Anda di halaman 1dari 17

MENGATASI ANAK SULIT MAKAN

Persoalan sulit makan sering dialami anak-anak, dari bayi sampai usia sekolah. Begitu beragam masalah yang muncul. Lalu, bagaimana solusinya?

Barangkali Anda merupakan salah satu orang tua yang mengeluh anaknya sulit
makan. Anda sudah mencoba berbagai cara agar masalah yang dihadapi bisa teratasi. Ada yang berhasil, tapi ada juga yang tidak. Memang, mengubah perilaku sulit makan tidaklah mudah. Perlu solusi tepat sesuai dengan akar masalah dan penyebab sulit makan yang dialami sang buah hati. RAGAM MASALAH Bayi mulai usia 6 bulan dianjurkan untuk mendapatkan makanan tambahan, misalnya biskuit, bubur susu, ataupun jus buah. Masalahnya, si kecil mungkin menyemburkan atau melepeh makanannya. Di usia batita, kendala yang terjadi di antaranya mengemut atau tak mau menelan makanan. Sementara anak prasekolah yang sudah lebih besar mulai pilih-pilih makanan (picky eater), punya kebiasaan makan sambil jalan-jalan, main games, atau sambil nonton teve. Sedangkan anak usia 6-9 tahun cenderung memilih jajanan berkalori tinggi tetapi kurang atau tidak bergizi sama sekali. Di tahapan selanjutnya, sekitar 9-12 tahun, perilaku sulit makan kian kompleks. Di satu sisi nafsu makannya mulai meningkat, tapi di sisi lain mereka takut makan akan membuat tubuh jadi bulat, jerawatan dan sebagainya. Penyebab perilaku sulit makan pada anak sebetulnya bisa ditelusuri. Misalnya, bayi yang sering menolak makan barangkali disebabkan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang terlalu cepat atau malah terlambat. Faktor penyebab lainnya adalah perilaku makan orang tua ternyata salah. Makan sambil nonton teve atau membaca koran adalah beberapa di antaranya yang kemudian ditiru anak. Selain itu, orang tua juga mungkin kurang terampil menyajikan menu makanan yang variatif. Demi kepraktisan, makanan yang tersaji di meja makan cenderung itu-itu saja. Jika Anda tak mau problem sulit makan ini berlarut-larut dan berdampak buruk, maka carikan solusinya. Kekurangan gizi merupakan risiko yang paling jelas. Indikator mengenai status gizinya bisa terbaca dari berat badan dan tinggi badan yang berada di bawah standar. Oleh karena itu, cari tahu penyebab anak sulit makan dan lakukan upaya mengatasinya yang tepat. Hilman Hilmansyah. Foto: Iman/nakita

6-12 BULAN

"DUH...BAYIKU KOK ENGGAK MAU MAKAN?"


Masalah muncul ketika bayi memasuki masa transisi dari makanan cair ke makanan semipadat.

Di usia 6 bulan, kebutuhan asupan makan si kecil mengalami perubahan. ASI saja
tidak bisa diandalkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Itulah mengapa di usia ini si kecil membutuhkan makanan pendamping ASI (MP-ASI). Namun tak selamanya pemberian MP-ASI berjalan mulus. Ada begitu banyak bentuk penolakan makan yang dilakukan bayi. Di antaranya melepehkan atau menyemburnyemburkan makanan yang sudah disuapkan ke mulutnya. Bahkan, tidak sedikit yang terang-terangan menolak dengan memalingkan mukanya atau menutup mulutnya rapat-rapat. Jangan terburu-buru menyalahkan anak, apalagi mencapnya dengan sebutan "bayi rewel", "susah diurus", "bikin repot" dan sebagainya. Siapa tahu penolakan-penolakan tersebut justru muncul karena organ-organ pencernaan di mulutnya belum siap menerima makanan yang diberikan. Entah karena tekstur makanannya terlalu kasar, terlalu kental, atau porsinya tidak sesuai dengan kemampuan menelan bayi. Ada juga bayi yang awalnya tak pernah menolak makan, tapi saat berusia 8 bulan atau lebih baru rewel soal makan. Kemungkinan, bentuk penolakan tersebut merupakan "aksi protes" terhadap citarasa makanan yang diberikan. Ingat, anak usia ini sudah mengenal rasa apa yang disukainya, apakah manis atau asin/gurih. Bisa juga, penolakan tersebut merupakan wujud dari ketidaksukaannya terhadap sosok si pemberi makan. Meski masih bayi, anak sudah bisa mengenali mana sosok yang bersahabat dan mana pula yang tak sabaran hingga cenderung main paksa. Perlakuan yang buruk tentu akan terekam dalam benak anak yang kemudian mendorongnya memasang "benteng pertahanan" lewat bentuk penolakan. KIAT MEMBERI MAKAN Untuk mencegah dan menangani masalah sulit makan pada bayi, setidaknya orang tua harus mengupayakan hal-hal berikut: - Mengakrabkan diri agar disukai di kecil.

