Anda di halaman 1dari 13

Etika Bisnis dalam Perpektif Islam

Wacana

Etika

dalam

Bisnis

Perbincangan tentang "etika bisnis" di sebagian besar paradigma pemikiran pebisnis terasa kontradiksi interminis (bertentangan dalam dirinya sendiri) atau oxymoron ; mana mungkin ada bisnis yang bersih, bukankah setiap orang yang berani memasuki wilayah bisnis berarti ia harus berani (paling tidak) "bertangan kotor". Apalagi ada satu pandangan bahwa masalah etika bisnis seringkali muncul berkaitan dengan hidup matinya bisnis tertentu, yang apabila "beretika" maka bisnisnya terancam pailit. Disebagian masyarakat yang nir normative dan hedonistik materialistk, pandangan ini tampkanya bukan merupakan rahasia lagi karena dalam banyak hal ada konotasi yang melekat bahwa dunia bisnis dengan berbagai lingkupnya dipenuhi dengan praktik-praktik yang tidak sejalan dengan etika itu sendiri. Begitu kuatnya oxymoron itu, muncul istilah business ethics atau ethics in business. Sekitar dasawarsa 1960-an, istilah itu di Amerika Serikat menjadi bahan controversial. Orang boleh saja berbeda pendapat mengenai kondisi moral lingkungan bisnis tertentu dari waktu ke waktu. Tetapi agaknya kontroversi ini bukanya berkembang ke arah yang produktif, tapi malah semakin menjurus ke suasana debat kusir. Wacana tentang nilai-nilai moral (keagamaan) tertentu ikut berperan dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat tertentu, telah banyak digulirkan dalam masyarakat ekonomi sejak memasauki abad modern, sebut saja Misalnya, Max weber dalam karyanya yang terkenal, The Religion Ethic and the Spirit Capitaism, meneliti tentang bagaimana nilai-nilai protestan telah menjadi kekuatan pendorong bagi tumbuhnya kapitalisme di dunia Eropa barat dan kemudian Amerika. Walaupun di kawasan Asia (terutama Cina) justru terjadi sebaliknya sebagaimana yang ditulis Weber. Dalam karyanya The Religion Of China: Confucianism and Taoism, Weber mengatakan bahwa etika konfusius adalah salah satu faktor yang menghambat tumbuhnya kapitalisme nasional yang tumbuh di China. Atau yang lebih menarik barangkali adalah Studi Wang Gung Wu, dalam bukunya China and The Chinese Overseas, yang merupakan revisi terbaik bagi tesisnya weber yang terakhir.

Di sisi lain dalam tingkatan praktis tertentu, studi empiris tentang etika usaha (bisnis) itu akan banyak membawa manfaat: yang bisa dijadikan faktor pendorong bagi tumbuhnya ekonomi, taruhlah dalam hal ini di masyarakat Islam. Tetapi studi empiris ini bukannya sama sekali tak bermasalah, terkadang, karena etika dalam ilmu ini mengambil posisi netral (bertolak dalam pijakan metodologi positivistis), maka temuan hasil setudi netral itu sepertinya kebal terhadap penilaian-penilaian etis. Menarik untuk di soroti adalah bagaimana dan adakah konsep Islam menawarkan etika bisnis bagi pendorong bangkitnya roda ekonomi. Filosofi dasar yang menjadi catatan penting bagi bisnis Islami adalah bahwa, dalam setiap gerak langkah kehidupan manusia adalah konsepi hubungan manusia dengan mansuia, lingkungannya serta manusai dengan Tuhan (Hablum minallah dan hablum minannas). Dengan kata lain bisnis dalam Islam tidak semata mata merupakan manifestasi hubungan sesama manusia yang bersifat pragmatis, akan tetapi lebih jauh adalah manifestasi dari ibadah secara total kepada sang Pencipta. Etika Islam Tentang Bisnis

