Anda di halaman 1dari 25

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH PENGGUNAAN SISTEM COOPERATIVE LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DITINJAU DARI TINGKAT PEMAHAMAN SISWA DI MI RADEN AHMAD SUNAN AMPEL DESA GERBO KECAMATAN PURWODADI KABUPATEN PASURUAN

Disusun Oleh: Nama : Abu Yasid No. Absen: 22 Kelas: C NPM : 2100140144

JURUSAN KUALIFIKASI GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS ISLAM MALANG 2012

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh sumber daya manusia (SDM), sedangkan sumber daya manusia (SDM) tergantung pada kualitas pendidikannya. Peran pendidikan sangat penting untuk

menciptakan masyarakat yang cerdas, terbuka, damai, dan demokratis. Untuk itu, pembaharuan pendidikan harus selalu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan suatu bangsa. Kemajuan bangsa Indonesia dapat dicapai melalui penataan pendidikan yang baik, denagn adanya berbagai upaya peningkatan mutu pendidikan diharapkan dapat menaikkan harkat dan martabat warga Indonesia. Untuk mencapai harapan tersebut, pembaharuan pendidikan di Indonesia perlu terus dilakukan untuk menciptakan dunia pendidikan yang adaptif terhadap perubahan zaman. Berbagai upaya yang telah ditempuh untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, antara lain adalah pembaharuan dalam kurikulum, pengembangan model pembelajaran, perubahan system penilaian, dan lain sebagainya. Salah satu unsur yang sering dikaji dalam hubungannya dengan keaktifan dan hasil belajar siswa adalah model yang digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Selama ini kegiatan pembelajaran yang berlangsung did lam kelas berpusat kepada guru, sehingga siswa cenderung menjadi kurang aktif. Banyak cara yang dapat digunakan agar siswa menjadi aktif, salah satunya yaitu dengan merubah paradigm pembelajaran. Guru bukan sebagai npusat pembelajaran, melainkan sebagai pembimbing, motivator, dan fasilitator. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, siswalah yang dituntut untuk aktif sehingga

guru bukan merupakan pemeran utama pembelajaran. Untuk itu, perlu dikembangkan suatu model pembelaran yang mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran, sehingga nantinya dapat

meningkatkan hasil belajar siswa. Pemilihan model pembelajaran harus mampu mengembangkan kemampuan siswa dalam berpikir logis, kritis, dan kreatif. Setiap pendidik tentu menginginkan anak didiknya dapat

memahami segala sesuatu yang disampaikan olehnya, sehingga para anak didiknya dapat mencapai hasil belajar yang amksimal. Banyak sistem pembelajaran yang ditempuh demi tercapainya tujuan tersebut. Sekarang ini telah ramai digunakan sistem pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) yang juga memanfaatkan interaksi sosial antar peserta didik. Pembelajaran kooperatif didefinisikan sebagai siswa bekerja sama untuk "mencapai tujuan kelompok yang tidak dapat diperoleh dengan bekerja sendiri atau kompetitif" (Johnson & Holubec, 2001). Tujuan utama dari pembelajaran kooperatif adalah untuk secara aktif melibatkan siswa dalam proses pembelajaran.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah hasil belajar antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model Cooperative Learning lebih baik dari siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran langsung? 2. Apakah hasil belajar antara siswa yang mempunyai tingkat

pemahaman tinggi, lebih baik dari pada siswa yang memiliki tin gkat pemahaman sedang maupun rendah? 3. Apakah terdapat interaksi antara penerapan metode Cooperative Learning dan tingkat pemahaman siswa terhadap hasil belajar siswa?

1.3. Tujuan
Sesuai dengan rumusan masalah yang diungkapkan di atas, maka tujuan penelitian ini secara umum yaitu untuk mendapatkan informasi atau gambaran tentang keefektifan pembelajaran dengan menggunakan metode Coopertive Learning. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Apakah hasil belajar antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model Cooperative Learning lebih baik dari siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran langsung. 2. Apakah hasil belajar antara siswa yang mempunyai tingkat

pemahaman tinggi, lebih baik dari pada siswa yang memiliki tingkat pemahaman sedang maupun rendah. 3. Apakah terdapat interaksi antara penerapan metode Cooperative Learning dan tingkat pemahaman siswa terhadap hasil belajar siswa.

1.4.

Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan sebagai berikut:

1. Dilihat dari segi teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan. Adapun kegunaannya adalah: a) Memberikan masukan kepada guru di sekolah tempat penelitian, yang dapat digunakan sebagai upaya peningkatan proses pembelajaran. b) Memberikan sumbangan penelitian dalam bidang pendidikan yang ada kaitannya dengan masalah upaya peningkatan proses pembelajaran.

