Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Antropometri telinga sebagai dasar diagnosis dan perencanaan rekonstruksi kelainan daun telinga
Dini Widiarni, Trimartani, Aditya Wicaksono
Departemen Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta - Indonesia
ABSTRAK
Latar belakang: Pengetahuan mengenai bentuk dan dimensi normal telinga, pola pertumbuhan telinga dan kelainannya penting untuk kita ketahui dalam mendiagnosis berbagai kelainan atau sindrom kongenital. Tujuan: Untuk mengetahui pentingnya analisis variasi morfologi telinga, sehingga kita dapat membuat perencanaan dan menentukan waktu yang tepat untuk melakukan rekonstruksi daun telinga seperti mikrotia, makrotia, telinga caplang (prominent) dan lain sebagainya. Tinjauan pustaka: Berbagai studi antropometri menunjukkan bahwa 90% pertumbuhan daun telinga akan mencapai puncaknya pada usia 11 atau 12 tahun. Panjang daun telinga akan bertambah seiring dengan bertambahnya usia karena elastisitas jaringan lunak, bentuk alami kulit, dan pengaruh gravitasi. Saat yang tepat untuk melakukan rekonstruksi telinga pada pasien mikrotia masih merupakan perdebatan. Faktor-faktor yang menentukan usia pertumbuhan telinga luar, kekuatan tulang rawan iga sebagai donor serta efek psikologis pasien mengenai keadaan tersebut. Kesimpulan: Ukuran antropometri daun telinga, informasi dimensional dan pola pertumbuhan daun telinga sangat penting untuk melakukan perencanaan serta tindakan rekonstruksi daun telinga. Kata kunci: antropometri telinga, perkembangan telinga, rekonstruksi telinga, kelainan telinga
ABSTRACT
Background: Knowlegde on normal ear dimention, ear development and ear abnormality is important in order to diagnose some deformities or congenital syndrome. Purpose: To understand about anthropometric measurements of the auricula. It is essential for analyzing the morphologic variance of the ear in order to make a plan on what and when to do auricular reconstruction in ear abnormality such as microtia, macrotia, prominent ear and others. Review: Various anthropometric studies showed that up to 90% of the auricular growth is already completed at the age of 11 to 12 years old. The length of the auricle is increasing along with natural growing process such as the natural skin and soft tissue elasticity
and the force of gravity. Conclusion: Information of normal ear dimention, ear development and ear abnormality is important in planing reconstruction of the auricle. Key words: ear antropometry, ear development, auricular reconstruction, ear deformity Alamat korespondensi: Dini Widiarni, Departemen THT FKUI-RSCM. Jl. Diponegoro 71, Jakarta. Email: dini_pancho@yahoo.com
Pada bayi yang lahir dengan kelainan telinga, pertumbuhan rekonstruksi telinga.2,4 Penulis ingin agar para ahli THT mengetahui telinga, berbagai dan variasi memahami morfologi cara telinga dievaluasi
merupakan bagian dari telinga luar. Bentuk daun telinga yang baik ditentukan oleh bentuk tulang rawan daun telinga yang elastis. Sampai saat ini belum ada
pengetahuan yang tepat bagi kita sampai usia berapa pertumbuhan daun telinga manusia berlangsung.1,2 Pengetahuan mengenai bentuk dimensi normal telinga, pola pertumbuhan telinga dan kelainannya penting untuk kita ketahui dalam mendiagnosis berbagai kelainan atau sindrom kongenital. Hal ini juga penting bagi perkembangan industri alat bantu dengar. Variasi struktur anatomi telinga pada masing-masing individu merupakan sesuatu yang unik, sama seperti sidik jari pada manusia.1,3-6 Sering ditemukan kelainan telinga pada bayi lahir hidup karena berbagai penyebab, dengan angka 1:2.0001:20.000 bayi lahir hidup.7
TINJAUAN PUSTAKA Anatomi telinga Telinga terdiri dari tiga bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Ketiga bagian ini terbentuk pada masa mudigah.1 Telinga luar, terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai dengan membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga terdiri atas bagian tulang rawan pada sepertiga luar dan bagian tulang pada dua pertiga dalam. Bentuk liang telinga seperti huruf S akibat
perbedaan
sudut
bagian
tulang
rawan
Membran timpani, berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga, membatasi liang telinga dengan kavum timpani. Diameter membran timpani rata-rata 1 cm. Terdiri dari dua bagian: bagian atas disebut pars flaksida (membran Sharpnell), bagian bawah disebut pars tensa (membran propria). Pada telinga tengah terdapat rangkaian tulang-tulang pendengaran yang saling
dengan bagian tulang. Panjang liang telinga kurang lebih 2 -3 cm. Pada kulit liang telinga bagian tulang rawan terdapat folikel rambut, kelenjar keringat dan kelenjar serumen. Sedangkan kulit di bagian tulang merupakan kulit yang sangat tipis dan berlanjut ke kulit membran telinga. Pada bagian ini tidak terdapat folikel rambut, hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.8-10
berhubungan yaitu maleus, inkus, dan stapes yang menghubungkan membran timpani ke tingkap lonjong. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes.8-10 Telinga dalam, terdiri dari koklea
Luar Tengah Dalam
(rumah siput) yang berbentuk setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari tiga buah kanalis semisirkularis. Ujung
Telinga tengah, berbentuk kubus yang dibatasi pada batas luar oleh membran timpani; batas depan oleh tuba Eustachius; batas bawah oleh vena jugularis; batas belakang oleh aditus ad antrum dan kanalis fasialis pars ventrikalis, batas atas oleh tegmen timpani, dan batas dalam oleh kanalis semi sirkularis horisontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong, tingkap bundar dan promontorium.
koklea
disebut
helikotrema,
yang
menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. Pada irisan melintang koklea, tampak skala vestibuli di sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah, dan skala media (duktus koklearis) di antaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut membran vestibuli
3
(Reissners membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis di mana terdapat organ Corti.
