Anda di halaman 1dari 8

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Krisis ekonomi yang berkepanjangan telah menyebabkan meningkatnya jumlah penderita penyakit jiwa, terutama gangguan kecemasan. Berbagai macam krisis yang terjadi sebenarnya bukan krisis ekonomi sebagai pangkal masalahnya, melainkan mendasar pada kesehatan mental bangsa ini sendiri. Minimnya perhatian terhadap kesehatan mental bangsa termanifestasi dalam begitu banyak masalah yang disebut krisis multidimensional. Pernyataan ini dinyatakan dengan jelas oleh dr. Danardi Sosrosumihardjo, Sp.K.J., dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) dalam konferensi pers Konvensi Nasional Kesehatan Jiwa ke-2, yang bertema Kesehatan Jiwa Masyarakat, Kesehatan Jiwa Bangsa, pada hari Kamis (9/ 10) di Jakarta. Pernyataan ini bukanlah tanpa dasar. Krisis ekonomi yang terus berkepanjangan ternyata meninggalkan kisah-kisah menyedihkan dengan meningkatnya jumlah penderita ganngguan jiwa, terutama jenis anxietas (gangguan kecemasan). Gejala gangguan kesehatan mental yang mencakup mulai dari gangguan kecemasan, depresi, panik hingga gangguan jiwa yang berat seperti Schizoprenia hingga pada tindakan bunuh diri, semakin mewabah di tengah masyarakat. Dari sekian jumlah penderita yang ada baru 8% yang mendapatkan pengobatan yang memadai. Sedangkan selebihnya tidak tertangani. Masalah gangguan jiwa yang menyebabkan menurunnya kesehatan mental ini ternyata terjadi hampir di seluruh negara di dunia. WHO (World Health Organization) badan dunia PBB yang menangani masalah kesehatan dunia, memandang serius masalah kesehatan mental dengan menjadikan isu global WHO. WHO mengangkat beberapa jenis gangguan jiwa seperti Schizoprenia, Alzheimer, epilepsy,

keterbelakangan mental dan ketergantungan alkohol sebagai isu yang perlu mendapatkan perhatian. Di Indonesia jumlah penderita penyakit jiwa berat sudah cukup

memprihatinkan, yakni mencapai 6 juta orang atau sekitar 2,5% dari total penduduk. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Mental Rumah Tangga (SKMRT) pada tahun 1985 yang dilakukan terhadap penduduk di 11 kotamadya oleh Jaringan Epidemiologi

Psikiatri Indonesia, ditemukan 185 per 1.000 penduduk rumah tangga dewasa menunjukkan adanya gejala gangguan kesehatan jiwa baik yang ringan maupun berat. Dengan analogi lain bahwa satu dari lima penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa dan mental. Sebuah fenomena angka yang sangat mengkhawatirkan bagi sebuah bangsa. B. Tujuan Mahasiswa mampu memahami konsep cemas perpisahan dan asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada cemas perpisahan.

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Cemas adalah sebuah emosi dan pengalaman subjektif dari seseorang Cemas adalah suatu keadaan yang membuat seseorang tidak nyaman dan terbagi dalam beberapa tingkatan cemas berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak berdaya. Ansietas atau kecemasan adalah respons emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal (Suliswati, 2005). Gangguan kecemasan perpisahan adalah kecemasan dan kekhawatiran yang tidak realistik tentang apa yang akan terjadi bila ia berpisah dengan orang-orang yang berperan penting dalam hidupnya, misalnya orang tua. Ketakutan ini mungkin berpusat pada apa yang mungkin terjadi dengan individu yang berpisah dengan anak itu (misalnya orang tua akan meninggal, atau tidak kembali karena suatu alasan lain) atau apa yang terjadi dengan anak itu bila terjadi perpisahan (ia akan hilang, diculik, disakiti atau dibunuh). Karena alasan tersebut, anak itu enggan untuk dipisahkan dari orang lain, dan mungkin itulah ia tidak mau tidur sendirian tanpa ditemani atau didampingi oleh tokoh kesayangannya atau tidak mampu meninggalkan rumah tanpa disertai oleh orang lain.

B. Gangguan kecemasan berlebihan Ciri utama dari gangguan ini adalah kekhawatiran atau kecemasan yang terus menerus dan berlangsung lama (sekurang-kurangnya selama jangka waktu 6 bulan) terhadap peristiwa-peristiwa pada masa yang akan datang (misalnya ujian, bahaya, peristiwa sosial), tingkah laku pada masa lampau, dan kemampuan (sosial, akademis dan atletik). Kecemasan yang berlangsung lama itu mengakibatkan simtom-simtom somatik yang dasar fisiknya tidak dapat ditemukan , dan juga menyebabkan individu terlalu memikirkan atau memprihatinkan dirinya sendiri, serta tidak mampu untuk bersikap relaks. Kecemasan terhadap kemampuan dan prestasi dapat menyebabkan anak menjadi perfeksionistik dan obsesif, tenedsni yang dapat mengganggu performansi aktual dan perkembangan sosial anak.