2. Dilihat dari segi praktis Hasil-hasil penelitian ini juga dapat bermanfaat dari segi praktis, yaitu: a) Memberikan informasi atau gambaran bagi para calon guru dan guru dalam menentukan alternatif model pembelajaran. b) Memberikan masukan kepada para guru, tentang berbagai kelebihan dan kekurangan dari pembelajaran menggunakan metode Cooperative Learning.

1.5.

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan hal-hal di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Tingkat pemahaman siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan metode Cooperative Learning lebih baik dari pada tingkat pemahaman siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran langsung. 2) Hasil belajar antara siswa yang mempunyai tingkat pemahaman tinggi, lebih baik dari pada siswa yang memiliki tin gkat pemahaman sedang dan rendah. Dan hasil belajar antara siswa yang mempunyai tingkat pemahaman sedang, lebih baik dari pada siswa yang memiliki tingkat pemahaman rendah. 3) Terdapat interaksi atau ketertarikan antara tingkat pemahaman siswa dan penerapan metode Cooperative Learning terhadap hasil belajar siswa.

1.6.

Definisi Operasional
Sistem: suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi. Cooperative (kooperatif): melakukan sesuatu dengan cara bekerja sama dan saling membantu. Learning (pembelajaran): proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran kooperatif (cooperative learning): Sebuah pendekatan untuk mengorganisir kegiatan kelas ke dalam pengalaman belajar akademik dan sosial (Aldrich & Shimazoe, 2010). Pemahaman: sesuatu hal yang kita pahami dan kita mengerti dengan benar. Siswa: komponen masukan dalam sistem pendidikan, yang

selanjutnya diproses dalam proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

BAB II METODE PENELITIAN


2.1. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI MI Raden Ahmad Sunan Ampel Desa Gerbo Kecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruan. Populasi tersebut diambil dengan pertimbangan bahwa kelas VI telah mampu dan memiliki kemampuan beradaptasi dengan situasi

pembelajaran yang mandiri dan berkelompok dan karena siswa kelas VI tingkat perkembangan kognitifnya sudah sampai pada tahap operasional formal yang pada tahap tersebut seseorang mampu mengembangkan kemampuan komunikasinya. Oleh karena itu, model pembelajaran kooperatif dirasa cocok, karena model tersebut bersifat bekerjasama secara berkelompok dengan menggali pengetahuan secara mandiri. Kemudian dipilih dua kelas secara random (acak) sebagai sampel. Dari kedua kelas tersebut salah satu kelas berperan sebagai kelas eksperimen, yaitu kelas yang memperoleh perlakuan berupa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw II. Dan kelas yang lain berperan sebagai kelas kontrol, yaitu kelas yang memperoleh perlakuan dengan model pembelajaran secara langsung. Dari pemilihan sampel secara acak tersebut, diperoleh kelas VI A sebagai kelas kontrol dengan jumlah siswa 25 orang dan kelas VI B sebagai kelas eksperimen dengan jumlah siswa 25 orang.

2.2. Instrumen Penelitian


Dalam penelitian ini digunakan juga beberapa instrumen yaitu : a) Tes Arikunto mendefinisikan tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh

individu atau kelompok. Tes ini diujikan untuk mengetahui tingkat kemampuan pemahaman siswa. Tes yang digunakan adalah tes hasil belajar dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan kemampuan pemahaman siswa dengan pembelajaran Kooperatif. Soal tes berupa teks bacaan dan pertanyaan serta jawaban yang telah di acak, yang bertujuan mengukur kemampuan pemahaman terhadap bacaan yang mereka baca. Tes tersebut dilakukan pada evaluasi awal dan juga akhir dengan soal tes yang sama. b) Angket Angket dalam penelitian ini berfungsi sebagai alat untuk mengumpulkan data secara tidak langsung. Angket berikut ini bertujuan untuk mengetahui pendapat siswa tentang penerapan pembelajaran kooperatif. Berikut ini adalah kisi-kisi angket mengenai pendapat siswa tentang penerapan pembelajaran kooperatif:

