Anda di halaman 1dari 14

PENINGKATAN SEDIMENTASI DI SUNGAI MUSI MEMBUAT PENGALIHAN TRANSPORTASI KE TANJUNG API-API YANG MERUSAK DAERAH MANGROVE

HIMAIKEL UNSRI

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2012

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Sungai merupakan jalan air alami mengalir menuju samudera, danau atau laut, atau ke sungai yang lain. Pada beberapa kasus, sebuah sungai secara sederhana mengalir meresap ke dalam tanah sebelum menemukan badan air lainnya. Dengan melalui sungai merupakan cara yang biasa bagi air hujan yang turun di daratan untuk mengalir ke laut atau tampungan air yang besar seperti danau. Sungai terdiri dari beberapa bagian, bermula dari mata air yang mengalir ke anak sungai. Beberapa anak sungai akan bergabung untuk membentuk sungai utama. Aliran air biasanya berbatasan dengan kepada saluran dengan dasar dan tebing di sebelah kiri dan kanan. Penghujung sungai dimana sungai bertemu laut dikenali sebagai muara sungai. Di Sumatera Selatan, khususnya di Palembang, Sungai Musi sangat berperan penting dalam kehidupan perekonomian masyarakat Palembang. Tidak hanya dijadikan sebagai sarana jalur transportasi, tapi juga banyak yang menggunakan airnya sebagai bahan baku industri. Sebagai contoh, PT Pusri, perusahaan pembuat pupuk berskala nasional, menggunakan air Sungai Musi sebagai bahan baku pembuatan pupuk urea. Peranan Sungai Musi yang sangat vital dalam kehidupan hingga disebut sebagai urat nadi Palembang saat ini mulai dihantui berbagai masalah. Salah satu permasalahannya, yaitu terjadinya pendangkalan sungai yang terus meningkat setiap tahunnya. Tentunya hal ini bisa sangat merugikan bagi Pemprov Sumatera Selatan. Apalagi saat ini Provinsi Sumatera Selatan sedang gencar-gencarnya menarik minat para investor untuk menanamkan modal dalam berbagai sektor bisnis di Sumatera Selatan. Jika pendangkalan ini terus berlanjut tanpa adanya perhatian serius dari Pemprov Sumatera Selatan ataupun Pemkot Palembang, maka bisa jadi dapat menghambat laju investasi di daerah ini. Guna mengatasi pendangkalan di Sungai Musi, Pemprov Sumatera Selatan dan Pemkot Palembang telah melakukan upaya pengerukan dasar sungai (dredging) yang bertujuan untuk

mengangkat partikel-partikel lumpur yang telah tersedimentasi di dasar sungai ke daerah lain. Secara finansial, upaya pengerukan Sungai Musi tiap tahunnya memang memerlukan anggaran dana yang sangat besar. Ambisi Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan membangun pelabuhan terpadu berskala internasional di Tanjung Api-Api sebenarnya cukup layak diapresiasi jika melihat dari kepentingan memajukan transportasi, perdagangan ekspor-impor, dan

perekonomian Sumatera Selatan Namun, ganjalan demi ganjalan muncul dan terus membayangi proyek pembangunan Pelabuhan Tanjung Api-api di Kabupaten Banyuasin yang menjorok ke Selat Bangka tersebut. Selain kasus suap alih fungsi lahan yang melibatkan sejumlah anggota DPR, ganjalan besar lainnya terkait rusak parahnya hutan bakau (mangrove) dan hutan nipah, ancaman kepunahan satwa langka.

1.2. Perumusan Masalah Perumusan makalah pada tulisan ini adalah : 1. Bagaimana hubungan peningkatan sedimentasi di Sungai Musi dengan pembangunan Pelabuhan Tanjung Api-api? 2. Bagaimana dampak positif dan dampak negatif akibat peningkatan sedimentasi di Sungai Musi?

1.3. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan makalah ini adalah : 1. Mengetahui hubungan peningkatan sedimentasi di Sungai Musi dengan pembangunan Pelabuhan Tanjung Api-api. 2. Mengetahui dampak positif dan dampak negatif dari peningkatan sedimentasi di Sungai Musi.