- Membangun suasana makan yang menyenangkan, tidak dengan diam membisu atau bersikap formal. Selingi dengan canda ria sambil sesekali mengajaknya ngobrol dan bermain. - Sajikan semenarik mungkin, baik makanan itu sendiri maupun perangkat sajinya. - Menguasai ilmu mengenai teknik maupun tahapan pemberian makan pada bayi. * USIA 6-7 BULAN MP-ASI dikenalkan secara bertahap sebab mekanisme menelan dan kemampuan mencerna si kecil masih lemah. Jadi, mulailah dengan makanan yang lunak dan bersifat cair lebih dulu, berupa bubur susu yang encer, kemudian semakin kental. Selain itu, selalu berikan lebih dulu dalam jumlah sedikit. Seiring dengan berjalannya waktu, konsentrasi buburnya bisa dipadatkan dan porsinya dapat ditingkatkan. Mengapa komposisi kekentalan harus sesuai? Karena kalau terlalu encer tentu kandungan gizinya tidak maksimal. Sebaliknya, jika kelewat kental bukan tidak mungkin malah mendatangkan masalah baru, yakni susah buang air besar. Yang harus dijadikan patokan, tetap berikan ASI kapan pun si kecil mau. Namun usahakan jangan sampai membuatnya terlalu kenyang karena dia toh harus mengonsumsi MP-ASI-nya. Jangan lupa, biasakan pula ia mengonsumsi buahbuahan yang manis rasanya seperti pepaya, pisang, atau jeruk. Buah-buahan ini bisa disajikan dalam bentuk jus atau dicampur dengan makanan lainnya. Ada baiknya pula jika diberikan biskuit khusus bayi. Biskuit semacam ini, selain melatih kemampuannya mengunyah, juga amat disarankan untuk merangsang pertumbuhan giginya. * USIA 8-9 BULAN Di usia ini, ASI tetap diberikan kapan pun bayi mau. Akan tetapi, mulailah perkenalkan makanan dengan tekstur yang lebih padat, seperti bubur susu (berbahan buah atau tepung). Mengenai porsinya, tambahkan sesuai kebutuhan dan kondisi bayi. Contohnya, bayi dengan BB dan panjang tubuh lebih tentu butuh asupan lebih banyak ketimbang bayi dengan panjang tubuh dan BB yang lebih kecil. Bubur saring bisa juga dijadikan alternatif pilihan bila kebetulan tidak tersedia buah yang segar. Bahan-bahannya bisa berupa beras, makaroni, kentang, kacang hijau, atau roti. Namun perhatikan, sebelum diberikan harus disaring lebih dulu. * USIA 9-12 BULAN Saat berusia 9 bulan dan seterusnya, bayi sudah mampu mencerna makanan semipadat. Yang dimaksud adalah nasi tim beserta lauk pauknya. Jangan lupa, biasanya bagian atas nasi tim lebih keras dibandingkan bagian bawahnya. Nah, agar bayi tidak menolak makanan baru ini, aduklah dulu agar kepadatannya merata. Bubur saring, buah kerok atau jus, dan ASI atau penggantinya berupa susu formula tetap diberikan. Sebagai selingan, bayi boleh diberi bubur susu berbahan dasar jeruk atau pisang untuk memperkaya pengenalan rasanya. Tak ada salahnya pula bila sesekali mengenalkan bumbu alami dan teknik pengolahan makanan sederhan.

Semisal tumis ikan dengan bawang putih dan mentega atau sup dimasak dengan bawang merah, bawang putih, dan daun bawang. Untuk anak usia ini, garam sudah boleh diberikan sedikit. Di usia setahun, diharapkan si kecil sudah bisa makan sesuai menu keluarga. Namun jangan lupa memperhatikan kemampuan mengunyah dan menelannya. Potong kecilkecil lauk pauknya agar mudah masuk ke mulut mungilnya, mudah pula untuk dikunyah, dan ditelan serta dicerna organ tubuhnya. Gazali Solahuddin. Foto: Ferdi/nakita Konsultan Ahli: Alzena Masykuori, M.Psi psikolog dari Cikal Sehat-Sehat, Jakarta Selatan

TRIK MENGHADAPI PENOLAKAN


Walaupun hal-hal yang dianjurkan tadi sudah dicoba, mungkin sekali si kecil tetap melancarkan penolakan. Kalau ini yang terjadi, berarti eksplorasi yang dilakukan orang tua belum maksimal. Lebih baik, terus lakukan pencarian untuk mengetahui seperti apa makanan yang disukainya, bagaimana cara memberi makan yang disukai dan tidak disukai dan sebagainya. Sukses tidaknya penelusuran ini tidak terlepas dari kesabaran, ketenangan, dan keterampilan orang tua menghadapi ulah si kecil saat melakukan penolakan. * Tolak MP-ASI, tapi mau ASI Jika menghadapi kondisi seperti ini, pemberian makanan secara bertahap harus dirancang. Memang sih waktu makannya jadi jauh lebih lama. Contohnya, berikan 1 sendok MP-ASI setiap jadwal makan tiba dengan konsentrasi makanannya lebih cair dibanding ukuran standar yang dianjurkan di kemasan. Setiap hari porsi ini harus ditingkatkan, dari 1 sendok menjadi 2 sendok hingga akhirnya mencapai 1 mangkuk. Perlu diingat, jadwal makannya pun harus diberikan secara konstan dan berkesinambungan. Mengapa ini penting? Karena si kecil mau tidak mau harus diajarkan keteraturan untuk membentuk kedisiplinan. * Dilepeh Jika ini terjadi pada bayi di bawah usia 8 bulan, kemungkinan besar hanya karena refleks anak. Ingat, MP-ASI yang diberikan merupakan sesuatu yang "asing" baginya, lo. Tapi kalau si kecil sudah berusia 8 bulan atau lebih, maka orang tua harus cermat. Apakah karena memang makanannya itu yang tidak enak karena terlalu asin, terlalu manis, kelewat kasar atau malah kelewat lembut? Atau apakah orang tua memberikannya dalam porsi terlalu banyak, terlalu panas/dingin dan sebagainya. Nah, agar si kecil tidak melakukan penolakan, pandai-pandailah mengatur strategi dengan cara menggonta-ganti menu, rasa maupun tekstur makanannya. Jangan lupa pula untuk senantiasa mengomunikasikannya pada si kecil. Contohnya, "Kenapa, Sayang, kok dilepeh? Terlalu asin, ya? Nah, sekarang sudah enggak asin lagi."

