Tugas ONLINE (Ibu Teladan)

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 2

Ketika kita membicarakan hari ibu pasti tak lepas dengan sosok ibu teladan.

Teladan bukan hanya dalam bagaimana ia bertanggung jawab akan tugasnya sebagia seorang ibu, namun juga dapat menginspirasi orang lain. Contohnya adalah kakak beradik penjual jamu tradisional keliling, Sumiyem dan Siyem. Keduanya adalah korban kultur pendidikan di pedesaan zaman dahulu, yang menganggap bahwa perempuan tidak perlu sekolah karena paling juga nantinya mengurus dapur. Meskipun memaklumi keterbatasan ekonomi orang tuanya, keduanya tetap menyimpan dendam terhadap keadaan tersebut. Dan pelampiasan dendam dan kekecewaan keduanya ternyata justru sangat positif. Ya udah aku ga sekolah ga apa-apa, tapi nanti mudah-mudahan kalau punya anak, akan aku sekolahkan setinggi-tingginya sampai sukses. kenang Siyem pada saat itu. Kini, penghasilan berdua dengan suaminya yang tukang bakso, mampu mengantar kedua anaknya hingga bangku kuliah. Sedangkan kakaknya, Sumiyem, bahkan mampu menjadikan kedua anaknya sebagai sarjana S2. Anak pertamanya kini sedang menempuh jenjang S2 di Jepang, sementara adiknya telah lulus Magister Akutansi dari sebuah perguruan tinggi swasta di Jogja!

http://www.kickandy.com/theshow/1/1/2069/read/MEREKA-LUAR-BIASA.html

Sungguh tak terbayangkan jika seorang ibu yang tak pernah mengenyam bangku sekolah sama sekali, tetap mau membanting tulang dari subuh hingga malam demi sekolah lima orang anaknya. Merry Elwarin, wanita 48 tahun asal Kudamati Ambon, rela menyusuri setiap penjuru jalanan Ambon untuk memungut dan mengumpulkan botol dan gelas bekas air mineral setiap hari untuk dijual lagi. Hasilnya, putra sulungnya Edi kini sudah di semester tujuh Universitas Pattimura Ambon dan adiknya mulai kuliah tahun ini di universitas yang sama. Ya kalau kuliah, nantinya kan bisa bekerja lebih baik dari saya tutur Merry dengan polos. Dan saat ditanya kapan akan berhenti bekerja sebagai pemulung, dengan yakin Merry menjawab baru akan berhenti kalau nanti semua anaknya sudah selesai sekolah tinggi (kuliah)! Hal yang sama terlintas di pemikiran pasangan Suyadi dan Sriyati. Suami istri tamatan SMP ini, memiliki tekad untuk memberikan pendidikan yang jauh lebih maju dari mereka berdua. Suyadi yang mulai berjualan bakso keliling di kawasan Bandung sejak tahun 1980-an ini, terus berpikir keras untuk bisa memajukan usahanya. Akhirnya Suyadi merintis warung bakso menetap di daerah Baros, Cimahi Bandung pada 1987. Seiring dengan kemajuan usahanya, Suyadi mampu menyekolahkan dua anaknya hingga di tingkat perguruan tinggi. Anak sulungnya kini telah lulus sebagai sarjana dari Universitas Pasundan Bandung, anak keduanya lulus dari jurusan Kebidanan Universitas Ahmad Yani Bandung. Sementara anak bungsunya mulai kuliah tahun ini. Sementara bagi Eko Parsim dan Suwarsih, apapun akan dilakukannya demi sekolah ketiga anaknya. Bahkan Eko harus merangkap dua profesi sekaligus untuk bisa menyekolahkan anak-anaknya, yaitu penjual air bersih keliling dengan gerobak dan ojek sepeda. Sementara Suwarsih membuka warung makan kecil-kecilan di rumah untuk mendukung penghasilan suaminya. Ya kalau orang tuanya ndorong gerobak, trus anaknya juga ndorong kan berarti ga ada kemajuan jawab Eko. Kini dari berjualan air, ojek sepeda dan warung makan, ketiga anak Eko Parsim dan Suwarsih telah mentas sekolah sebagai sarjana. Yang lebih dahsyat lagi adalah cerita kakak beradik penjual jamu tradisional keliling, Sumiyem dan Siyem. Keduanya adalah korban kultur pendidikan di pedesaan zaman dahulu, yang menganggap bahwa perempuan tidak perlu sekolah karena paling juga nantinya mengurus dapur. Meskipun memaklumi keterbatasan ekonomi orang tuanya, keduanya tetap menyimpan dendam terhadap keadaan tersebut. Dan pelampiasan dendam dan kekecewaan keduanya ternyata justru sangat positif.

Anda mungkin juga menyukai