8,9
Morfologi daun telinga Morfologi daun telinga terdiri dari heliks, antiheliks (krus superior, krus
Telinga memiliki susunan otot yang terdiri atas otot intrinsik dan ekstrinsik. Otot-otot intrinsik meliputi heliks mayor dan minor, tragus, antitragus, otot transversal, dan otot oblik. Otot-otot ekstrinsik meliputi otot aurikularis anterior, aurikularis superior dan aurikularis posterior.1,11,12 Pendarahan daun telinga berasal dari tiga arteri, yaitu arteri temporalis
inferior), tragus, antitragus, konka, lobus, skapa dan fosa triangularis. Heliks, merupakan batas terluar dari telinga yang memanjang dari insersi
superior pada telinga (kulit kepala) sampai ujung tulang rawan pada lobus. Terbagi tiga menjadi heliks asendens, heliks superior dan heliks desendens.
superfisialis, arteri aurikularis posterior dan arteri oksipitalis. Sistem vena pada daun telinga terdiri dari vena aurikularis posterior, vena jugularis eksternal, vena temporalis superfisialis dan vena retromandibularis. Untuk sistem limfatik telinga, bagian
Gambar 2. Morfologi daun telinga (dikutip dari Purkait5)
anterior telinga akan berdrainase ke kelenjar limfe parotis, dan bagian posterior telinga ke kelenjar limfe servikal. Persarafan daun telinga berasal dari saraf kranial VII (nervus fasialis), dengan cabang temporal mempersarafi muskulus aurikularis anterior dan superior, dan cabang aurikularis posterior mempersarafi muskulus aurikularis posterior. Persarafan sensoris telinga didapat dari nervus oksipitalis minor (cabang mastoid), nervus aurikularis mayor dan nervus aurikulo-temporalis.
1,9,11,12
Antiheliks,
merupakan
lengkungan
tulang rawan berbentuk Y yang berasal dari antitragus dan memisahkan konka, fosa triangularis dan skapa. Terbagi dua atas krus superior dan krus inferior. Krus superior adalah daerah tulang rawan bagian atas yang berasal dari bifurkasio antiheliks yang memisahkan skapa dan fosa triangularis. Krus superior berjalan ke arah superior dan sedikit ke arah anterior. Nama lain dari krus superior ialah krus posterior. Krus inferior
4
adalah daerah tulang rawan bagian bawah yang berasal dari bifurkasio antiheliks yang berujung di bawah lipatan heliks aseden. Berjalan ke arah anterior dan sedikit ke arah superior. Nama lainnya ialah krus anterior. Krus heliks, merupakan sambungan bagian anteroinferior dari heliks asendens ke Embriologi telinga Perkembangan daun telinga mulai terlihat pada minggu keempat usia gestasi. Daun telinga terbentuk dari arkus brankial pertama dan kedua. Proliferasi keenam penonjolan mesoderm dan epiderm disebut hillocks, akan berotasi dan berfusi
posteroinferior lalu masuk ke rongga konka tepat di atas liang telinga. Tragus, merupakan penonjolan
membentuk aurikula. Keenam penonjolan akan saling bergabung satu dengan yang lainnya di sekitar kanal telinga primitif. Setiap penonjolan tersebut akan berubah menjadi Penonjolan bagian dari daun telinga.
tulang rawan yang dilapisi kulit, berada anterior dari liang telinga. Antitragus, merupakan penonjolan tulang rawan yang terletak antara insisura dan pangkal dari antiheliks. Konka, merupakan daerah yang dibatasi oleh tragus, insisura, antitragus, dan antiheliks. Terbagi dua oleh krus heliks menjadi simba di superior dan kavum di inferior. Lobus, merupakan bagian non-
pertama
akan
membentuk
tragus, penonjolan kedua akan membentuk krus heliks, penonjolan ketiga akan
membentuk heliks, penonjolan keempat akan membentuk antiheliks, penonjolan kelima akan membentuk antitragus, dan penonjolan keenam akan membentuk lobul telinga. Daun telinga akan mencapai bentuk dewasa pada usia janin 20 minggu. Bila terdapat gangguan fusi pada saat agregasi arkus brankial, maka kelainan bentuk telinga luar dan telinga tengah sudah dapat terjadi pada masa embrionik.1,14,15 Liang telinga dan telinga tengah terbentuk dari aparatus brankial yang terlihat jelas pada usia kehamilan 24 hari.
tulang rawan, berada inferior dari daun telinga yang dibatasi oleh heliks desenden di posterosuperior, batas inferior antitragus pada anterosuperior dan insisura di superior. Skapa, merupakan lekukan yang berada di antara heliks dan antiheliks. Fosa triangularis, merupakan
cekungan yang dibatasi oleh krus superior dan inferior dari antiheliks dan heliks asendens.