* Diemut Ini juga salah satu bentuk penolakan yang kerap dilakukan bayi. Anak yang makannya ngemut umumnya karena alat-alat pencernaan di rongga mulutnya belum siap menerima MP-ASI. Jika memang kebiasaan ngemut-nya karena gangguan fisik, si kecil besar kemungkinan juga akan mengalami gangguan bicara. Untuk memastikannya, kasus seperti ini lebih baik segera diperiksakan ke dokter. * Disembur Sesekali si kecil mungkin saja menyemburkan makanannya. Itu hal yang wajar terjadi sebagai salah satu bentuk eksplorasinya. Namun orang tua harus menjelaskan pada anak, semisal dengan mengatakan, "Lucu, ya, Dek, bunyinya. Tapi makanan itu nanti harus ditelan ya." Kalau penjelasan seperti itu terus-menerus diutarakan, anak tentu akan tahu mana perilaku yang tak baik alias tak boleh diulanginya lagi. Akan tetapi, jika setiap kali makan si kecil selalu menyemburkan santapannya, boleh jadi ia memang tidak berselera pada makanan tersebut. Kemungkinan lain cara makan ataupun suasana makan yang dirasa tak nyaman baginya. Lagi-lagi orang tualah yang harus kembali mengeksplorasi cara lain agar si kecil mau makan. * Dimuntahkan Perilaku memuntahkan makanan bisa akibat penolakan ataupun bukan. Kalau ternyata disebabkan masalah fisik atau ada yang harus dibereskan pada sistem pencernaannya, maka muntahnya bukan merupakan penolakan. Akan tetapi kalau muntah disebabkan si kecil mencari perhatian dalam mengeskpresikan ketidaksukaannya pada makanan itu, baru bisa dikategorikan sebagai penolakan. Untuk memastikan penyebabnya, orang tua dapat memperhatikan kondisi anak. Misalnya apakah rewel atau tidak selagi muntah maupun sesudah muntah, demam atau tidak, dan apakah disertai gangguan lain semisal diare atau tidak. Jika jawabannya memang ya, kemungkinan si kecil mengalami masalah fisik dan ini sebaiknya segera dikonsultasikan ke dokter ahlinya. * Menolak sama sekali Wujud penolakannya bisa berupa memalingkan kepala, menutup rapat-rapat mulutnya, sampai menangis keras setiap kali disuapi. Penyebabnya lebih banyak karena faktor fisik, seperti gara-gara sariawan, atau terkena radang tenggorokan. Jadi, kalau si kecil menunjukkan tanda-tanda tadi, cermati dulu kondisi kesehatannya secara umum. Pastikan apakah ia sariawan atau tidak, gunakan termometer untuk memastikan suhu tubuhnya, apakah kondisi lidahnya bermasalah atau tidak, bibirnya pecah-pecah, dan buang airnya lancar atau tidak. Kalau benar karena kendala fisik, lekas konsultasikan ke dokter. Akan tetapi jika tak ada gangguan fisik kemungkinan besar si kecil melakukan gerak tutup mulut gara-gara faktor psikis. Tidak tertutup kemungkinan ia memang tengah mencari perhatian orang tuanya yang sudah sepanjang hari tidak dijumpainya, tak menyukai menunya, dan penampilan makanannya membuat bayi kehilangan selera makan.

1-3 TAHUN

SUKA MENGEMUT MAKANAN


Makan diemut menunjukkan si batita belum berhasil melewati masa transisi dari makanan cair ke padat.

"Ayo dong, Nak, makanannya dikunyah! Jangan diemut gitu ah!" ujar seorang ibu
dengan nada kesal pada putrinya. Maklum si ibu sudah harus berangkat bekerja, sementara buah hatinya tak kunjung menelan makanan dalam mulutnya. Ilustrasi tersebut memberi gambaran betapa susahnya mengatur perilaku makan anak batita. Ia seringkali menunjukkan sikap tidak kooperatif. Sebetulnya, sikap ini bisa dibenahi dengan mengajari anak biasa "makan sendiri" sejak bayi. Pada saat makan ia sudah dibiasakan memegang sendok sendiri, menyendok makanan, dan duduk di kursi khususnya (setiap kali hendak disuapi). Jadi, bukan dengan menggendongnya sambil berjalan-jalan. Pengenalan-pengenalan semacam itu pasti akan membuat anak di usia batita jadi lebih cepat menyesuaikan diri. Kendati awalnya mungkin merepotkan, seiring dengan berjalannya waktu, "kerja keras" dan segala kerepotan orang tua mengajari anak makan sendiri akan membuahkan hasil. Ini berarti anak tak perlu bergantung pada orang lain saat memenuhi kebutuhan makannya. Selain itu orang tua pun diuntungkan dengan tak perlu terus-menerus "bertengkar" hanya gara-gara persoalan sulit makan ini. Sementara anak pun jadi lebih disiplin. Saat jam makan tiba, anak akan duduk manis siap menyantap makanan yang tersaji di hadapannya. Saat mulai mengajak anak untuk makan sendiri, ciptakan suasana yang menyenangkan. Usahakan pula supaya tak terkesan memaksa dalam bentuk apa pun. Untuk tahap awal, orang tua bisa memberikan contoh bagaimana cara makan yang baik: dari duduk manis, bagaimana cara memegang sendok kemudian mengangkatnya, menyuapkannya ke mulut, kemudian mengunyahnya dengan benar. Dengan melihat contoh konkret tersebut anak jadi punya gambaran mengenai apa yang harus dilakukannya dengan makanan tersebut. Mengenalkan menu makanan pun harus dilakukan secara bertahap. Mulailah dari makanan yang bertekstur paling halus sampai yang kasar, dari lauk yang sederhana hingga yang komplet. Dengan kata lain, makan pun merupakan proses pembelajaran. Kemudian di saat anak sudah mau melakukannya sendiri, orang tua perlu memotivasi. Misalnya dengan memberi semangat atau pujian lewat ucapan, "Anak Mama pintar ya, sudah bisa makan sendiri." Dengan demikian anak akan merasa nyaman dan jadi bersemangat untuk berusaha makan sendiri. Irfan Hasuki. Foto: Ferdi/nakita Konsultan Ahli: Ade Irma Salihah, Psi., dari Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah, Jakarta