Tabel 3.2 Kisi-kisi Angket Pendapat Siswa Tentang Penerapan Pembelajaran Kooperatif No. 1. 2. Aspek kategori pertanyaan Minat siswa dalam belajar Kesulitan siswa saat penerapan metode Coopertive Learning 3. Cara berkomunikasi siswa dalam kelompok 4. 5. 6. Keaktifan siswa dalam belajar Pemahaman teks bacaan Motivasi siswa dalam belajar 5 dan 8 6 3 dan 9 2 1 2 22,22 11,11 22,22 7 dan 4 2 22,22 No. Soal 1 2 Jumlah Soal 1 1 % 11,11 11,11

c) Lembar Observasi Selama proses penelitian berlangsung, peneliti melakukan observasi terhadap seluruh kegiatan yang terjadi pada saat pembelajaran berlangsung mulai dari pendahuluan, kegiatan inti dan penutup. Alat yang digunakan pada saat observasi adalah lembar observasi, formatnya sebagai berikut : Tabel 3.3 Lembar Observasi siswa LEMBAR OBSERVASI PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA Tanggal:

Siklus / Pertemuan: Fase Tujuan Waktu Kegiatan Kegiatan Metode Sumber Guru Pndahuluan Siswa

Kegiatan inti

Penutup

d) Catatan Lapangan Catatan lapangan digunakan sebagai catatan tambahan apabila terdapat kejadian atau kegiatan yang tidak tercatat pada lembar observasi. Kejadian atau kegiatan tersebut dapat berupa aktivitas siswa serta

permasalahan yang dihadapi selama proses pembelajaran berlangsung. Berikut adalah format catatan lapangan: Tabel 3.4 Catatan Lapangan Catatan Lapangan Siklus/Tindakan : ....... / ....... Tanggal : .....

No.

Catatan Lapangan

Kendala / Kesulitan

Saran

Untuk mengetahui kemampuan awal siswa dan hasil akhir atau kemampuan siswa setelah belajar dengan model pembelajaran kooperatif, dilakukan dua kali tes yaitu tes awal (pretest) yang diberikan sebelum penerapan pembelajaran kooperatif dan tes akhir (posttest) yang diberikan pada akhir penerapan model pembelajaran kooperatif diperoleh melalui catatan hasil observasi dan juga catatan lapangan.

2.3. Pengumpulan Data


A. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian ini adalah di MI Raden Ahmad Sunan Ampel di desa Gerbo Kecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruan. Dengan subyek penelitian adalah siswa kelas VI semester genap tahun pelajaran 2011/2012 MI Raden Ahmad Sunan Ampel di desa Gerbo Kecamatan

Purwodadi Kabupaten Pasuruan, dimana peneliti merupakan pengajar siswa dan mengenal siswa dengan baik. B. Tahap-tahap Penelitian Penelitian ini dilakukan secara bertahap. Adapun tahap penelitian adalah sebagai berikut: a) Tahap perencanaan Tahap perencanaan meliputi penyusunan dan pengajuan proposal penelitian, mengajukan ijin penelitian, dan serta penyusunan instrumen dan perangkat penelitian. Tahap ini dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2012. b) Tahap pelaksanaan Pada tahap ini peneliti akan melaksanakan penelitian pada bulan Maret 2012. c) Tahap penyelesaian Pada tahap ini terdiri dari proses analisis data dan penyusunan laporan penelitian, yang dimulai pada bulan Maret 2012. C. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah: 1. 2. 3. Pencarian materi yang akan dibahas Penentuan objek penelitian Pembuatan instrumen penelitian yaitu berupa tes, angket atau kuesioner, dan lembar observasi. 4. Uji coba agar mengetahui tingkat keberhasilan model

pembelajaran.

2.4. Analisis Data


Data yang didapatkan dari hasil tes dan angket dibahas secara deskriptif dengan memberikan skor atau nilai kuantitatif. Data yang lain

didapat dari hasil observasi dan catatan lapangan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Pengolahan analisis data dan hasilnya dipergunakan untuk menggambarkan jawaban dari pertanyaan yang terdapat pada rumusan masalah. Apabila dijabarkan analisis data observasi sampai dengan hasil tes adalah sebagai berikut: 1) Observasi Data hasil observasi dianalisis menggunakan teknik analisis kualitatif deskriptif, yang menggambarkan analisis hasil observasi mengenai penerapan tindakan. Oleh karena itu apa yang terjadi pada saat observasi disajikan dalam bentuk tabel pada lembar observasi. 2) Catatan Lapangan Hasil catatan lapangan diolah pada saat refleksi dengan menganalisis temuan selama proses pembelajaran yang tidak teramati dalam lembar observasi. Catatan lapangan ini kemudian menjadi salah satu acuan perbaikan untuk tindakan berikutnya. 3) Angket Untuk mengetahui pendapat siswa, data hasil angket di tabulasi dengan terlebih dahulu mengelompokkan jawaban siswa, karena bentuk angket yang digunakan adalah skala bertingkat. Kemudian setiap jawaban siswa dipresentasikan dengan membagi jumlah responden setiap jawaban dengan jumlah keseluruhan responden, setelah itu dikalikan 100%. 4) Hasil Tes Untuk mengukur penguasaan dan kemampuan siswa setelah selama waktu tertentu menerapkan model pembelajaran kooperatif, digunakan tes yang dilaksanakan pada awal dan akhir siklus. Teknik analisis data atau pengolahan data merupakan kegiatan mengolah dan menganalisis data yang sudah terkumpul serta mengetahui nilai psikomotorik dari siswa. Dalam perhitungan nilai dapat dijelaskan berdasarkan format penilaian sebagai berikut :

