanya dihirup oleh orang-orang sekitarnya. Bahaya merokok bukan hanya berakibat buruk bagi perokok, tetapi juga pada generasi muda yang tidak merokok namun terpapar asap rokok orang lain di rumah mereka (perokok pasif). Kampanye-kampanye tentang bahaya rokok yang meyertakan, anak-anak, remaja dan pemuda juga tidak perlu ditanggapi negatif, sebaliknya mesti dipahami sebagi usaha menyadarkan anak, remaja dan pemuda tentang bahaya rokok, untuk kemudian mengajak mereka menggemakannya bersama. Usaha itu justru merupakan tindakan mulia untuk menyelamatkan generasi muda. Tak dapat dipungkiri, usaha untuk melindungi generasi muda dari bahaya rokok merupakan sesuatu yang amat penting, bukan hanya untuk menekan pertambahan jumlah perokok baru, tapi juga mencegah lebih banyak lagi korban perokok pasif. Perlindungan ini semestinya juga menjadi tanggung jawab pemerintah. Peraturan yang lebih tegas

Hari Tanpa Tembakau Sedunia kali ini semestinya dijadikan momen penting oleh pemerintah untuk menetapkan peraturan yang lebih tegas sebagai komitmen mendukung tekad membebaskan generasi muda dari tembakau. Karena peraturan-peraturan yang ditetapkan di Indonesia
masih lebih longgar dibandingkan banyak negara-negara lain

Masih longgarnya kontrol konsumsi rokok yang membahayakan generasi muda itu terlihat dari keengganan pemerintah untuk meratifikasi kerangka kerja konvensi mengenai pengendalian tembakau (Frame Work Convention on Tobacco Control/FCTC). Padahal sejak Mei tahun 2003, FCTC itu telah disetujui 192 negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang isinya adalah ketentuan-ketentuan penting untuk melindungi masyarakat dari kerusakan kesehatan, sosial, lingkungan dan konsekwensi ekonomi akibat konsumsi tembakau serta paparan terhadap asap tembakau. Jika aturan ini ditetapkan secara konsekwen di Indonesia
pastilah akan sangat menolong untuk melindungi generasi muda dari ancaman rokok.

Pemerintah seharusnya tak perlu ragu untuk meratifikasi FCTC karena itu telah menjadi hukum internasional yang telah diratifikasi oleh 137 negara. Apalagi Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia
yang belum menanda tanganinya.

Alasan bahwa ratifikasi FCTC akan mempengaruhi kondisi perekonomian sebenarnya tak berdasar. Industri rokok memiliki dampak negatifnya yang sangat besar, sedang keuntungankeuntungan ekonomi yang dihasilkan rokok relative kecil. Ada
banyak sector-sektor lain seperti perdagangan, konstruksi yang menghasilkan keuntungan jauh lebih besar, dan tenaga kerja industri rokok bisa dialihkan pada sector-sektor tersebut.

Perlu dukungan Kampanye membebaskan generasi muda dari bahaya rokok ini sudah semestinya mendapat dukungan semua pihak, khususnya untuk Indonesia
yang adalah surganya Industri rokok. Cukai rokok di Indonesia saat ini masih sangat rendah dibandingkan negara-negara lain, cukai rokok di Indonesia saat ini sebesar 37% dari harga eceran, India 72%, Thailand 63%, Jepang 61%, Malayssia 49-57%, Filipina 46-49%, Vietnam 45%, China 40%. Melalui keuntungan yang besar dari industri rokok itu menurut laporan majalah Forbes, industri rokok telah menempatkan tiga pengusaha rokok dalam daftar orang terkaya di Indonesia .

Kita tentu setuju, melindungi generasi muda dari bahaya rokok merupakan tindakan bijaksana, dan itu akan mengurangi jumlah perokok baru. Bukan rahasia, mereka yang sudah terbiasa merokok umumnya sulit untuk untuk berhenti merokok. Rokok mengandung nikotin yang bersifat candu, berhenti merokok, akan menyebabkan gejala withdrawal, seperti gelisah, cemas, dan marah tanpa sebab. Karena itu berhenti merokok membutuhkan perjuangan yang kuat. Menurut Global Youth Tobacco Survey (GYTS), yang dilakukan dalam kurun waktu 2004-2006