PERILAKU MAKAN NEGATIF Berikut beberapa hal negatif yang sering muncul saat proses pembelajaran makan
berlangsung. - Lama dan berantakan Orang tua harus paham benar bahwa anak tidak langsung bisa makan dengan benar seperti yang dilakukan orang dewasa. Seringkali anak hanya mengaduk-ngaduk makanan dalam piringnya hingga meja jadi berantakan. Aktivitas makannya pun jadi sangat lama. Yang patut diketahui, kendala seperti ini mungkin saja terjadi karena proses menyuapkan makanan ke mulut memang bukan hal gampang bagi anak usia ini karena kemampuan motoriknya masih belum optimal. Maka alangkah bijaksananya memberi keleluasaan pada anak untuk berusaha makan sendiri meskipun berantakan dan merepotkan. Toh lambat-laun anak pun belajar dari apa yang dilakukannya. Orang tua sebaiknya juga menghindari kata maupun tindakan yang sekiranya dapat mematahkan semangat dan akhirnya membuat anak malas belajar makan sendiri. Misalnya menghardik/memarahi anak ketika dia menghambur-hamburkan nasi dan lauk-pauknya. Lain hal bila anak memang memain-mainkan makanannya dan sama sekali tidak berniat untuk menyantapnya. Kalau ini yang terjadi, segera arahkan ke "jalur" semestinya. Yang pasti bukan dengan memojokkan, apalagi memarahinya habis-habisan. - Mogok makan Adakalanya tiba-tiba anak emoh makan sama sekali. Semakin dipaksa, semakin dia tak mau makan. Bahkan tak jarang disertai dengan gejala tantrum alias mengamuk. Bila ini yang terjadi, orang tua harus bersedia introspeksi diri. Boleh jadi ini muncul karena sikap ibu/ayah yang kasar dan memaksa yang akhirnya membuat mogok makan. Bila ya, orang tua hendaknya mau mengubah sikap sekaligus mengupayakan agar aktivitas makan menjadi sesuatu yang menyenangkan. - Tak mau duduk Anak juga seringkali tak mau duduk atau diam di suatu tempat ketika makan. Dia selalu bergerak ke sana kemari sehingga orang tua terpaksa harus mengejarngejarnya supaya tetap makan dan akhirnya membuat orang tua kewalahan. Bukan cuma itu. Perilaku tak bisa diam seperti ini sebetulnya juga dapat memicu ketidakseimbangan pada organ pencernaan. Konkretnya, proses mencerna jadi tidak bisa berjalan dengan baik akibat pergerakan tubuh si kecil yang tiada henti. Bila ini yang muncul sebagai bentuk kebiasaan anak, coba ingat-ingat lagi apakah itu bisa bersumber dari orang tua sendiri atau tidak. Bukan tidak mungkin lo ketika makan, secara tidak sadar orang tua menunjukkan perilaku negatif, semisal makan sambil jalan, ngobrol, baca koran, nonton teve dan sebagainya. Kalau ini yang

terjadi, jangan salahkan anak bila ia mengikuti perilaku makan orang tuanya karena dia menganggap memang seperti itulah aktivitas makan yang benar. Nah, agar hal yang satu ini tidak terjadi, mau tidak mau orang tua harus memberikan contoh baik kepada anak. Caranya, duduk santun di kursi makan, menyendok makanan secara perlahan dan tertib, mengunyahnya tanpa tergesa-gesa ataupun mengeluarkan bunyi dan sebagainya. Kalau orang tua memberi contoh baik, tentu akan terpatri dalam diri anak bahwa proses makan yang benar ya memang seperti itu. Kelak anak pun akan menerapkan cara-cara yang baik dan benar dalam keluarganya. - Mengemut makanan Kebiasaan mengemut umumnya dimulai saat anak mengenal makanan padat, yaitu sekitar usia 8 bulan hingga usia 2-3 tahun. Penyebabnya, anak belum berhasil menjalani proses pembelajaran mengenai bagaimana caranya mengunyah. Padahal berbeda dari makanan cair yang bisa langsung dimakan, makanan padat perlu dikunyah dulu sebelum ditelan. Di sini dituntut koordinasi gerakan lidah dan rahang agar bisa masuk ke kerongkongan. Tentu saja kebiasaan mengemut ini harus diatasi segera karena bisa berpengaruh buruk pada perkembangan fisik dan psikologis anak. Dari segi fisik, anak akan mengalami kekurangan gizi karena porsi makanan yang dikonsumsi pasti jauh berkurang. Kalau seharusnya ia bisa menghabiskan satu piring nasi lengkap dengan lauk pauk dan sayur mayur dalam waktu tertentu, maka dengan mengemut anak hanya mampu menghabiskan sebagian kecil makanan dalam waktu sama. Jika dibiarkan terus-menerus, kondisi gizi anak akan memburuk dan giginya mengalami kerusakan. Berikut beberapa kemungkinan penyebab anak ngemut: * Tidak diajarkan bagaimana cara mengunyah yang benar. Untuk mengatasinya, mau tidak mau orang tua harus menyontohkan bagaimana cara mengunyah yang benar secara bertahap, termasuk bagaimana membuka mulut, menggerakkan rahang dan sebagainya. * Di masa bayi, pemberian makanan termasuk mengisap dot dapat memberikan kepuasan tersendiri karena saat itu anak masih berada dalam fase oral. Bila sampai usia batita anak masih sangat menikmati fase oral yang seharusnya sudah beralih pada kepuasan menggigit dan mengunyah, maka dia akan terus melanjutkan kebiasaan mengemutnya. Untuk mengatasinya, mintalah anak meninggalkan kebiasaan tersebut. Sampaikan pula dampak negatif dari mengemut ini, tentu saja dengan bahasa sederhana agar bisa dipahaminya. * Tak jarang anak asyik bermain hingga lupa masih ada makanan dalam mulutnya. Bila kebiasaan kurang baik ini tidak mendapat perhatian dari orang tua, anak akan merasa dibenarkan hingga akhirnya kebiasaan tersebut terus berlanjut. Untuk mengatasinya, mintalah anak mengunyah makanannya lebih dulu. Dengan kata lain berhenti bermain sampai aktivitas makannya selesai.