Penilaian Jenis : tes tertulis Bentuk : menjawab pertanyaan berdasrkan bacaan. Skor = Jumlah jawaban yang benar X Jumlah soal

Adapun skala penilaian yang digunakan adalah sebagai berikut: Tabel 3.4 Skala Penilaian Kemampuan Membaca Skala Nilai 90 100 80 89 70 - 79 60 69 <60 Arti Nilai Baik Sekali Baik Sedang Cukup Kurang

BAB III LANDASAN TEORI

A. Sistem Cooperative Learning


Pembelajaran kooperatif adalah sebuah pendekatan untuk mengorganisir kegiatan kelas ke dalam pengalaman belajar akademik dan sosial. Siswa harus bekerja dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas secara kolektif. Tidak seperti belajar individu, siswa belajar secara kooperatif memanfaatkan sumber daya satu sama lain dan keterampilan (meminta satu sama lain untuk informasi, mengevaluasi ide-ide satu sama lain, memantau pekerjaan satu sama lain, dll) (Aldrich & Shimazoe, 2010). Jenis-jenis pembelajaran kooperatif antara lain (Baker & Clark, 2010): 1. Pembelajaran kooperatif formal Pembelajaran kooperatif formal terstruktur, memfasilitasi, dan dipantau oleh pendidik dari waktu ke waktu dan digunakan untuk mencapai tujuan kelompok dalam pekerjaan tugas (misalnya

menyelesaikan unit). Setiap materi pelajaran atau tugas dapat disesuaikan dengan jenis pembelajaran, dan kelompok dapat

bervariasi dari 2 sampai 6 orang dengan diskusi yang berlangsung dari beberapa menit hingga periode. Jenis strategi resmi pembelajaran kooperatif meliputi jigsaw, tugas yang melibatkan pemecahan masalah kelompok dan pengambilan keputusan, laboratorium atau tugas percobaan, dan kerja peer review (tugas editing, misalnya menulis). Memiliki pengalaman dan mengembangkan keterampilan dengan jenis belajar sering memfasilitasi pembelajaran informal dan basis.

2.

Pembelajaran kooperatif Informal Pembelajaran kooperatif Informal menggabungkan kelompok belajar dengan ajaran pasif dengan menarik perhatian pada bahan melalui kelompok-kelompok kecil di seluruh pelajaran atau dengan diskusi di akhir pelajaran, dan biasanya melibatkan dua kelompok (misalnya turn-to-pasangan-diskusi). Kelompok-kelompok ini sering bersifat sementara dan dapat berubah ketika pergantian pelajaran (sangat banyak tidak seperti belajar formal di mana 2 siswa dapat menjadi mitra laboratorium sepanjang semester seluruh kontribusi terhadap ilmu pengetahuan satu sama lain). Diskusi biasanya memiliki empat komponen yang meliputi merumuskan respon terhadap pertanyaan yang diajukan oleh pendidik, berbagi tanggapan terhadap pertanyaan yang diajukan dengan pasangan, mendengarkan tanggapan pasangan untuk pertanyaan yang sama, dan membuat jawaban baru yang berkembang dengan baik. Jenis pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk memproses, konsolidasi, dan mempertahankan informasi untuk dipelajari lebih lanjut. Terdapat 5 elemen dasar bagi pembelajaran kooperatif, yaitu (Brown &

Parker, 2009): 1. Positif saling ketergantungan Siswa harus sepenuhnya berpartisipasi dan mengajukan upaya dalam kelompok mereka. Setiap anggota kelompok memiliki tugas atau peran dan tanggung jawab karena itu harus percaya bahwa mereka bertanggung jawab untuk pembelajaran mereka dan kelompok mereka. 2. Tatap Wajah promotif Interaksi Anggota mempromosikan setiap keberhasilan orang lain. Siswa menjelaskan satu sama lain apa yang telah mereka pelajari atau yang sedang mereka pelajari dan membantu satu sama lain dengan pemahaman dan penyelesaian tugas.

3.

Akuntabilitas individu Setiap siswa harus menunjukkan inti dan maksud dari sesuatu yang sedang dipelajari. Setiap siswa bertanggung jawab untuk pembelajaran mereka dan bekerja, sehingga menghilangkan "kemalasan sosial".