Dalam kaitannya dengan paradigma Islam tetntang etika bisnis, maka landasan filosofis yang harus dibangun dalam pribadi Muslim adalah adanya konsepsi hubungan manusia dengan manusia dan lingkungannya, serta hubungan manusia dengan Tuhannya, yang dalam bahasa agama dikenal dengan istilah (hablum minallah wa hablumminannas). Dengan berpegang pada landasan ini maka setiap muslim yang berbisnis atau beraktifitas apapun akan merasa ada kehadiran "pihak ketiga" (Tuhan) di setiap aspek hidupnya. Keyakinan ini harus menjadi bagian integral dari setiap muslim dalam berbisnis. Hal ini karena Bisnis dalam Islam tisak semata mata orientasi dunia tetapi harus punya visi akhirat yang jelas. Dengan kerangka pemikiran seperti itulah maka persoalan etika dalam bisnis menjadi sorotan penting dalam ekonomi Islam. Dalam ekonomi Islam, bisnis dan etika tidak harus dipandang sebagai dua hal yang bertentangan, sebab, bisnis yang merupakan symbol dari urusan duniawi juga dianggap sebagai bagian integral dari hal-hal yang bersifat investasi akherat. Artinya, jika oreientasi bisnis dan upaya investasi akhirat (diniatkan sebagai ibadah dan merupakan totalitas kepatuhan kepada Tuhan), maka bisnis dengan sendirinya harus

sejalan dengan kaidah-kaidah moral yang berlandaskan keimanan kepada akhirat. Bahkan dalam Islam, pengertian bisnis itu sendiri tidak dibatasi urusan dunia, tetapi mencakup pula seluruh kegiatan kita didunia yang "dibisniskan" (diniatkan sebagai ibadah) untuk meraih keuntungan atau pahala akhirat. Stetemen ini secara tegas di sebut dalam salah satu ayat Al-Qur'an. Wahai Orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan pada suatu perniagaan (bisnis) yang dapat menyelamatkan kamu dari adzab pedih ? yaitu beriman kepada allah & Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan jiwa dan hartamu, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahui Di sebagian masyarakat kita, seringkali terjadi interpretasi yang keluru terhadap teks al-Qur'an tersebut, sekilas nilai Islam ini seolah menundukkan urusan duniawi kepada akhirat sehingga mendorong komunitas muslim untuk berorientasi akhirat dan mengabaikan jatah dunianya, pandangan ini tentu saja keliru. Dalam konsep Islam, sebenarnya Allah telah menjamin bahwa orang yang bekerja keras mencari jatah dunianya dengan tetap mengindahkan kaidah-kaidah akhirat untuk memperoleh kemenangan duniawi, maka ia tercatat sebagai hamba Tuhan dengan memiliki keseimbangan tinggi. Sinyalemen ini pernah menjadi kajian serius dari salah seorang tokoh Islam seperti Ibnu Arabi, dalam sebuah pernyataannya. "Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil dan AlQur'an yang diterapkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makna dari atas mereka (akhirat) dan dari bawah kaki mereka (dunia)." Logika Ibn Arabi itu, setidaknya mendapatkan penguatan baik dari hadits maupun duinia ekonomi, sebagaimana Nabi SAW bersabda : Barangsiapa yang menginginkan dunia, maka hendaknya dia berilmu, dan barangsiapa yang menginginkan akhirat maka hendaknya dia berilmu, dan barangsiapa yang menghendaki keduanya maka hendaknya dia berilmu." Pernyataan Nabi tersebut mengisaratkan dan mengafirmasikan bahwa dismping persoalan etika yang menjadi tumpuan kesuksesan dalam bisnis juga ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu skill dan pengetahuantentang etika itu sendiri. Gagal mengetahui pengetahuan tentang etika maupun prosedur bisnis yang benar