* Ketakutan dimarahi akan membuat anak terbiasa mengemut makanannya. Terlebih bila orang tua memaksa sementara anak sebetulnya tidak suka makanan yang diberikan. Mengemut makanan dijadikannya sebagai bentuk protes. Mengatasinya, tentu saja dengan menjadikan acara makan sebagai sesuatu yang menyenangkan. Kesampingkan pemaksaan dalam bentuk apa pun dan beralihlah menggunakan pendekatan yang lebih efektif, semisal membujuk atau merayu dengan berbagai pujian. * Gigi-geligi anak bermasalah. Mungkin saja giginya sedang tumbuh sehingga anak merasa tidak nyaman dengan gusinya yang terasa "gatal". Rasa tak nyaman mendorongnya untuk mengemut makanan. Untuk mengatasinya ada baiknya orang tua secara berkala cermat mengikuti pertumbuhan gigi anaknya, apakah ada gangguan atau tidak. - Tak mau buka mulut Aksi tutup mulut juga merupakan perilaku sulit makan yang besar kemungkinan dipicu hal-hal berikut: * Mungkin ada sariawan atau infeksi pada gigi-geliginya. Kalau ini yang terjadi, jangankan mengunyah, membuka mulut pun merupakan siksaan tersendiri. Untuk mengatasinya, bawalah ke dokter gigi anak guna memastikan apakah gigi-geliginya ada yang mengalami gangguan atau tidak. Ada baiknya periksakan mulut dan gigi anak secara berkala tiap 3 bulan sekali. * Boleh jadi anak merasa masih kenyang atau sebaliknya sudah kenyang duluan. Entah karena porsi makanan yang diberikan sudah melampaui batas kemampuannya atau karena ia sudah makan banyak camilan sebelum jam makannya tiba. Untuk mengatasinya, tetapkan pola makan anak dan berusahalah untuk mematuhi jadwal tersebut. * Suasana yang serba terburu-buru juga sering membuat anak emoh buka mulut. Umpamanya, karena orang tua harus segera berangkat kerja, maka anak diminta untuk cepat-cepat menghabiskan makanannya. Jangankan anak-anak, orang dewasa pun kalau diburu-buru seperti itu biasanya malah kehilangan nafsu makan. Untuk mengatasinya ya ciptakan suasana santai dan menyenangkan tanpa keterburuburuan seperti itu. * Kemungkinan lain, anak tidak menyukai makanan yang disodorkan padanya meskipun makanan tersebut sangat bergizi. Untuk mengatasinya, pandai-pandailah mengatur menu makan anak agar senantiasa bervariasi. Ingat, anak relatif cepat bosan dan mudah berubah keinginannya. Contohnya, hari ini ia suka sekali tempe bacem, tapi besok ia hanya mau makan dengan telur dadar, dan lusa mau makan ayam goreng tepung dan seterusnya. Selain itu, cara pengolahan dan penyajiannya pun harus mampu memikat hati anak. Misalnya tak harus selalu dibuat sup, tapi bisa juga ditumis, atau dipanggang. Bahkan orang tua sebaiknya menanyakan lebih dulu pada anak apa menu yang diinginkannya hari ini. Ini akan membuat anak merasa dilibatkan yang pada gilirannya akan membuatnya bersemangat menyantap makanan tersebut.

3-6 TAHUN

MAKAN PILIH-PILIH SAMBIL NONTON TEVE


Perilaku makan yang salah pada si prasekolah ternyata bisa berasal dari kebiasaan orang tua atau pengasuhnya.

Perilaku makan yang tidak baik, seperti pilih-pilih makanan, makan sambil nonton
atau main, dan baru mau makan kalau diajak jalan-jalan, tentu dapat terbawa hingga dewasa. Bahkan, sebuah penelitian yang pernah dilakukan di Amerika menunjukkan, anak yang pilih-pilih makanan bakal menemui kesulitan dalam bersosialisasi. Kenapa begitu? Sebab umumnya ia pun akan berperilaku pilih-pilih teman dan cenderung susah menyesuaikan diri. Repot, kan? Nah, agar tak muncul hal-hal yang tak diharapkan, perilaku makan yang buruk tersebut memang harus diubah. Mengubahnya susah-susah gampang karena terlebih dulu perilaku makan orang tua atau pengasuhlah yang harus diubah. Jangan lupa, anak-anak usia ini masih merupakan sosok peniru ulung orang-orang terdekatnya. Utami Sri Rahayu. Foto: Ferdi/nakita Konsultan Ahli: Rosdiana S. Tarigan, M.Psi, MHPEd dari Klinik Mutiara Gading, Jakarta

PILIH-PILIH MAKANAN Kebiasaan pilih-pilih makanan (picky eater) yang muncul di usia prasekolah ratarata merupakan tiruan dari perilaku orang tuanya. Coba perhatikan, biasanya orang tua atau orang-orang dewasa terdekatnya tergolong individu yang juga cenderung pilih-pilih makanan. Penyebab lainnya, besar kemungkinan si prasekolah punya keengganan mencoba hal-hal baru, termasuk makanan. Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengatasinya: * Mau tidak mau orang tua harus bersedia mengubah kebiasaan makannya terlebih dulu. Cobalah berusaha keras untuk tidak pilih-pilih makanan kalau tak ingin anak meniru hal yang sama. * Berikan contoh yang baik saat makan bersama. Sejak usia 3 tahunan, biasakan mengajak anak makan bersama keluarga di meja makan. Manfaat lainnya, anak dapat mengetahui sekaligus belajar mengenai tata tertib di meja makan. * Dampingi anak saat makan dan ikutlah mengonsumsi makanan yang sama.

10

* Mintalah ia mencoba makanan keluarga yang tersaji di meja. Katakan bahwa ia boleh mencoba dalam jumlah sedikit terlebih dulu. Yakinkan dirinya bahwa bila tidak suka, Anda tak akan pernah memaksanya untuk menyukai makanan tersebut. * Hindari melimpahi piring anak dengan sekian banyak ragam makanan dalam jumlah banyak sekaligus. Bisa-bisa anak malah jadi takut dan sama sekali tidak bisa menikmatinya. * Jelaskan bahwa semua makanan yang Anda tawarkan memberi manfaat bagi kesehatan dan pertumbuhannya. * Jangan pernah memaksa si prasekolah untuk mencoba makanan yang sama sekali belum dikenalnya. Pemaksaan hanya akan membuatnya jera dan takut untuk mencobanya. Jangan salahkan bila ia malah memuntahkan makanan tersebut. Dampak yang lebih buruk, anak akan mengalami trauma dan kelak akan selalu menghindari makanan tersebut. * Beri kesempatan pada si prasekolah untuk menentukan atau memilih sendiri makanan yang diinginkan. Bila ingin mengenalkan jenis makanan yang baru, ada baiknya barengi dengan makanan yang sudah dikenalnya. Contohnya bila ingin mengenalkan udang, jangan tiba-tiba menyajikannya dalam jumlah besar. Kalau sebelumnya si prasekolah sudah akrab dengan brokoli, siasati dengan mengolah udang plus brokoli. Dengan demikian, anak tetap merasa aman saat mengonsumsi makanan yang baru tersebut.