11,13
Pembentukan liang telinga dimulai dengan invaginasi dari lengkung brankial pertama.
5
Daerah ini dibatasi oleh lengkung brankial pertama di sebelah kranial dan lengkung brankial kedua di sebelah kaudal. Celah brankial akan berinvaginasi dan melebar ke arah medial sebagai lempeng epitel pada usia janin dua bulan.
Telinga dalam akan mulai berkembang pada usia janin tiga minggu dan akan selesai pada usia janin 20 minggu.1,11,16
Pertumbuhan ini akan bertemu dengan pertumbuhan lateral dari kantung faringeal pertama. Kantung faringeal pertama berasal dari endoderm dan kemudian akan berkembang menjadi celah telinga tengah dan tuba Eustachius. Perkembangan telinga tengah terkait erat dengan perkembangan liang telinga, yakni dari aparatus brankial. Ruang telinga tengah berasal dari pertumbuhan lateral kantung faringeal pertama. Telinga tengah akhirnya akan melingkupi tulangtulang pendengaran. Tulang-tulang
dilakukan untuk mendefinisikan berbagai organ tubuh manusia dan proporsinya berdasarkan morfometri. Penelitian-
penelitian ini sangatlah penting kerena dapat menentukan secara akurat berbagai definisi morfometri organ tubuh manusia pada berbagai populasi. Dalam hal ini, kedua telinga manusia baik ukuran, bentuk maupun posisinya memiliki peranan yang penting dalam menciptakan estetika wajah yang tampak alami dan harmonis. Telinga juga dapat standar digunakan sebuah untuk mendefinisikan kelainan
populasi,
kongenital, sebagai earprint, dan untuk membuat desain alat bantu dengar yang baik. Pengukuran antropometri daun telinga penting berbagai agar kita dapat menganalisis dan
perbedaan
morfologi
merencanakan waktu yang tepat untuk tindakan operasi.2-6 Berbagai kelainan bentuk daun telinga seperti ukuran yang tidak proporsional, ukuran lobus yang abnormal, atau hilangnya sebagian atau seluruh daun telinga dapat
Gambar 3. Pertumbuhan telinga bulan ke-515
terhadap kelainan tersebut akan memerlukan informasi terhadap bentuk dimensi telinga yang normal. Perlu diingat, ukuran daun telinga akan tetap bertambah walaupun sudah mencapai ukuran dewasa. Hal ini dapat diakibatkan karena berkurangnya
pengaruh gravitasi.1,2,4,5,17,18
Posisi kepala subjek yang dilakukan pemeriksaan diatur tegak lurus menghadap
Gambar 4. Kaliper geser (dikutip dari Purkait5)
ke depan sesuai garis horisontal Frankfurt. Lokasi pada daun telinga yang akan diukur
Pengukuran terhadap bentuk daun telinga dapat dilakukan kaliper geser. dengan Agar
dan ditandai terlebih dahulu. Terdapat delapan pengukuran antropometri yang diukur pada daun telinga.9,10,11,17
menggunakan
didapatkan hasil pengukuran yang baik dan benar, maka posisi kepala turut menentukan keberhasilan pengukuran.
Gambar 6. Pengukuran penonjolan telinga setinggi (E) heliks ke mastoid pada level superaurale, (F) heliks ke mastoid pada level tragus (dikutip dari Purkait5)
Pengukuran yang dilakukan seperti pada gambar 5 dan 6 ialah: Pengukuran 1: panjang daun telinga (12) Pengukuran 2: lebar daun telinga (34) Pengukuran 3: panjang lobul (62) Pengukuran 4: lebar lobul (910) Pengukuran 5: panjang konka (56) Pengukuran 6: lebar konka (78) Pengukuran 7: penonjolan telinga setinggi superaurale (E) Pengukuran 8: penonjolan telinga setinggi tragus (F) Berbagai kepustakaan menyatakan
lain dari tubuh, akan tetap mengalami pertumbuhan selama masa dewasa.
Iannarrellie dan Ito, seperti dikutip oleh Meijerman17 menyatakan bahwa hal ini mungkin lengkungnya terjadi lobus karena telinga. bertambah Walaupun
demikian, terdapat bukti yang menyatakan bahwa terjadi perubahan histologi dari tulang rawan seiring bertambahnya usia. Hal ini menunjukkan bahwa dengan
bertambahnya usia terjadi pengurangan sel tulang rawan per unit area. Dari penelitian ini dibuat sebuah hipotesis yang menyatakan bahwa bertambah panjangnya daun telinga dikarenakan bertambahnya dkk.3 matriks
berbagai ukuran pertumbuhan telinga. Pada saat lahir, ukuran daun telinga ialah 66% dari ukuran dewasa, pada usia enam tahun akan menjadi 95% dari ukuran dewasa.