secara Islam maka akan gagal memperoleh tujuan. Jika ilmu yang dibangun untuk mendapat kebehagiaan akhirat juga harus berbasis etika, maka dengan sendirinya ilmu yang dibangun untuk duniapun harus berbasis etika. Ilmu dan etika yang dimiliki oleh sipapun dalam melakukakan aktifitas apapun ( termasuk bisnis) maka ia akan mendapatkan kebahagian dunia dan akhirat sekaligus. Dari sudut pandang dunia bisnis kasus Jepang setidaknya telah membuktikan keyakinan ini, bahwa motivasi prilaku ekonomi yang memiliki tujuan lebih besar dan tinggi (kesetiaan pada norma dan nilai etika yang baik) ketimbang bisnis semata, ternyata telah mampu mengungguli pencapaian ekonomi Barat (seperti Amerika) yang hampir semata-mata didasarkan pada kepentingan diri dan materialisme serta menafikan aspek spiritulualisme. Jika fakta empiris ini masih bisa diperdebatkan dalam penafsirannya, kita bisa mendapatkan bukti lain dari logika ekonomi lain di negara China, dalam sebuah penelitian yang dilakukan pengamat Islam, bahwa tidak semua pengusaha China perantauan mempunyai hubungan pribadi dengan pejabat pemerintah yang berpeluang KKN, pada kenyataannya ini malah mendorong mereka untuk bekerja lebih keras lagi untuk menjalankan bisnisnya secara professional dan etis, sebab tak ada yang bisa diharapkan kecuali dengan itu, itulah sebabnya barangkali kenapa perusahaan-perusahaan besar yang dahulunya tidak punya skil khusus, kini memiliki kekuatan manajemen dan prospek yang lebih tangguh dengan dasar komitmen pada akar etika yang dibangunnya Demikianlah, satu ilustrasi komperatif tentang prinsip moral Islam yang didasarkan pada keimanan kepada akhirat, yang diharapkan dapat mendorong prilaku positif di dunia, anggaplah ini sebagai prinsip atau filsafah moral Islam yang bersifat eskatologis, lalu pertanyaan lebih lanjut apakah ada falsafah moral Islam yang diharapkan dapat mencegah prilaku curang muslim, jelas ada, Al-Qur'an sebagaimana Adam Smith mengkaitkan system ekonomi pasar bebas dengan "hukum Kodrat tentang tatanan kosmis yang harmonis". Mengaitkan kecurangan mengurangi timbangan dengan kerusakan tatanan kosmis, Firman-Nya : "Kami telah menciptakan langit dan bumi dengan keseimbangan, maka janganlah mengurangi timbangan tadi." Jadi bagi Al-Qur'an curang dalam hal timbangan saja sudah dianggap sama dengan merusak keseimbangan tatanan kosmis, Apalagi dengan mendzhalimi atau membunuh

orang lain merampas hak kemanusiaan orang lain dalam sektor ekonomi) Firman Allah : "janganlah kamu membunuh jiwa, barangsiapa membunuh satu jiwa maka seolah dia membunuh semua manusia (kemanusiaan)"

Sekali lagi anggaplah ini sebagai falsafah moral Islam jenis kedua yang didasarkan pada tatanan kosmis alam. Mungkin kata hukum kodrat atau tatanan kosmis itu terkesan bersifat metafisik, suatu yang sifatnya debatable, tapi bukankah logika ilmu ekonomi tentang teori keseimbanganpun sebenarnya mengimplikasikan akan niscayanya sebuah "keseimbangan" (apapun bentuknya bagi kehidupan ini), Seringkali ada anggapan bahwa jika sekedar berlaku curang dipasar tidak turut merusak keseimbangan alam, karena hal itu dianggap sepele, tetapi jika itu telah berlaku umum dan lumrah dimanamana dan lama kelamaan berubah menjadi semacam norma juga, maka jelas kelumrahan perilaku orang itu akan merusak alam, apalagi jika yang terlibat adalah orang-orang yang punya peran tanggung jawab yang amat luas menyangkut nasib hidup banyak orang dan juga alam keseluruhan. Akhirnya, saya ingin mengatakan bahwa dalam kehidupan ini setiap manusia memang seringkali mengalami ketegangan atau dilema etis antara harus memilih keputusan etis dan keputusan bisnis sempit semata sesuai dengan lingkup dan peran tanggung jawabnya, tetapi jika kita percaya Sabda Nabi SAW, atau logika ekonomi diatas, maka percayalah, jika kita memilih keputusan etis maka pada hakikatnya kita juga sedang meraih Wallahu 'A'lam BELAJAR BISNIS DAN BERDAGANG CARA NABI MUHAMMAD SAW Nabi Muhammad SAW tercatat dalam sejarah adalah pembawa kemaslahatan dan kebaikan yang tiada bandingan untuk seluruh umat manusia. Bagaimana tidak karena Rasulullah SAW telah membuka zaman baru dalam pembangunan peradaban dunia. Beliaulah adalah tokoh yang paling sukses dalam bidang agama (sebagai Rasul) sekaligus dalam bidang duniawi (sebagai pemimpin negara dan peletak dasar peradaban Islam yang gemilang selama 1000 tahun berikutnya). bisnis.

