Anda di halaman 1dari 16

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penyakit gastrointestinal (GI) merupakan masalah kesehatan

utama,yang menyerang lebih dari 34 juta orang Amerika. Kira-kira 20 juta dari mereka mengalami gangguan kronis dan kira-kira 2 juta mengalami kecacatan permanen. Jumlah yang meninggal setiap tahun karena penyakit gastrointestinal adalah 200.000. penyakit gastrointestinal adalah penting karena mayoritas dari proses pencernaan terjadi pada permukaan usus,dan didalam sel pencernaan tempat terjadinya absorbs. Jenis penyakit dan gangguan yang mempengaruhi saluran gastrointestinal sangat banyak dan bervariasi . salah satu contohnya adalah penyakit usus inflamasi kronis. Penyakit usus inflamasi (PUI) digunakan untuk menetukan dua gangguan gangguan gastrointestinal inflamasi usus,salah satunya adalah kolitis ulseratif. Insiden penyakit usus inflamasi usus kronis di Amerika serikat diperkirakan 4% dan 10%,dengan 25.000 kasus baru setiap tahunnya. Penyakit ini tampak sering pada orang kaukasia dan paling sering pada populasi yahudi. Riwayat penyakit ini pada keluarga ditemukan pada 20% sampai 40%. Colitis ulseratif adalah penyakit ulseratif dan inflamasi berulang lapisan mukosa kolon dan rectum. Penyakit ini umumnya mengenai orang kaukasia,termasuk keturunan yahudi. Puncak insiden adalah pada usia 30 sampai 50 th. Colitis ulseratif adalah penyakit serius,disertai dengan komplikasi sistemik dan angka mortalitas yang tinggi. Akhirnya 10% sampai 15% pasien mengalami karsinoma kolon. Penyakit ini dapat dicetuskan oleh agen lingkungan seperti pestisida,aditif makanan,tembakau dan radiasi. Pengaruh imunologi

dicetuskan telah ditemukan melalui penelitian yang menunjukan abnormalitas dalam imunitas seluler dan humoral pada orang dengan gangguan ini. Kolitis ulseratif mempengaruhi mukosa superficial kolon dan dikarakteristikan dengan adanya ulserasi multiple,inflamasi menyebar dan deskuamasi atau

pengelupasan epithelium kolonik. Perdarahan terjadi sebagai akibat dari ulserasi. Banyak individu dengan colitis ulseratif ditemukan sebagai seseorang yang tergantung atau perfeksionis pasif dan cemas pada ketenangan. Perilaku koping sering tidak tepat dan dapat mencakup diri,menyangkal dan represi. Beberapa orang mengalami penurunan tingkat toleransi terhadap nyeri dan ketidaknyamanan yang dihubungkan dengan kram usus dan diare (Brunner & Suddarth,2001) Berdasarkan latar belakang di atas maka kami akan membahas mengenai Asuhan keperawatan pasien dengan gangguan kolitis ulseratif.

B. Tujuan a. Tujuan Umum Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan kolitis ulseratif b. Tujuan khusus 1. Mengetahui definisi kolitis ulseratif

2. Mengetahui etiologi terjadinya kolitis ulsertif 3. Menjelaskan patofisiologi terjadinya kolitis ulseratif 4. Mengetahui tanda dan gejala terjadinya kolitis ulseratif 5. Mengetahui komplikasi terjadinya kolitis ulseratif 6. Mengetahui terapi dan pemeriksaan penunjang untuk pasien dengan colitis ulseratif 7. Menjelaskan intervensi keperawatan yang dilakukakan pada pasien dengan colitis ulseratif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Kolitis ulseratif adalah penyakit inflamasi usus (IBD) yang menyebabkan peradangan dan luka, yang disebut borok, di lapisan rektum dan usus besar.