2
terhadap 1590 warga kaukasian Amerika Utara antara usia satu tahun sampai 18 tahun menyimpulkan bahwa pada usia satu tahun, lebar telinga mencapai 93,5% dari ukuran dewasa. Panjang telinga pada usia satu tahun hanya mencapai 76,4% dari ukuran dewasa, baik pada laki-laki maupun perempuan. Lebar telinga mencapai ukuran dewasa pada usia enam tahun pada perempuan, dan tujuh tahun pada laki-laki. Sedangkan panjang telinga akan mencapai ukuran dewasa pada usia 13 tahun pada laki-laki dan 12 tahun pada perempuan.
Ukuran panjang telinga normal diukur dari superaurale-subaurale ialah antara 55.0 mm sampai dengan 65.0 mm. Ukuran lebar telinga diukur dari preaurale-postaurale ialah antara 32.0 mm sampai dengan 36.0 mm. Ukuran penonjolan telinga diukur dari mastoid ke heliks setinggi tragus ialah 15.0 sampai dengan 20.0 mm.
2,4,7,19-21
Beberapa penelitian telah dilakukan terhadap pertumbuhan daun telinga yang dihubungkan penelitian dengan usia. Berdasarkan terlihat
yang
dipublikasikan
Murakami penelitiannya
dan
Quatela22
pada bahwa
perbedaan yang signifikan antara panjang telinga kanan dan kiri pada anak perempuan. Sedangkan pada anak laki-laki, nilai ratarata tinggi telinga lebih besar dibandingkan anak perempuan. Telinga kiri secara
melaporkan
pertumbuhan daun telinga akan mencapai puncaknya pada usia 15 tahun pada laki-laki dan 13 tahun pada perempuan. Lebar daun telinga akan mencapai puncaknya pada usia 10 tahun pada laki-laki dan 6 tahun pada perempuan. Kalcioglu dkk.2 pada penelitiannya terhadap 1552 subjek dari usia baru lahir sampai usia 18 tahun menyimpulkan bahwa ukuran daun telinga akan mencapai
signifikan lebih lebar dibandingkan telinga kanan, dan indeks telinga kiri lebih besar dibandingkan telinga kanan pada anak lakilaki.
puncaknya pada usia 12 tahun pada laki-laki dan 11 tahun pada perempuan. Lebar daun telinga akan mencapai puncaknya pada usia 6 tahun. Ferrario dkk. seperti dikutip oleh Meijerman17 pada penelitiannya menemukan bahwa indeks telinga pada laki-laki baik telinga kanan maupun kiri mempunyai kecenderungan lebih besar dibandingkan indeks telinga perempuan. Perbedaan ukuran daun telinga berdasarkan jenis kelamin pada usia remaja sangatlah minimal. Total
berdasarkan kualitas dan kuantitasnya dibagi atas: (1) variasi ukuran (makrotia, mikrotia, anotia); (2) variasi pada posisi (telinga letak rendah); (3) variasi bagian anatomi seperti heliks, antiheliks, konka, tragus, antitragus, skapa, lobus maupun fosa triangularis; (4) variasi sesuai nama kelainan: crumpled ear, cryptotia, cupped ear, lop ear, preauricular and auricular tags, ear, pits, preauricular and
auricular prominent
preauricular question
ectopias, ear,
mark
detachment of ascending helix, satyr ear, shell ear, stahl ear.13 Tanzer23 mengklasifikasikan defek
pertumbuhan panjang telinga selama usia dewasa diperkirakan sebesar 8-9 mm, baik laki-laki maupun perempuan. Barut dkk.
4 5
pada
terhadap 153 anak usia enam sampai 13 tahun (87 laki-laki, bahwa 66 perempuan) terdapat
II. Hipoplasia komplet (mikrotia) a. Disertai atresia liang telinga b. Tanpa atresia liang telinga
9
menyimpulkan
tidak
III. Hipoplasia 1/3 tengah daun telinga IV. Hipoplasia 1/3 atas daun telinga a. Constricted (cup dan lop) ear b. Kriptotia c. Hipoplasi seluruh 1/3 atas daun telinga V. Prominent ear (Telinga caplang) Kelainan ditemukan ialah: anatomi yang sering Protruding/prominent ear, apabila
Gambar 10. Kriptotia13 Gambar 11. Protruding ear13
penonjolan telinga yang diukur dari mastoid ke heliks setinggi tragus melebihi 20.0 mm.18
Cupped ear, menonjolnya telinga ke arah lateral karena tidak terdapatnya lekukan antiheliks. Lop ear, melipatnya bagian atas daun telinga ke arah anterior dan inferior yang mengobliterasi fosa triangularis dan skapa. Telinga letak rendah, insersi bagian atas telinga terletak di bawah garis horisontal imajiner. Kriptotia, invaginasi bagian superior daun telinga di bawah lipatan kulit tulang temporal.13 Heliks: Crimped helix, sering terjadi pada 1/3 tengah heliks asendens. Sepanjang bagian posterior terlihat lebih rata atau seperti terjepit. Posterior pit, yaitu lekukan permanen pada daerah posteromedial heliks.
Gambar 12. Crimped helix13 Gambar 13. Posterior pit13
10
Antiheliks:
Antihelix
absent,
tidak Makrotia: kelainan bentuk telinga di mana panjang dan lebar telinga lebih besar dari dua standar deviasi di atas nilai rata-rata.13
terbentuknya lengkungan antara konka dan fosa triangularis dan heliks. Lobus: Absent lobe, tidak terdapatnya lobus.