1.4. Manfaat Penulisan Diharapkan dari analisis yang sesuai dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan program kerja HIMITEKINDO 2012.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Sedimentasi Sungai Musi Pendangkalan Sungai Musi terjadi akibat tingginya sedimentasi volume

endapan yang hingga kini sudah mencapai 6 juta kubik per tahun. Salah satunya akibat pembukaan lahan dan erosi. Demikian diungkapkan oleh Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumsel, Ahmad Najib di Hotel Bumi Asih Rabu (2/12). Berdasarkan pemantauan pihaknya, telah terjadi pendangkalan di Sungai Musi akibat pembukaan lahan dan adanya erosi yang terjadi setiap tahun. Pendangkalan Sungai Musi karena ada pembukaan lahan di daerah hulu yang tidak terkendali, dan juga karena adanya erosi yang setiap tahun cukup tinggi. Berdasarkan pemantauan terakhir BLH Sumsel, pendangkalan ini akibat sedimentasi yang sudah mencapai 6 juta meter kubik per tahun, dan meski sudah dilakukan pengerukan, namun disebutkan tidak akan berpengaruh. Pemerintah sudah melakukan pengerukan, tapi itu tidak akan mempengaruhi, dan solusi yang fundamental paling penting adalah memperbaiki daerah yang dapat

mengakibatkan terjadinya pendangkalan.

2.2.

Pendangkalan Sungai Musi Pendangkalan yang terjadi di Sungai Musi telah menyebabkan kedalaman

sungai menjadi hanya berkisar sekitar 14-20 meter. Hal ini tentu saja mengakibatkan kapal-kapal pengangkut barang berkapasitas besar tidak dapat lagi melewati Sungai Musi. Padahal para investor yang hendak masuk ke Palembang justru menjadikan angkutan sungai sebagai pertimbangan yang penting. Itu disebabkan oleh angkutan barang melalui sungai merupakan yang paling murah jika dibandingkan dengan melalui jalur udara ataupun jalur darat yang tentunya akan mengefesiensikan pengeluaran. Secara umum, pendangkalan sungai dapat terjadi karena adanya pengendapan partikel padatan yang terbawa oleh arus sungai, seperti di kelokan sungai (meander), waduk atau dam, ataupun muara sungai. Partikel ini bisa

berupa padatan besar, seperti sampah, ranting, dan lainnya. Namun, sumber utama partikel ini biasanya berupa partikel tanah sebagai akibat dari erosi yang berlebihan di daerah hulu sungai. Air hujan akan membawa dan menggerus tanah subur di permukaan dan melarutkannya yang kemudian akan terbawa ke sungai. Proses transportasi partikel semacam ini disebut sebagai suspensi. Hasil partikel yang terbawa ini biasanya akan berupa lumpur tanah dan kemudian tersedimentasi di dasar sungai. Ada beberapa penyebab terjadinya pendangkalan Sungai Musi. Salah satunya, yaitu akibat adanya aktivitas pengambilan air sungai oleh Pembangkit Listrik Tenaga Air Musi yang berlokasi di Desa Ujanmas Atas, Kabupaten Kepahiang, Provinsi Bengkulu. Air sungai yang diambil oleh PLTA tersebut, yaitu sebesar 62 m3/detik. Adapun air dari sisa aktivitas itu dibuang ke laut daerah Bengkulu. Hanya sebanyak 1,1 m3/ detik yang dikembalikan ke Sungai Musi. Selain itu, adanya aktivitas penggundulan hutan di daerah Sumatera Selatan juga turut menambah persoalan di daerah aliran sungai. Akibatnya, daerah tangkapan air jadi rusak sehingga menyebabkan longsor, degradasi, dan agradasi dasar sungai. Belum lagi adanya pencemaran air di Sungai Musi yang disebabkan oleh operasional pabrik-pabrik. Pada dasarnya, sedimentasi yang terjadi di Sungai Musi memang termasuk sedimentasi tingkat tinggi disebabkan adanya pertemuan arus antara Sungai Musi dan arus laut di Selat Bangka. Kondisi pendangkalan Sungai Musi kian parah karena endapan lumpur mencapai sekitar 40 cm per bulan. Bahkan, volume endapan bisa mencapai 2,5 juta meter3. Sepanjang alur pelayaran Sungai Musi dari Pelabuhan Boom Baru hingga Selat Bangka, terdapat 13 titik pendangkalan. Empat titik sudah sangat rawan, karena pendangkalannya mencapai 4 meter. Lokasi yang cukup rawan itu, yakni di C2 dan C3, Pulau Payung bagian utara dan Muara Jaram, sedangkan lokasi yang mengalami pendangkalan paling parah, antara lain di ambang luar, Muara Selat Jaran, dan perairan bagian Selatan Pulau Payung serta panjang sedimentasi itu bisa mencapai 7 km.

2.3.