MASIH DISUAPI Jika anak usia prasekolah masih makan disuapi, besar kemungkinan selama ini
orang tua dan pengasuhnya tak cukup sabar mendampinginya belajar makan sendiri. Padahal maklumi bila anak yang mulai belajar makan sendiri membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menghabiskan makanan tersebut. Maklumi pula bila acara makan sendiri menambah kerepotan bagi orang tua karena harus membersihkan sisa makanan yang berserakan di mana-mana. Nah, gara-gara tak mau repot seperti itulah banyak orang tua dan pengasuh akhirnya memilih menyuapi terus anaknya. Sama sekali tak disadari bahwa kebiasaan ini bisa menghambat perkembangan anak. Ia jadi malas makan sendiri dan lebih suka disuapi. Dengan kata lain, ia jadi tak mandiri dalam urusan makan. Untuk mengatasinya, ada beberapa langkah yang bisa ditempuh, yakni: * Lagi-lagi orang tua harus bersedia mengubah kebiasaan buruknya. * Belajarlah bersabar dan mintalah anak untuk makan sendiri. * Dampingi anak sambil makan bersama. Hindari menyuruh-nyuruh anak untuk cepat-cepat menghabiskan makannya. Keterburu-buruan bisa membuat anak muntah sementara suasana makan pasti jadi tidak menyenangkan.

11

* Jangan menyamaratakan porsi anak dengan porsi orang dewasa. Sebaiknya sediakan makanan dalam porsi kecil lebih dulu. Bukan tidak mungkin lo, anak sudah frustrasi duluan begitu melihat porsi yang "mengerikan". Apalagi jika ia dipaksa menghabiskan semuanya dalam waktu relatif singkat. * Bila si prasekolah berhasil menghabiskan porsi makanannya, lontarkan pujian. Ini akan memotivasi si prasekolah untuk menunjukkan pada dunia bahwa ia bisa makan sendiri. * Buatlah agar tampilan makanannya menggugah selera, bisa dari resepnya ataupun cara penyajiannya. * Jangan alpa untuk mulai mengajari anak makan sendiri.

SAMBIL JALAN-JALAN ATAU NONTON Perilaku sulit makan si prasekolah, oleh sebagian orang tua diakali dengan
mengajaknya makan sambil jalan-jalan atau nonton acara televisi kesukaan anak. Diharapkan perhatian si prasekolah bisa teralihkan sehingga masalah sulit makannya dapat teratasi. Padahal makan sambil jalan-jalan sebaiknya dihindari karena anak usia prasekolah justru sedang senang-senangnya beraktivitas, seperti berlari ke sana kemari, melompat dan meloncat, serta aktivitas "berat" lainnya. Bila si prasekolah dibiasakan makan sambil melakukan berbagai aktivitas tadi, mungkin saja apa yang sudah ditelannya keluar lagi. Hal ini tentu menambah pengalaman tidak enak mengenai makan. Selain itu, makanan yang dibawa berjalan-jalan berisiko tercemari debu sehingga amat berpotensi menularkan penyakit. Sama halnya dengan makan sambil nonton teve. Wajar memang bila orang tua berharap perhatian si prasekolah dapat teralihkan dari makanan ke tayangan televisi, sehingga anak mau duduk diam dan tidak bosan menjalani kewajiban makannya. Padahal bukan mustahil saking asyiknya ia menikmati tayangan teve, makanan yang sudah ada di mulutnya malah diemut terus. Akibatnya, waktu makan berlangsung lebih lama, sehingga makanan yang ada di piringnya mengembang dan rasanya berubah jadi hambar. Untuk mengatasi hal ini, ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua, di antaranya: * Ingat, makan adalah proses pembelajaran. Untuk itu, biasakan anak untuk duduk tertib di kursi makan mengelilingi meja makan. Dengan membiasakannya demikian sejak kecil, dalam diri anak akan terbentuk pola bahwa makan dan minum itu haruslah dilakukan sambil duduk di kursi makan. * Ajaklah anak untuk makan bersama keluarga di meja makan. Kalaupun ayah dan ibu sama-sama sibuk, tetap agendakan 1 di antara 3 kali waktu makan agar bisa makan bersama. Manfaatnya anak dapat sekaligus belajar tata tertib di meja makan. Kalaupun jam makannya tidak cocok, tetaplah jadwalkan waktu tersebut untuk

12

makan kue atau makanan ringan lainnya. Yang penting, tetap dapat makan bersama. * Jika anak sudah telanjur terbiasa makan sambil jalan-jalan atau nonton teve, tugas orang tua tentu semakin berat untuk mengubah kebiasaan tersebut. Tanamkan kebiasaan makan yang baik secara perlahan dan bertahap. * Untuk mereka yang terbiasa makan sambil jalan, alihkan perhatian anak dengan mengajaknya makan di kursi makan khusus. Usahakan bentuk atau warna kursi itu menarik minat anak untuk duduk di atasnya. Kemudian secara berangsur-angsur dekatkan kursinya ke meja makan agar anak terkondisi makan di situ.

6-12 TAHUN

LO, MAKANANNYA, KOK, TAK BERGIZI? Adanya pergeseran lingkungan kehidupan, dari lingkungan rumah ke lingkungan
sekolah atau luar rumah, memunculkan problema tersendiri dalam pola makan anak usia 6-12 tahun. Apa saja masalahnya dan bagaimana mengatasinya? Yuk, kita simak penjelasan dr. Luciana B. Sutanto, MS, Sp.GM., dari Klinik Bina Sehat, Jakarta. USIA 6-8 TAHUN * Jajan makanan tak bergizi Saat berada di sekolah, teman dapat membawa pengaruh yang sangat penting. Contohnya soal jajan. Meskipun di rumah sudah tersedia makanan yang enak dan bersih, bukan tidak mungkin anak tetap ngotot ingin jajan. Kenapa? Tak lain karena semua temannya juga jajan. Bisa dipastikan anak akan lebih suka jajan karena rasa makanan yang dijual tadi umumnya lebih enak dan gurih dibanding yang tersaji di rumah. Mereka sama sekali tidak peduli kalau rasa yang enak dan gurih tersebut berasal dari bumbu penyedap maupun kandungan garam dan lemak yang tinggi. Selain itu, bagi anak-anak, jajan bersama teman memberikan suasana yang berbeda dibandingkan rumah sehingga terasa lebih mengasyikkan. Sebenarnya, boleh saja anak sesekali jajan. Namun ajarkan untuk memilih jajanan yang bersih dan menyehatkan, semisal hamburger yang dilengkapi dengan sayuran. Pasalnya, meski sejak usia 6 tahun anak mengalami pertumbuhan dengan laju pertumbuhan yang tidak terlalu cepat, namun kebutuhan gizinya tetap harus terpenuhi. Bila kebutuhan gizinya tidak terpenuhi, maka dampak kurang gizi ini dalam jangka panjang dapat menimbulkan gangguan kognitif dan kemampuan akademiknya. Sayang kan? Selain bisa menyebabkan penurunan aktivitas fisik serta membuatnya berisiko mengalami penyakit infeksi. Perlu diketahui, kecukupan gizi pada usia ini selain diperlukan untuk pertumbuhan juga dibutuhkan untuk metabolisme basal dan aktivitas fisik. * Masih disuapi

13

Hal ini terjadi karena di TK anak masih dibolehkan makan sambil disuapi. Padahal jika tidak pernah dimulai untuk membiasakannya makan sendiri, bisa-bisa sampai akhir usia sekolah pun dia belum terampil makan sendiri. Ingat, orang tua yang terbiasa menyuapi makan sebetulnya tengah "membonsai" kemandirian anaknya. Akibatnya, si anak hanya mau makan bila disuapi oleh orang tua atau pengasuhnya. Lalu bagaimana bila kebetulan orang tua pergi atau pengasuhnya sedang repot? Besar kemungkinan jam makannya terlewati. Sebagai solusinya, jika anak tak mau makan hanya gara-gara ingin terus disuapi, tegaskan padanya bahwa anak seusianya sudah seharusnya bisa makan sendiri. Jika anak tetap tak beranjak untuk mengambil piring dan mengisinya dengan nasi dan lauk-pauk, tak usah memaksa. Sediakan saja makanan di tempat yang terjangkau dan mintalah ia makan dengan mengambilnya sendiri bila lapar. Di sisi lain, orang tua jangan terlalu khawatir anaknya bakal kelaparan akibat aktivitas fisiknya yang begitu tinggi. Anak usia ini umumnya akan mudah merasa lapar dan pasti ingin makan. Yang mereka inginkan sebetulnya adalah ditunggui atau disuapi saat makan. Bila ini yang terjadi, berilah pengertian dengan bahasa yang mudah dicerna anak. * Tak suka sayur Penyebabnya karena orang tua relatif jarang menghidangkan sayuran dalam menu makanan sehari-hari di rumah. Solusinya, berikan pengertian dalam bahasa sederhana mengenai pentingnya mengonsumsi sayur bagi kesehatan dan kecerdasan. Orang tua juga harus pintar-pintar menyiasatinya dengan menyajikan sayur bersama makanan lain yang disukainya, berpenampilan menarik, mudah dinikmati, tidak keras dan liat, tidak pedas, dan memiliki citarasa yang sesuai selera anak. Bila anak tetap menolak sayuran, pilihkan bahan makanan yang banyak mengandung serat yang bisa diperoleh dari buah-buahan dan agar-agar. USIA 9-12 TAHUN * Ingin langsing seperti bintang film Beberapa anak usia 9-12 tahun, terutama praremaja putri, menyadari kegemukan merupakan momok. Agar tak jadi sasaran empuk untuk diolok-olok, mereka berusaha keras menjaga kelangsingan tubuhnya. Tak bisa disangkal bila fenomena di atas muncul akibat kuatnya pengaruh layar kaca yang mempertontonkan tokohtokoh cilik yang menjadi "hero", semisal bidadari nan cantik dan bertubuh langsing. Nah, itu semua terekam dalam benak anak hingga mereka terobsebsi ingin langsing seperti tokoh idolanya tadi. Akibatnya, tak sedikit yang menjalani diet ketat bahkan menolak makan hanya supaya langsing! Celakanya, anak seusia ini umumnya belum mengerti sepenuhnya dampak buruk dari program diet berlebihan, apalagi tanpa pengawasan dokter. Padahal arti diet sesungguhnya adalah mengombinasikan makanan dan minuman dalam hidangan yang dikonsumsi sehari-hari. Ada berbagai jenis diet. Contohnya, diet seimbang yakni karbohidrat, protein, dan lemak terkandung di dalamnya dengan komposisi seimbang. Diet rendah lemak,

14

mengandung lemak dalam jumlah lebih rendah dari kebutuhan ideal. Diet rendah kalori (biasanya diberikan untuk mereka yang sedang menurunkan berat badan) yaitu mengandung jumlah kalori yang lebih rendah dari kebutuhan tubuh sehari-hari. Pada dasarnya, setiap orang di segala umur harus melakukan pengaturan makan sesuai dengan kebutuhan tubuhnya, termasuk pada usia SD. Karena itu penanganan sikap enggan makan akan lebih efektif jika dilakukan dengan cara memberi pengertian kepada si anak. Tekankah bahwa mereka sedang dalam masa pertumbuhan. Kalau memaksa diri tidak mau makan hanya karena ingin langsing, mereka sendiri yang akan rugi. Tubuhnya akan lemas dan cepat lelah yang bukan tidak mungkin akan berakhir di rumah sakit. Ia juga jadi malas beraktivitas, bahkan kemampuan berkonsentrasinya terganggu. Di sekolah, akhirnya ia tidak dapat menangkap pelajaran dengan baik dan prestasinya menurun. Jadi, tetap lakukan pengawasan terhadap perkembangan anak dan susunlah menu bergizi seimbang. Santi Hartono. Foto: Iman/nakita

ADA JUGA YANG JADI DOYAN MAKAN Di usia praremaja, aktivitas fisik anak semakin meningkat. Disamping urusan
sekolah, mereka juga disibukkan dengan berbagai kegiatan ekstrakurikuler dan mulai sering ngegang dengan teman-temannya. Semua kegiatan tadi yang melibatkan aktivitas fisik sebetulnya justru membuat anak jadi doyan makan. Pada rentang usia ini, pertumbuhan yang dialami anak berlangsung mantap meski tidak sepesat masa bayi atau masa pubertas. Dengan demikian konsumsi makan yang berlebihan akan menyebabkan timbulnya kegemukan. Padahal kegemukan yang tejadi di usia anak bakal sulit dikoreksi setelah yang bersangkutan dewasa. Lantaran itu, pengaturan pola makan yang baik sudah harus diterapkan sejak dini. Sementara kegemukan yang tak tertangani dan dibiarkan berlanjut kelak dapat memicu berbagai penyakit degeneratif seperti diabetes dan jantung. Selain itu, obesitas juga dapat mengganggu citra diri.

CARA MAKAN JUGA MERUPAKAN KEUNIKAN


Tak ada gunanya memaksa anak makan dengan sempurna, karena yang ia butuhkan adalah bimbingan dari orang tua.

Selain mengupayakan berbagai cara yang sudah disebutkan di depan, orang tua

pun harus bersedia bereksplorasi menemukan makanan yang paling cocok untuk anak. Selain itu, pada bayi, bukan tidak mungkin apa yang kita anggap sebagai bentuk penolakan makan sebenarnya adalah eksplorasi anak. Dengan menyemburnyemburkan makanannya, boleh jadi ia merasakan sensasi tersendiri kemudian menjadikannya sebagai permainan yang menyenangkan.

15

Orang tua pun wajib memahami berbagai tipe makan anak yang berbeda-beda. Ada yang lebih suka makan dalam porsi sedikit-sedikit, ada juga yang amat berselera melihat porsi besar. Sebagian anak makan dalam tempo yang amat lambat, sedangkan sebagian lagi cepat. Dengan kata lain, tidak tertutup kemungkinan penolakan si kecil semata-mata karena orang tua atau pengasuh tidak tahu tipe makan si anak. Inilah salah satu bentuk keunikan anak. Selanjutnya, harus dipahami bahwa belajar makan sendiri harus dilatih terusmenerus. Anda bisa mulai melatih anak saat berusia 1,5 tahun. Kemampuan duduknya yang sudah lebih baik, ditunjang kemampuan motorik yang lebih optimal, memungkinkan anak bisa memegang sendoknya sendiri, bahkan menyuapkan sendok berisi makanan ke mulutnya. Pastinya, makanan masih berceceran di manamana. Oleh karena itu, anak usia batita perlu bimbingan terus-menerus. Bagaimana memegang sendok, mengambil makanan, mengunyah, dan kemudian menelannya. Jika orang tua sabar untuk terus melatih si kecil, maka ia akan terbiasa makan sendiri. Namun, biasanya ada kekhawatiran yang menyertai setiap kali anak berlatih makan sendiri, takut asupan gizinya kurang karena lazimnya makanan jadi terbuang-buang. Nah, berdasarkan penelitian yang dikutip Papalia (1994), seharusnya kekhawatiran ini tak perlu ada lagi. Ia mengacu pada hasil penelitian yang telah dilakukan di Amerika Serikat tahun 1991 yang mengatakan, tubuh anak memiliki "rambu-rambu" tersendiri untuk memenuhi kebutuhan makannya. Penelitian tersebut dilakukan terhadap 15 anak usia 25 tahun dengan berat badan rata-rata dan memiliki perilaku makan yang beragam. Ada yang sulit, mudah, dan biasa-biasa saja. Penelitian tersebut dilakukan selama 6 hari. Hasilnya? Ternyata jumlah kalori pada ke-15 anak itu sama. Sekali lagi, tubuh anak sebenarnya telah memiliki rambu-rambu sehingga mampu mengimbangi kebutuhan gizi. Uniknya, kemampuan seperti ini tidak dimiliki orang dewasa. Jadi, tak perlu khawatir berlebihan kalau si kecil sulit makan, apalagi sampai memaksanya makan. Percayalah, anak yang normal akan makan sesuai kebutuhan tubuhnya. Bila kondisinya tetap sehat, kulitnya tidak kusam, matanya tetap bercahaya dan masih aktif bergerak, itu pertanda kebutuhan zat gizinya masih tercukupi. Zali, Irfan, Uut. Foto: Dok. nakita

6 HAL YANG PATUT DIPERHATIKAN


1. Kurus belum berarti kurang gizi, gemuk belum tentu sehat. 2. Jangan memaksa si prasekolah makan berlebih hanya karena terlihat kurus dan Anda takut ia kekurangan gizi. 3. Sesekali ajak anak menyiapkan makanannya. Ketertarikan pada proses ini mampu membangkitkan selera makannya. 5. Jangan ragu untuk mengenalkan aneka rasa sebagai variasi. Namun hindari penggunaan penyedap dan bumbu-bumbu yang kelewat merangsang atau pedas.

16

6. Sesekali biarkan anak makan bersama teman-temannya. Suasana kebersamaan seperti ini mampu menggugah selera makannya.

TAHAP PERKAMBANGAN PERILAKU MAKAN


* Usia 1,5 tahun Umumnya anak mulai memiliki keinginan untuk makan sendiri menggunakan tangannya. Untuk mengoptimalkannya, berikan makanan yang dapat digenggam sendiri (finger food) dan biarkan ia makan sendiri. * Usia 3 tahun Anak sudah bisa memegang sendok dan garpu sendiri. Biasanya diikuti keinginan untuk mencoba makan dengan peralatan tersebut. * Usia 4 tahun Anak sudah bisa makan sendiri. Untuk melatih kemampuannya, upayakan agar dalam 1 di antara 3 waktu makan, ia makan sendiri tanpa bantuan orang lain. * Usia 5 tahun Anak sudah terampil makan sendiri dalam 3 kali waktu makan.

Sumber : www.tabloid-nakita.com

17

Anda mungkin juga menyukai