Kesuksesan Rasulullah SAW itu sudah banyak dibahas dan diulas oleh para ahli sejarah Islam maupun Barat. Namun ada salah satu sisi Muhammad SAW ternyata jarang dibahas dan kurang mendapat perhatian oleh para ahli sejarah maupun agama yaitu sisinya sebagai seorang pebisnis ulung. Padahal manajemen bisnis yang dijalankan Rasulullah SAW hingga kini maupun di masa mendatang akan selalu relevan diterapkan dalam bisnis modern. Setelah kakeknya yang merawat Muhammad SAW sejak bayi wafat, seorang pamannya yang bernama Abu Thalib lalu memeliharanya. Abu Thalib yang sangat menyayangi Muhammad SAW sebagaimana anaknya sendiri adalah seorang pedagang. Sang paman kemudian mengajari Rasulullah SAW cara-cara berdagang (berbisnis) dan bahkan mengajaknya pergi bersama untuk berdagang meninggalkan negerinya (Makkah) ke negeri Syam (yang kini dikenal sebagai Suriah) pada saat Rasulullah SAW baru berusia 12 tahun. Tidak heran jika beliau telah pandai berdagang sejak berusia belasan tahun. Kesuksesan Rasulullah SAW dalam berbisnis tidak terlepas dari kejujuran yang mendarah daging dalam sosoknya. Kejujuran itulah telah diakui oleh penduduk Makkah sehingga beliau digelari Al Shiddiq. Selain itu, Muhammad SAW juga dikenal sangat teguh memegang kepercayaan (amanah) dan tidak pernah sekali-kali mengkhianati kepercayaan itu. Tidak heran jika beliau juga mendapat julukan Al Amin (Terpercaya). Menurut sejarah, telah tercatat bahwa Muhammad SAW melakukan lawatan bisnis ke luar negeri sebanyak 6 kali diantaranya ke Syam (Suriah), Bahrain, Yordania dan Yaman. Dalam semua lawatan bisnis, Muhammad selalu mendapatkan kesuksesan besar dan tidak pernah mendapatkan kerugian. Lima dari semua lawatan bisnis itu dilakukan oleh beliau atas nama seorang wanita pebisnis terkemuka Makkah yang bernama Khadijah binti Khuwailid. Khadijah yang kelak menjadi istri Muhammad SAW, telah lama mendengar reputasi Muhammad sebagai pebisnis ulung yang jujur dan teguh memegang amanah. Lantaran itulah, Khadijah lalu merekrut Muhammad sebagai manajer bisnisnya. Kurang lebih selama 20 tahun sebelum diangkat menjadi Nabi pada usia 40 tahun, Muhammad mengembangkan bisnis Khadijah sehingga sangat maju pesat. Boleh dikatakan bisnis

yang dilakukan Muhammad dan Khadijah (yang menikahinya pada saat beliau berusia 25 tahun) hingga pada saat pengangkatan kenabian Muhammad adalah bisnis konglomerat. Pola manajemen bisnis apa yang dijalankan Muhammad SAW sehingga bisnis junjungan kita itu mendapatkan kesuksesan spektakuler pada zamannya ? Ternyata jauh sebelum para ahli bisnis modern seperti Frederick W. Taylor dan Henry Fayol pada abad ke-19 mengangkat prinsip manajemen sebagai sebuah disiplin ilmu, ternyata Rasulullah SAW telah mengimplementasikan nilai-nilai manajemen modern dalam kehidupan dan praktek bisnis yang mendahului masanya. Berdasarkan prinsipprinsip manajemen modern, Rasulullah SAW telah dengan sangat baik mengelola proses, transaksi, dan hubungan bisnis dengan seluruh elemen bisnis serta pihak yang terlihat di dalamnya. Seperti dikatakan oleh Prof. Aflazul Rahman dalam bukunya Muhammad: A Trader bahwa Rasulullah SAW adalah pebisnis yang jujur dan adil dalam membuat perjanjian bisnis. Ia tidak pernah membuat para pelanggannya mengeluh. Dia sering menjaga janjinya dan menyerahkan barang-barang yang dipesan dengan tepat waktu. Muhammad SAW pun senantiasa menunjukkan rasa tanggung jawab yang besar dan integritas yang tinggi dalam berbisnis. Dengan kata lain, beliau melaksanakan prinsip manajemen bisnis modern yaitu kepuasan pelanggan (customer satisfaction), pelayanan yang unggul (service exellence), kemampuan, efisiensi, transparansi (kejujuran), persaingan yang sehat dan kompetitif. Dalam menjalankan bisnis, Muhammad SAW selalu melaksanakan prinsip kejujuran (transparasi). Ketika sedang berbisnis, beliau selalu jujur dalam menjelaskan keunggulan dan kelemahan produk yang dijualnya. Ternyata prinsip transparasi beliau itu menjadi pemasaran yang efektif untuk menarik para pelanggan. Beliau juga mencintai para pelanggannya seperti mencintai dirinya sehingga selalu melayani mereka dengan sepenuh hatinya (melakukan service exellence) dan selalu membuat mereka puas atas layanan beliau (melakukan prinsip customer satisfaction).

Dalam melakukan bisnisnya, Muhammad SAW tidak pernah mengambil margin keuntungan sangat tinggi seperti yang biasa dilakukan para pebisnis lainnya pada masanya. Beliau hanya mengambil margin keuntungan secukupnya saja dalam menjual produknya.Ternyata kiat mengambil margin keuntungan yang dilakukan beliau sangat efektif, semua barang yang dijualnya selalu laku dibeli Orang-orang lebih suka membeli barang-barang jualan Muhammad daripada pedagang lain karena bisa mendapatkan harga lebih murah dan berkualitas. Dalam hal ini, beliau melakukan prinsip persaingan sehat dan kompetitif yang mendorong bisnis semakin efisien dan efektif. Boleh dikatakan Rasulullah SAW adalah pelopor bisnis yang berdasarkan prinsip kejujuran, transaksi bisnis yang adil dan sehat. Beliau juga tidak segan mensosialisasikan prinsip-prinsip bisnisnya dalam bentuk edukasi dan pernyataan tegas kepada para pebisnis lainnya. Ketika menjadi kepala negara, Rasulullah SAW mentransformasikan prinsip-prinsip bisnisnya menjadi pokok-pokok hukum. Berdasarkan hal itu, beliau melakukan penegakan hukum pada para pebisnis yang nakal. Beliau pula yang memperkenalkan asas Facta Sur Servanda yang kita kenal sebagai asas utama dalam hukum perdata dan perjanjian. Di tangan para pihaklah terdapat kekuasaan tertinggi untuk melakukan transaksi bisnis yang dibangun atas dasar saling setuju.

Belajar Cara Berdagang Rasulullah SAW Ketika Nabi Muhammad SAW, berusia 25 tahun, sebelum diangkat menjadi seorang nabi dan rasul, beliau pernah menjalankan perniagaan bersama Siti Khadijah ke negeri Syam. Pada waktu berdagang, ia ditemani oleh Maisarah, budak Siti Khadijah. Tips Berdagang Cara Nabi muhammad SAW Kejujuran keramahan

sopan santun yang ditunjukan oleh pemuda Muhammad dalam berdagang membuat kagum Maisarah. Misalnya jika barang dagangannya dijual jelek maka dikatakan jelek. Begitu pun sebaliknya, jika barang-barang itu baik dikatakan baik. Beliau tidak menyembunyikan barang-barang yang jelek di balik barang-barang yang baik. Harga yang ditawarkan kepada pembeli sesuai dengan yang disepakati Siti Khadijah. Ia tidak mengambil untung diluar yang disepakati. Oleh karena itu, banyak pembeli yang terkesan dan tertarik cara berdagang beliau. Keluhuran sifat beliau ini kemudian diceritakan oleh Maisarah kepada majikannya. Khadijah pun merasa kagum dan terkesan dengan sifat-sifat Nabi Muhammad SAW. Maka hubungan perdagangan antara keduanya berlanjut ke jenjang perkawinan.

sekarang, percaya bahwa kesenjangan gaji yang tidak terlalu besar antara penerima gajitertinggi dan terendah dan fasilitas-fasilitas yang diterima oleh kedua kelompok karyawan ini, akan mendorong peningkatan kinerja perusahaan secara menyeluruh.Karyawan yang dulu cendrung dianggap sebagai sekrup dalam mesin besar perusahaan,kini diberdayakan. Perempuan yang selam ini sering menjadi korban tuntutan efisiensi,sekarang mendapatkan perhatian yang layak.Perusahaan-perusahaan besar kinipun berlomba-lomba menampilkan citra diri yang sadar lingkungan, bukan saja lingkungan fisik tetapi juga lingkungan sosial dan budaya. Jika disarang kapitalisme sendiri, (Amerika dan Eropa) telah mulai berkembang trend baru bagidunia bisnis, yaitu keniscayaan etika, (meskipun mungkin belum sempurna), tentukemunculannya lebih mungkin dan lebih dapat subur di negeri kita yang dikenal agamisini.Dari paparan di atas, dapat disimpulkan, bahwa eksistensi etika dalam wacana bisnismerupakan keharusan yang tak terbantahkan. Dalam situasi dunia bisnis membutuhkanetika, Islam sejak lebih 14 abad yang lalu, telah menyerukan urgensi etika bagi aktivitas bisnis.Islam Sumber Nilai dan EtikaIslam merupakan sumber nilai dan etika dalam segala aspek kehidupan manusia secaramenyeluruh, termasuk wacana

bisnis. Islam memiliki wawasan yang komprehensif tentang etika bisnis. Mulai dari prinsip dasar, pokok-pokok kerusakan dalam perdagangan, faktor-faktor produksi, tenaga kerja, modal organisasi, distribusi kekayaan,masalah upah, barang dan jasa, kualifikasi dalam bisnis, sampai kepada etika sosioekonomik menyangkut hak milik dan hubungan sosial.Aktivitas bisnis merupakan bagian integral dari wacana ekonomi. Sistem ekonomi Islam berangkat dari kesadaran tentang etika, sedangkan sistem ekonomi lain, sepertikapitalisme dan sosialisme, cendrung mengabaikan etika sehingga aspek nilai tidak begitu tampak dalam bangunan kedua sistem ekonomi tersebut. Keringnya kedua sistemitu dari wacana moralitas, karena keduanya memang tidak berangkat dari etika, tetapi darikepentingan (interest). Kapitalisme berangkat dari kepentingan individu sedangkansosialisme berangkat dari kepentingan kolektif. Namun, kini mulai muncul era baru etika bisnis di pusat-pusat kapitalisme. Suatu perkembangan baru yang menggembirakan.Al-Quran sangat banyak mendorong manusia untuk melakukan bisnis. (Qs. 62:10,). Al-Quran memberi pentunjuk agar dalam bisnis tercipta hubungan yang harmonis, salingridha, tidak ada unsur eksploitasi (QS. 4: 29) dan bebas dari kecurigaan atau penipuan,seperti keharusan membuat administrasi transaksi kredit (QS. 2: 282).Rasulullah sendiri adalah seorang pedagang bereputasi international yang mendasarkan bangunan bisnisnya kepada nilai-nilai ilahi (transenden). Dengan dasar itu Nabimembangun sistem ekonomi Islam yang tercerahkan. Prinsipprinsip bisnis yang idealternyata pernah dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya. Realitas ini menjadi bukti bagi banyak orang, bahwa tata ekonomi yang berkeadilan, sebenarnya pernah terjadi, meskidalam lingkup nasional, negara Madinah. Nilai, spirit dan ajaran yang dibawa Nabi itu, berguna untuk membangun tata ekonomi baru, yang akhirnya terwujud dalam tataekonomi dunia yang berkeadilan.Syed Nawab Haidar Naqvi, dalam buku Etika dan Ilmu Ekonomi: Suatu SistesisIslami, memaparkan empat aksioma etika ekonomi, yaitu, tauhid, keseimbangan(keadilan), kebebasan, tanggung jawab. Tauhid, merupakan wacana teologis yang mendasari segala aktivitas manusia, termasuk kegiatan bisnis. Tauhid menyadarkan manusia sebagai makhluk ilahiyah, sosok makhluk yang bertuhan. Dengan demikian, kegiatan bisnis manusia tidak terlepas dari pengawasanTuhan, dan dalam rangka melaksanakan titah Tuhan. (QS. 62:10)Keseimbangan dan keadilan, berarti, bahwa perilaku bisnis harus seimbang dan adil.Keseimbangan berarti tidak berlebihan (ekstrim) dalam mengejar keuntungan ekonomi(QS.7:31). Kepemilikan individu yang

tak terbatas, sebagaimana dalam sistem kapitalis,tidak dibenarkan. Dalam Islam, Harta mempunyai fungsi sosial yang kental (QS. 51:19)Kebebasan, berarti, bahwa manusia sebagai individu dan kolektivitas, punya kebebasan penuh untuk melakukan aktivitas bisnis. Dalam ekonomi, manusia bebasmengimplementasikan kaedah-kaedah Islam. Karena masalah ekonomi, termasuk kepadaaspek muamalah, bukan ibadah, maka berlaku padanya kaedah umum, Semua bolehkecuali yang dilarang. Yang tidak boleh dalam Islam adalah ketidakadilan dan riba.Dalam tataran ini kebebasan manusia sesungguynya tidak mutlak, tetapi merupakankebebasan yang bertanggung jawab dan berkeadilan.Pertanggungjawaban, berarti, bahwa manusia sebagai pelaku bisnis, mempunyaitanggung jawab moral kepada Tuhan atas perilaku bisnis. Harta sebagai komoditi bisnisdalam Islam, adalah amanah Tuhan yang harus dipertanggungjawabkan di hadapanTuhan.PANDUAN NABI MUHAMMAD DALAM BISNISRasululah Saw, sangat banyak memberikan petunjuk mengenai etika bisnis, di antaranyaialah: Pertama, bahwa prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam doktrinIslam, kejujuran merupakan syarat fundamental dalam kegiatan bisnis. Rasulullah sangatintens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam tataran ini, beliau bersabda:Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali iamenjelaskan aibnya (H.R. Al-Quzwani). Siapa yang menipu kami, maka dia bukankelompok kami (H.R. Muslim). Rasulullah sendiri selalu bersikap jujur dalam berbisnis.Beliau melarang para pedagang meletakkan barang busuk di sebelah bawah dan barang baru di bagian atas.Kedua, kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis. Pelaku bisnis menurutIslam, tidak hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyakbanyaknya, sebagaimanayang diajarkan Bapak ekonomi kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi kepadasikap taawun (menolong orang lain) sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis. Tegasnya, berbisnis, bukan mencari untung material semata, tetapi didasari kesadaran memberikemudahan bagi orang lain dengan menjual barang.Ketiga, tidak melakukan sumpah palsu. Nabi Muhammad saw sangat intens melarang para pelaku bisnis melakukan sumpah palsu dalam melakukan transaksi bisnis Dalamsebuah hadis riwayat Bukhari, Nabi bersabda, Dengan melakukan sumpah palsu, barang-barang memang terjual, tetapi hasilnya tidak berkah. Dalam hadis riwayat AbuZar, Rasulullah saw mengancam dengan azab yang pedih bagi orang yang bersumpah palsu dalam bisnis, dan Allah tidak akan memperdulikannya nanti di hari kiamat (H.R.Muslim). Praktek sumpah palsu dalam kegiatan bisnis saat ini sering dilakukan, karenadapat meyakinkan pembeli, dan pada gilirannya meningkatkan daya beli atau pemasaran. Namun, harus

disadari, bahwa meskipun keuntungan yang diperoleh berlimpah, tetapihasilnya tidak berkah.Keempat, ramah-tamah . Seorang palaku bisnis, harus bersikap ramah dalam melakukan bisnis. Nabi Muhammad Saw mengatakan, Allah merahmati seseorang yang ramahdan toleran dalam berbisnis (H.R. Bukhari dan Tarmizi).Kelima, tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut. Sabda Nabi Muhammad, Janganlah kalian melakukan bisnis najsya (seorang pembeli tertentu, berkolusi dengan penjual untuk menaikkanharga, bukan dengan niat untuk membeli, tetapi agar menarik orang lain untuk membeli).Keenam, tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. Nabi Muhammad Saw bersabda, Janganlah seseorang di antara kalian menjual denganmaksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain (H.R. Muttafaq alaih).Ketujuh, tidak melakukan ihtikar. Ihtikar ialah (menumpuk dan menyimpan barangdalam masa tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik dankeuntungan besar pun diperoleh). Rasulullah melarang keras perilaku bisnis semacam itu.Kedelapan, takaran, ukuran dan timbangan yang benar. Dalam perdagangan, timbanganyang benar dan tepat harus benar-benar diutamakan. Firman Allah: Celakalah bagi orangyang curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka mintadipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, merekamengurangi ( QS. 83: 112).Kesembilan, Bisnis tidak boleh menggangu kegiatan ibadah kepada Allah. Firman Allah,Orang yang tidak dilalaikan oleh bisnis lantaran mengingat Allah, dan dari mendirikanshalat dan membayar zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang hari itu, hati dan penglihatan menjadi goncang.Kesepuluh, membayar upah sebelum kering keringat karyawan. Nabi Muhammad Saw bersabda, Berikanlah upah kepada karyawan, sebelum kering keringatnya. Hadist inimengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak boleh ditunda-tunda. Pembayaran upahharus sesuai dengan kerja yang dilakuan.Kesebelas, tidak monopoli. Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialahmelegitimasi monopoli dan oligopoli. Contoh yang sederhana adalah eksploitasi(penguasaan) individu tertentu atas hak milik sosial, seperti air, udara dan tanah dankandungan isinya seperti barang tambang dan mineral. Individu tersebut mengeruk keuntungan secara pribadi, tanpa memberi kesempatan kepada orang lain. Ini dilarangdalam Islam.Keduabelas, tidak boleh melakukan bisnis dalam kondisi eksisnya bahaya (mudharat)yang dapat merugikan dan merusak kehidupan individu dan sosial. Misalnya, laranganmelakukan bisnis senjata di saat terjadi chaos (kekacauan) politik. Tidak boleh menjual barang halal, seperti anggur kepada produsen minuman keras, karena ia diduga

keras,mengolahnya menjadi miras. Semua bentuk bisnis tersebut dilarang Islam karena dapatmerusak esensi hubungan sosial yang justru harus dijaga dan diperhatikan secara cermat.Ketigabelas, komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang yang haram, seperti babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dsb. Nabi MuhammadSaw bersabda, Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi danpatung-patung (H.R. Jabir).Keempatbelas, bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah, Haiorangorang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan carayang batil, kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka-sama suka di antarakamu (QS. 4: 29).Kelimabelas, Segera melunasi kredit yang menjadi kewajibannya. Rasulullah memuji seorang muslim yang memiliki perhatian serius dalam pelunasan hutangnya. Sabda NabiSaw, Sebaik-baik kamu, adalah orang yang paling segera membayar hutangnya (H.R.Hakim).Keenambelas, Memberi tenggang waktu apabila pengutang (kreditor) belum mampumembayar. Sabda Nabi Saw, Barang siapa yang menangguhkan orang yang kesulitanmembayar hutang atau membebaskannya, Allah akan memberinya naungan di bawahnaunganNya pada hari yang tak ada naungan kecuali naungan-Nya (H.R. Muslim).Ketujuhbelas, bahwa bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, Haiorang-orang yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman (QS. al-Baqarah:: 278) Pelaku dan pemakan riba dinilai Allah sebagai orang yang kesetanan (QS.2: 275). Oleh karena itu Allah dan Rasulnya mengumumkan perang terhadap riba.Demikianlah sebagian etika bisnis dalam perspektif Islam yang sempat diramu darisumber ajaran Islam, baik yang bersumber dari al-Quran maupun Sunnah.

Anda mungkin juga menyukai