Anda di halaman 1dari 3

Wawancara Mendalam Kepada PKL (Pedagang Kaki Lima)

Tanggal Wawancara : Jumat, 25 Mei 2012 Petugas Wawancara : Feliana / 2009.012.368

1. Perkenalan Responden Nama : Bapak Imam Syarifudin Udin Alamat tempat berjualan : Jalan Pasar Baru Timur ( di depan Toko Harioms ) Jenis Makanan : Bubur Ayam Migran/ bukan : Migran Daerah Asal : Bogor, Jawa Barat Status : Menikah Jumlah Anak : 3 anak Tempat Tinggal : Gg. Bribjo, Pasar Baru ( Kontrak ) 2. Riwayat Usaha Pak Udin merupakan seorang penjual bubur yang setiap pagi dengan setianya sudah stand by di depan sebuah toko textile di kawasan Pasar Baru. Sedari dahulu saat saya masih berseragam sekolah, Pak Udin sudah berada di tempat pangkalannya tersebut dengan gerobaknya untuk menjajakan dagangannya tersebut sejak jam 05.30 pagi saat saya akan berangkat ke sekolah. Singkat cerita, berikut ini sekilas riwayat terbentuknya usaha bubur ayam Pak Udin. Pak Udin sudah memulai usaha berjualan bubur ini sejak tahun 2001. Sebelum berjualan bubur jalan kehidupan Pak Udin memang sudah cukup berat. Saat Pak Udin masih berada di kampung halamannya di Bogor Pak Udin sudah bekerja sebagai kuli panggul sejak kelas 2 SMP. Keabsenan ayah Pak Udin yang disebabkan meninggal dunia, membuat Pak Udin harus bekerja di usianya yang masih belia dan putus sekolah. Ditambah lagi Pak Udin masih memiliki 2 orang adik yang masih kecil yang masih memiliki banyak kebutuhan, sehingga Pak Udin sebagai anak sulunglah yang harus mengalah dan secara tidak langsung menggantikan peran ayahnya. Ibu Pak Udin hanya bekerja sebagai buruh tani, yakni pemetik cabai di kebun cabai dan diupahi berdasarkan hasil petikannya. Tentunya tidaklah akan cukup bila penghasilan keluarganya hasil bertumpu pada penghasilan ibunya. Ketika beranjak dewasa, Pak Udin ikut pamannya untuk mencoba mengadu nasib ke kota Jakarta. Pekerjaan pertama beliau saat di Jakarta adalah sebagai seorang kuli bangunan. Beliau masih dengan setia mengirimkan hasil dari jerih payahnya yang tidak seberapa tersebut