B. Etiologi Sementara penyebab kolitis ulseratif tetap belum diketahui, gambaran tertentu penyakit ini telah menunjukan beberapa kemungkinan penting. Hal ini meliputi faktor familial atau genetik, infeksi, imunologik dan psikogenik. (Glickman RM, 2000) 1. Faktor familial/ genetik Penyakit ini lebih sering dijumpai pada orang kulit putih dibandingkan orang kulit hitam atau cina, dan insidensinya meningkat (3 sampai 6 kali lipat) pada orang Yahudi dibandingkan dengan non Yahudi. Hal ini menunjukan bahwa dapat ada predisposisi genetik terhadap perkembangan penyakit ini. (Glickman RM, 2000) 2. Faktor infeksi Sifat radang kronik penyakit ini telah mendukung suatu pencarian terus menerus untuk kemungkinan penyebab infeksi. Disamping banyak usaha untuk menemukan agen bakteri, jamur, virus, belum ada yang sedemikian jauh diisolasi. Laporan awal isolat varian dinding sel Pseudomonas atau agen lain yang dapat ditularkan yang dapat menghadirkan efek sitopatik pada kultur jaringan masih harus dikonfirmasi. (Glickman RM, 2000) 3. Faktor imunologik Teori bahwa mekanisme imun dapat terlibat didasarkan pada konsep bahwa manifestasi ekstraintestinal yang dapat menyertai kelainan ini (misalnya artritis, perikolangitis) dapat mewakili fenomena autoimun dan bahwa zat terapeutik tersebut, seperti glukokortikoid atau azatioprin, dapat

menunjukkan efek mereka melalui mekanisme imunosupresif. Pada 6070% pasien dengan kolitis ulseratif, ditemukan adanya p-ANCA (perinuclear anti-neutrophilic cytoplasmic antibodies). Walaupun p-ANCA tidak terlibat dalam patogenesis penyakit kolitis ulseratif, namun ia dikaitkan dengan alel HLA-DR2, di mana pasien dengan p-ANCA negatif lebih cenderung menjadi HLADR4 positif. (Glickman RM, 2000) 4. Faktor psikologik Gambaran psikologis pasien penyakit radang usus juga telah ditekankan. Tidak lazim bahwa penyakit ini pada mula terjadinya, atau berkembang, sehubungan dengan adanya stres psikologis mayor misalnya kehilangan seorang anggota keluarganya. Telah dikatakan bahwa pasien penyakit radang usus memiliki kepribadian yang khas yang membuat mereka menjadi rentan terhadap stres emosi yang sebaliknya dapat merangsang atau mengeksaserbasi gejalanya. (Glickman RM, 2000) 5. Faktor lingkungan Ada hubungan terbalik antara operasi apendiktomi dan penyakit kolitis ulseratif berdasarkan analisis bahwa insiden penyakit kolitis ulseratif menurun secara signifikan pada pasien yang menjalani operasi apendiktomi pada dekade ke-3. Beberapa penelitian sekarang

menunjukkan penurunan risiko penyakit kolitis ulseratif di antara perokok dibandingkan dengan yang bukan perokok. Analisis meta menunjukkan risiko penyakit kolitis ulseratif pada perokok sebanyak 40% dibandingkan dengan yang bukan perokok. (Glickman RM, 2000)

C. Patofisiologi Kolitis ulseratif mempengaruhi mukosa superfisial kolon dan dikarakteristikan dengan adanya ulserasi multipel, inflamasi menyebar, dan deskuamasi atau pengelupasan epitelium kolonik. Perdarahan terjadi sebagai akibat ulserasi. Lesi berlanjut, yang terjadi satu secara bergiliran, satu lesi diikuti oleh lesi yang lainnya. Proses penyakit dimulai pada rektum dan akhirnya dapat mengenai seluruh kolon. Akhirnya usus menyempit,

memendek, dan menebal akibat hipertropi muskuler dan deposit lemak (Brunner &Suddach, 2002). Inflamsi atau lesi yang didapatkan akan menyebabkan feses yang dikeluarkan bercampur dengan mukus dan darah. Terkadang feses tersebut berubah menjadi cair dan hal tersebut menyebabkan diare. Penderita akan merasakan nyeri perut dan ketika akan buang air besar akan merasakan nyeri akut jika feses tersebut melewati kolon yang mengalami inflamasi. Kelelahan dan penurunan nafsu makan dapat terjadi karena tubuh berjuang melawan penyakit dan karena tubuh dalam keadaan tidak baik. (Brunner &Suddach, 2002). D. Tanda dan Gejala Gejala yang sering ditemukan adalah diare (walau ada laporan terjadi konstipasi), bila inflamasi meluas maka diare akan disertai mukus dan darah. Selain itu terdapat nyeri perut dan gejala konstitusional seperti demam, penurunan berat badan, dan anoreksia. Pada pemeriksaan fisik terdapat nyeri tekan.