4.

Sosial Keterampilan Keterampilan sosial harus diajarkan agar pembelajaran kooperatif berjalan sukses. Yang termasuk keterampilan komunikasi yang efektif adalah interpersonal dan keterampilan kelompok. Kelebihan dan manfaat penerapan sistem pembelajaran koopoeratif,

antara lain adalah ada dua perspektif teoritis utama yang terkait dengan pembelajaran kooperatif, yaitu motivasi dan kognitif .Karena siswa merasa bahwa keberhasilan atau kegagalan tergantung pada kemampuan mereka untuk bekerja sama sebagai sebuah kelompok, siswa kemungkinan akan mendorong satu sama lain untuk melakukan apapun yang membantu kelompok berhasil. Mereka juga lebih mungkin untuk saling membantu untuk menyelesaikan tugas. Oleh karena itu, pembelajaran kooperatif meningkatkan motivasi siswa untuk melakukan pekerjaan akademik (Holubec, 2001). Kelebihan lain dari sistem pembelajaran ini adalah bahwa pembelajaran kooperatif membantu siswa memperoleh keterampilan berpikir kritis. Karena pembelajaran kooperatif menciptakan situasi di mana siswa harus menjelaskan dan membahas berbagai perspektif, pemahaman yang lebih besar dari bahan yang diperoleh (Holubec, 2001). Penggunaan pembelajaran kooperatif (CL) juga membantu siswa menjelaskan konsep dan ide melalui diskusi dan perdebatan. Karena tingkat diskusi dalam kelompok-kelompok secara signifikan lebih besar dari dalam diskusi yang dipimpin instruktur, siswa menerima umpan balik segera, sehingga memajukan tingkat diskusi. Melalui proses berinteraksi dengan siswa dari sudut pandang yang berbeda bahwa pertumbuhan kognitif dirangsang. Penekanan ditempatkan pada belajar bagaimana bekerja sama untuk menemukan solusi terbaik untuk masalah. Menurut pendekatan konstruktivis, ketika siswa

merumuskan solusi mereka sendiri dengan cara ini, mereka benar-benar berpikir kritis (Davis, Mahler & Noddings, 2000). Selain mempunyai kelebihan, sistem pembelajaran Coopertiva Learning juga mempunyai kelemahan dan keterbatasan. Pembelajaran Kooperatif pada awalnya memiliki banyak keterbatasan yang dapat menyebabkan proses pembelajaran menjadi lebih rumit. Sharan (2010), menyatakan bahwa evolusi konstan pembelajaran kooperatif dianggap sebagai ancaman. Karena pada kenyataannya, pembelajaran kooperatif yang terus berubah, menimbulkan adanya kemungkinan bahwa guru mungkin menjadi bingung dan tidak memiliki pemahaman lengkap tentang metode ini. Guru menerapkan

pembelajaran kooperatif juga dapat ditentang dengan perlawanan dan permusuhan dari siswa yang percaya bahwa mereka sedang dihambat oleh rekan satu tim mereka kurang pandai atau siswa yang kurang percaya diri yang merasa bahwa mereka sedang diabaikan atau direndahkan oleh kelompok mereka sendiri (Waldron, 2004). Ada tiga tahap pelaksanaan pembelajaran kooperatif, yaitu (Waldron, 2004): 1) Fase Pra-Implementasi yang meliputi: menentukan tujuan instruksional, menentukan ukuran kelompok dan siswa menugaskan ke kelompok, mengatur ruang, perencanaan material instruksional untuk mempromosikan saling ketergantungan, menempatkan peran kelompok, menetapkan tugas, menjelaskan kriteria untuk sukses, penataan saling ketergantungan positif dan akuntabilitas, dan perilaku yang diinginkan menentukan. 2) Fase Implementasi yang meliputi: perilaku pemantauan, intervensi jika diperlukan, membantu dengan kebutuhan, dan pujian. 3) Fase Pasca-Implementasi yang meliputi: menyediakan penutupan melalui summarization, mengevaluasi belajar mahasiswa, dan merenungkan apa yang terjadi.

BAB III PEMBAHASAN

Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) adalah proses yang membutuhkan pengetahuan untuk ditemukan oleh siswa dan ditransformasikan ke dalam konsep dimana siswa dapat berhubungan. Pengetahuan tersebut kemudian direkonstruksi dan diperluas melalui pengalaman belajar baru. Pembelajaran terjadi melalui dialog antara para siswa dalam lingkungan sosial. Pembelajaran kooperatif adalah suatu metodologi yang menggunakan berbagai kegiatan belajar untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap mata pelajaran dengan menggunakan pendekatan terstruktur yang melibatkan serangkaian langkah, membutuhkan siswa untuk membuat, menganalisis dan menerapkan konsep-konsep. Ini merupakan strategi pembelajaran yang

memungkinkan siswa untuk bekerja bersama dalam kelompok kecil dengan individu-individu dari berbagai bakat, kemampuan dan latar belakang untuk mencapai tujuan bersama. Setiap anggota tim individual bertanggung jawab untuk mempelajari materi dan juga untuk membantu anggota lain dari tim belajar. Siswa bekerja sampai setiap anggota kelompok berhasil memahami dan menyelesaikan tugas, sehingga menciptakan "suasana prestasi" (Panitz, 1996). Akibatnya, mereka membingkai konsep-konsep baru dengan mendasarkan kesimpulan mereka pada pengetahuan sebelumnya. Proses ini menghasilkan pemahaman yang lebih dalam material dan lebih potensial untuk mempertahankan materi. Sebelum mulai merencanakan pelajaran pembelajaran kooperatif, ada beberapa hal yang harus dilakukan. Instruktur harus mulai dengan mengamati instruktur lain yang efektif menggunakan CL di kelas mereka sendiri. Kemudian, orang-orang ini bisa berfungsi sebagai mentor atau pelatih. Membaca tentang CL juga akan bermanfaat. Pembacaan akan membantu instruktur belajar tentang cara untuk menerapkan teknik, serta manfaat dan kerugian dari menggunakannya.

Membaca tentang CL juga akan membantu instruktur membuat keputusan tentang apakah CL adalah pilihan yang tepat untuk kelas mereka. Selanjutnya, pelatihan pembelajaran kooperatif sangat penting untuk keberhasilan program di kelas apapun. Pelatihan ini bisa datang dalam bentuk lokakarya, seminar, dan lain-lain. Instruktur harus diberi kesempatan untuk mempraktekkan apa yang mereka akan perintahkan kepada siswa. Pelatihan harus menjadi proses yang berkelanjutan. Seperti lebih banyak belajar tentang pembelajaran kooperatif, orang harus membangun sebuah perpustakaan sumber daya CL untuk referensi. Referensi-referensi ini akan berguna dalam menerapkan CL di dalam kelas. Selain itu, perlu dibentuk kelompok pendukung yang terdiri atas guru lain yang menggunakan CL di dalam kelas mereka. Dukungan kelompok ini akan sangat penting dalam mengembangkan pelajaran CL.

1.

Pra-Implementasi Setelah memutuskan untuk menerapkan pembelajaran kooperatif, tantangan

terbesar adalah merencanakan dan menyiapkan kelas dan siswa untuk CL. Menurut Johnson, Johnson, dan Smith (1991), ada beberapa tugas yang instruktur harus lakukan sebelum menerapkan pembelajaran kooperatif di kelas, yaitu: a) Tentukan Tujuan Instruksional (akademik dan sosial) CL Instruktur harus menjelaskan mengapa ia menggunakan CL,

menggambarkan manfaatnya, dan hasilnya. Untuk membantu penjelasan ini, instruktur mungkin memproduksi dan mendistribusikan selebaran yang menggambarkan pembelajaran kolaboratif. b) Tentukan Ukuran Group dan Menetapkan Siswa untuk Groups Ukuran kelompok dapat berkisar dari dua hingga empat siswa, tergantung pada tugas CL. Kelompok-kelompok ini dapat homogen atau heterogen. Kelompok dapat dibentuk berdasarkan tingakat kemampuan dan kemampuan, atau secara acak.

c)

Mengatur ruangan Instruktur harus mengoptimalkan ruang kelas sehingga siswa atau kelompok dapat berinteraksi dan bergerak dengan mudah. Instruktur harus menempatkan satu kelompok berdekatan dan saling berhadapan agar mereka mudah untuk berdiskusi. Selanjutnya, alat-alat penelitian harus tersedia baik di kelas atau di ruangan lain di dekat kelas (misalnya lab atau perpustakaan).

