Anda di halaman 1dari 3

MAKNA ISYARAT DI BALIK TEKS SURAT AL-ADIYAT

Oleh: Apipudin




A. Teks Surat al-Adiyat
ge4CgE^-4 6Cu:= ^
ge4CjOO^ ~L;~ ^g
g4OO^ 6Cu: ^@
4pO gO) 6^4^ ^j =};CEc4O
gO) ^- ^) Ep) =}=Oee"-
gO)4Og 1ONL ^g +O^^)4
_O>4N ElgO /OjgE ^_
+O^^)4 pUg )OOC^-
NCg4= ^g E NUu4C -O)
4Og4u+ 4` O) jOO+l^- ^_
_NO4 4` O) jOO- ^
Ep) g44O jgj lOj4`O4C
lOO):EC- ^
1. demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah,
2. dan kuda yang mencetuskan api dengan pukulan (kuku kakinya),
3. dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi,
4. Maka ia menerbangkan debu,
5. dan menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh,
6. Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya,
7. dan Sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya,
8. dan Sesungguhnya Dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta[1597].
9. Maka Apakah Dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur,
10. dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada,
11. Sesungguhnya Tuhan mereka pada hari itu Maha mengetahui Keadaan mereka.
[1597] Sebagian ahli tafsir menerangkan bahwa maksud ayat ini Ialah: manusia itu sangat kuat
cintanya kepada harta sehingga ia menjadi bakhil.

B. Menangkap Isyarat Ayat
Surat al-Adiyat merupakan surat yang ke 100 dari jumlah 114 surat yang ada di dalam
al-Quran. Surat ini termasuk surat yang diturunkan di Mekah (Makiyah) sekalipun pendapat
ini dibantah oleh minoritas ulama yang mengatakan surah ini turun di Madinah
1

(Mandaniyah). Kenamaan al-Adiyat terambil dari ayat pertama, yaitu wa al-adiyati. Kata al-
Adiyat jika diterjemahkan secara harfiyah bermakna yang berlari kencang.
Para mufassir dalam menafsirkan kata al-Adiyat berbeda pandangan, ada yang
mengatakan Kuda yang berlari kencang, seperti Ibnu Abas
2
. Namun pendapat ini tidak
sejalan dengan Saidina Ali yang dikutif oleh Ala al-Din al-Baghdadiy,
3
yang mengatakan,
yang dimaksud dengan al-Adiyat adalah Unta yang lari dari Arafah sampai Muzdalifah, dan
dari Muzdalifah sampai Mina pada awal perang Islam.