Mikrotia Mikrotia merupakan suatu kelainan kongenital berupa malformasi bentuk telinga dengan berbagai derajat keparahan mulai
Gambar 16. Auricular pit13 Gambar 17. Preauricar pit13
dari bentuk telinga luar kecil dengan abnormalitas ringan sampai tidak
Auricular pit: lekukan kecil pada bagian bawah heliks asendens, konka atau pada krus heliks. Preauricular pit: lekukan kecil yang berada di anterior dari insersi telinga.
terbentuknya daun telinga, telinga tengah dan telinga dalam. Hal ini terjadi karena kurangnya proliferasi mesenkim yang terjadi saat pertumbuhan fetus pada usia kehamilan enam sampai delapan minggu. Teori lain mengatakan kemungkinan terjadinya
kerusakan embrionik pada akhir trimester pertama kehamilan. Mikrotia terjadi pada setiap 7000-8000 kelahiran hidup.11,24-28 Mikrotia dapat terjadi unilateral
Gambar 18. Auricular tag13
maupun
bilateral
dengan
perbandingan 4:1. Lebih sering terjadi pada telinga kanan dibandingkan telinga kiri 3:2.25 Deformitas
dengan
perbandingan
bilateral terjadi pada 10% kasus. Lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan dengan rasio 2,5:1, terutama
pada mikrotia unilateral. Penyebab mikrotia lebih bersifat multifaktorial. Belum ada
Gambar 19. Macrotia13
laporan
yang
menyatakan
kelainan
11
kromosom sebagai penyebab terjadinya mikrotia. Kurang dari 15% kasus memiliki riwayat yang sama dalam keluarga. Mikrotia yang terjadi pada kedua telinga dapat mengakibatkan gangguan terhadap proses bicara dan komunikasi sehingga harus diintervensi sedini mungkin.
7,11,12,16,25,26,29
Mikrotia diklasifikasikan mulai dari yang ringan (derajat I) hingga telinga luar yang tidak ada sama sekali (anotia). Weerda membagi mikrotia atas tiga tipe. Derajat I: kelainan ringan dengan sedikit perubahan bentuk pada heliks dan antiheliks. Derajat II: memiliki seluruh struktur utama, tetapi perlu dilakukan rekonstruksi pada tulang rawan atau kulit, terdapat stenosis liang telinga. Derajat III: abnormalitas ditandai dengan terdapatnya beberapa bahkan mungkin tidak terdapat bentuk sama sekali. Jika terdapat lobul, posisinya ke arah anterior.25
Persentase keterlibatan faktor genetik tidak mencapai angka 15%. Angka kejadian lebih tinggi pada ras Asia, terutama Jepang, Hispanik, dan Amerika asli (Eskimo dan Navajo) dibandingkan dengan ras kulit hitam atau putih.30 Faktor herediter bersama kelainan vaskular intrauterin dianggap merupakan etiologi dari mikrotia. Terdapat beberapa sindrom yang sering diasosiasikan dengan mikrotia seperti sindrom sindrom Goldenhar dan Colins. Selain itu,
Treacher
beberapa obat seperti thalidomide dan isotretionoin (accutane), dapat menimbulkan malformasi kongenital berat seperti
mikrotia. Faktor kausatif yang spesifik juga dapat mengakibatkan mikrotia seperti
Gambar 22. Mikrotia derajat III32 Gambar 23. Anotia32
infeksi rubella selama kehamilan trimester pertama. Mikrotia juga dapat terjadi sebagai akibat dari fetal alcohol syndrome dan diabetes maternal embriopati.12,28,31,32
Aguilar
dan
Jahrsdoerfer
(1988)
membagi mikrotia atas tiga tipe. Derajat I: memperlihatkan kelengkapan semua subunit
Klasifikasi mikrotia
anatomis
namun
dalam
ukuran
yang
12
seharusnya. Terjadi malformasi pinna dan ukuran lebih kecil dari normal. Derajat II: pinna berukuran lebih kecil dan kurang berkembang dibandingkan derajat I.
mata; 2) sejajar ujung lateral alis mata; 3) sejajar dengan kelopak mata bagian atas; atau 4) sejajar dengan sudut mata. Ujung bawah telinga bisa berada 1) di atas puncak cuping hidung; 2) sejajar cuping hidung; 3) sejajar puncak bibir atas; 4) sejajar sudut bibir.21
Terdapat displasia atau aplasia dari satu atau lebih subunit anatomis. Terdapat angulasi berlebih dari konka, antiheliks tidak
menggulung, dan tiga lapis bingkai aurikula sering ditemukan tidak lengkap. Scapha, yaitu bingkai utama, ditemukan lemah sehingga aspek superior dengan sendirinya menggulung. Tulang rawan tidak cukup terbentuk. Bentuk dari pinna mulai kurang jelas. Derajat III: merupakan mikrotia klasik dengan gambaran aurikula yang mikrotik
Gambar 24. Posisi telinga terhadap struktur wajah lainnya
berbentuk seperti kacang dengan bagian superior adalah elemen tulang rawan dan di inferior adalah gumpalan fibroadiposa dari lobulus aurikula, dan anotia: pinna sama sekali tidak tampak.14,29
Selain garis-garis tersebut, posisi daun telinga juga ditentukan oleh letak liang telinga. Berdasarkan Leiber, pertama, ditarik garis imajinasi yang menghubungkan
Rekonstruksi Perencanaan rekonstruksi Pengukuran Pada saat akan melakukan rekonstruksi telinga, maka yang pertama harus ditentukan ialah menentukan letak posisi normal daun telinga. Posisi ini ditentukan berdasarkan garis imajinasi yang dibuat dari ujung atas dan bawah daun telinga ke arah wajah. Ujung atas telinga bisa berada: 1) di atas alis
glabella dengan puncak bibir atas. Kedua, ditarik garis dari arah liang telinga ke arah garis pertama sampai membentuk sudut 90. Garis ini harus berada pada daerah yang berada di antara bagian bawah kelopak mata dengan batas atas cuping hidung. Jika garis tersebut berada di atas daerah tersebut, maka disebut telinga letak tinggi, dan bila berada di bawah daerah tersebut, maka disebut telinga letak rendah.21
13
autologus,
rekonstruksi
dengan
5
rangka
Rekonstruksi daun telinga dengan tulang rawan autogenus merupakan baku emas dari tindakan bedah rekonstruksi. Beberapa
Gambar 25. Penentuan liang telinga berdasarkan Leiber (dikutip dari Farkas21)
teknik
operasi
rekonstruksi
autologus telah dilakukan oleh ahli bedah rekonstruksi meliputi operasi Aguilar, Brent, Tanzer dan Nagata.11,25
Pembuatan Rangka Untuk dapat membuat rangka telinga, sebelumnya kita memerlukan negatif film yang sering digunakan untuk foto Rontgen. Lalu negatif film tersebut digunakan untuk mencetak pola bentuk daun telinga normal kontralateral. Apabila pada kasus mikrotia bilateral, maka daun telinga normal yang digunakan sebagai pola ialah daun telinga orang tuanya. Ukuran pola yang digunakan haruslah beberapa millimeter lebih kecil dari ukuran sebenarnya. Pola tersebut kemudian digunakan sebagai pola pada daerah operasi dan juga dapat digunakan sebagai pola saat membentuk iga yang akan digunakan sebagai donor.11
merupakan perdebatan. Faktor-faktor yang menentukan melakukan waktu yang tepat ialah untuk usia
rekonstruksi
pertumbuhan telinga luar, kekuatan tulang rawan iga sebagai donor serta efek psikologi pasien terhadap keadaan tersebut.11,12,14,24-26 Tulang rawan iga yang akan digunakan sebagai donor baru akan cukup ukurannya untuk digunakan sebagai donor saat usia pasien lima atau enam tahun. Efek psikologi pasien dengan mikrotia saat akan masuk sekolah juga harus dijadikan pertimbangan saat melakukan rekonstruksi. Dr. Brent merekonstruksi pasien pada usia antara enam sampai sepuluh tahun. Dr.
Nagata melakukan rekonstruksi pada usia sepuluh tahun dengan lingkar dada minimal 60 cm.11,12,25
rekonstruksi
14
Teknik
Brent
terdiri
dari
empat
dengan istilah prominent ear. Jarak yang dianggap berlebih ialah apabila jarak heliks (setinggi tragus) ke mastoid lebih dari 2.0 cm.20 Dieffenbach (1845) adalah orang pertama otoplasti. yang
1,20,33
tahapan. Tahap I: pembentukan kerangka (framework) daun telinga menggunakan tulang rawan iga kontralateral (iga ke 6-8). Tahap II: transposisi lobul yang dilakukan beberapa bulan setelah tahap I. Tahap III: elevasi kerangka daun telinga. Tahap IV: pembentukan tragus.11 Teknik Nagata terdiri dari dua tahapan, yaitu: Tahap I: pembentukan kerangka daun telinga, rekonstruksi tragus dan transposisi lobul. Tahap II: elevasi kerangka daun telinga yang dilakukan enam bulan setelah tahap I.11-14,25 Yazdi dkk.25 pada penelitiannya
memperkenalkan
teknik
Otoplasti
untuk
prominent
ear
memiliki dua prinsip komponen teknik, yaitu koreksi pada konka dan heliks. Akhirakhir ini, teknik otoplasti lebih difokuskan pada cara bagaimana membentuk jaringan yang baik daripada menghilangkannya.20,33 Waktu yang disarankan oleh ahli bedah untuk melakukan tindakan otoplasti ialah sebelum anak masuk sekolah, kira-kira pada usia lima atau enam tahun.1 Balogh dikutip dari Lavy,34 dalam penelitiannya menyatakan bahwa tindakan otoplasti tidak berpengaruh terhadap perkembangan telinga luar di kemudian hari. Tujuan utama dari tindakan otoplasti ialah menghasilkan
membandingkan penggunaan tulang rawan autograft (9 kasus) dengan tulang rawan homograft rekonstruksi (14 kasus) pada Pada operasi penelitian
mikrotia.
tersebut didapatkan bahwa selama follow-up dalam periode waktu empat tahun, dua kasus (satu autograft, satu homograft) mengalami resorbsi graft tulang rawan. Satu kasus pada kelompok homograft mengalami penekukan tulang rawan, dan dua kasus mengalami penekukan dan resorbsi secara bersamaan.
telinga dengan bentuk yang simetris dan tampak alami tanpa adanya luka bekas operasi.33 Beberapa teknik otoplasti yang
Otoplasti Merupakan suatu prosedur operasi untuk mengurangi kelebihan penonjolan daun telinga mastoid atau yang dikenal Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi akibat pengambilan graft iga pada dinding dada
15
lokasi donor ialah atelektasis ringan akibat nyeri pada saat inspirasi, pneumotoraks atau pneumomediastinum. Sedangkan komplikasi yang dapat terjadi pada daerah rekonstruksi ialah nekrosis kulit berat, hematoma, infeksi, jaringan parut hipertrofi maupun keloid.25
harus turut menjadi bahan pertimbangan. Pengetahuan terhadap ukuran antropometri daun telinga sangatlah penting untuk
mengetahui informasi dimensional dan pola pertumbuhan daun telinga.2,3,11 Berbagai penelitian telah dilakukan terhadap ukuran telinga. Penelitian yang
dilakukan dengan membandingkan populasi dengan perbedaan latar belakang sosial dan etnis menunjukkan hasil ukuran daun telinga yang berbeda-beda.2 Rubin dkk. seperti dikutip oleh Purkait5 dalam penelitiannya menyatakan bahwa tidak ada bentuk daun telinga yang dapat dijadikan patokan ukuran standar. Bahkan pada kelompok yang memiliki latar belakang etnis yang sama, perbedaan dapat terjadi pada bentuk dan ukuran daun telinga.3 Penelitian-penelitian yang dilakukan terhadap waktu yang tepat untuk melakukan rekonstruksi telinga pun tidak memiliki standar waktu yang sama. David A. pada penelitiannya menganjurkan waktu yang tepat untuk melakukan rekonstruksi ialah pada usia sekitar enam tahun. Hal ini diambil dengan pertimbangan pasien telah termotivasi untuk bekerja-sama dengan ahli bedah dan ukuran telinga kontralateral dianggap hampir mencapai ukuran dewasa.11
komponen penting pada wajah manusia. Ukuran, bentuk, maupun letaknya sangatlah penting dari sudut pandang estetika.5 Rekonstruksi daun telinga pada kasus absennya kelainan telinga karena trauma atau
kongenital
seperti
makrotia,
mikrotia, lop ear, prominent ear, kriptotia, merupakan suatu tantangan bagi kalangan dokter. Dibutuhkan suatu keahlian khusus dari seorang ahli bedah yang tidak hanya pengetahuan mengenai morfologi telinga, tetapi juga kemampuan artistik ahli bedah tersebut. Faktor-faktor lain yang berperan terhadap hal ini ialah tebal-tipisnya dan elastisitas rangka telinga dan tebal-tipisnya kulit. Faktor waktu juga memegang peranan yang penting dalam melakukan rekonstruksi telinga. Perencanaan harus dilakukan
bersama-sama dengan ahli otologi bila disertai dengan kelainan liang telinga, kelainan telinga tengah dan dalam, fungsi pendengaran, dan aspek psikososial pun
16
Nilai normal standar pada pengukuran antropometri telinga harus dapat diatur secara jelas pada latar tiap-tiap belakang populasi. etnis
DAFTAR PUSTAKA
1. Naumann
A.
Otoplasty-technique,
characteristic and risk. Head Neck Surg 2007; 6:1-14. 2. Kalcioglu MT, Miman MC, Toplu Y, Yakinci C, Ozturan O. Anthropometry growth study of normal human auricle. Int J Ped Oto 2003; 67:1169-77. 3. Farkas LG, Posnick JC, Hreczko TM. Anthropometry growth study of the ear. Cleft Palate-Craniofacial J 1992; 29(4):24-9. 4. Barut C, Aktunc E. Anthropometric
Perbedaan
mengakibatkan sulitnya menentukan standar nilai antropometri. Sebagai contoh, antara etnis Cina Singapura dan etnis Cina Hongkong memiliki nilai pengukuran yang berbeda. Oleh karena itu dibutuhkan
penelitian dengan populasi yang lebih besar, sehingga dapat diketahui dengan jelas perbedaan nilai yang didapat.7 Di Indonesia sendiri, belum ada
measurements of the external ear in a group of Turkish primary school students. Aest Plast surg 2006; 30:255-9. 5. Purkait R, Singh P. Anthropometry of the normal human auricle: a study of adult Indian men. Aest Plast Surg 2007; 31:372-9. 6. Meijerman L, Sholl S, Conti FD, Giacon C, Lugt C, Drusini A, et al. Exploratory study on classification and individualization of earprints. Forensic Sci Int 2004; 32:91-9. 7. Lian WB, Cheng MS, Tiong IH, Yeo CL. Auricular anthropometry of newborn at the Singapore general hospital. Ann Acad Med Singapore 2008; 37:383-9. 8. Soepardi EA. Pemeriksaan telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Dalam:
penelitian yang dilakukan untuk menentukan nilai antropometri telinga, sehingga belum didapatkan patokan nilai yang dapat
digunakan sebagai rujukan ahli bedah saat akan melakukan rekonstruksi telinga. Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian untuk dapat menentukan nilai antropometri telinga orang Indonesia agar didapatkan
pengetahuan yang umum terhadap ukuran telinga. Berdasarkan diskusi dapat disimpulkan bahwa ukuran antropometri daun telinga, informasi dimensional dan pola
pertumbuhan daun telinga sangat penting untuk melakukan perencana dan tindakan rekonstruksi daun telinga.
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, eds. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala & leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. h. 1-22.
17
9. Helmi. Anatomi bedah regio temporal. Otitis media supuratif kronis, pengetahuan dasar, terapi medik, mastoidektomi, timpanoplasti. Edisi ke-1. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2005. h. 4-28. 10. Wikipedia Encyclopedia. Anatomy of the human ear. c2009 - [cited 2009 Feb 15]. Available from:
17. Meijerman Lugt CVD, Maat GJR. Cross sectional anthropometry study of the external ear. J Forensic Sci 2007; 52(2):286-93. 18. Siegert R, Magritz R. Reconstruction of the auricle. Head Neck Surg 2007; 6:1-11. 19. Peeples EE, Dixon LK, Buss WR. Genetic analysis of the pinna of the human ear: sex differences in college age adults. J Heredity 1985; 76:390-2. 20. Burres S. The anterior-posterior otoplasty.
Arc Otol Head Neck Surg 1998; 124:181-5. 21. Farkas LG. Chapter 2: examination. In: Farkas LG, ed. Anthropometry of the head and face. 2nd ed. New York: Raven Press; 1994. p. 3-56. 22. Murakami CS, Quatela VC, Reconstruction surgery of the ear. In: Cummings CW, Fredrickson JM, Harker LA, Schuller MA, Richardson, eds. Pediatric otolaryngology head and neck surgery. 3rd ed. Missouri: Mosby; 1998. p. 439-54. 23. Tanzer RC, Belluci RJ, Converse JM. Deformities of the auricle. In: Converse JM, ed. Reconstructive plastic surgery.
Craniofacial Surg 2003; 14(4):481-6. 12. Bauer BS. Ear microtia. Juni 2006 [cited 2009 March 29]. Available From:
http://emedicinemedscape.com/article/1290083-overview. 13. Hunter Hunter, Frias JL, Kaesbach GG, Hughes H, Jones KL, Wilson L. Elements of morphology: standard terminology for the ear. Am J Med Genet 2009; 149:40-60. 14. Kesser BW. Aural Atresia. Juni 2008 [cited 2009 March 29]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/87821 8-overview. 15. Roro. Ear development [image on the internet]. c2008 - [cited 2007 Oct 27]. Available from:
Philadelphia: WB Saunders Co; 1977. p. 1671-710. 24. Mastroiacovo P, Corchia C, Botto LD, Lanni R, Zampino G, Fusco D. Epidemiology and genetics of microtia-anotia: a registry based study on over one million births. J Med Genet 1995; 32:453-7. 25. Yazdi AK, Hosseini MS, Sadeghi M, Sazgar. AA, Safikhani R. Comparison of microtia reconstructive surgery with autograft versus 18
http://www.keseharian.com/journal/?m=2007 10. 16. Bauer GP, Wiet RJ, Zappia JJ. Congenital aural atresia. Laryngoscope 1994; 104:121924.
homograft. 10(1):43-7.
Arch
Iranian
Med
2007;
Scholes
M.
Microtia
and
congenital aural atresia. Otolaryngol Clin N Am 2007; 40:61-80. 31. Papel ID. Facial plastic and reconstructive surgery. 2nd ed. Philadelphia: Thieme; 2002. p. 803-12. 32. Anonim. Microtia [image on the internet]. Robert E. The c2008 - [cited 2007 Dec 28]. Available form: http://microtia.wordpress.com/2007/12/28/se kilas-tentang-microtia. 33. Scharer SA, Farrior EH, analysis of Farrior the RT.
26. Dept of state health services. Birth defect risk factor series: microtia and anotia. March 2007 [cited 2008 July 15]. Available from: http://www.dshs.state.tx.us/birthdefects/risk/r isk-anotia microtia.shtm. 27. Harris J, Kallen B,
epidemiology of anotia and microtia. J Med Genet 1996; 33:809-13. 28. Kaye CI, Rollnixk BR, Hauck WW, Martin AO, Richtsmeier JT, Nagatoshi K. Microtia and associated anomalies: statistical analysis. Am J Med Genet 1989; 34:574-8. 29. Ishimoto S, Ito K, Yamasoba T, Kondo K, Karino S, Takegoshi H, et al. Correlation between microtia and temporal using bone grading
Retrospective
farrior
technique for otoplasty. Arch Facial Plast Surg 2007; 9:67-73. 34. Lavy J, Stearns M. Otoplasty: technique, results and complications-a review. Clin Otol 1997; 22:390-3. 35. Mascio DD, Castagnetti F, Baldassarre S. Otoplasty: Anterior abrasion or ear cartilage with dermabrader. Aesth Plast Surg 2004; 27:446-71.
malformation
evaluated
19