ke kampung. Beliau menggeluti pekerjaan ini dari muda sampai beliau berumah tangga dengan tambatan hatinya yang kini menjadi istrinya. Namun, sejak Pak Udin dikarunia anaknya yang pertama, penghasilan sebagai seorang kuli bangunan tidak lagi dapat mencukupi kebutuhannya sehari-hari. Belum lagi, isterinya yang sebelumnya turut membantu perekonomian keluarga dengan memberikan jasa cuci gosok ke beberapa rumah harus berhenti bekerja karena anaknya yang masih kecil perlu diurus. Pak Udin berinisatif untuk mencari alternative pekerjaan lain yaitu dengan berdagang. Beliau memilih dagangan yang mudah laris dan disukai oleh banyak orang. Setiap orang pasti sarapan setiap pagi dan tidak sedikit pula orang yang suka sarapan bubur. Berdasarkan kedua hal tersebutlah yang membuat Pak Udin memutuskan untuk berdagang bubur. Hal ini juga diperkuat dengan dukungan isterinya yang beranggapan bahwa bubur buatan Pak Udin mantap dan tidak jarang isterinya itu meminta Pak Udin untuk memasakkan sarapan bubur. Pak Udin juga melihat bahwa di daerahnya pada saat itu belum ada yang berdagang bubur hal ini dilihat sebagai peluang besar baginya. Pucuk dicinta ulam tiba, sungguh kebetulan, di saat Pak Udin akan memulai usaha kecilkecilannya itu tetangganya yang bersahabat baik dengan Pak Udin berbaik hati membantu usaha Pak Udin. Pada saat itu, sahabat Pak Udin tersebut harus meninggalkan Jakarta, karena ikut anaknya tinggal di Bali, sehingga tidak dapat melanjutkan usaha berdagang satenya. Tetangga Pak Udin tersebut memberikan gerobaknya sehingga Pak Udin mendapatkannya secara cumacuma. Pak Udin hanya harus bermodal memodifikasikan gerobak sate manjadi gerobak bubur. Modal yang dikeluarkan oleh Pak Udin pun menjadi berkurang sehingga beliau hanya harus menyediakan panci, mangkuk, sendok dan peralatan-peralatan berjualan bubur lainnya begitu juga bahan-bahan untuk berjualan bubur seperti beras, ayam, cakwe, kecap, garam, saus sambal sebagai modal awal. Awalnya Pak Udin berjualan bubur di depan kontrakannya di Jalan Bribjo. Dagangan beliau pada saat itu cukup lumayan, sehingga beliau bertahan berdagang di sana sampai kurang lebih satu tahun. Namun Pak Udin ingin mencari tempat lain yanglebih strategis bagi beliau untuk berjualan bubur. Maka, tahun 2002 beliau berpindah tempat untuk berpangkal di depan Pasar Baru (tepatnya di depan Toko Textile Harioms) , di mana biasanya setiap pagi banyak karyawan dan anak sekolah yang akan pergi beraktivitas (menunggu kendaraan umum) lewat sehingga tempatnya lebih strategis untuk berjualan bubur sebagai menu sarapan pagi. Alhamdulilah, sejak berjualan di sana dagangan Pak Udin lebih berkembang dan selalu ramai pembeli. Pendapatannya dari hasil berdagang bubur pun dapat membuat Pak Udin berusaha lain. Pak Udin kini dapat membuka warung kecil di rumah kontrakannya yang setiap hari dijaga oleh istrinya. Warung tersebut menjual berbagai keperluan sehari-hari mulai dari makanan-makanan kecil, rokok, sabun cuci, dan masih banyak lagi. Dengan demikian, kini isteri Pak Udin tidak erlu lagi bekerja sebagai pencuci dan gosok baju ke rumah-rumah. Keahlian Pak Udin yang sedari kecil menjadi kuli, masih dapat terpakai sampai sekarang. Pak Udin juga berprofesi sebagai tukang kayu panggilan yang biasa membetulkan rumah, seperti rumah bocor, mengecat rumah, membetulkan saluran air dan lain-lain. Beliau melakukan pekerjaannya ini pada siang hari yakni setelah selesai berjualan bubur. Tidak jarang pula

pelanggan yang menggunakan keahlian Pak Udin ini, karena Pak Udin memang mahir dalam bidang yang satu ini dan tidak menetapkan tariff yang terlalu tinggi atas jasanya tersebut. Tekad dan kerja keras Pak Udin sungguh patut untuk diacungi jempol. Beliau tidak mengeluh bekerja berat dan selalu mau untuk memanfaatkan waktunya untuk bekerja bekerja dan bekerja. Beliau pun mampu melihat peluang yang ada dan selalu mengutamakan kepentingan keluarga. Sampai kini, Pak Udin masih mengirimkan uang ke kampung untuk ibunya yang kini sudah berumur dan sudah tidak dapat bekerja. Kedua adiknya telah bersekolah sampai jenjang SMA itu semua berkat pengorbanan dari Pak Udin. Ketiga orang anaknya semuanya bersekolah. Anaknya yang pertama sebentar lagi naik kelas 6 SD, anak yang kedua kelas 4 SD dan anaknya yang bungsu masih di TK. Pak Udin berharap dapat menyekolahkan ketiga anaknya tersebut sampai ke perguruan tinggi. Saya tidak ingin anak-anak hidup sesulit saya dulu, saya ingin anak-anak hidup enak, kata Pak Udin. Satu hal lagi yang patut kita kagumi dari Pak Udin, walaupun penghasilan beliau hanya cukup saja untuk kebutuhan sehari-harinya dan keluarga, namun Pak Udin selalu menyisihkan untuk amal ibadah dan selalu berkurban. Pak Udin juga memiliki impian untuk suatu saat dapat pergi Umroh ke Mekkah bersama keluarganya dengan uang hasil usahanya tersebut. 3. Analisis Usaha Analisis Keuangan Usaha Sumber Modal : - Tabungan Pribadi - Pinjaman dari kerabat Besar Modal awal : Rp. 500.000 Jenis bahan baku dan sumbernya : Gerobak hibah dari teman Panci dan peralatan lain milik pribadi Beras, ayam, cakwe, kacang, kerupuk, kecap dll modal sendiri Proses produksi : Memasak bubur dari rumah lalu baru meraciknya saat akan disantap oleh pembeli Biaya operasional : Tidak perlu sewa tempat paling hanya membayar Pungli (Pungutan Liar) kepada preman setempat Pengelolaan Keuangan Modal per hari untuk membeli bahan baku : (50.000) Penghasilan per hari : (30 x 5000 ) : 150.000 Laba per hari 100.000

Anda mungkin juga menyukai