Penyebab Pendekatan psikodinamik mengemukakan bahwa kecemasan tersebut disebabka oleh konflik-konflik yang belum selesai, dan pendekatan belajar mengemukakan bahwa kecemasan adalah respons yang dikondisikan secara klasik, sedangkan menurut pendekatan kognitif kecemasan itu terjadi karena distorsi-distorsi kognitif dan kepercayaan-kepercayaan yang salah. Pendekatan fisiologis mengemukakan bahwa proses-proses fisiologis adalah penting dan dengan demikian kecemasan yang terjadi pada disebabkan oleh masalah-masalah yang menyangkut transmisi sinaptik.

C. Tanda dan gejala kecemasan 1. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung. 2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut. 3. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang. 4. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan. 5. Gangguan konsentrasi dan daya ingat. 6. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan sebagainya. D. Tingkatan kecemasan 1. Kecemasan ringan perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi diri sendiri. Respon Fisik a. Sesekali nafas pendek b. Nadi dan tekanan darah naik c. Gejala ringan pada lambung d. Muka berkerut dan bibir bergetar e. Ketegangan otot ringan Kognitif a. Mampu menerima rangsang yang kompleks b. Konsentrasi pada masalah c. Menyelesaikan masalah secara efektif d. Perasaan gagal sedikit e. Waspada dan memperhatikan banyak hal f. Terlihat tenang dan percaya diri Perilaku dan emosi a. Tidak dapat duduk tenang b. Tremor halus pada tangan c. Suara kadang-kadang meninggi d. Sedikit tidak sabar e. Aktivitas menyendiri

f. Rileks atau sedikit gelisah

g. Tingkat pembelajaran optimal

2. Kecemasan sedang perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang benar-benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi. Fisik a. Ketegangan otot sedang b. Tanda-tanda vital meningkat c. Pupil dilatasi, mulai berkeringat d. Sering mondarmandir, memukulkan tangan e. Suara berubah: suara bergetar, nada suara tinggi f. Kewaspadaan dan ketegangan meningkat g. Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyari punggung Kognitif a. Lapang persepsi menurun b. Tidak perhatian secara selektif c. Fokus terhadap stimulus meningkat d. Rentang perhatian menurun e. Penyelesaian masalah menurun f. Pembelajaran berlangsung dengan memfokuskan Perilaku dan emosi a. Tidak nyaman b. Mudah tersinggung c. Kepercayaan diri goyah d. Tidak sadar e. Gembira

3. Kecemasan berat ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman, memperlihatkan respons takut dan distress.

Respon Fisik a. Ketegangan otot berat b. Hiperventilasi c. Kontak mata buruk d. Pengeluaran keringat meningkat e. Bicara cepat, nada suara tinggi f. Tindakan tanpa tujuan dan serampangan g. Rahang menegang, menggetakkan gigi h. Kebutuhan ruang gerak meningkat i. Mondar-mandir, berteriak j. Meremas tangan, genetar Kognitif a. Lapang persepsi terbatas b. Proses berfikir terpecahpecah c. Sulit berfikir d. Penyelesaian masalah buruk e. Tidak mampu mempertimbangkan informasi f. Hanya memerhatikan ancaman g. Preokupasi dengan pikiran sendiri h. Egosentris Perilaku dan emosi a. Sangat cemas b. Agitasi c. Takut d. Bingung e. Merasa tidak adekuat f. Menarik diri g. Penyangkalan h. Ingin bebas

E. ASUHAN KEPERAWATAN PADA CEMAS PERPISAHAN 1. Pengkajian a. Faktor predisposisi Peristiwa traumatic yang dapat memicu terjadinya kecemasan dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional, misalnya pernah kehilangan seseorang atau lingkungan yang berarti.

b. Faktor presipitasi Ancaman terhadap harga diri, kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, social budaya.

c. Perilaku Ansietas dapat diekspresikan secara langsung melaui perubahan fisiologis dan perilaku dan secara tidak langsung melaui timbulnya gejala atau mekanisme koping sebagai upaya untuk melawan ansietas. Intensitas perilaku akan meningkat sejalan dengan peningkatan tingkat ansietas.

d. Mekanisme koping Tingkat ansietas sedang dan berat menimbulkan dua jenis mekanisme koping : 1) Reaksi yang berorientasi pada tugas atau Task Oriented Reaction (TOR) yaitu upaya yang disadari, dan berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realistic tuntutan situasi stress. a) perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan b) Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk memindahkan seseorang dari sumber stress c) Perilaku kompromi digunakan untukm mengubah cara seseorang mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan personal seseorang 2) Mekanisme pertahanan ego atau Ego Oriented Reaction (EOR), membantu mengatasi ansietas ringan dan sedang, tetapi jika berlangsung pada tingkat tidak sadar dan melibatkan penipuan diri dan distorsi realitas, maka mekanisme ini dapat merupakan respons maladaptive terhadap stress. Yang termasuk mekanisme pertahanan ego yaitu

kompensasi, mengingkari (denial), Mengalihkan (displacement), disosiasi, identifikasi, intelekualisasi, introyeksi, isolasi, projeksi, rasionalisasi, reaksi formasi, regresi, represi, splitting, sublimasi, supresi, undoing. 2. Diagnosa keperawatan Cemas (ringan, sedang, berat) b.d ancaman perpisahan

3. Rencana dan implementasi Rufa cemas Domain

4. Evaluasi

Anda mungkin juga menyukai