dilaporkan bahwa 85% pelajar SMP mengaku pernah mencoba berhenti merokok, tapi gagal dan tetap merokok. Tanpa dukungan kita, generasi muda perokok itu tentu akan berhenti mencoba untuk membebaskan diri dari rokok. Tidak mengherankan, meski daya beli masyarakat terus menurun dengan naiknya harga BBM yang diikuti dengan lonjakan harga-harga kebutuhan pangan, industri rokok tetap optimis, mereka tetap yakin, pelanggan rokok tidak akan pindah kelain hati. Kemudian bahaya baru pun muncul, terlebih untuk keluarga miskin yang jumlah perokoknya 12, 43 %, karena kebiasaan merokok telah mengalahkan kebutuhan lain yang penting, yaitu kebutuhan gizi dan pendidikan. Negeri ini membutuhkan generasi muda yang berkualitas, dan untuk melahirkan generasi muda yang berkualitas tersebut diperlukan keseriusan, termasuk bagaimana melindungi mereka dari bahaya rokok yang secara bersama kita setujui sebagaimana tertera dalam kemasan rokok, Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin.

Bahaya Merokok Bagi Kaum Remaja


Tue Feb 14, 3:40 pm

Problem degradasi moral akhir-akhir ini menjangkiti sebagian generasi muda yang notabene sebagai kaum terpelajar. Gejala kemerosotan moral antara lain diindikasikan dengan merebaknya kasus penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas, kriminalitas, kekerasan, dan aneka perilaku kurang terpuji lainnya. Di lain pihak, tak sedikit dari generasi muda yang gagal menampilkan akhlak terpuji (akhlaq mahmudah) sesuai harapan orang tua. Kesopanan, sifat-sifat ramah, tenggang rasa, rendah hati, suka menolong, solidaritas dan sebagainya yang merupakan jatidiri bangsa berabad-abad seolah-olah kurang begitu melekat secara kuat dalam diri mereka.

Diantara yang paling sering dilanggar kaum pelajar di sebagian besar sekolah-sekolah adalah perbuatan merokok. Bahkan, merokok seolah sudah menjadi sebuah trend anak sekolah. Hasil survei oleh Global Youth Tobacco Survey (GYTS) menyatakan bahwa kebiasaan merokok pada anak usia 12-15 yang duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Indonesia tahun 2006 menunjukkan lebih dari sepertiga (37,3 %) siswa pernah merokok . Pelaksanaan larangan merokok tentu saja bervariasi wujudnya pada banyak sekolah. Ada sekolah yang melaksanakan dengan serius dan penuh tanggung jawab, dan ada pula yang menerapkannya penuh pura-pura dan sekedar basa-basi. Namun demikian, Sekolah yang sangat peduli dengan kualitas

pendidikan, tentunya tidak mengenal basa basi dalam menegakkan disiplin dan wibawa sekolah. Sepuluh atau dua puluh tahun yang silam jumlah produksi rokok tentu saja tidak sebanyak yang sekarang. Namun kini produksi rokok sudah amat mengkhawatirkan dari sudut jumlah rokok dan jumlah merek rokok itu sendiri. Rokok-rokok (pemilik industri rokok) tersebut saling berlomba untuk menarik dan mengajak semua orang agar segera mejadi perokok sejati. Iklan rokok dengan bahasa yang indah (membujuk dan mengajak semua orang untuk jadi perokok) terpajang didepan mata dimana-mana; di gardu polisi lalulintas, pada jalan raya utama, di tempat keramaian anak-anak muda. Malah industri rokok tidak segan- segan bersedia menjai sponsor atau donator dari berbagai kegiatan sekolah selagi spanduk nama rokok mereka tidak lupa untuk dipajang. Hingga dengan saat ini, pelarangan merokok secara ketat dan tegas memang masih hanya ditujukan pada kalangan pelajar di sekolah, seolah larangan itu hanya alasan status, bukan nilai dari perbuatan itu. Hal ini mungkin bagi sebagian kalangan akan memicu pertanyaan: kenapa hanya kalangan pelajar?, karena semestinya larangan itu sebenarnya ditujukan untuk semuanya. Namun jika kita mencermati, keputusan untuk memulai menerapkan aturan larangan merokok di lingkungan di sekolah adalah tepat, karena Sekolah adalah tempat yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai. Tentu harapannya adalah: nilainilai itu akan melekat kuat sejak di bangku sekolah hingga akhir hayatnya. Masa remaja (usia sekolah) adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa para remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka, semisal rokok. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya kenyataan lain di luar dari yang selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain. Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa dididik dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak. A. Sejarah Singkat Rokok Masuk di Indonesia Sejak tahun 6000 SM, tembakau dipanen di Amerika untuk yang pertama kalinya. Kira-kira tahun 1 SM, suku Indian di Amerika mulai memanfaatkan tembakau untuk merokok. Baru pada tahun 1492, Cuba Columbus membawa tembakau ke Eropa. Kisaran tahun 1500 tembakau menyebar ke Afrika via Mesir dan ke Timur Tengah melalui orang-orang Turki. Pada tahun 1558 tembakau mulai dicoba ditanam di Eropa namun gagal. Di saat yang hampir bersamaan, yaitu tepatnya tahun 1560, tembakau masuk ke Afrika melalui orang-orang Afrika keturunan Portugis. Di sebelah Timur, tepatnya antara tahun 15301600, tembakau Cina diperkenalkan melalui Jepang dan Filipina. Baru pada tahun 1769, James Cook membawa tembakau ke Australia. Globalisasi tembakau sampai membuat diplomat ulung yang menguasai hingga sembilan bahasa; sekaligus Duta Besar Indonesia yang pertama untuk Inggris Raya; memanfaatkannya untuk

berdiplomasi. Alkisah dalam sebuah perjamuan ia berdialog dengan diplomat lainnya ketika sedang menghisap tembakau dari sebuah wilayah Nusantara. Diplomat bule bertanya, Apakah gerangan rokok yang sedang Tuan hisap itu? tanyanya. Inilah Yang Mulia, tutur lelaki itu, yang menjadi alasan mengapa Barat menjajah dunia. Diplomat Indonesia tersebut adalah Haji Agus Salim. Dalam sekejap mungkin kita akan tergelitik untuk berangan seandainya di masa kini Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla berani untuk mengatakan, Industri rokok asing harus dinasionalisasikan tiada terkecuali angkat kaki dari negeri ini karena ia merupakan bagian dari neokolonialisme! Pada dekade 50an, Pemerintah Cina berhasil mengusir perusahaan rokok asing dari negerinya dan memonopoli industri rokok. Hal tersebut menunjukkan bahwa nasionalisasi perusahaan rokok bukan sesuatu yang haram, tidak pernah, serta tidak dapat dilakukan negara lain. Fakta sejarah hadirnya kolonialisme merupakan bukti penguat bahwa gagasan kepemilikan yang berdasar atas orang pertama telah batal dengan sendirinya karena transfer atas properti tidak pernah berjalan secara fair dalam masa kolonial. Hal tersebut juga diakui oleh kaum libertarian bahwa proses transfer yang berlangsung melalui ekstraksi atau pemaksaan tidak dapat diterima secara moral. Pernyataan tegas Haji Agus Salim mengenai rokok mencerminkan semangat perlawanan terhadap kolonialisme sekaligus menegaskan bahwa rokok sejatinya merupakan ancaman terhadap kemanusiaan: baik secara langsung melalui sektor kesehatan, maupun tidak langsung yaitu melalui hasrat besar Barat untuk mengeksploitasi sumber daya alam di Timur. Kita percaya bahwa Haji Agus Salim tidak sedang mengampanyekan bahwa tindakan merokok bersifat makruh dalam ajaran Islam, namun lebih kepada keinginan untuk menunjukkan kepada diplomat lainnya bahwa Indonesia memiliki kualitas tembakau yang sangat bagus dan ia merasa lebih berhak untuk mengelolanya ketimbang Barat yang berhasrat mengeksploitasinya. Namun pada era sekarang ini, upaya untuk menikmati tembakau tidak harus selalu dengan menghisapnya. Pendapat tersebut juga tidak sedang menyiratkan bahwa pribumi dapat disamakan dengan orang pertama yang mengelola dan mengolah kemudian dapat memilikinya secara berlebihan. Gagasan mengenai pribumi berdiri di wilayah yang berbeda dengan gagasan mengenai orang pertama sehingga membandingkan keduanya sama sekali tidak memadai. Pribumi adalah salah satu konsep dalam bingkai nasionalisme dan lebih sering mengacu kepada bentuk resistensi masyarakat lokal terhadap eksistensi pihak asing, sedangkan orang pertama ialah gagasan mengenai kepemilikan atas properti (salah satunya sumber daya alam yang terdapat di bumi) dalam ranah global. Haji Agus Salim sebagai pribumi merasa berhak namun tidak lebih berhak ketimbang Barat untuk mengelola dan mengolah potensi tembakau yang terdapat di Nusantara. Perasaan berhak tersebut dapat meningkat menjadi lebih berhak ketika kolonialisme hadir. Dengan kata lain, apabila kolonialisme tidak eksis di Nusantara, maka bukan tidak mungkin akan terjadi perdagangan tembakau yang fair antara pihak Nusantara dengan Barat Rokok adalah properti yang tidak bebas nilai terutama mengenai ancamannya terhadap eksistensi kemanusiaan dalam abad ke-21. Ancaman tersebut berkait dengan proses industrialisasi yang membungkus rokok dan kemudian terbagi menjadi beberapa hal. Pertama, apabila rokok menjadi komoditas industri maka berbagai kepentingan ekonomi akan menjadi prioritas dan tak tertutup kemungkinan untuk menggunakan segala cara dalam menghasilkan keuntungan terbesar bagi pemilik modal. Kedua, industri rokok selama ini selalu berupaya untuk mengukuhkan asumsi bahwa tindakan

