Anda di halaman 1dari 12

KEBERLANJUTAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN BERDASARKAN PRINSIP-PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI ZONA INDUSTRI GENUK, SEMARANG

Tugas Mata Kuliah Pilihan (MKP) PEMBANGUNAN KOTA BERKELANJUTAN

Dosen Pengampu Prof. Ir. Eko Budihardjo,M.Sc

Oleh: SARIFFUDDIN L4D 008 146

PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER TEKNIK PEMBANGUNAN WILAYAH DAN KOTA UNIVERSITAS DIPONEGORO 2009
0

KEBERLANJUTAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN BERDASARKAN PRINSIP-PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI ZONA INDUSTRI GENUK, SEMARANG

A. PENDAHULUAN
Isu permasalahan kependudukan dan penurunan kualitas lingkungan hidup menjadi isu global, tidak terkecuali Kota Semarang. Permasalahan lingkungan hidup di Semarang terjadi kurang lebih 20 tahun yang lalu. Hal ini ditandai dengan meluasnya daerah rawan rob, penurunan kualitas air tanah, maupun air permukaan, dan penurunan kualitas udara. Masalah lingkungan hidup yang paling menonjol terjadi di Zona Industri Genuk. Di daerah ini air sumur dangkal tidak dapat dimanfaatkan kembali sebagai sumber air bersih. Masalah yang paling terasa adalah kondisi air sungai yang sepanjang tahun berwarna hijau atau hitam dan berbau. Padahal, kurang lebih 20 tahun yang lalu air sungai tersebut dapat dimanfaatkan untuk mencuci, dan sarana bermain anak-anak (mandi di sungai). Begitupula kondisi udara di Kota Semarang juga sudah tercemar. Menurut Komite Penghapusan Bensin Bertimbal Kantor Kementrian Lingkungan Hidup yang dimuat majalah Tempo (29 Mei 2005) menyebutkan bahwa pencemaran udara akibat timbal (Pb) yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor telah mencemari udara dan sudah dalam ambang kritis. Lebih lanjut, permukiman di zona industri Genuk terancam tidak berkelanjutan yang disebabkan oleh dua faktor utama yaitu pertama tidak implementatifnya kebijakan publik dalam mengakomodasi kebutuhan dan pelayanan masyarakat, kedua kesejahteraan masyarakat (welfare) dari sisi ekonomi masih belum terpenuhi sehingga perhatian masyarakat terhadap aspek lingkungan belum menjadi prioritas utama (Sariffuddin, 2006).

B. RUMUSAN MASALAH
Masalah lingkungan hidup menjadi masalah utama di Zona Industri Genuk. Hampir seluruh wilayah zona industri terjadi pencemaran lingkungan baik tanah, air dan udaranya. Hal ini disebabkan oleh bercampurnya limbah industri, limbah rumah tangga dan saluran drainase. Kondisi tersebut diperparah oleh rob dan banjir yang terjadi rutin tiap tahunnya. Saat rob dan banjir tentunya air limbah meluap dan masuk ke rumah-rumah warga. Namun, meskipun kondisi lingkungan di Zona Industri Genuk terpuruk warga tetap bertahan dan bahkan tidak mau pindah rumah. Salah satu alasannya adalah karena dekat dengan mata pencaharian dan keluarga. (Sariffuddin, 2006). Sehingga dapat ditarik research question apakah kondisi zona industri genuk saat ini memenuhi prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan?

C. TUJUAN DAN MANFAAT


Studi ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan berkelanjutan lingkungan permukiman di Zona Industri Genuk berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan

berkelanjutan. Sedangkan manfaat yang dapat diambil adalah dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam penyusunan kebijakan publik dan evaluasi pembangunan kota Semarang saat ini.