Akibat Proses Pendangkalan Pendangkalan di Sungai Musi, Provinsi Sumatera Selatan, terjadi akibat

sedimentasi semakin parah sehingga terus mengganggu pelayaran kapal besar. Setiap tahun PT Pelindo harus mengeluarkan dana Rp 8 miliar-Rp 16 miliar untuk mengeruk lumpur di muara Sungai Musi. Volume lumpur yang mengendap di muara Sungai Musi berkisar 2 juta hingga 3 juta meter kubik per tahun. Karena itu, kami perlu kapal pengeruk lumpur. Pengadaan kapal keruk seharga Rp 250 miliar. Jauh lebih ekonomis ketimbang jika setiap tahun mengeluarkan dana belasan miliar rupiah untuk pengerukan. Apalagi, volume lumpur terus bertambah setiap tahun. Pengerukan oleh PT Pelindo dilakukan sejak tahun 1998. Sungai Musi juga memiliki karakter yang unik, yaitu mengalami pasang surut dua kali sehari. Kondisi tersebut menyebabkan kapal yang masuk ke Sungai Musi harus dipandu. Pendangkalan membuat kapasitas angkut pupuk tidak bisa maksimal. Saat ini kapasitas angkut setiap kapal Pusri mencapai 7,5 ton. Namun, karena pendangkalan, hanya mampu mengangkut sekitar 6 ton-6,5 ton. Pendangkalan di Sungai Musi juga mengganggu angkutan bahan bakar minyak Pertamina. Pertamina harus mengukur kemampuan kapasitas angkut kapal-kapal pengangkut bahan bakar minyak yang melewati alur Sungai Musi. Pada saat musim hujan, kapal- kapal berbobot 10.000 ton dipastikan mampu masuk dan keluar lewat alur Sungai Musi. Namun, saat kemarau, kapal pengangkut yang melintasi sungai itu hanya berbobot 6.000-7.000 ton. Pemerintah seharusnya mengeruk lumpur di muara Sungai Musi secara periodik untuk mengurangi pendangkalan.

2.4. Kerusakan Mangrove Mangrove adalah suatu komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa jenis pohon yang khas atau semak-semak yang mampu tumbuh di perairan asin (Nybakken, 1992). Mangrove umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung dan berpasir. Daerah mangrove akan tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun yang hanya tergenang pada saat pasang purnama. Frekuensi penggenangan

menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove. Daerah ini juga akan menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat dan terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Air bersalinitas payau (2 22 o/oo) hingga asin (mencapai 38 o/oo). Secara biologis ekosistem mangrove mempunyai fungsi sebagai daerah asuhan pasca larva jenis-jenis ikan dan udang tertentu serta menjadi tempat kehidupan kerang dan kepiting, tempat bersarang burung-burung dan organisme lainnya. Ekosistem ini juga dapat menjadi penyumbang untuk sumber makanan yang sangat penting bagi seluruh organisme yang terdapat didalamnya (Dahuri dkk, 2001). Sedangkan secara fisik, ekosistem ini berfungsi untuk menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya erosi laut serta sebagai perangkap zat-zat pencemar dan limbah (Ecoton,1988). Menurut Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan (2006), Kabupaten Banyuasin memiliki garis pantai 275 km dan mempunyai kawasan mangrove dengan luas 50.435 ha, dengan kategori mangrove tidak rusak seluas 4.961 ha (9,83%), mangrove rusak seluas 2.507 ha (4,97%) dan mangrove rusak berat seluas 43.015 ha (85,20%). Dengan demikian terlihat bahwa kondisi mangrove yang rusak jauh lebih besar (95%) daripada mangrove yang berada dalam kondisi yang baik (5%). Semakin berkurangnya lahan mangrove memerlukan upaya untuk mengurangi faktor-faktor penyebab kerusakan kawasan mangrove tersebut yakni dengan merehabilitasi kawasan mangrove yang telah menurun daya dukungnya.

2.5.

Solusi Guna mengatasi pendangkalan di Sungai Musi, Pemprov Sumatera Selatan

dan Pemkot Palembang telah melakukan upaya pengerukan dasar sungai (dredging) yang bertujuan untuk mengangkat partikel-partikel lumpur yang telah tersedimentasi di dasar sungai ke daerah lain. Pengerukan Sungai Musi ini sendiri berkaitan erat dengan aspek ekonomi bagi aktivitas masyarakatnya. Bila tidak dilakukan, tentunya kapal-kapal besar dari luar Sumsel bahkan luar negeri tidak dapat masuk ke ilir lebih jauh. Imbasnya, kegiatan perekonomian dipastikan