merokok adalah pilihan yang bersifat bebas bagi setiap orang. Inilah argumen terakhir yang masih relatif imun terhadap kritik dari empat argumen historis industri rokok yang dibangun sejak abad ke-17. Keempat argumen tersebut adalah (1c) perusahaan rokok mengklaim bahwa tidak ada bukti konklusif bahwa merokok dapat menyebabkan kangker atau penyakit hati; (2c) perusahaan rokok mengklaim bahwa merokok tidak menyebabkan kecanduan dan (3c) tindakan merokok adalah bentuk manifestasi daripada tindakan bebas; (4c) perusahaan rokok mengklaim bahwa mereka telah berbuat sesuatu untuk menyikapi hasil penelitian ilmiah salah satunya dengan cara melakukan riset internal dan membiayai riset yang dikerjakan oleh pihak luar . Argumen (1c) dan (2c) sudah terpatahkan sejak dekade 50an dengan ditemukannya fakta bahwa tindakan merokok dapat menimbulkan kangker dan kecanduan. Jauh hari sebelumnya, sudah terdapat penelitian sejenis namun tidak cukup kuat untuk menggoyahkan industri dan bisnis rokok. Bahkan jauh abad sebelumnya, filosof Cina bernama Fang Yizhi pada tahun 1600an sudah mengingatkan kita bahwa tindakan merokok dalam waktu menahun dapat menghanguskan paru-paru B. Tindakan Merokok Dan Bahayanya Bagi Pelajar Sebelum beranjak lebih jauh, maka perlu ditegaskan di sini bahwa kita tidak membedakan antara rokok dengan tindakan merokok sebagai dua hal yang terpisah secara tegas, karena penyempitan ruang dan waktu melalui proses globalisasi telah membuat keduanya menjadi satu kesatuan yang utuh. Rokok telah dibungkus sedemikian rupa sehingga menjadi lebur dengan tindakan merokok yang dicitrakan banyak periklanan sebagai bagian dari gaya hidup, citra seseorang, hingga menjadi semacam stimulus bagi peningkatan kualitas hidup . Dengan demikian, rokok dan tindakan merokok pada masa sekarang tidak bisa dipisahkan secara tegas. Sebagian orang percaya bahwa tindakan tersebut netral nilai sebagai jalan tengah bagi dikotomi antara tidak-bebas nilai dengan bebas-nilai. Kita perlu untuk membedakan antara (1) netral terhadap nilai dengan (2) bebas terhadap nilai, meskipun pembedaan tersebut tidak harus selalu dilakukan; sedangkan tidak bebas nilai akan dibahas kemudian. Yang pertama berarti memosisikan rokok hanya sebagai obyek potensial pada dirinya sendiri yang dapat didayagunakan oleh manusia sesuai dengan kepentingan masing-masing. Apabila subyek menggunakannya secara negatif maka potensi yang terkandung di dalamnya akan berubah menjadi negatif dan demikian sebaliknya, semisal tindakan merokok bagi orang yang tinggal di daerah perdesaan dan berada di ketinggian mengandung makna yang relatif berbeda dengan mereka yang tinggal di daerah perkotaan dan relatif panas. Yang kedua ialah kepercayaan bahwa rokok pada hakekatnya tidak mengandung pretensi nilai apapun. Yang terakhir ini menghadirkan perdebatan seputar relasi antara nilai dengan fakta. Sebagian orang percaya bahwa nilai selalu mendahului fakta sehingga nilai menjadi semacam driver bagi gerak realitas. Akan tetapi isu kebebasan tidak sekedar persoalan mewujudkan aspirasi kejiwaan seseorang untuk merokok, atau sebaliknya, berupaya untuk menangguk pahala sebesar-besarnya dengan tidak merokok. Alih-alih guna menenangkan diri, pilihan untuk merokok justru kerapkali menciderai hak dan kebebasan orang lain untuk menghirup udara segar, bersih, dan tidak terkontaminasi oleh asap tembakau. Kebebasan untuk merokok merupakan bagian dari kategori kebebasan negatif yang bersifat semu dan cenderung merugikan. Kebebasan negatif bersifat semu karena ia hanyalah gagasan mengenai absensi atau ketiadaan paksaan dalam melakukan sesuatu. Dalam batas tertentu, ada orang yang menganalogikan bahwa kebebasan negatif serupa dengan menghilangkan seperangkat aturan dan hukum yang eksis di dalam realitas, atau dalam terminologi