1
Lihat Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Ciputat: Lentera Hati 2000) volume 15
2
Lihat Ibnu Abas, Tanwir al-Miqbas ala Ibni Abas (Kairo: Dar al-Fikr)
3
Lihat Ala al-Din Ali bin Muhammad al-Baghdadiy, Tafsir Khazin (Kairo : Dar al-Fikr) Juz 4
Dari dua komentar di atas, baik yang mengatakan Kuda atau Unta yang jelas redaksi
al-Quran mengatakan demi yang berlari kencang (wa al-Adiyati), bukan Unta atau Kuda.
Surat ini jika diperhatikan, sekilas ada kejanggalan, terkesan ayat satu sampai lima, dengan
ayat lima sampai sebelas tidak ada hubungan (korelasi). Pada ayat satu sampai lima Allah
menggambarkan binatang yang berlari kencang, tetapi pada ayat 6 samapi 11 Allah
menggambarkan kedurhakaan manusia. Tidak heran, jika kaum orientalis menganggap al-
Quran karya yang berantakan satu dengan yang lain tidak ada korelasi, seperti tertera dalam
surat di atas.
Penulis yang konsentrasi dibidang tafsir terhentak melihat redaksi al-Quran yang
sekilas tidak ada hubungan antara satu ayat dengan ayat yang lainnya, terutama pada ayat 1
sampai 5, dengan ayat 6 sampai 11, pada surat al-Adiyat. Kerja keraspun dilakukan
menganalisa surat al-Adiyat ini dengan cara membandingkan dengan berbagai tafsir, baik
klasik maupun kontenporer, baik Timur Tengah ataupun Indonesia. Usaha penulis tidak
membuahkan hasil, tetap dalam kegelapan menafsirkan surat tersebut di atas.
Titik cerah mulai nampak pada tahun 2005, ketika penulis melihat Unta di negerinya.
Dengan seksama memperhatikan Unta, yang pada umumnya digenbala oleh orang badui.
Setelah lama memperhatikan Unta. Ternyata Unta begitu taat sama majikannya. Padahal Unta
tenaga dan fisiknya lebih kuat dari pada majikannya, andai saja Unta mau melawan, atau
berontak pasti majikannya kalah, tetapi Unta tidak demikian, dia tunduk dan patuh terhadap
majikannya.
Kekutan dan kehebatan Unta dan Kuda sebagaimana Allah deskripsikan dalam surat
al-Adiyat dari ayat satu sampai lima. Sanggup berlari kencang, bukti dari betapa kencangnya
lari, kakinya ketika membenturkan batu memercikan api. Kaki membentur batu memercikan
api, satu indikasi betapa kerasnya benturan, dan keras benturan satu isyarat betapak
kencangnya lari. Waktu subuh yang gelap tidak jadi halangan untuk berlari. Suasana subuh
yang hening bersih tidak ada debu, namun dengan kencangnya lari, debupun berterbangan.
Manusia pun akan berhamburan jika Unta atau Kuda berlari, karena sanggup menyerbu
ketengah-tengah perkumpulan musuh. Ini satu gambaran betapa hebatnya binatang itu.
Sungguh mengagumkan bukan? Binatang yang memiliki kehebatan yang tiada tara ternyata
tahu terima kasih pada majikannya, tuduk dan patuh. Akahkah manusia bisa seperti itu?
Konteksnya dengan surat al-Adiyat adalah, jika ayat 1 sampai 5 menggambarkan
binatang yang berlari kencang, yang ditafsirkan Unta atu Kuda. Pada ayat 6 sampai sebelas
Allah menggambarkan prilaku manusia, yang jika dibandingkan dengan bintang tadi tenaga
dan fisiknya lebih rendah, lebih lemah. Namun ternyata dibalik kelemahan, kelembutan itu
tidak tahu banyak terima kasih. Hidup penuh dengan kekupuran dan kedurhakaan, bahkan
terkadang membuat kebohongan masal yang sudah bukan rahasia umum. Mengejutkannya
lagi, kedurhakaan dan kekupuran yang dilakukannya, diketahui oleh dirinya.
4
Manusia dalam
hati kecilnya
5
mengakui bahwa kekufuran, kedurhakaan dan kebohongan yang dilakukannya
itu salah, tetapi karena tergoda oleh generlapnya dunia,
6
suara hati itu sering diabaikan. Maka
Allah tegur dengan cara mengingatkan manusia. Apakah manusia tidak sadar bahwa
kehidupan dunia ini tidak akan kekal. Semuanya akan berakhir, dan seluruh perbutan manusia
waktu di dunia akan dinampakan,
7
dan Allah maha mengetahui. Pada saat yang sama
manusia tidak sanggup untuk membantah, apa yang pernah dilakukannya selama di dunia.
8


4
Lihat Surat al-Adiyat ayat 7
5
Yang dimaksud hati kecil adalah lub yaitu bagian hati yang sangat dalam. Dalam istilah tasawuf hati
itu terbagi empat, ada yang dikatakan shudur, qalbun, fuad dan lub.
6
Lihat surat al-Aditay ayat 8.
7
Lihat Surat al-Adiyat ayat 10
8
Lihat surat Yasin ayat 65
Uraian di atas menyadarkan penulis pada makna yang diungkapkan oleh prof. Dr.
Qurash Shihab, seorang mufassir kontenporer, komentarnya,
9
bahwa makna al-Quran terbagi
kepada empat tahap. Di antaranya:
1. Al-Ibrah (pelajaran), makna ini dapat ditangkap oleh semua orang yang mau
mempelajari al-Quran.
2. Al-Isyarah (isyarat), makna ini hanya dapat ditangkap oleh ulama tasawuf, atau orang
yang konsisten mempelajari al-Quran.
3. Lathaif (halus), makna ini hanya dapat ditangkap oleh wali Alah (kekasih Allah)
4. Haqaiq (hakikat), makna ini tidak dapat ditangkap oleh siapapun kecuali oleh Nabi
dan Rasul. Maka wajar jika Nabi Muhammad dikatakan al-Quran yang berjalan.

C. Kesimpulan
Tidak ada makna al-Quran yang tidak ada korelarinya. Jika belum diketemukan, itu
hanya butuh waktu untuk mengkaji ulang. Seperti yang diungkapkan di atas, makna al-
Quran multi demensi.

D. Harapan
Semoga uraian singkat menyinkap isyarat surat al-Adiyat melahirkan satu motipasi
untuk selalu belajar al-Quran, karena setiap hari al-Quran kaji, maka kita akan menemukan
makna baru yang tidak pernah diketemukan sebelumnya.


4O4O^- Og^C -O>4N )_g-4O^
.4LggU>4 jguC Og;>4 _UN_O
E) W-O+^~E 4pO+:O'4C ^g)
65. pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi
kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.


9
Lihat Muhammad Quraish Shihab, Sejarah dan Ulum al-Quran (Jakarta: Pustaka Firdaus) h 180-181

Anda mungkin juga menyukai