E. Pemeriksaan Penunjang Menurut Smeltzer dan Bare (2002), pemeriksaan penunjang pada pasien dengan kolilitis ulseratif dapat dilakukan : 1. Tes laboratorium, akan menunjukkan hemtokrit dan hemoglobin yang rendah, peningkatan hitung darah lengkap, albumin rendah dan ketidakseimbangan elektrolit. 2. Pemeriksaan feses, untuk membedakannya dengan disentri yang disebabkan oleh organism usus umum, yaitu Entamoeba histolytica. 3. Sigmoidoskopi, dapat membedakan kondisi ini dari penyakit kolon yang lain dengan gejala yang serupa. 4. Enema barium, akan menunjukkan iregularitas mukosal, pemendekan kolon, dan dilatasi lengkung usus. 5. Endoskopi, dapat menunjukkan mukosa yang rapuh, mukosa terinflamasi dengan eksudat dan ulserasi.

6. Kolonoskopi, dapat menunjukkan mukosa rapuh dengan pseudopolip atau ulkus pada kolon kiri. 7. Sinar-X, dapat menunjukkan lesi yang terkena menyebar, tidak ada penyempitan kolon, tidak ada edema mukosal, jaringan stenosis, pemendekan kolon, dan mukosa terinflamasi abnormal. F. Terapi a. Suportif 1. Diet atau nutrisi yang bergizi secara oral atau parenteral. 2. Edukasi bagi pasien dan keluarga mengenai penyakit. b. Farmakologi 1. Simtomatis a. Rehidrasi : oralit, cairan infuse (Ringer laktat, dekstrosa 5%, dekstrosa dalam NaCl 0,009%, dll). b. Antispasmodik, antikolinergik : papaverin 3x/hari, mebeverin 3-4 tablet/hari, butilbromide propantelin (Buscopan) bromide 3x1 3x5 mg/hari, hiosin N-

tablet/hari.

Hati-hati

dalam

memberikan obat tersebut, jangan berlebihan. c. Obat antidiare : loperamid dan difenoksilat. Golongan obat ini dapat mengurangi pengeluaran tinja berlebihan dan melegakan urgensi rectal, namun dapat mengurangi dosis pemakaian steroid. Pada colitis berat, antidiare merupakan kontraindikasi karena dapat mencetuskan megakolon toksik. 2. Obat-obat spesifik a. Sulfasalazin/Salisilazolsul-fapiridin Diberikan berdasarkan umur, derajat penyakit, dan toleransi obat. Dosis biasa 4x500 mg/hari, dinaikkan 2x500 mg pada hari kedua dan seterusnya sampai tercapai respon klinis. Dosis dewasa diberikan 4-8 x 2-3 tablet (@ 500 mg/hari). Umumnya jarang diberikan melebihi 4 g/hari selama 2-4 minggu dan bila remisi tercapai dosis dapat diturunkan 2-3 g/hari lalu diteruskan lebih lama. Pada kasus refrakter atatu berat, terapi diberikan lebih lama dengan dosis 16-20 tablet/hari. Jika timbul efek samping yang