D. GAMBARAN UMUM KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN


Perkembangan Zona Industri Genuk menjadi pusat kegiatan perindustrian, perdagangan dan jasa, transportasi, dan permukiman terjadi selama 20 tahun terakhir. Akan tetapi dibalik berkembangnya kegiatan perindustrian dan kegiatan-kegiatan pendukung lainnya telah menyebabkan beberapa permasalahan lingkungan hidup. Masalah lingkungan hidup tersebut terasa sekitar 10 tahun terakhir. Masalah lingkungan hidup di Zona Industri Genuk dapat dijelaskan sebagai berikut (Sariffuddin, 2006): Timbulnya Rumah-Rumah Tidak Layak Huni (Kumuh) Warga yang menghuni rumah tidak layak huni (kumuh) sebagian besar bukanlah warga Kota Semarang, mereka datang untuk dapat bekerja di sektor industri tetapi karena keterbatasan pendidikan dan ketrampilan sehingga banyak yang tidak tertampung oleh industri. Rumah-rumah yang didirikanpun tidak memenuhi syarat kesehatan. Banyak rumah dengan luas tidak lebih dari 21 m2, tidak dilengkapi jendela, dinding dari papan yang tidak utuh, lantai dari tanah, dan pada saat hujan terjadi banjir dan rob. Kondisi ini terjadi di lingkungan permukiman yang berada di kawasan industri dan bantaran sungai. Timbulnya rumah kumuh ini sudah lama akan tetapi mulai banyak sejak tahun 1997 yaitu setelah reformasi, banyak warga mematok/mengkapling bidang-bidang tanah untuk didirikan rumah tinggal.

Sumber: Dokumentasi Sariffuddin, 2006 Gambar 1 Kondisi Rumah Kumuh

Penurunan Kualitas Bangunan Penurunan kualitas bangunan disebabkan oleh semakin meluasnya daerah rawan rob

dan banjir serta tingkat kemampuan warga yang masih rendah. Secara umum kualitas bangunan yang menurun adalah rumah-rumah yang kumuh, terletak di sempadan sungai dan dihuni oleh warga pendatang. Rob yang terjadi hampir setiap malam sering menggenangi rumah warga hingga banyak lantai rumah yang bocor karena rob. Air laut muncul lewat selasela ubin atau lantai yang sudah retak, sehingga tidak sedikit lantai rumah warga yang rusak. Kondisi ini semakin diperparah jika terjadi banjir dengan genangan air bisa mencapai 1 meter. Selain itu, juga disebabkan oleh permasalahan penurunan tanah (land subsidence), yang mengharuskan warga meninggikan rumahnya hampir tiap 3 tahun sekali. Karena jika rumah tidak ditinggikan maka rob atau banjir yang terjadi akan semakin tinggi menggenangi rumah warga.

Penurunan Keselamatan Bangunan Keselamatan bangunan dipengaruhi oleh kualitas bangunan dan lokasi rumah.

Penurunan tanah (land subsidence) telah menyebabkan meluasnya daerah rawan rob dan banjir serta potensi genangan air yang semakin tinggi. Penurunan tanah juga menyebabkan penurunan keselamatan bangunan, terutama menyebabkan terjadinya retakan-retakan pada dinding-dinding rumah dan kaca jendela pecah. Pada daerah tertentu banyak warga yang membangun rumahnya di bantaran sungai dan bahkan sebagian rumahnya justru di sungai, yaitu dengan membuat tiang-tiang penyangga rumah di sungai. Rumah-rumah warga tersebut sebagian berada di sungai dan sebagian yang lain berada di daratan. Aliran air sungai menjadi tidak lancar, bahkan ada kecenderungan warga membuang sampah di sungai dan selokan sekitar rumah mereka. Sampah dan rumah menjadi penghambat aliran air, padahal sungai tersebut dimanfaatkan pula sebagai tempat pembuangan limbah rumah tangga dan wc/kakus.

Penurunan Kualitas Air Tanah Penurunan kualitas air tanah dipengaruhi oleh pencemaran limbah industri dan

limbah rumah tangga yang meresap ke sumur dangkal. Pencemaran ini dirasakan warga terjadi sekitar 10 tahun terakhir dengan ditandai oleh warna, bau dan rasa air sumur yang sama dengan kondisi air permukaan. Sebelumnya air dari sumur dangkal dapat dimanfaatkan warga untuk mencuci dan mandi sedangkan untuk memasak dan minum berasal dari sumur artesis. Akan tetapi, saat ini hanya air dari sumur artesis saja yang dapat digunakan untuk

memenuhi kebutuhan warga, karena air sumur dangkal telah tercemar. Indikasi pencemaran tersebut adalah berwarna hitam pada musim kemarau dan berwarna hijau pada musim penghujan dan berbau anyir.

Air sumur dangkal dan air sungai dapat dimanfaatkan Air sumur dangkal dapat dimanfaatkan dan air sungai tidak dapat dimanfaatkan Air sumur dangkal dan air sungai sama-sama tidak dapat dimanfaatkan

Belum ada industri dan perumahan belum berkembang (1980-an)

Ada industri dan perumahan belum berkembang (1990-an)

Industri Berkembang dan perumahan berkembang (1997-an)

Sumber: Sariffuddin, 2006

Gambar 2 Kecenderungan Penurunan Kualitas Air

E. KAJIAN TEORI
1) Paradigma Pembangunan Berkelanjutan Pembangunan berkelanjutan mulai didengung-dengungkan sejak tahun 1980-an. Pertama kali paradigma tersebut muncul dalam World Conservation Strategy dari the International Union for the Conservation of Nature (1980). Tahun 1992 merupakan puncak dari proses politik, yang akhirnya pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro, Brasil, paradigma pembangunan berkelanjutan diterima sebagai sebuah agenda politik pembangunan untuk semua negara di dunia. Hingga saat ini hasil dari pelaksanaan paradigma tersebut belum dapat dirasakan secara riil. Wujud nyata dari kegagalan implementasi paradigma tersebut adalah tidak terpenuhinya sasaran utama pembangunan yaitu penurunan kemiskinan, dan perbaikan masalah lingkungan hidup. Menanggapi masalah tersebut, banyak ahli yang angkat bicara, seperti Keraf (2002: 191) yang menyatakan bahwa kegagalan itu timbul karena kurang dipahaminya paradigma pembangunan berkelanjutan sebagai etika politik pembangunan, yaitu sebuah komitmen moral tentang bagaimana seharusnya pembangunan itu diorganisir dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Begitupula Poerwanto (2000: 158) yang menyatakan bahwa akar masalah kegagalan tersebut karena orientasi pembangunan masih memprioritaskan sektor ekonomi sebagai

sektor utama sedangkan sosial dan lingkungan hidup kurang diprioritaskan sehingga tujuan dari pembangunan berkelanjutan tidak tercapai.

2) Konsep dan Prinsip-prinsip Pembangunan Berkelanjutan Pembangunan berkelanjutan merupakan konsep pembangunan yang holistik tidak hanya menempatkan manusia sebagai satu-satunya unsur yang bertanggungjawab tetapi juga dipengaruhi oleh kebijakan. Kondisi internal menjadi modal dasar (Asset-based) yang mencerminkan suatu kondisi masyarakat kota yang berinteraksi sesamanya, dengan lingkungan hidup sebagai ruang dan sebagai penyedia kebutuhan dan ekonomi sebagai suatu usaha/aktivitas dalam pemenuhan kebutuhan (Metter, 1999: 8). Sedangkan kebijakan berperan sebagai pedoman yang mengarahkan kondisi masyarakat menuju suatu keberlanjutan secara sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup. Sehingga keberlanjutan suatu kota dipengaruhi oleh kondisi internal kota yang berperan sebagai modal dasar (integrasi sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup) dipengaruhi oleh kebijakan sebagai pengatur kelangsungan aktivitas internal kota. Suatu kota yang berkelanjutan mesti memiliki basis ekonomi yang kuat, keseimbangan lingkungan yang terpelihara, keadilan sosial dan kekentalan komunitas. Adapun prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan sebagai berikut:

Tabel 1: Prinsip-Prinsip Pembangunan Berkelanjutan


No 1. Prinsip Dasar Pertumbuhan ekonomi 2. Keserasian Lingkungan 3. Kekentalan Komunitas Kota yang tidak Berkelanjutan Kompetisi, mengutamakan industri besar, hanya aktivitas bisnis tertentu yang dikembangkan Peningkatan kemampuan SDM kurang diperhatikan Terlalu banyak peraturan dan birokrasi Tidak ada tax insentive bagi pengelolaan pembangunan yang berwawasan lingkungan Orientasi formalisme dan fungsionalisme Penggunaan sumber-sumber daya alam secara berkelebihan; Pencemaran lingkungan; Tata guna lahan tunggal Kurang koordinasi dengan sistem transportasi Taman-taman dan kawasan lindung beralih fungsi Kepadatan tinggi tidak terkendali Disparitas yang meningkat antar berbagai kelompok pendapatan Kecenderungan eksklusivisme Masyarakat patembayan Kota yang berkelanjutan Kerjasama strategis dan aneka industri dan bisnis SDM sangat diperhatikan Deregulasi dan debirokratisasi Dirintis adanya tax insentive bagi pengelolaan pembangunan yang berwawasan lingkungan Orientasi sistemik dan humanisme Konservasi sumber daya alam Pencegahan pencemaran Tata guna lahan campuran Koordinasi dengan sistem transportasi Penciptaan taman-taman dan kelestarian kawasan lindung Kepadatan tinggi dibatasi di areaarea tertentu saja Pengurangan kesenjangan ekonomi Kebersamaan/ solidaritas sosial Masyarakat paguyuban

4. 5.

Pola Kemitraan

Peran Serta Penduduk 6. Sistem Pemerintahan Sumber: Research Triangle Institute, 1996 dalam Budiharjo, 1997

(Gessellschaft) Kurang terjalin pola kemitraan antar pemerintah, swasta dan masyarakat Peran serta penduduk sangat terbatas Terlalu terpusat (sentralisasi)

(Gemeinschaft) Jalinan yang kuat antara pemerintah, swasta dan masyarakat Jalinan yang kuat antara pemerintah, swasta, dan masyarakat Otonomi daerah (desentralisasi)

3) Temuan Penelitian Sebelumnya Banyak perilaku bercirikan budaya masyarakat desa yang diterapkan di kota oleh para pendatang. Penduduk yang dekat dengan sungai lebih cenderung memanfaatkan sungai sebagai media pembuangan limbah cair dan padat. Sungai sebagai media saluran limbah dan dimanfaatkan pula untuk jamban/WC. Kondisi tersebut dapat dijumpai di Kelurahan Terboyo Kulon, Terboyo Wetan, dan Trimulyo. Kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan sampah juga rendah. Masyarakat juga belum memisahkan antara drainase dengan limbah rumah tangga. Disamping itu partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan permukiman juga rendah. Partisipasi/gotong royong sering dilakukan masyarakat jika sarana dan prasarana lingkungan yang rusak seperti jalan rusak atau jembatan rusak tetapi partisipasi dalam mengelola kebersihan lingkungan, kebersihan sungai, drainase dan lain-lain masih rendah. Pengelolaan tersebut hanya dilakukan oleh beberapa keluarga dan berlokasi pada sekitar rumahnya. Permasalahan lingkungan semakin terpuruk dan menjadi masalah sosial. Masyarakat merasa terganggu oleh keberadaan lingkungan yang semakin lama semakin buruk, kotor, dan tempat bersarangnya vektor-vektor penyakit. Namun masyarakat tidak dapat melakukan suatu tindakan untuk menyelesaikan masalah. Warga menganggap bahwa pengelolaan lingkungan saat ini merupakan suatu tindakan yang percuma, karena lingkungan yang sudah dikelola dan diperbaiki dapat dipastikan akan rusak kembali. Sebagai contoh rusaknya jalan karena penurunan tanah (land subsidence), jika jalan tersebut diperbaiki ataupun ditinggikan tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal karena akan rusak kembali. Sehingga secara prinsip masalah lingkungan yang disebabkan oleh perilaku masyarakat terjadi karena pertama ketidaktahuan warga dalam mengelola lingkungan permukiman, kedua

ketidakmampuan mengelola dan mengembalikan kondisi lingkungan menjadi lebih baik, ketiga ketidakmauan karena pengelolaan lingkungan merupakan suatu tindakan yang percuma.

Warga pendatang tidak tahu harus berbuat apa dalam mengelola lingkungan permukiman Lingkungan permukiman semakin terpuruk sehingga warga tidak mampu lagi menanganinya Warga tidak mau mengelola lingkungan permukimannya kembali karena percuma.

Tidak tahu

Jenjang penyebab perilaku warga Tidak mampu Tidak mau

Sumber: Penyusun berdasarkan wawancara dengan warga dan tokoh masyarakat, 2006

Gambar 4 Hubungan Jenjang Penyebab Perilaku Warga Terhadap Penurunan Kualitas Lingkungan

F. ANALISIS KEBERLANJUTAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN


Permukiman di Zona Industri Genuk tumbuh dan berkembang setelah penetapan dan pembangunan industri. Orang mulai berdatangan untuk bekerja sebagai karyawan industri maupun bekerja di sektor non industri. Pertama kali kawasan industri yang ada di zona tersebut adalah Lingkungan Industri Kecil (LIK), namun pengaruhnya dalam menarik para pendatang tidak begitu besar. Para pekerja yang bekerja di lingkungan industri kecil ini berasal dari sekitar Kecamatan Genuk terutama Kelurahan Muktiharjo Lor, Genuksari dan Gebangsari. Namun setelah terbangunnya industri di Kelurahan Terboyo Wetan dan Trimulyo, arus pendatang semakin meningkat. Pada awalnya pendatang berasal dari Kabupaten Demak dan Grobogan, tetapi dalam perkembangannya banyak pula yang berasal dari Kabupaten/Kota lain bahkan Propinsi Jawa Timur dan Jawa Barat. Tujuan mereka datang adalah untuk bekerja di sektor industri. Berdasarkan deskripsi tersebut jelas bahwa motif penduduk bermukim adalah untuk meningkatkan perekonomian. Sehingga prinsip growth lebih dominan dibandingkan prinsip safety. Prinsip tersebut sangat jelas teridentifikasi dari motif para pendatang yang mendekati tempat kerja dengan menyewa kos-kosan, begitupula warga setempat yang memanfaatkan potensi zona industri sebagai penyedia kos-kosan dan berdagang. Diduga bahwa prinsip safety bukan menjadi prioritas bermukim warga ataupun pendatang. Hal ini terlihat dari kondisi lingkungan di dekat kawasan industri yang terpuruk namun minat pendatang untuk menyewa kamar maupun kontrak rumah yang besar. Secara ekonomi keberadaan zona industri menguntungkan bagi para pendatang maupun warga setempat.

G. PEMBAHASAN
Keberlanjutan Lingkungan permukiman di Zona Industri Genuk dapat dinilai berdasarkan kriteria dalam prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Tabel berikut menunjukkan penilaian keberlanjutan lingkungan permukiman di Zona Industri Genuk. Warna merah menunjukkan kecenderungannya pada kota yang tidak berkelanjutan sedangkan warna hijau menunjukkan kecenderungan pada kota yang berkelanjutan, adapun penilaiannya dapat dilihat pada tabel: Tabel 2: Penilaian Keberlanjutan Lingkungan Permukiman di Zona Industri Genuk Berdasarkan Prinsip-prinsip Pembangunan Berkelanjutan
No 1. Prinsip Dasar Pertumbuhan ekonomi Kota yang tidak Berkelanjutan Kompetisi, mengutamakan industri besar, hanya aktivitas bisnis tertentu yang dikembangkan Peningkatan kemampuan SDM kurang diperhatikan Terlalu banyak peraturan dan birokrasi Tidak ada tax insentive bagi pengelolaan pembangunan yang berwawasan lingkungan Orientasi formalisme dan fungsionalisme Penggunaan sumber-sumber daya alam secara berkelebihan; Pencemaran lingkungan; Tata guna lahan tunggal Kurang koordinasi transportasi Taman-taman dan beralih fungsi dengan sistem Kota yang berkelanjutan Kerjasama strategis dan aneka industri dan bisnis

SDM sangat diperhatikan

Deregulasi dan debirokratisasi Dirintis adanya tax insentive bagi pengelolaan pembangunan yang berwawasan lingkungan Orientasi sistemik dan humanisme Konservasi sumber daya alam

2. Keserasian Lingkungan 4. Pola Kemitraan

Pencegahan pencemaran Tata guna lahan campuran Koordinasi dengan sistem transportasi

kawasan

lindung

Penciptaan taman-taman dan kelestarian kawasan lindung Kepadatan tinggi dibatasi di area-area tertentu saja Pengurangan kesenjangan ekonomi

Kepadatan tinggi tidak terkendali

3.

Kekentalan Komunitas

Disparitas yang meningkat antar berbagai kelompok pendapatan Kecenderungan eksklusivisme Masyarakat patembayan (Gessellschaft) Kurang terjalin pola kemitraan antar pemerintah, swasta dan masyarakat Peran serta penduduk sangat terbatas

Kebersamaan/ solidaritas sosial Masyarakat paguyuban (Gemeinschaft) Jalinan yang kuat antara pemerintah, swasta dan masyarakat Jalinan yang kuat antara pemerintah, swasta, dan masyarakat Otonomi daerah (desentralisasi)

5.

Peran Serta Penduduk Sistem Pemerintahan

6.

Terlalu terpusat (sentralisasi)

Sumber: Analisis, 2009 berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dari Research Triangle Institute, 1996 dalam Budiharjo, 1997

Berdasarkan prinsip-prinsip dasar pembangunan berkelanjutan tersebut dapat diketahui bahwa lingkungan permukiman di zona industri Genuk terancam tidak berkelanjutan. Permasalahan ketidak berlanjutan lebih dominan disebabkan oleh prinsip dasar (1) pertumbuhan ekonomi (2) keserasian lingkungan, (3) Pola Kemitraan, (5) Peran Seta Penduduk dan (6) Sistem pemerintahahan. Sedangkan prinsip kekentalan komunitas dan sistem pemerintahan mendukung keberlanjutan lingkungan permukiman di zona industri genuk Hal ini dapat dilihat dari grafik kecenderungan kota yang tidak berkelanjutan (ditunjukkan pada grafik merah) dibandingkan yang berkelanjutan (grafik hijau), dengan alasan sebagai berikut: 1) Pertumbuhan ekonomi, kompetisi perekonomian lebih mengandalkan industri besar yang padat karya, kurang memperhatikan SDM dan lebih mementingkan skill dasar dan kurangnya tax (pajak) khusus untuk pengelolaan lingkungan. 2) Keserasian lingkungan, penggunaan sumber daya yang berlebihan, hal ini dapat dilihat dari pemanfaatan sumur dalam (artesis) yang banyak terdapat di Zona Industri Genuk dan menjadi satu-satunya sumber air bersih masyarakat. Disamping itu, rata-rata satu industri/pabrik memiliki minimal satu sumur artesis. Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah industri dan limbah rumah tangga telah mencemari hampir seluruh wilayah kota. Kurang terkoordinasinya sistem transportasi sehingga kemacetan menumpuk di Jalan Kaligawe. 3) Kekentalan komunitas, sesuai dengan kultur jawa yang sangat kuat budaya kebersamaannya, masyarakat di Zona Industri Genuk sangat erat kekerabatannya, untuk kegiatan lingkungan tidak ada eksklusivme antar warga. Sebuah hipotesa dari perilaku masyarakat adalah bahwa budaya pedesaan sangat kuat di lingkungan permukiman Zona Industri Genuk. Sebagai contoh, masih menyatunya kehidupan masyarakat dengan alam seperti membangun jamban di sungai dan lain-lain. 4) Pola kemitraan, Kemitraan antar pemerintah, swasta dan masyarakat sangat rendah. Sebagai contoh, keterbatasan air bersih. Pemerintah kota tidak menyediakan air bersih untuk masyarakat sehingga untuk memenuhi kebutuhannya masyarakat terpaksa membuat sumur dalam (artesis), padahal keberadaan sumur artesis tersebut menjadi salah satu penyebab land subsidance. 5) Peran serta penduduk, jalinan kebersamaan masyarakat untuk dilibatkan dalam perencanaan ataupun pembangunan kota masih rendah. 6) Sistem pemerintahahan, kota semarang sudah desentralisasi, yang memiliki hak dan kewajiban mengelola kotanya.

H. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


1) Kesimpulan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Zona Industri Genuk kurang memenuhi prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan sehingga

keberadaannya sangat terancam tidak berkelanjutan. Dari analisis singkat ini dapat ditarik kesimpulan permasalahan ketidak berlanjutan Zona Industri Genuk disebabkan oleh: Kebijakan yang kurang mengakomodasi permasalahan lingkungan hidup: Kebijakan pemerintah kota yang belum mengakomodasi permasalahan lingkungan di sekitar Zona Industri Genuk. Sebagai contoh permasalahan rob, land subsidance dan banjir di sekitar Zona Industri Genuk belum dapat tertangani dengan maksimal. Padahal salah satu akar permasalahannya telah diketahui yaitu eksploitasi air bawah tanah (sumur artesis) yang terlalu banyak sehingga terjadi penurunan tanah. Namun kondisi tersebut belum terpecahkan. Selanjutnya, proses monitoring lingkungan (AMDAL) lebih bersifat lokalistik yaitu hanya dilakukan pada pabrik-pabrik/industri-industri semata namun belum dilakukan hingga ke permukiman dan lingkungan sekitarnya. Tidak adanya kerjasama pengelolaan bersama yang dilakukan oleh swasta. Salah satu sumber penyebab permasalahan lingkungan adalah pihak swasta sendiri yaitu dari limbah yang ditimbulkan. Namun tidak ada suatu proses swakelola lingkungan hidup yang dilakukan oleh pihak swasta. Perilaku masyarakat yang relatif cuek terhadap lingkungan sekitarnya. Banyak rumahrumah yang membuang limbah rumah tangganya di saluran air limbah yang pada akhirnya menyatu (bercampur) dengan drainase.

2) Rekomendasi Untuk dapat mewujudkan Zona Industri Genuk yang berkelanjutan dapat dilakukan proses sebagai berikut: 1. Mengakomodasi permasalahan lingkungan, pengelolaan yang komprehensif dan menyeluruh pada kebijakan kota. 2. Perlu adanya kerjasama dengan pihak swasta dalam proses pengelolaan lingkungan hidup 3. Perlu adanya pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup yang dikelola secara rutin dan perlu adanya proses social learning terkait dengan lingkungan sehat.

10

DAFTAR PUSTAKA: Budihardjo, Eko & Sujarto, Djoko. 1997. Kota Yang Berkelanjutan (Sustainable City). Jakarta: Pengembangan pusat Studi Lingkungan (PP PSL) Keraf, A. Sonny. 2002. Etika lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas Metter, Ken. 1999. Neigborhood Sustanbaility Indicator Guidebook. Minnesota; Crossroads Resource Center Poerwanto, Hari. 2000. Kebudayaan dan Lingkungan dalam Perspektif Antropologi. Jakarta: Pustaka Pelajar Reid, David. 1995. Sustainable Development. London : Earthscan Publication Ltd Sariffuddin. 2006. Quality of Life and the Perception of The Community. Makalah seminar pada 2nd International Conference on Environment and Urban Management. Universitas Katolik Soegijopranoto. 2 3 Agustus 2006

11

Anda mungkin juga menyukai