d) Menjelaskan pentingnya sikap kerja sama Metode instruksional dan materi yang instruktur pilih harus

memungkinkan setiap individu untuk berkontribusi pada keberhasilan kelompok dengan cara yang unik dan bermakna. e) Memberikan peran kelompok Ada beberapa perdebatan tentang apakah instruktur harus berperan dalam keputusan ini. Benar tidaknya hal tersebut, yang pasti mereka harus memastikan ada peran yang berbeda untuk setiap siswa. Juga, instruktur harus memilih atau membantu siswa dalam memilih peran yang menggunakan kekuatan dan memperbaiki kelemahan mereka. Instruktur juga harus mengawasi siswa agara mereka tidak memilih peran yang sama berulang-ulang. Misalnya dalam suatu praktikum penelitian, beberapa peran yang dapat dipilih atau ditetapkan anatara lain fasilitator, pencatat waktu, perekam, checker (untuk pemahaman), summarizer, Elaborator (pada pengetahuan sebelumnya atau titik diskusi), penelitianpelari (mendapat bahan), dan kartu liar (tidak ada lagi yang perlu dilakukan). f) Memberikan tugas Ketika memilih tugas penilaian (produk yang akan diproduksi), instruktur harus memilih satu standar untuk menangani dan mencocokkannya dengan pendekatan pembelajaran. Tugas kelompok belajar kooperatif harus menarik, menantang, dan memotivasi. Instruktur jelas harus menjelaskan prosedur tugas, menyediakan struktur (terutama berguna untuk pengalaman siswa CL), dan menetapkan kerangka waktu tertentu

untuk setiap bagian dan seluruh tugas. Dan terakhir, instruktur harus mempertanyakan siswa untuk memeriksa pemahaman tentang tugas dan prosedurnya. g) Jelaskan cara mencapai keberhasilan kelompok Instruktur harus berkomunikasi dengan kelompok-keterampilan kerja yang akan dievaluasi. Rubrik A juga harus dibuat, mungkin dengan bantuan para siswa, yang akan digunakan untuk mengevaluasi kelompokketerampilan kerja serta penilaian tugas. h) Struktur saling ketergantungan positif dan akuntabilitas Ukuran kelompok harus tetap kecil sehingga setiap anggota dapat berpartisipasi dan memberikan kontribusi unik ke grup. Instruktur juga harus mengetes kelompok dan individu dengan mengajukan pertanyaan kedua. Kelompok A harus diminta untuk menjelaskan hasil kolektif dan individu harus dapat mempertahankan posisi mereka sendiri serta kelompok itu secara keseluruhan. i) Tentukan perilaku yang diinginkan Bagian penting dari keberhasilan pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan siswa bagaimana bekerja dalam kelompok. Untuk mencapai hal ini, instruktur dapat melakukan pelajaran singkat tentang cara-cara untuk menghormati orang lain (yaitu pujian, bergantian, dan keputusan bersama keputusan). Siswa juga perlu dilatih dalam resolusi konflik. Sehingga, akan lebih bijaksana untuk menggunakan kegiatan yang mengajarkan menghargai pebedaan sebelum memulai, sehingga siswa merasa bahwa mereka tidak berbeda. Sebelum pelaksanaan sebenarnya dari pembelajaran kooperatif, siswa juga memiliki beberapa tugas. Pertama, mereka dapat membantu instruktur menghasilkan rubrik evaluasi, dan mereka mungkin bisa membantu merancang tugas penilaian jika instruktur bersedia membiarkan siswa berpartisipasi dalam kapasitas ini. Dengan berperan dalam hal-hal ini, siswa akan memiliki motivasi lebih besar untuk berpartisipasi dalam kerja kelompok. Sehingga, peran siswa

yang paling penting pada saat ini dalam CL adalah untuk pertanyaan instruktur jika ada sesuatu yang tidak jelas kepada mereka. Tanpa pemahaman lengkap siswa tentang tujuan, sasaran, dan prosedur, pembelajaran kooperatif tidak akan sukses. Setelah semua persiapan, sekarang saatnya untuk mulai bekerja. Selama fase implementasi pembelajaran kooperatif, para siswa memainkan peran paling penting. Beberapa tugas mereka pada tahap ini meliputi: 1) Bekerja sama 2) Mendengarkan satu sama lain 3) Bertanya satu sama lain 4) Mencatat dan mengingat semua tugas dan bagian masing-masing 5) Mengerjakan tugas penilaian (produk) 6) Bertanggung jawab atas diri pribadi maupun kelompok Instruktur juga memiliki tanggung jawab selama tahap ini. Johnson, Johnson, dan Smith (1991) membuat daftar beberapa peran yang memiliki instruktur selama pelaksanaan pembelajaran kooperatif: a) Memonitor perilaku: Selama pelaksanaan pembelajaran kooperatif, instruktur harus berkeliling ke seluruh kelas, mengunjungi setiap kelompok. b) Intervensi jika diperlukan: Meskipun beredar, jika instruktur mengetahui ada konflik kelompok atau perilaku menghindari tugas, dia harus campur tangan. Konflik harus diselesaikan sesegera mungkin, dan siswa harus ditunjukkan bagaimana mencegah masalah di lain waktu. c) Membantu kebutuhan: Meskipun memantau kerja kelompok, instruktur harus membantu kelompok dengan kebutuhan mereka. Ini mungkin melibatkan menunjukkan sumber daya tambahan atau point-of-view, dan juga termasuk membantu siswa merefleksikan pekerjaan mereka. d) Memuji: Siswa perlu tahu jika mereka menyelesaikan tugas secara memuaskan, terutama jika mereka tidak berpengalaman bekerja dalam

kelompok kooperatif. Untuk alasan ini, instruktur harus melihat siswa secara individual sehingga kelompok tahu bagaiman mereka melakukan sesuatu yang benar. Penelitian tentang pembelajaran kooperatif menunjukkan hal yang "sangat positif" dan menegaskan bahwa metode kooperatif adalah cross-kurikuler. Pembelajaran CL menuntut siswa untuk terlibat dalam kegiatan kelompok yang meningkatkan pembelajaran dan menambah dimensi penting lainnya. Hasil yang positif antara lain: keuntungan akademik, hubungan kerja sama yang ditingkatkan, dan pengembangan pribadi dan sosial. Setelah menerapkan sistem pembelajaran kooperatif di kelas saya, terdapat tanggapan yang berbeda-beda dari para siswa. Ada yang mengeluh karena malu harus berbicara di depan kelas, ada yang keberatan karena tidak bisa berkelompok dengan teman dekatnya, ada yang senang karena bisa berbicara dengan temannya, dan ada juga yang sangat bersemangat untuk belajar berkelompok. Namun, bagi tingkat kepahaman siswa sistem pembelajaran ini terbukti sangat membantu siswa memahami materi yang mereka pelajari. Siswa yang lebih memahami materi secara langsung akan menjelaskan kepada teman kelompoknya yang kurang mengerti materi, dengan bahasanya sendiri. Bahasa tersebut tentunya akan lebih mudah dipahami oleh teman kelompoknya, dibandingkan bahasa yang ada di buku atau bahasa guru pengajar. Siswa yang pemalu dan kurang terbuka dengan temannya lambat laun akan mulai terbiasa untuk berinteraksi dengan teman-temannya. Dan dia akan mulai belajar untuk menyampaikan ide dan gagasannya kepada orang lain. Brady & Tsay (2010) menyatakan bahwa siswa yang sepenuhnya berpartisipasi dalam kegiatan kelompok, menunjukkan perilaku kolaboratif, memberikan umpan balik yang konstruktif dan bekerja sama dengan kelompok. Mereka memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan nilai yang lebih baik. Mereka juga mengemukakan gagasan mereka bahwa pembelajaran kooperatif adalah alat yang mendorong prestasi akademik menjadi lebih baik.

BAB IV PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Penelitian tentang pembelajaran kooperatif menunjukkan hal yang "sangat positif" dan menegaskan bahwa metode kooperatif adalah crosskurikuler. Pembelajaran CL menuntut siswa untuk terlibat dalam kegiatan kelompok yang meningkatkan pembelajaran dan menambah dimensi penting lainnya. Hasil yang positif antara lain: keuntungan akademik, hubungan kerja sama yang ditingkatkan, dan pengembangan pribadi dan sosial.

4.2. Saran
Setiap guru tentunya ingin semua anak didiknya mampu menyerap dan memahami segala hal ia sampaikan dengan baik. Untuk mencapai keinginan tersebut, dibutuhkan adanya cara yang tepat berupa sistem pembelajaran, salah satunya Cooperative Learning. Dalam sistem ini, guru yang berperan sebagai instruktor hendaknya dapat sekaligus menjadi pendamping bagi para siswanya.

DAFTAR PUSTAKA

Johnson, D., Johnson, R., & Holubec, E. (2001). Lanjutan Pembelajaran. Jakarta: Interaction Book Company. Johnson, DW, Johnson, R., & Smith, K. (2000). Active learning: Cooperation in the College Classroom. Jakarta: Interaction Book Company. Johnson, DW, & Johnson, Waldron (2004). Leading the cooperative school. Jakarta: Interaction Book Company. Brown, H., & Ciuffetelli, DC (Eds.). (2009). Metode Dasar: Memahami pengajaran dan pembelajaran. Toronto: Pearson Education. Aldric, Shimazoe. (2010). Kerjasama dan Persaingan. Jakarta: Dewan Riset Ilmu Sosial. Baker, Clark. (2010). Merancang kerja kelompok. Jakarta: Sekolah Tinggi Guru. Davis, Mahler, dan Nodings (2000). Pembelajaran Kooperatif: SebuahHasil sosial dan intelektual Belajar Kelompok. Jakarta: Gramedia

Anda mungkin juga menyukai