tidak diinginkan, segera turunkan dosis obat sampai setengahnya. Pemberian sebaiknya setelah makan. b. 5-ASA (asam 5-aminosalisilat/Salofak) Diberikan per oral 4 x1-2 tablet (@ 250 mg/hari), atau dapat diberikan supositoria per rectal atau per enema (4 g). c. Kortikosteroid (misalnya prednisone atu prednisolon) Diberikan pada penyakit berat, kronik, dan progresif yang tidak membaik dengan sulfasalazin atau obat lainnya. Kortikosteroid meningkatkan absorpsi natrium, menstimulasi aktivitas Na-K ATPase di kolon dan ileum, memiliki efek anti-inflamasi yang dapat memperbaiki inflamasi dan menyembuhkan diare. Obat dapat diberikan per oral, injeksi, atau rectal. Dosis awal prednisone 40-60 mg/hari dalam dosis terbagi selama 3-6 minggu. Jika klinis membaik, yaitu diare berkurang, tidak lagi terdapat darah dan lendir pada feses, serta terdapat gambaran sigmoidokolonoskopi mulai membaik maka dosis diturunkan menjadi 30 mg/hari selama 3-4 minggu. Jika gambaran sigmoidokolonoskopi telah normal kembali, diusahakan mulai menghentikan kortikosteroid selama 23 bulan dengan menurunkan dosis perlahan. c. Operatif Indikasi dilakukan pembedahan pada colitis ulseratif adalah : a. Kegagalan terapi medikamentosa. b. Megakolon toksik. c. Perforasi. d. Perdarahan massif. e. Gejala kronik tak teratasi. f. Karsinoma atau resiko tinggi terkena karsinoma. Tidak seperti pada penyakit Crohn, maka pembedahan pada colitis ulseratif bersifat kuratif dan hanya 20 % yang memerlukan pembedahan.

G. Komplikasi

1. Perdarahan sebagai akibat dari ulserasi dan merupakan komplikasi yang sering menyebabkan anemia karena kekurangan zat besi. Pada 10% penderita, serangan pertama sering menjadi berat, dengan perdarahan yang hebat, perforasi atau penyebaran infeksi (Marc, 2011). 2. Kolitis toksik terjadi kerusakan pada seluruh ketebalan dinding usus. Kerusakan ini menyebabkan terjadinya ileus, dimana pergerakan dinding usus terhenti, sehingga isi usus tidak terdorong di dalam salurannnya. Perut tampak menggelembung. Usus besar kehilangan ketegangan ototnya dan akhirnya mengalami pelebaran. Rontgen perut akan menunjukkan adanya gas di bagian usus yang lumpuh. Jika usus besar sangat melebar, keadaannya disebut megakolon toksik. Penderita tampak sakit berat dengan demam yang sangat tinggi. Perut terasa nyeri dan jumlah sel darah putih meningkat. Jika perlukaan ini menyebabkan timbulnya lubang di usus (perforasi), maka resiko kematian akan meningkat (Marc, 2011). 3. Kanker kolon (kanker usus besar) Resiko kanker usus besar meningkat pada orang yang menderita kolitis ulseratif yang lama dan berat. Resiko tertinggi adalah bila seluruh usus besar terkena dan penderita telah mengidap penyakit ini selama lebih dari 10 tahun, tanpa menghiraukan seberapa aktif penyakitnya (Marc, 2011).

H. Pengkajian A. Data Biografi : Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan B. Data Dasar Pengkajian Klien I. Aktivitas/istirahat Gejala: a. b. c. d. Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah Insomnia, tidak tidur semalaman karena diare Merasa gelisah dan ansietas Pembatasan aktivitas/kerja sehubungan dengan efek proses penyakit. II. Sirkulasi

Tanda: a. Takikardia Crospons terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi, dan nyeri b. Kemerahan area akimonsis (kekurangan vitamin K) c. TD: hipotensi, termasuk postural d. Kulit/membran mukosa, turgor buruk, kering, lidah pecah (dehidrasi/malnutrisi) III. Integritas ego Gejala: a. Ansietas, ketakutan, emosi, kesal, misalnya perasaan tak berdaya/tak ada harapan b. Faktor stress akut/kronis, misalnya hubungan dengan keluarga/pekerjaan, pengobatan yang mahal c. Faktor budaya peningkatan prevalensi dari populasi Yahudi Tanda:Menolak, perhatian menyempit, depresi. IV. Eliminasi Gejala: a. Tekstur feses bervariasi dari bentuk lunak sampai batu atau berair b. Episode diare berdarah tak dapat diperkirakan, hingga timbul, sering tak dapat dikontrol (sebanyak 20 30 kali defekasi/hari) c. Perasaan dorongan/kram (temosmus), defekasi berdarah/pus/ mukosa dengan atau tanpa keluar feses. d. Perdarahan per rectal

e. Riwayat batu ginjal (dehidrasi) Tanda: 1) Menurunnya bising usus, tak ada peristoltik atau adanya peristoltik yang dapat dilihat. 2) Hemosoid, fisura anal (25 %), fisura perianal 3) Oliguria. V. Makanan/cairan Gejala: a. Anoreksia, mual/muntah

b. Penurunan berat badan c. Tidak toleran terhadap diet/sensitif misalnya buah segar/sayur d. Produk susu makanan berlemak. Tanda: 1) Penurunan lemak subkutan/massa otot 2) Kelemahan tonus otot dan turgor kulit buruk 3) Membran mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut VI. Higiene Tanda: 1) Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri 2) Stomatitis menunjukkan kekurangan vitamin 3) Bau badan

VII.

Nyeri/kenyamanan Gejala: a. Nyeri/nyeri tekan pada kwadran kiri bawah (mungkin hilang dengan defekasi) b. Titik nyeri berpindah, nyeri tekan (arthritis) c. Nyeri mata, fotofobia (iritis) Tanda:Nyeri tekan abdomen/distensi

VIII.

Keamanan Gejala: a. Riwayat lupus eritoma tous, anemia hemolitik, vaskulitis,. b. Arthritis (memperburuk gejala dengan eksoserbasi penyakit usus) c. Peningkatan suhu 39,6 40 C (eksoserbasi akut) d. Penglihatan kabur e. Alergi terhadap makanan/produk susu (mengeluarkan histamine ke dalam usus dan mempunyai efek inflamasi) Tanda: a. Lesi kulit mungkin ada misalnya: eritoma nodusum (meningkat),nyeri, kemerahan dan membengkak pada tangan, muka, plodeima gangrionosa (lesi tekan purulen/lepuh dengan batas keunguan)

b. Ankilosa spondilitis c. Uveitis, kongjutivitis/iritis.

IX.

Seksualitas Gejala: frekuensi menurun/menghindari aktivitas seksual

X.

Interaksi sosial Gejala: a. Masalah hubungan/peran sehubungan dengan kondisi b. Ketidakmampuan aktif dalam sosial

I. Pemeriksaan Diagnostik

Contoh feses (pemeriksaan digunakan dalam diagnosa awal dan selama kemajuan penyakit): terutama mengandung mukosa, darah, pus dan organisme usus khususnya entomoeba histolytica.

Protosigmoi doskopi: memperlihatkan ulkus, edema, hiperermia, dan inflamasi (akibat infeksi sekunder mukosa dan submukosa). Area yang menurun fungsinya dan perdarahan karena nekrosis dan ulkus terjadi pada 35 % bagian ini.

Sitologi dan biopsy rectal

membedakan antara pasien infeksi dan

karsinoma. Perubahan neoplastik dapat dideteksi, juga karakter infiltrate inflamasi yang disebut abses lapisan bawah. Enema bartum, dapat dilakukan setelah pemeriksaan visualisasi dilakukan, meskipun jarang dilakukan selama akut, tahap kambuh, karena dapat membuat kondisi eksasorbasi. Kolonoskopi: mengidentigikasi adosi, perubahan lumen dinding,

menunjukkan obstruksi usus. Kadar besi serum: rendah karena kehilangan darah. Masa protromlain: memanjang pada kasus berat karena gangguan factor VII dan X disebabkan oleh kekurangan vitamin K. ESR: meningkat karena beratnya penyakit

Trombosis: dapat terjadi karena proses penyakit inflamasi. Elektrolit: penurunan kalium dan magnesium umum pada penyakit berat. Kadar albumin: penurunan karena kehilangan protein plasma/gangguan fungsi hati. Alkalin fosfolase: meningkat, juga dengan kolesterol serum dan hipoproteinemia, menunjukkan fungsi hati. Sumsum tulang: menurun secara umum pada tipe berat/inflamasi panjang. Darah lengkap: dapat menunjukkan anemia hipokronik (penyakit aktif umum terjadi secara kehilangan dan kekurangan besi), leukositosis dapat terjadi, khususnya pada kasus berat atau komplikasi dan pada klien dengan terapi steroid.