terganggu. Secara finansial, upaya pengerukan Sungai Musi tiap tahunnya memang memerlukan anggaran dana yang besar. Namun, hal itu harus terus dilakukan mengingat dampak pendangkalan sungai ini juga tidak sedikit. Soal teknis pengerukan, nantinya lumpur yang berada di sepanjang alur Sungai Musi akan dikeruk dan dipindahkan menggunakan sistem dumping area. Pendek kata, lumpur yang diangkat dari alur sungai akan dibuang ke daerah lain di Sungai Musi yang masih memungkinkan. Hal itu disebabkan oleh sulitnya membuang lumpur tersebut langsung ke laut karena biaya untuk itu juga jauh lebih besar dari biaya pengerukannya sendiri. Upaya untuk pengerukan lumpur dari dasar sungai memang memakan biaya yang tidak sedikit. Untuk itu Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan telah lama merencanakan pembangunan Pelabuhan Tanjung Api-api untuk mengganti jalur transportasi barang dan jasa dari Pelabuhan di sekitar Sungai Musi. Namun lahan yang dibutuhkan untuk pembangunan pelabuhan internasional tersebut sangat luas mencapai 600 ha yang merupakan daerah hutan mangrove.

2.6.

Dampak Negatif dan Positif Akibat Peningkatan Sedimentasi Dampak negatif akibat peningkatan sedimentasi khususnya di daerah

Sungai Musi adalah terjadinya pendangkalan sungai yang merupakan jalur transportasi barang dan jasa yang cukup penting bagi Provinsi Sumatera Selatan. Akibat pendangkalan tersebut kapal-kapal barang yang berukuran besar tidak dapat masuk ke daerah pelabuhan yang akan memhambat pendapatan ekonomi bagi Provinsi Sumatera Selatan. Sedangkan dampak positif akibat peningkatan sedimentasi pada khususnya di daerah Sungai Musi adalah bertambahnya luasan daratan. Dengan penambahan luasan daratan di muara sungai Musi memungkinkan kita untuk menambah luasan hutan mangrove yang mempunyai manfaat sangat besar pada ekologi daerah tersebut.

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil Gambar 1. Alur Pelayaran Kapal di Sungai Musi Palembang

Tabel 1. Kedalaman Alur Sungai Musi


KEDALAMAN SAAT SETELAH DIKERUK KEDALAMAN TIGA BULAN SETELAH DIKERUK

NO.

SPOT LUAS

SATUAN

KETERANGAN Endapan m/hari

Ambang Luar (C1) Ambang Luar (C2)

-Mtr Lws

6,5

4,17

0,0101

-Mtr Lws

6,5

4,41

0,0163

Tanjung Barat

-Mtr Lws

6,5

5,94

0,0056 Belum pernah dikeruk selama tiga tahun terakhir 0,002 0,0014 0,0013 Tidak pernah dikeruk

Tanjung Buyut

-Mtr Lws

6,5

6,10

5 6 7

Payung Utara Payung Barat Payung Selatan

-Mtr Lws -Mtr Lws -Mtr Lws

6,5 6,5 6,5

5,20 6,36 6,37

Pulau Ayam

-Mtr Lws

6,5

Penyeberangan Upang

-Mtr Lws

6,5

5,90

0,0022

10 Selat Jaran

-Mtr Lws

6,5

Belum pernah dikeruk selama tiga tahun terakhir

11

Muara Selat Jaran

-Mtr Lws

6,5

5,85

0,0065

12 Aer Kumbang

-Mtr Lws

6,5

Belum pernah dikeruk selama tiga tahun terakhir Belum pernah dikeruk selama tiga tahun terakhir

13 Sungai Lais

-Mtr Lws

6,5

3.2. Pembahasan Peranan Sungai Musi yang sangat vital dalam kehidupan hingga disebut sebagai urat nadi Palembang saat ini mulai dihantui berbagai masalah. Salah satu permasalahannya, yaitu terjadinya pendangkalan sungai yang terus meningkat setiap tahunnya. Tentunya hal ini bisa sangat merugikan bagi Pemprov Sumatera Selatan. Apalagi saat ini Provinsi Sumatera Selatan sedang gencar-gencarnya menarik minat para investor untuk menanamkan modal dalam berbagai sektor bisnis di Sumatera Selatan. Jika pendangkalan ini terus berlanjut tanpa adanya perhatian serius dari Pemprov Sumatera Selatan ataupun Pemkot Palembang, maka bisa jadi dapat menghambat laju investasi di daerah ini. Alasannya tentu saja, pendangkalan sungai tersebut menyebabkan kapal-kapal pengangkut muatan besar tidak dapat menyeberangi Sungai Musi lagi. Pendangkalan yang terjadi di Sungai Musi telah menyebabkan kedalaman sungai menjadi hanya berkisar sekitar 14-20 meter. Hal ini tentu saja mengakibatkan kapal-kapal pengangkut barang berkapasitas besar tidak dapat lagi melewati Sungai Musi. Padahal para investor yang hendak masuk ke Palembang justru menjadikan angkutan sungai sebagai pertimbangan yang penting. Itu disebabkan oleh angkutan barang melalui sungai merupakan yang paling murah jika dibandingkan dengan melalui jalur udara ataupun jalur darat yang tentunya akan mengefesiensikan pengeluaran. Secara umum, pendangkalan sungai dapat terjadi karena adanya