Hobbesian ialah menghilangkan hukum . Seorang perokok, dalam konteks ini, hanya melakukan sebentuk kebebasan negatif karena ia hanya merasa melakukan tindakan yang leluasa bagi kesehatan dirinya. Kontrol atas diri sendiri kerapkali melupakan tanggungjawab untuk menjamin tercapainya kesehatan bagi tubuh. Perokok juga kerapkali mengabaikan perasaan terganggu orang yang tidak merokok untuk menghirup udara yang tidak terkontaminasi asap rokok. Kita tidak bisa membayangkan bagaimana bisa sebuah tindakan dapat dikategorisasikan sebagai bagian dari kebebasan positif ketika seorang individu perokok tidak bertanggungjawab terhadap kesehatannya masing-masing, ataupun terhadap upaya menjamin kebebasan orang lain dalam mengakses udara yang tidak terkontaminasi asap rokok. Dalam bentuk yang paling sederhana, rumusan dari kebebasan positif selalu menuntut hadirnya tanggungjawab sebagai ambang batas (minimal) dalam menjamin terselenggaranya kebebasan positif bagi setiap orang. 1. Merokok Sebagai Sebuah Tindakan yang Tidak Bebas Nilai Budaya (me)rokok termasuk gejala yang relatif baru di dunia Islam. Tak lama setelah Chirstopher Columbus dan penjelajah-penjelajah Spanyol lainnya mendapati kebiasaan bangsa Aztec ini pada 1500, rokok kemudian tersebar dengan cepatnya ke semenanjung Siberia dan daerah Mediterania. Dunia Islam, pada saat itu berada dui bawah kekhilafahan Ustmaniyah yang berpusat di Turki. Setelah diketahui adanya sebagian orang Islam yang mulai terpengaruh dan mengikuti kebiasaan merokok, maka dipandang perlu oleh penguasa Islam saat itu untuk menetapkan hukum tentang merokok. Pendekatan yang digunakan untuk menetapkan hukum merokok, adalah dengan melihat akibat yang nampak ditimbulkan oleh kebiasaan ini. Diketahui bahwa merokok menyebabkan bau nafas yang kurang sedap. Fakta ini kemudian dianalogkan dengan gejala serupa yang dijumpai pada masa Rasulullah Saw, yaitu larangan mendatangi masjid bagi orang-orang yang habis makan bawang putih/bawang merah mentah, karena bau tak sedap yang ditimbulkannya. Hadist mengenai hal ini diriwayatkan antara lain oleh Ibnu Umar, ra, dimana Nabi bersabda, Siapa yang makan dari tanaman ini (bawang putih) maka jangan mendekat masjid kami (HR Bukhari-Muslim). 2. Merokok terhadap kesehatan Dalam konteks global, rokok merupakan ancaman serius bagi kemanusiaan. Alasannya sederhana. Sebuah laporan yang dirilis World Health Organization (WHO) pada hari Kamis 7 Februari 2008 yang lalu memperkirakan bahwa 1 miliar orang di seluruh dunia akan meninggal akibat rokok apabila pemerintah di berbagai negara tidak serius dalam mengatasi kondisi epidemik terhadap penggunaan tembakau. Margaret Chan, Direktur Umum WHO, dalam jumpa pers bersama dengan Michael Bloomberg, Walikota New York, mengatakan demikian: Seratus juta kematian tercatat akibat tembakau pada abad ke 20 lalu. Jika tren ini terus berlanjut, akan ada kenaikan hingga satu miliar kematian pada abad ke-21. Bila tidak dikendalikan, kematian yang berkaitan dengan tembakau akan meningkat lebih dari delapan juta per tahunnya pada 2030, dan 80 persen dari kematian tersebut akan terjadi di negara-negara berkembang Hal tersebut memang cukup mengejutkan dan ketika teringat pada laporan riset Susan George mengenai sebuah sistem ekonomi yang mendominasi dunia pada saat ini. Laporan tersebut menyimpulkan bahwa untuk mempertahankan sistem kapitalisme di abad ke-21, jumlah penduduk dunia harus dikurangi sedikitnya 2 miliar . Dengan hati-hati, maka dapat dikatakan bahwa industri rokok akan menyumbang setengah dari upaya untuk mempertahankan sistem kapitalisme dan pemusnahan manusia terbesar dalam abad ini. Angka 2 miliar tentu jauh melampaui jumlah korban Holocaust maupun Zionisme.

Perhitungan tersebut belum termasuk ancaman kemiskinan global, HIV/Aids, pemanasan global, serta tsunami diam berjudul krisis pangan. Jumlah terbesar penyumbang eliminasi nyawa manusia adalah negara-negara yang sedang berkembang dan miskin. Indonesia tentu salah satu diantaranya. Kualitas tembakau serta kuantitas lahan perkebunan yang memadai merupakan kekayaan yang cukup besar namun tidak berarti apapun, karena hasil dari pengolahan tembakau lari ke negara-negara maju. Sedangkan kaum agamawan masih berjalan di tempat sambil berkhutbah dengan dalil bahwa tindakan merokok adalah makruh. Idealnya, fakta global tersebut direspon oleh seluruh sektor kehidupan bernegara di Indonesia (khususnya sektor agama dan kesehatan), namun hal tersebut hanya akan menjadi mimpi di siang bolong ketika masih terdapat sebagian orang masih larut dalam belenggu kenikmatan tembakau. 3. Merokok Terhadap Nilai Kemanusiaan Merokok hampir selalu menyebabkan gangguan pada orang lain. Asap rokok yang langsung diisapnya berakibat negatif tidak saja pada dirinya sendiri, tapi juga orang lain di sekitarnya. Asap rokok yang berasal dari ujung puntung maupun yang dikeluarkan kembali dari mulut dan hidung si perokok, menjadi jatah orang-orang disekelilingnya. Ini yang disebut passive smoking atau sidestream smoking yang berakibat sama saja dengan mainstream smoking. Berbuat sesuatu yang dapat menimbulkan bahaya (mudharat) bagi diri sendiri apalagi orang lain, adalah hal yang terlarang menurut syariat. Sebagaimana sabda Nabi SAW, Laa dharar wa laa dhiraar. Udara sebagai salah satu unsur kehidupan di planet bumi merupakan komoditas bersama yang harus dimiliki dan juga dikelola secara komunal. Tidak ada seorang perokok pun yang secara arbitrer dapat mengklaim bahwa udara di sekelilingnya adalah murni properti pribadi miliknya sehingga orang lain yang tidak merokok dapat memilih antara: (1b) tetap berdiam diri di sekitar perokok dengan resiko menjadi perokok pasif; atau (2b) harus menjauh dan/atau mengambil jarak dari tempat tersebut. Kita tahu bahwa komunikasi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia sebagai mahluk sosial, sedangkan pilihan (1b) tentu akan selalu membuat seorang yang tidak merokok menjadi dilematis dalam melakukan komunikasi interpersonal. Dalam konteks ini, tindakan merokok secara tidak langsung mengganggu upaya seseorang yang tidak merokok untuk menjalankan proses interaksi secara nyaman dengan perokok. Dikatakan tidak langsung karena hal tersebut memang tidak berhubungan langsung dengan pilihan seorang yang tidak merokok dalam merespon seorang perokok di sekitarnya. Pilihan (2b) secara langsung menjegal upaya seorang perokok maupun yang bukan perokok untuk berkomunikasi secara nyaman. Pilihan (2b) diterima secara mudah oleh banyak perokok dan yang tidak merokok, namun kerapkali hanya diposisikan sebagai fenomen yang dapat ditoleransi. Padahal toleransi sejatinya menuntut kerelaan setiap pihak yang terlibat tanpa perlu mendapat kerugian yang mendasar, semisal menghirup udara bersih secara bebas. Toleransi juga tidak sama dengan membiarkan segala sesuatu yang buruk terus dibiarkan berlangsung begitu saja tanpa hadirnya check and balance di antara sesama. Larangan merokok di tempat umum seperti Jakarta misalnya, patut diapresiasi sebagai regulasi yang positif akan tetapi hal tersebut tidak selalu menjamin setiap orang akan mendapatkan udara yang bersih untuk dihirup. Apabila The Economist, media yang mengklaim sebagai moncong kapitalisme liberal, dalam sebuah laporannya mengatakan bahwa sebuah negeri yang memiliki cuaca mengerikan seperti Inggris melarang penduduknya untuk merokok di dalam ruangan sebagai suatu kebijakan yang kejam, maka, demikian pula sebaliknya dengan Indonesia yang notabene sebuah negeri tropis dengan

perolehan cahaya matahari yang berlimpah namun tidak melarang penduduknya untuk merokok di luar ruangan secara serampangan adalah bentuk kekejaman yang secara diam dilakukan negara terhadap penduduknya yang tidak merokok. Pemberian ruangan khusus merokok di bandara internasional Soekarno-Hatta dan beberapa fasilitas publik lainnya patut digalakkan. Dengan demikian lokalisasi ruang bagi perokok dapat menjadi jalan tengah untuk sementara waktu. Udara, layaknya air, merupakan properti yang dimiliki bersama dan harus dikelola secara memadai untuk kepentingan bersama. Argumen fundamental mengenai kedua sumber daya tersebut berpangkal dari asumsi dasar mengenai kehidupan manusia dan kepemilikan atas segala sesuatu di muka bumi. Sebagian orang percaya bahwa hak kepemilikan seseorang atas sumber daya paling tepat jika ditentukan oleh siapa pun yang pertama kali mengelola dan mengolahnya. Sedangkan sebagian orang yang lain percaya bahwa segala sumber daya alam sedari awal didedikasikan untuk kepentingan bersama kemanusiaan. Yang terakhir ini lebih meyakinkan ketimbang yang sebelumnya karena beberapa hal.

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, yang menjadi kebutuhan dasar derajat kesehatan masyarakat, salah satu aspeknya adalah tidak ada anggota keluarga yang merokok . Sedangkan PHBS harus menjadi kewajiban saya dan para kader kesehatan untuk mensosialisasikannya.Setiap kali menghirup asap rokok, entah sengaja atau tidak, berarti juga mengisap lebih dari 4.000 macam racun Karena itulah, merokok sama dengan memasukkan racun-racun tadi ke dalam rongga mulut dan tentunya paru-paru. Merokok mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita mungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kebiasaan merokok bukan saja merugikan si perokok, tetapi juga bagi orang di sekitarnya.Saat ini jumlah perokok, terutama perokok remaja terus bertambah, khususnya di negara-negara berkembang. Keadaan ini merupakan tantangan berat bagi upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Bahkan organisasi kesehatan sedunia (WHO) telah memberikan peringatan bahwa dalam dekade 2020-2030 tembakau akan membunuh 10 juta orang per tahun, 70 di antaranya terjadi di negara-negara berkembang.Melalui resolusi tahun 1983, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan tanggal 31 Mei sebagai Hari Bebas Tembakau Sedunia setiap tahun.Bahaya merokok terhadap kesehatan tubuh telah diteliti dan dibuktikan oleh banyak orang. Efek-efek yang merugikan akibat merokok pun sudah diketahui dengan jelas. Banyak penelitian membuktikan bahwa kebiasaan merokok meningkatkan risiko

Anda mungkin juga menyukai