J.

Pathway Keperawatan

Faktor genetik saluran cerna Reaksi inflamasi di lapisan dan dinding usus Pembengkakan Lesi usus Pembentukan abses Eliminasi abses pecah Iritas pada mukosa Nyeri nutrisi kurang kebutuhan dari pada mukosa Ulserasi Infeksi Kuma n Mengeluarkan toksin

Meningkatnya motilitas Penurunan absorbsi

gangguan integritas kulit.

Diare

Stadium Lanjut Tukak Terjadi perdarahan terus menerus tersebar

Kehilangan cairan dan elektrolit

volume cairan kurang dari kebutuhan

K. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri berhubungan dengan iritasi pada mukosa. 2. Volume cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan pemasukan terbatas. 3. Diare berhubungan dengan penurunan absorbsi usus 4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbsi usus. 5. gangguan integritas kulit: perianal berhubungan dengan diare yang terus-menerus. L. Rencana Keperawatan No. Diagnosa 1 Nyeri berhubungan dengan iritasi pada mukosa. Criteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC) Rasional

Volume cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan pemasukan

Volume cairan adekuat setelah pemberian terapi dalam waktu 1 x 24 jam dengan kriteria : Membran mukosa lembab Tugor kulit baik

a. Awasi masukan 1. memberikan dan haluaran, informasi karakter dan tentang jumlah feses; keseimbanga perkirakan n cairan, kehilangan yang fungsi ginjal, tak terlihat, dan kontrol misalnya penyakit berkeringat, ukur usus juga berat jenis merupakan urine,observasi pedoman

terbatas

Pengisian kapiler baik

oliguria.

Keseimbangan intake dan output dengan urine ratarata 1 ml/menit

Tanda-tanda vital

S: 37 C N: 80 x/menit TD: 120/80 mmHg P: 20 x/menit

untuk penggantian cairan b. Observasi 2. hipotensi, TTV (TD, takikardi, demam dapat nadi, suhu) menunjukkan respon c. Observasi terhadap dan kulit kering atau efek berlebihan kehilangan dan membran cairan mukosa, 3. menunjukkan penurunan kehilangan turgor kulit, cairan pengisian berlebihan/de kapiler hidrasi lambat 4. indikator d. Ukur BB tiap cairan dan status nutrisi hari

Diare berhubungan dengan penurunan absorbsi usus

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbsi usus

Kebutuhan nutrisi dapat A. Berikan fungsi 1. NPT adalah dipertahankan dalam 3 x parenteral (NPT) tindakan 24 jam dengan kriteria: sesuai pesanan pilihan bila 1. BB meningkat dan intervensi terjadi secara bertahap berikut penurunan 2. Tidak ada tanda a. Ajarkan BB. Klien malnutrisi seperti perawatan memerlukan kulit kering kateter akses 45 50 kkal, vena jangka 2 g panjang protein/kg/B b. Pertahankan B/hari. Ini status puasa memungkink dan tirah an baring peningkatan c. Berikan berat badan dukungan kira-kira 8 psikososial oz/hari

dan keyakinan selama pengistirahata n usus dan NPT B. Sapih klien dari NPP saat diinstruksikan a. Gunakan pendekatan yang konsisten, meyakinkan, rileks dan perawatan kateter NPT. Berikan dukungan emosional selama proses penyapihan. b. Yakinkan klien bahwa penurunan berat badan selama minggu I penghentian NPT adalah karena kehilangan cairan.

2. menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah kalori. Status puasa menurunkan aktivitas mekanis, fisik dan kimia usus 3. status puasa yang lama mengganggu baik secara sosial maupun psikologis. - klien yang menerima NPT biasanya memandang NPT - sebagai penopang hidupnya. Dengan pendekatan ia akan merasa melindungi alat tersebut. klien umumnya kehilangan 4 5 lb cairan

gangguan integritas kulit: perianal

berhubungan dengan diare yang terusmenerus.

Anda mungkin juga menyukai