pengendapan partikel padatan yang terbawa oleh arus sungai, seperti di kelokan sungai (meander), waduk atau dam, ataupun muara sungai. Partikel ini bisa berupa padatan besar, seperti sampah, ranting, dan lainnya. Namun, sumber utama partikel ini biasanya berupa partikel tanah sebagai akibat dari erosi yang berlebihan di daerah hulu sungai. Air hujan akan membawa dan menggerus tanah subur di permukaan dan melarutkannya yang kemudian akan terbawa ke sungai. Proses transportasi partikel semacam ini disebut sebagai suspensi. Hasil partikel yang terbawa ini biasanya akan berupa lumpur tanah dan kemudian tersedimentasi di dasar sungai.

Namun jika dilihat dari segi positifnya, peningkatan sedimentasi ini sangat bermanfaat. Dimana dengan peningkatan sedimentasi akan mengakibatkan bertambahnya luasan daratan. Pertambahan luasan daratan ini memungkinkan kita untuk menambah luasan hutan mangrove yang mempunyai manfaat dalam pada ekologi daerah tersebut. Akibat pendangkalan Sungai Musi tersebut pemerintah Sumatera Selatan telah merencanakan pembangunan Pelabuhan Tanjung Api-api yang bertaraf internasional. Pembangunan pelabuhan tersebut dilaksanakan di daerah hutan mangrove sehingga dalam pelaksanaan pembangunananya merusak hutan mangrove hingga 600 ha. Parahnya kerusakan hutan mangrove dan

hutan nipah, merupakan ancaman kepunahan sejumlah satwa langka, hingga jeritan kerugian masyarakat lokal akibat rusaknya perkebunan kelapa. Dari gambar dan data diatas ditunjukkan bahwa peningkatan sedimentasi di daerah Sungai Musi sangat tinggi. Akibatnya sering dilakukan pengerukan terhadap Sungai Musi yang merupakan jalur tarnsportasi barang dan jasa yang penting bagi Propinsi Sumatera Selatan.

BAB IV KESIMPULAN

1. Pendangkalan sungai terjadi karena adanya pengendapan partikel padatan yang terbawa oleh arus sungai, seperti di kelokan sungai (meander), waduk atau dam, ataupun muara sungai. 2. Partikel ini bisa berupa padatan besar, seperti sampah, ranting, dan lainnya. Namun, sumber utama partikel ini biasanya berupa partikel tanah sebagai akibat dari erosi yang berlebihan di daerah hulu sungai. 3. Beberapa penyebab pendangkalan di Sungai Musi, antara lain: Penebangan hutan secara liar di daerah hutan dekat sungai. Sedimentasi tinggi akibat adanya pertemuan arus Sungai Musi dengan arus laut di Selat Bangka. Pengambilan air oleh PLTA di daerah Bengukulu dalam jumlah besar tanpa pengembalian debit air yang seimbang. 4. Upaya untuk mengatasi pendangkalan sungai telah dilakukan, yaitu dengan cara pengerukan dasar sungai (dredging). Namun, cara ini sering terkendala oleh masalah dana yang sangat tinggi. 5. Selain berdampak negatif, dampak positif dari peningkatan sedimentasi adalah bertambahnya luasan daratan.

DAFTAR PUSTAKA

Dahuri, R., J. Rais, S. P. Ginting, dan M. J. Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta. Darmono, 2001. Penggunaan Beberapa Metode Untuk Prediksi Laju Endapan Sedimen. Program Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta. Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. 2006. Inventarisasi dan Identifikasi Mangrove Propinsi Sumatera Selatan (Buku Utama). Palembang. 153 halaman. Ecoton, 1988. Panduan Pengelolaan Ekosistem Mangrove Pantai Timur Surabaya. Ekoton. Surabaya. Umi Muawanah dan Agus supangat. 1998. Pengantar Kimia dan Sedimen Dasar Laut. Badan Riset Kelautan Dan Perikanan: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai