Anda di halaman 1dari 14

KASUS SEMU Tn.

I datang kepoli mata RSUD SOEDARSONO, ia mengeluh mulai dua hari yang lalu sehabis pulang kerja mata sebelah kanan terasa ngeres, berair, merah, tidak keluar kotoran, linu, kemeng. Dx Medis : Konjungtivitis

LAPORAN PENDAHULUAN A. Anatomi Fisiologi a. Anatomi Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis yang membatasi permukaan dalam dari kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan depan dari bola mata, kecuali bagian jernih di tengah-tengah mata (kornea). Membran ini berisi banyak pembuluh darah dan berubah merah saat terjadi inflamasi. Konjungtiva terdiri dari tiga bagian: 1. konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra). 2. konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata). 3. forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior palpebra dan bola mata). Meskipun konjungtiva agak tebal, konjungtiva bulbar sangat tipis. Konjungtiva bulbar juga bersifat dapat digerakkan, mudah melipat ke belakang dan ke depan. Pembuluh darah dengan mudah dapat dilihat di bawahnya. Di dalam konjungtiva bulbar terdapat sel goblet yang mensekresi musin, suatu komponen penting lapisan air mata pre-kornea yang memproteksi dan memberi nutrisi bagi kornea.

b. Fisiologi Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa.

Sel-sel epitel superficial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata diseluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel superficial dan di dekat linbus dapat mengandung pigmen. Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid

(superficial) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang konjungtiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.13 Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar krause berada di forniks atas, dan sedikit ada diforniks bawah. Kelenjar wolfring terletak ditepi atas tarsus atas.

B. Devinisi Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva akibat suatu proses infeksi atau respon alergi. (Corwin, 2001). Konjungtivitis adalah inflamasi konjungtiva dan ditandai dengan pembengkakan dan eksudat. Pada konjungtivis mata nampak merah, sehingga sering disebut mata merah. (Brunner & Suddarth,2001) Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi bagian berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak.

Beberapa jenis konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tetapi ada juga yang memerlukan pengobatan. (Effendi, 2008).

C. Klasifikasi dan Etiologi 1. Konjungtivitis Bakteri Terutama disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Streptococcus

pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarrhalis. Konjungtivitis bakteri sangat menular, menyebar melalui kontak langsung dengan pasien dan sekresinya atau dengan objek yang terkontaminasi.

2. Konjungtivitis Bakteri Hiperakut Neisseria gonnorrhoeae dapat menyebabkan konjungtivitis bakteri hiperakut yang berat dan mengancam penglihatan, perlu rujukan ke oftalmologis segera.

3. Konjungtivitis Viral Jenis konjungtivitis ini adalah akibat infeksi human adenovirus ( yang paling sering adalah keratokonjungtivitis epidermika ) atau dari penyakit virus sistemik seperti mumps dan mononukleosis. Biasanya disertai dengan pembentukan folikel sehingga disebut juga konjungtivitis folikularis. Mata yang lain biasanya tertular dalam 24-48 jam.

4. Konjungtivitis Alergi Infeksi ini bersifat musiman dan berhubungan dengan sensitivitas terhadap serbuk, protein hewani, bulu, makanan atau zat-zat tertentu, gigitan serangga dan/atau obat ( atropin dan antibiotik golongan Mycin). Infeksi ini terjadi setelah terpapar zat kimia seperti hair spray, tata rias, asap rokok. Asma, demam kering dan ekzema juga berhubungan dengan konjungtivitis alergi. Disebabkan oleh alergen yang terdapat di udara, yang menyebabkan degranulasi sel mast dan pelepasan histamin.. Pasien dengan konjungtivitis alergi sering memiliki riwayat atopi, alergi musiman, atau alergi spesifik (misal terhadap kucing).

5.

Konjungtivitis blenore, konjungtivitis purulen ( bernanah pada bayi dan

konjungtivitis gonore ). Blenore neonatorum merupakan konjungtivitis yang terdapat pada bayi yang baru lahir. Penyebab oftalmia neonatorum adalah Gonococ Chlamydia ( inklusion blenore ) Staphylococus Masa inkubasi bervariasi antara 3 6 hari Gonore Chlamydia : 1 3 hari : 5 12 hari

D. Manifestasi Klinis Tanda-tanda konjungtivitis, yakni: o konjungtiva berwarna merah (hiperemi) dan membengkak. o produksi air mata berlebihan (epifora). o kelopak mata bagian atas nampak menggelantung (pseudoptosis) seolah akan menutup akibat pembengkakan konjungtiva dan peradangan selsel konjungtiva bagian atas. o pembesaran pembuluh darah di konjungtiva dan sekitarnya sebagai reaksi nonspesifik peradangan. o pembengkakan kelenjar (folikel) di konjungtiva dan sekitarnya. o terbentuknya membran oleh proses koagulasi fibrin (komponen protein). o dijumpai sekret dengan berbagai bentuk (kental hingga bernanah).

E. Penatalaksanaan Bila konjungtivitis disebabkan oleh mikroorganisme, pasien harus diajari bagaimana cara menghindari kontraminasi mata yang sehat atau mata orang lain. Perawat dapat memberikan intruksi pada pasien untuk tidak menggosok mata yang sakit dan kemudian menyentuh mata yang sehat, mencuci tangan setelah setiap kali memegang mata yang sakit, dan menggunakan kain lap, handuk, dan sapu tangan baru yang terpisah untuk membersihkan mata yang sakit. Asuhan

khusus harus dilakukan oleh personal asuhan kesehatan guna mengindari penyebaran konjungtivitis antar pasien. Pengobatan spesifik tergantung dari identifikasi penyebab. Konjungtivitis karena bakteri dapat diobati dengan sulfonamide (sulfacetamide 15 %) atau antibiotika (Gentamycine 0,3 %; chlorampenicol 0,5 %). Konjungtivitis karena jamur sangat jarang sedangkan konjungtivitis karena virus pengobatan terutama ditujukan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder, konjungtivitis karena alergi di obati dengan antihistamin (antazidine 0,5 %, rapazoline 0,05 %) atau kortikosteroid (misalnya dexametazone 0,1 %). Penanganannya dimulai dengan edukasi pasien untuk memperbaiki higiene kelopak mata. Pembersihan kelopak 2 sampai 3 kali sehari dengan artifisial tears dan salep dapat menyegarkan dan mengurangi gejala pada kasus ringan. Pada kasus yang lebih berat dibutuhkan steroid topikal atau kombinasi antibiotik-steroid. Sikloplegik hanya dibutuhkan apabila dicurigai adanya iritis. Pada banyak kasus Prednisolon asetat (Pred forte), satu tetes, QID cukup efektif, tanpa adanya kontraindikasi. Apabila etiologinya dicurigai reaksi Staphylococcus atau acne rosasea, diberikan Tetracycline oral 250 mg atau erythromycin 250 mg QID PO, bersama dengan pemberian salep antibiotik topikal seperti bacitracin atau erythromycin sebelum tidur. Metronidazole topikal (Metrogel) diberikan pada kulit TID juga efektif. Karena tetracycline dapat merusak gigi pada anak-anak, sehingga kontraindikasi untuk usia di bawah 10 tahun. Pada kasus ini, diganti dengan doxycycline 100 mg TID atau erythromycin 250 mg QID PO. Terapi dilanjutkan 2 sampai 4 minggu. Pada kasus yang dicurigai, pemeriksaan X-ray dada untuk menyingkirkan tuberkulosis.

F.

Pencegahan Pencegahan dari konjungtivitis dapat dilakukan : 1. Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah membersihkan atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih.

2.

Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata yang sakit

3.

Jangan menggunakan handuk atau lap bersama dengan penghuni rumah lain

4.

Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dari dokter dan pabrik pembuatnya.

5. 6. 7.

Mengganti sarung bantal dan handuk dengan yang bersih setiap hari. Hindari berbagi bantal, handuk dan saputangan dengan orang lain. Usahakan tangan tidak megang-megang wajah (kecuali untuk keperluan tertentu), dan hindari mengucek-ngucek mata.

8.

Bagi penderita konjungtivitis, hendaknya segera membuang tissue atau sejenisnya setelah membersihkan kotoran mata.

G. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan tersebut dibuat sediaan yang dicat dengan pengecatan gram atau giemsa dapat dijumpai sel-sel radang polimorfonuklear. Pada konjungtivitis yang disebabkan alergi pada pengecatan dengan giemsa akan didapatkan sel-sel eosinofil. Pada pemeriksaan klinik didapat adanya hiperemia konjungtiva, sekret atau getah mata dan edema konjungtiva.

H. Komplikasi Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisa

menyebabkan kerusakan pada mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi. Beberapa komplikasi dari konjungtivitis yang tidak tertangani diantaranya: 1. glaucoma 2. katarak 3. ablasi retina 4. komplikasi pada konjungtivitis kataral teronik merupakan segala penyulit dari blefaritis seperti ekstropin, trikiasis 5. komplikasi pada konjungtivitis purulenta seringnya berupa ulkus kornea

6.

komplikasi pada konjungtivitis membranasea dan pseudomembranasea adalah bila sembuh akan meninggalkan jaringan perut yang tebal di kornea yang dapat mengganggu penglihatan, lama- kelamaan orang bisa menjadi buta

7.

komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik dapat mengganggu penglihata.

I. Patofisiologi Konjungtiva karena lokasinya terpapar pada banyak mikroorganisme dan faktor lingkungan lain yang menganggu. Beberapa mekanisme melindungi permukaan mata dari substansi luar. Pada film air mata, unsur berairnya mengencerkan materi infeksi, mukus menangkap debris dan kerja memompa dari palpebra secara tetap menghanyutkan air mata ke duktus air mata dan air mata mengandung substansi antimikroba termasuk lisozim. Adanya agens perusak, menyebabkan cedera pada epitel konjungtiva yang diikuti edema epitel, kematian sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel atau granuloma. Mungkin pula terdapat edema pada stroma konjungtiva ( kemosis ) dan hipertrofi lapis limfoid stroma ( pembentukan folikel ). Sel sel radang bermigrasi dari stroma konjungtiva melalui epitel ke permukaan. Sel sel ini kemudian bergabung dengan fibrin dan mukus dari sel goblet, membentuk eksudat konjungtiva yang menyebabkan perlengketan tepian palpebra saat bangun tidur. Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi pembuluh pembuluh konjungtiva posterior, menyebabkan hiperemi yang tampak paling nyata pada forniks dan mengurang ke arah limbus. Pada hiperemia konjungtiva ini biasanya didapatkan pembengkakan dan hipertrofi papila yang sering disertai sensasi benda asing dan sensasi tergores, panas, atau gatal. Sensasi ini merangsang sekresi air mata. Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh darah yang hiperemia dan menambah jumlah air mata. Jika klien mengeluh sakit pada iris atau badan silier berarti kornea terkena.

J. Phatway

Infeksi/peradangan Konjungtiva

Reaksi hipersensitif lambat erhadap antigen mikroba Perivaskuliti s Ulkus konjungtiva

Sindrom okuloglandular parinaud Dilatasi pembuluh darah konjungtiva Hipertrofi papila

Cedera epitel konjungtiva

Granuloma konjungtiva

Pembesaran kelenjar limfe pre aurikuler

Hipertrofi lapis limfoid stroma (pembentukan folikel)

Edema stroma konjungtiva

Limfadenopati pre aurikuler

Permabilitas Edema

Hiperemi

Tonjolan-tonjolan konjungtiva

Migrasi sel-sel radang & sel plasma dari stroma konjungtiva melalui epitel sel permukaan Bergabung dg fibrin & muskus sel goblet Membentuk eksudat konjungtiva

Sensasi benda asing Nyeri Rangsangan sekresi air mata Lakrimasi

Sensasi tergores /panas

Transudasi ringan

Pola tidur terganggu

Mengumpul diantara serabut-serabut pembulu darah diatas papila Gangguan rasa nyaman

Perlengketan tepian palpebra (terutama pagi) Resiko tinggi penularan (kecuali pd konjungtivitis alergi)

Resti cedera

lapang pandang

Pemberian pengobatan

ASUHAN KEPERAWATAN

A. 1.

PENGKAJIAN Biodata Pasien a. b. c. d. e. f. g. Nama Umur Alamat Pendidikan Pekerjaan No Register Dx Medis : Tn. I : 46 tahun : Pasuruan : SMA : Pabrik : 1271196 : Konjungtivitis

2.

Biodata Penanggung Jawab a. b. c. d. e. Nama Umur Alamat Pekerjaan Pendidikan : Ny. K : 40 tahun : Pasuruan : IRT : SMA

f. Hubungan dengan pasien : Anak

3.

Keluhan utama : Pasien mengatakan mulai 2 hari yang lalu sehabis pulang kerja mata sebelah kanan terasa ngeres, berair, merah, tidak keluar kotoran, linu, dan kemeng.

4.

Riwayat Kesehatan a. Sekarang :

Pasien Tn. I 46 tahun, pada hari Kamis 30 Mei 2012 pukul 09.00 wib datang ke Poli mata RSUD SOEDARSONO dengan keluhan 2 hari yang lalu sehabis pulang kerja matanya ngeres, berair, merah, tidak keluar kotoran, linu, dan kemeng. Saat di kaji hasil pemeriksaan VUD : 6/60 , VUS : 6/60. TTV : TD 110/80 mmHg, N 78x/menit, RR 18x/menit, S 36 0C. b. Riwayat Dahulu :

Pasien sebelumnya belum pernah mengalami . c. Riwayat Keluarga :

Keluarga pasien saat ini tidak ada yang mengalami penyakit seperti pasien, dan pasien tidak mempunyai penyakit keturunan seperti DM, Hipertensi dll.

5.

Pola fungsional ( Virginia Handerson) a) Pola oksigenasi Sebelum sakit nafas Saat dikaji b) Pola nutrisi Sebelum sakit : pasien makan 3x sehari ( nasi, sayur, dan lauk ) minum 6-8 gelas/hari, Saat dikaji c) Pola eliminasi Sebelum sakit Saat dikaji : pasien BAK 4-6x/hari dan BAB 1x/hari : pasien BAK 2x, BAB belum : pasien sudah makan dirumah 1x sehari : pasien bernafas secara normal, tidak pernah sesak

: pasien bernafas secara normal, tidak sesak RR 18x/ menit

d) Pola aktivitas/ bekerja Sebelum sakit : pasien melakukan aktivitas secara mandiri, pasien pekerja pabrik Saat dikaji : saat ke poli bersama istri

e)

Pola istirahat Sebelum sakit : pasien istirahat/ tidur 8-10 jam/hari, pasien tidak

mengalami gangguan tidur Saat dikaji : : pasien istirahat/ tidur 8-10 jam/hari, pasien tidak

mengalami gangguan tidur f) Pola gerak dan keseimbangan Sebelum sakit keinginannya Saat dikaji g) : pasien dapat melakukan gerak bebas sesuai

: pasien dapat melakukan gerak bebas sesuai keinginannya

Pola berpakaian Sebelum sakit : pasien dapat mengenakan pakaiannya secara mandiri dan memakai pakaian kesayangannya Saat dikaji : pasien dapat mengenakan pakaiannya secara mandiri dan memakai pakaian kesayangannya

h)

Pola personal hygine Sebelum sakit : pasien biasa mandi 2xsehari dengan air bersih dan sabun, mandi tanpa bantuan keluarganya Saat dikaji : pasien biasa mandi 2xsehari dengan air bersih dan sabun, mandi tanpa bantuan keluarganya

i)

Pola komunikasi Sebelum sakit daerah Saat dikaji daerah : pasien berkomunikasi dengan lancar, memakai bahasa : pasien berkomunikasi dengan lancar, memakai bahasa

j)

Pola spiritual Sebelum sakit Saat dikaji : pasien beribadah sesuai agamanya : pasien beribadah sesuai agamanya

k)

Pola aman & nyaman Sebelum sakit keluarga Saat dikaji keluarga : pasien merasa aman dan nyaman hidup bersama

: pasien merasa aman dan nyaman hidup bersama

l)

Pola rekreasi Sebelum sakit wisata Saat dikaji : pasien kadang-kadang berekreasi ke tempat-tempat

: pasien tidak dapat berekreasi

6.

Status Kesehatan 1) Kesadaran 2) Vital Sign

: : Compos Metis : TD : 110/80 mmHg N : 78 x/menit RR : 18 x/menit S : 36 0C

3) Head to Toe a) Kepala : mesochepal, tidak ada lesi, tidak ada hematoma, tidak ada nyeri tekan

b) Rambut : warna hitam beruban, tampak kusut, tidak ada kebotakan c) Mata : pengelihatan ngeres, terasa ngeres, berair, merah, tidak keluar kotoran, linu, kemeng pada mata kanan sejak 2 hari yang lalu, diameter pupil 3, sclera an ikterik, konjungtiva meradang, pupil isokor, tampak putih pada lensa mata kiri. : bentuk simertis, tidak ada perdarahan, tidak ada secret : bentuk normal, pendengaran normal, tidak ada secret,

d) Hidung e) Telinga

tidak ada perdarahan f) Mulut dan gigi g) : mukosa kering, mulut dan gigi bersih

Leher : tidak ada pembesaran tyroid, nadi karotis teraba, tidak ada pembesaran limfoid

h)

Thorax

: Jantung Paru- paru

Pemeriksaan

Inspeksi : Tidak ada pembesaran , tidak ada bekas luka, Frekuensi nafas teratur, tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada jejas Palpasi : Tidak ada pembersaran, tidak ada benjolan, Tidak ada pembersaran, tidak ada benjolan Perkusi : Bunyi redup, Bunyi sonor

Auskultasi : Bunyi Sonor normal, Bunyi vesikuler i) Abdomen :

I : bentuk simetris, tidak ada benjolan, tidak ada bekas luka A : bising usus 6 x/menit, P : suara timpani P : tidak ada pembesaran hati,tidak ada nyeri tekan j) k) Genitalia : tidak dikaji : kekuatan otot 5 5 5 5

Eksteremitas

B. Diagnosa 1. gangguan rasa aman nyaman berhubungan dengan proses peradangan pada konjungtiva 2. gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri yang dirasakan 3. resiko penularan infeksi berhubungan dengan ketidak adekuatan pengobatan dan terapi

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & suddarth.2001. keperawatan medical bedah. Vol.3. Ed 8 : Jakarta : EGC Corwin Elizabeth, 2001, Pathofisiologi, EGC, Jakarta. Doengoes, Marilyn E.2000. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien.ed 3. Jakarta : EGC Mansjoer, Arif dkk., 2001, Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid I, Medica Aesculapius FKUI, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai