Anda di halaman 1dari 98

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama moral, agama yang mementingkan isi atau kualitas
seseorang bukan penampilan saja serta membentuk jiwa manusia dengan nilai-
nilai moral, bukan kerendahan. Salah satu nilai moral yang di ajarkan Islam
ialah berdakwah dijalan Allah dengan bijaksana serta dengan ajaran yang
baik.
1
Sesuai dengan firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 125:
7vu1- _O) O):Ec El)4O
gOE'g4^)
gOgNOE^-4 gO4L=OO4^-
W _^gE_4 /-) "Og-
}=O;O _ Ep) El+4O 4O-
OU;N }E) E= }4N
g)-O):Ec W 4O-4 OU;N
4g4-;_^) ^g)
Artinya; Serulah kepada jalan tuhanmu dengan hikmah dan nasehat baik dan
bertukar pikiran dengan cara yang lebih baik, sesungguhnya
tuhanmu lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya, dan
dialah yang mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.
2

Dakwah merupakan konsep yang sepenuhnya mengandung pengertian
menyeru kepada yang baik, yaitu baik menurut Islam. Pengertian dakwah
sebagaimana dipahami dalam surat an-Nahl ayat 125 mempunyai makna yang
luas dan mendalam, begitu juga pelbagai definisi yang telah dibaca tentang
pengertian-pengertian dakwah. Jelas bahwa dakwah adalah tugas agama yang

1
Dr. Abdullah Syihata, Dakwah Islamiyah, (Jakarta: CV. Rasindo, 1986), hlm. 16.
2
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-
Quran, 1979), hlm. 421.
2
luhur dan mulia karena merupakan suatu upaya dan usaha merubah manusia
dari suatu kondisi yang kurang baik kepada kondisi yang lebih baik.
3

Kerja dakwah adalah kerja menggarami kehidupan manusia dengan
nilai-nilai iman dan taqwa untuk kebahagiaan dunia dan akhirat. Kerja ini
tidak akan pernah selesai selama kehidupan dunia masih berlangsung, selama
itu umat berkewajiban menyampaikan pesan-pesan kenabian dalam situasi dan
kondisi yang bagaimanapun coraknya. Isi pesan dakwah pada hakekatnya
merupakan tuntunan abadi manusia sepanjang masa.
4

Di tengah pembangunan masa kini yang banyak membawa
perkembangan baru dalam bidang agama, sosial, sains dan teknologi akan
membawa pengaruh semakin berkembangnya sifat-sifat konsumerisme,
materialisme beserta pendangkalan rohani dan moral, dakwah senantiasa
dituntut untuk terus berupaya merubah suatu kondisi negatif ke kondisi yang
positif atau perubahan dari kondisi yang sudah positif menuju kondisi yang
lebih positif lagi, tentu saja dengan penuh hikmah dan mauidhoh hasanah.
Dalam konsep Islam, setiap muslim sesungguhnya adalah juru dakwah
yang mengemban tugas untuk menjadi teladan moral ditengah masyarakat.
5

Tugas dakwah yang demikian berat dan luhur itu mencakup pada dua aspek
yaitu Amar makruf (mengajak kepada kebaikan) dan nahi munkar (mencegah

3
H. Nasruddin Harahap, CS (ed.) Dakwah Pembangunan, (Yogyakarta: DPD. Golkar TK. 1 ,
1992), hlm. 2.
4
Ahmad Syafii Maarif, Membumikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, !994), hlm. 45.
5
Drs. Hamdan Daulay, M.Si, Dakwah ditengah Persoalan Budaya dan Politik, (Yogyakarta:
Lembaga Studi Filsafat Islam (LESFI), 2001), hlm. 79.
3
kemunkaran). Jika seluruh muslim menyadari hal ini selayaknya krisis moral
yang merebak dikalangan masyarakat sedikit demi sedikit akan tereliminasi.
Pesan-pesan yang disampaikan dai kepada sasaran dakwah (madu)
dapat disebarkan melalui media. Pada masa permulaan Islam, Rasulullah dan
Sahabatnya menggunakan media oral dan kontak langsung.
6
Dengan kemajuan
sains dan teknologi yang diperoleh pada saat ini, pesan-pesan dakwah yang
disampaikan lewat media radio, televisi, film, surat kabar, teater, novel bahkan
melalui jaringan internet. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat
Ibrahim ayat 4:
.4`4 4LUEcO }g` OcO
) p=O)U) gOg`O~
-))-4lN1g +O W O_N1
+.- }4` +7.4=EC Og;_4C4 }4`
+7.4=EC _ 4O-4 +OCjOE^-
OOE^- ^j
Artinya: Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa
kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang
kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki,
dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. dan Dia-
lah Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.
7

Media tulis merupakan media yang tetap dibutuhkan pada saat ini dan
masa yang akan datang, melalui media tulis dai dapat menyebarkan pesan
keagamaan dan melaksanakan islah atau perbaikan serta amar maruf dan
nahi munkar.

6
Abdullah Syihayta, op. cit. hlm. 31.
7
Departemen Agama RI. op. cit, hlm. 93.
4
Salah satu batasan sastra adalah segala sesuatu yang tertulis.
8

Hubungannya dengan dakwah sastra dapat dijadikan media dakwah secara
tertulis. Sastra disamping sebagai alat penyebaran ideologi, sastra juga
dianggap mampu memberikan pengalaman hidup dan nilai-nilai kemanusiaan
yang luhur bagi pembacanya.
9
Pada akhirnya sastra yang baik adalah sastra
yang religius.
10
Oleh karena itu novel sebagai dakwah Islam tidak hanya
mengantarkan para pembaca kepada pemahaman yang terbatas pada bentuk
ekspresi keagamaan yang formal yang berbau verbalisme saja, akan tetapi juga
meliputi keseluruhan sikap dan upaya manusia mempertanyakan diri dan
hakekat dirinya. Dengan demikian novel sebagai karya sastra merupakan
media dakwah yang relevan untuk saat ini dimana manusia mulai banyak
yang terkikis nilai-nilai kemanusiaan dan melupakan tuhannya.
Berbicara masalah dakwah Islam Azyumardi Azra dalam bukunya
yang berjudul Konteks Berteologi di Indonesia mengatakan bahwa dakwah
dalam Islam juga memajukan pentingnya informasi bagi kaum Muslimin.
Setiap kaum Muslimin dan Muslimat berkewajiban menyampaikan informasi
yang benar dan akurat, seperti sabda Nabi Saw (ballighuu anni Walau
aayah) sampaikan walaupun hanya satu ayat. Dakwah sebagai sarana untuk
penyebaran informasi kebenaran tentu saja tidak terbatas pada medium lisan,
tetapi juga medium tulisan dan medium-medium informasi lainnya.
11


8
Rene Wellek dan Austin Warren, Teori Kesusastraan, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
1993), hlm. 11.
9
Sapardi Djoko Damono, Simposium Nasional Sastra Indonesia dan Seresehan Kesenian 1984,
dalam Horison No.1 Th. XIX Januari 1985, hlm. 30.
10
Y.B. Mangun Wijaya, Sastra dan Religiusitas, (Yogyakarta: Kanisius, 1988), hlm. 11.
11
Azyumardi Azra, Konteks Berteologi di Indonesia, (Jakarta: Paramadina, 1999), hlm. 90-91.
5
Medium tulisan merupakan salah satu metode dakwah yang sangat
efisien di zaman sekarang ini, sehingga umat Islam tentunya harus mampu
berdakwah lewat surat kabar, majalah, buku, jurnal, sastra dan lain-lain.
Keistimewaan dakwah bil-Qolam (media cetak, buku, jurnal dan
sastra) adalah obyek dakwah dan cakupannya lebih banyak dan luas, karena
pesan-pesan dakwah dan informasi Islam yang dituliskan dapat dibaca oleh
ratusan, ribuan bahkan ratusan ribu pembaca dalam waktu yang serempak dan
bersamaan. Dakwah Bil-Qolam juga dapat mempengaruhi orang secara kuat.
12

Suatu karya sastra tidak terlepas dari penciptanya dan pencipta
(pengarang) karya sastra akan dipengaruhi oleh struktur sosial dimana ia
berada.
Keberadaan suatu novel tidak bisa lepas dari latar belakang yang
dimiliki pengarang menyangkut pendidikan, pengetahuan, pengalaman
pribadi, agama dan lain-lain sehingga suatu karya sastra yang dihasilkannya
memiliki khas tersendiri Achmad Munif mampu dengan akrab menyapa
pembaca melalui tulisan-tulisannya, dalam karyanya penulis mampu
mempermainkan emosi, menarik pembaca melalui tokoh cerita.
Kelebihan Achmad Munif mampu mengangkat realitas yang ada
disekitarnya tanpa berpresensi menganggap diri sendiri sebagai yang paling
benar. Realita kehidupan dalam novel Kasidah Lereng Bukit diangkat apa
adanya, dibiarkan mengalir dengan segala pernik kehidupan dan watak

12
Asep Syamsul M. Ramli, Jurnalistik Praktis, (Bandung: PT Angkasa Pura I Bandar Udara Adi
Sucifto Yogyakarta, Remaja Rosda Karya Offiset, 1997), hlm. 90-91.
6
manusia yang dilingkupi. Pertarungan antara nilai-nilai baik dan buruk,
bermoral dan amoral, idealis dan pragmatis dianggap sebagai sebuah
kenyataan, seperti dalam novel Kasidah Lereng Bukit. Sentuhan kehidupan
keluarga dan masyarakat digambarkan secara menarik melalui tokoh Pak
Hadhori beserta keluarga dan Gus Muali beserta keluarga.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, penulis mencoba merumuskan
permasalahan-permasalahan yang berguna sebagai pijakan penyusunan skripsi
ini. Adapun perumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Apa pesan-pesan dakwah yang terkandung dalam novel "Kasidah Lereng
Bukit" karya Achmad Munif.
2. Bagaimana pesan-pesan dakwah disampaikan melalui integrasi unsur-
unsur intrinsik cerita rekaan novel "Kasidah Lereng Bukit" karya Achmad
Munif.
C. Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui pesan-pesan dakwah yang terkandung dalam novel
"Kasidah Lereng Bukit" karya Achmad Munif.
7
b. Untuk mengetahui penyampaian pesan-pesan dakwah melalui unsur
intrinsik cerita rekaan dalam novel "Kasidah Lereng Bukit" karya
Achmad Munif.


2. Kegunaan Penelitian
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumbangan informasi
yang berminat mengadakan penelitian tentang pesan-pesan dakwah
pada karya sastra yang berbentuk novel
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan keilmuan
bagi pengembangan dakwah, terutama melalui novel dimasa yang
akan mendatang.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah
perpustakaan dakwah Islamiyah.
D. Metode Penelitian
1. Penentuan Subyek dan obyek penelitian
Dalam menentukan metode penelitian tentu saja harus
menyesuaikan dengan obyek yang akan diteliti begitu juga dengan subyek
penelitian. Penulisan skripsi ini adalah studi analisis literatur, menurut
Hawkes dalam analisis karya sastra diuraikan unsur-unsur
pembentukannya. Dengan demikian, makna keseluruhan akan dapat
8
dipahami. Hal ini mengingat bahwa karya sastra adalah sebuah karya yang
utuh.
13

Dalam menentukan metode penelitian disesuaikan dengan obyek
dan tujuan penelitian adapun penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah
novel "Kasidah Lereng Bukit" karya Achmad Munif
Melihat penelitian yang bersifat kualitatif (menerangkan) serta
tujuan penelitian ini secara khusus dimaksudkan untuk mendeskripsikan
tentang pesan-pesan dakwah yang terkandung dalam obyek penelitian.
Maka dalam penulisan ini penulis menggunakan metode analisis deskriptif
analisis yakni menuturkan, menafsirkan dan menganalisis sumber yang
ada.
14

2. Metode Pengumpulan Data
Untuk pengumpulan data, dalam penelitian ini penulis
menggunakan teknis sebagai berikut:
a. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan cara
mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan,
transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda
dan sebagainya.
15
Sedangkan untuk melengkapi data dalam skripsi ini
penulis menggunakan literatur yang berhubungan dengan penelitian

13
Rahmat Djoko Pardopo, Beberapa Teori Sastra, (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 1995), hlm. 108.
14
Winarno Surakhman, Pengantar Penelitian Ilmiah, (Bandung:Tarsito, 1980), hlm. 139.
15
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Bina Usaha,
1989), hlm. 62.
9
ini. Diantaranya adalah buku-buku, surat kabar, dan lain-lain. Data
tersebut digunakan sebagai pendukung data pokok.
3. Metode Analisis Data
Untuk menganalisa data yang di kumpul, penulis menggunakan analisis
isi (content analisis), yaitu metode yang dapat dipergunakan untuk
menganalisa bentuk-bentuk komunikasi seperti surat kabar, buku, puisi,
lagu, cerita langit, lukisan, pidato, surat, peraturan undang-undang, musik
teater dan sebagainya.
16

Eriyanto mengatakan dalam bukunya Analisis Wacana Pengantar
Analisis Media Bahwa salah satu karakteristik analisis isi kuantitatif,
mengikuti Barelson adalah teknik untuk menguraikan secara obyektif,
sistematik dan kuantitatif komunikasi.
17

Akan tetapi dalam menganalisis sebuah media, karena novel adalah
merupakan sebuah media, maka Eriyanto mengatakan akan lebih lengkap
jika dipadukan dengan analisis wacana, untuk melengkapi dan menutupi
kelemahan dari analisis isi, bahwa analisis wacana dalam analisisnya lebih
bersifat kualitatif dibandingkan dengan analisis isi yang umumnya
kuantitatif, analisis wacana lebih memperhitungkan pemaknaan teks

16
Jalaludin Rahmad, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1984), hlm.
89.
17
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Media, LkiS, 2001 hlm. 335. Dikutip dari Denis
MC Quail, Mass Communication Theory: An latriduction, Third Edition, London, Sage Publication, 1995,
Hlm. 276-277.
10
daripada penjumlahan unit kategori seperti analisis isi. Dasar dari analisis
wacana adalah interpretasi dan penafsiran peneliti.
18

Adapun langkah-langkah yang akan ditempuh dalam penulisan
skripsi ini sebagai berikut:
1) mengidentifikasi data penelitian tentang bentuk dan strukturnya
2) mendeskripsikan ciri-ciri atau komponen-komponen pesan yang
terkandung dalam setiap data
3) menganalisa ciri-ciri atau komponen-komponen pesan yang
terkandung dalam setiap data
4) menyusun klasifikasi keseluruhan hasil dari analisa itu, sehingga
mendapatkan deskripsi tentang isi dan kecenderungan pesan serta
unsur-unsur intrinsik novel sebagai pesan dakwah.
19









18
Ibid,, hlm. 377. Dikutif dari Denis MC Quail mengkategorisasikan kedua metode tersebut sebagai
Brelsonian dan Bathesian. Analisis isi kuantitatif terutama didasarkan pada Roland Barthes yang meletakkan
dasar-dasar pemaknaan dan penafsiran teks..
19
Yudiono KS, Telaah Kritik Sastra Indonesia, (Bandung: Angkasa, 1986), hlm. 14.
11





BAB II
BIOGRAFI HASIL KARYA ACHMAD MUNIF
A. Biografi
Achmad Munif lahir di sebuah desa kecil di tepi kali Brantas bernama
Ponen Pulogedang, Tembelang, Jombang Jawa Timur. Ibunya meninggal
dunia ketika melahirkan beliau, kemudian ayahnya menikah lagi. Achmad
Munif beserta empat saudara kandungnya dibesarkan oleh kakek neneknya,
namun ketika berumur enam tahun dan sedang duduk di kelas satu SR
kakeknya meninggal dunia. Sekalipun hanya bisa membaca huruf Arab tetapi
neneknya berpikiran maju, semua cucunya disekolahkan minimal sampai
SMA, dan yang bisa sampai di perguruan tinggi hanya beliau dan saudaranya
yang nomor dua alumnus IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan bekerja
sebagai salah seorang pejabat Teras di Departemen Negara RI.
Sejak kelas enam SR Achmad Munif sudah membaca buku-buku sastra
seperti "Keluarga Gerilya" (peram), Di bawah Lindungan Ka'bah, Merantau
ke Deli, "Tenggelamnya Kapal Van Derwijck" (Hamka), Siti Nurbaya (Marah
12
Rusli), Layar Terbang (SSPA), Belenggu (Amryn Pane), Surabaya (Idrus),
Sajak-sajak Choiril Anwar dan masih banyak lainnya.
Adapun riwayat sekolah Achmad Munif sendiri cukup unik, setelah
lulus SMEA koperasi beliau di terima di fakultas ekonomi UGM, namun
hanya dijalani selama dua tahun. Karena merasa tersiksa dengan mata kuliah
Accounting, kemudian Achmad Munif mendaftarkan di IKIP sekarang UNY
di fakultas Ilmu sosial tetapi dijalaninya selama tiga bulan karena diterima
juga di fakultas filsafat UGM, bersamaan dengan itu beliau juga diterima juga
di harian 'Kedaulatan Rakyat" sebagai korektor. Saat itu juga beliau
berkenalan dengan seorang penyair yang bernama Umbu Landu Pranggi yang
secara tidak langsung menjadi gurunya dalam penulisan. Sesungguhnya
sekolah beliau di fakultas filsafat UGM cukup lancar namun kala itu beliau
merasa berada di tiga dunia sekaligus (dunia kampus, dunia Koran dan dunia
penulisan). Akhirnya setelah tiga tahun lancar di fakultas Filsafat, kampus
UGM beliau tinggalkan sebab dari korektor KR beliau dipromosikan menjadi
sekretaris redaksi minggu pagi dan dua tahun kemudian menjadi redaktur
(wartawan) minggu pagi dua tahun kemudian menjadi wartawan Kedaulatan
Rakyat, redaktur KR dan redaktur pelaksana KR. Tahun 1989, beliau keluar
dari KR dan bekerja di harian " JOGJA POST" sebagai opini dan budaya
sampai harian itu tidak terbit lagi. Acmad Munif menikah dengan gadis
pujaannya gadis Cirebon bernama Siti Hapsah dan dikarunia dua orang anak
Olenka Fatten Hamama dan Fadila Adelin Surtikanti semuanya perempuan.
13
Achmad Munif sudah terbius di dunia penulisan. Bersama anggota
persada studi klub (PSK) dengan dipimpin oleh Umbu Landu membuat ia
bahagia dan melupakan dunia kampus. Bersama-sama mas Umbu, Sumarno
Pragolapati Teguh Ranusastara Asmara, Suparno S Ahdi (kini wartawan dan
redaktur KR), Faisal Ismail, (DR. dan sekjen Departemen Republik
Indonesia), Bambang Indra Basuki (alm.), Bambang Supria Hadi dan lain
sebagainya. Setiap malam menggelandang di Malioboro mencari jati diri.
Dulu keramaian kota Jogja belum merata seperti sekarang, Malioboro benar-
benar menjadi pusat keramaian kota. Sepanjang timur Malioboro dirindangi
pohon-pohon besar, disebelah hotel Garuda masih ada sebuah taman kecil,
pada malam hari mereka sering membaca puisi di taman itu, mereka membaca
puisi keras-keras seakan-akan tidak ada beban sama sekali, mereka tidak
peduli orang-orang berkerumun menonton mereka. Dunia mereka adalah
dunia puisi, cerpen, esei yang hampir setiap malam dibaca, didiskusikan
bahkan dipertengkarkan, namun mereka juga membicarakan seni rupa, politik,
tari dan teater.
Banyak teman mudanya bertanya-tanya tentang proses kreatif Achmad
Munif, tetapi memang sulit menerangkan proses kreatif beliau selama ini.
Sejak muda beliau ingin menjadi penulis dan tidak peduli apakah penulis
besar atau penulis kecil, karena bagi Achmad Munif hal itu sama saja.
Keinginan menulis berawal ketika duduk di bangku kelas enam SD, dan
kebetulan saudara kandungnya di Surabaya sudah mulai menulis dan dimuat
di media massa. Ketika SMP keinginan menulis beliau semakin besar, buku-
14
buku bacaannya meminjam dari kantor penerangan kabupaten Jombang.
Achmad Munif masih ingat ketika menunggu Kereta Api yang berangkat ke
Ploso setelah bubaran sekolah, pada saat itu teman-temannya berkejaran
di Peron, beliau lebih suka membaca buku, sering teman-temannya mengejek
sebagai calon pengarang besar, tetapi tidak dihiraukannya, bahkan sering buku
yang sedang dibacanya direbut temannya bahkan dilempar-lempar ke atas.
Dalam diri Achmad Munif keinginan untuk menulis datang begitu saja, tetapi
terkadang beliau merenung terlebih dahulu, pada saat keinginan menulis
datang, untuk berapa saat diendapkan dalam pikiran dan perasaannya,
kemudian pada saat yang tepat baru diketik, beliau hampir tidak menunda
tulisan sebelum selesai kecuali novel. Biasanya kalau menulis cerpen atau
artikel sekali duduk selesai.
Achmad Munif tidak pernah mempunyai komitmen pada salah satu
media massa, beliau selalu punya keinginan menulis di semua media masa
yang ada. Beliau hampir tidak pernah peduli apakah tulisannya dimuat atau
tidak, rasa optimis dan berprasangka baik (khusnudzon) selalu ada dalam
hatinya kepada redaktur media massa. Kalau tulisannya tidak dimuat, beliau
berusaha menyalahkan diri sendiri, artinya tulisannya memang tidak layak
dimuat atau tidak sesuai dengan media massa yang bersangkutan. Beliau
bersyukur pada Tuhan karena sekalipun usianya sudah semakin tua
keinginannya untuk menulis tidak pernah surut. Achmad Munif tidak peduli
predikat apa yang diberikan kepadanya, keinginan hanyalah "saya akan terus
15
mampu menulis selama hayat masih dikandung badan, sebab saya merasa
tidak bisa bekerja apa-apa selain menulis".
20

B. Corak Dakwah Achmad Munif dalam Karya-Karyanya
Sastra dan agama dalam hubungannya sebuah karya yang bisa
dikatakan baik dan dapat dipertahankan nilainya jika penyajian ide atau
wawasan keagamaanya itu tidak berbau propaganda yang vullgar, tidak
menggurui. Ide-ide keagamaan sampai pada pembaca secara simpatik tanpa
mengurangi kemerdekaannya secara pribadi, dapat dikatakan ide-ide
keagamaan itu terserap secara inplisit (tidak langsung), terbungkus oleh selera
kepuitisan ungkapan pengarangnya, tidak mengundang prasangka, dan juga
tidak menimbulkan wasangka yang seringkali menambah suburkan
fanatisme agama dalam pikiran pembaca. Di luar kesadarannya pembaca
tertawa oleh arus ideologis karya satra itu yang mungkin membawanya
kedalam perenungan metafisis.
21

Achmad Munif menjadikan novel sebagai media untuk menuangkan
gagasan atau ide-idenya, termasuk didalamnya ide-ide keagamaan dan dakwah
disampaikan Achmad Munif secara inflisit, tidak vullgar dan tidak berbau
propaganda agama. Didalam menuangkan ajaran-ajaran yang terdapat dalam
al-Qur'an dan al-Hadits, Achmad Munif Terkadang pernah menulis kutipan
ayat-ayat atau hadits secara langsung didalam novelnya, dan terkadang beliau
sangat memihak pada Islam. Dia sadar bahwa novel tetaplah novel dan bukan

20
Harian Kompas Biografi Tokoh 20 oktober 2007 Hal. XII
21
Abdul Rozak Zaidan, "Sastra dan Agama dalam Tiga Kategori Hubungan", Horison, No. 2
Januari, 1985.
16
kumpulan Khotbah dan itulah sastra. Sastra memang harus menembus hati
siapapun yang membaca, bahkan orang-orang yang sengaja disinggungnya.
Seandainya pesan dakwah disampaikan secara formal dan vullgar, mungkin
masyarakat yang disoroti akan merasa disinggung dan tidak mau membaca
novel tersebut. Itu berarti tujuan tidak berhasil. Sebagai seorang pemerhati
sosial Achmad Munif menjadikan agama Islam sebagai sentral memecahkan
persoalan yang dapat mengatasi segala problem kehidupan baik yang bersifat
horizontal (hubungan sesama manusia dan lingkungan alam sekitar) maupun
Vertikal (hubungannya dengan Tuhannya). Ia percaya bahwa seburuk-buruk
manusia bisa menjadi baik kalau selalu berusaha menjadi baik. Nur Illahi akan
datang jika manusia selalu berusaha mendekati Tuhan. Sebaliknya manusia
yang baik bisa berubah menjadi buruk karena tidak mampu menahan godaan.
Beliau tidak mencurigai orang lain yang berusaha menjadi baik. Manusia
sebelum meninggal dunia selalu dalam proses menjadi baik atau buruk. Oleh
karena itu Achmad Munif bersimpati kepada tokoh-tokoh yang beliau ciptakan
sekalipun ia tokoh yang berperan jahat dalam karyanya. Beliau selalu memberi
latar belakang kenapa tokoh tersebut menjadi jahat.
22

C. Karya-Karya Achmad Munif
Karya-karya Acmad Munif baik berupa artikel, maupun cerpen telah
banyak dimuat dipelbagai media massa antara lain: Kompas, Republika, Suara
Pembaharuan, Bisnis Indonesia, Nova, Femina, Kartini, Jawa Post, Surabaya
Post, Suara Merdeka, Bernas dan Horison. Beberapa cerpen yang masuk

22
Harian Kompas Biografi Tokoh 20 oktober 2007 Hal. XII
17
dalam antologi cerpen antara lain "Pagelaran" (FKY), "Lukisan Matahari"
(Bernas), "Condromowo" (Bernas" dan "Mudik" (Benteng Budaya),
"Pembisik" (Republika). Sedangkan cerpen "Kalau Kadir Batuk-Batuk"
pernah dimuat dalam (NOVA) dan menjadi bahan pelajaran bahasa Indonesia
karangan Drs. Slamet Widodo. Adapun klasifikasi karya-karyanya yang
pernah dimuat di media massa dan diterbitkan antara lain: cerita pendek,
kumpulan cerita pendek, karya novel atau novelette yang sudah diterbitkan
dan karya non fiksi yang sudah diterbitkan
Cerita Pendek
1. "Mak Ayo Menari Mak" dimuat dalam (NOVA), No. 742 pada tanggal 19
Mei 2002
2. "Tikus" dimuat dalam harian Republika pada tanggal 23 Juni 2002
3. "Popy" dimuat dalam harian Bisnis Indonesia pada tanggal 28 Mei 2000
4. "Yu Tum" pernah dimuat pada harian Surabaya Post pada tanggal 4
Oktober 1992
5. "Primadona" dimuat dalam "Sinar Harapan" pada tanggal 7 Juni 1992
6. "Darah Di Ujung Belati" dimuat dalam "Sinar Harapan" tanggal 18
Agustus 2001
7. "Kalu Kadir Batuk-Batuk" Dimuat dalam majalah (NOVA), pada tanggal
9 Januari 1994
8. "Rambut Jaitun" dalam majalah (NOVA), pada tanggal 6 Januari 2002
18
9. "Sahabat" dimuat dalam media "Suara Karya" pada tanggal 19 Desember
1992
10. "Satu Dari Dua Sahabat" dimuat dalam majalah "Suara Muhamadiayah"
No. 9 pada tanggal 1 Mei 1991
11. "Harga Diri" dimuat dalam harian "Solo Post" pada tanggal 16 April 200
12. "Cara Salim Menghadap Allah" dimuat dalam harian "Republika" pada
tanggal 4 November 2001
13. "Keris" dimuat dalam harian "Suara Merdeka" pada tanggal 14 februari
1993
14. "Jenazah Pak Korup" dimuat dalam harian "Republika" 1 Juli 2002
15. "Bayangan Itu Terus Berkelebat" dimuat dalam majalah (NOVA), No.
674, pada tanggal 28 Oktober 2001
16. "Pidato" dimuat dalam majalah "Suara Muhamadiyah", No.6 pada tanggal
16 sampai 31 Maret 1996
17. "Sumi Kembali Ke Malasiya" dimuat dalam majalah (NOVA), No. 1807,
pada tanggal 1 sampai 10 Ju8li 1993
18. "Handuk" dimuat dalam harian "Bisnis Indonesia" pad tanggal 9 Mei 1993
19. "Parcel" dimuat dalam harian "Republika" pada tanggal 6 Maret 1994
20. "Seekor Ular Untuk Istri" dimuat dalam harian "Republika" pada tanggal 1
April 2001
21. "Kacamata" dimuat dalam koran "Tempo" pada tahun 2003
19
22. "Kisah Jibril" dimuat dalam harian umum "Republika", pada tanggal 23
September 2001
23. "Cerai" dimuat dalam majalah (NOVA), No. 683, pada tanggal 1 April
2001
24. "Tanda-Tanda Kebesaran Allah" dimuat dalam harian umum "Republika"
pada tahun 2001
25. "Kehormatan Ibu" dimuat dalam "Horison" pada tahun 2001
26. "Tuan Gendon" dimuat dalam "Horison" pada tahun1998
27. "Mas Kribo" dimuat dalam "Horison" pada tahun 1991
28. "Kucing Itu Mati" dimuat dalam harian umum "Surabaya Post" pada tahun
1993
29. "Katabelece" dimuat dalam harian umum "Surabaya post" pada tahun 1994
30. "Perempuan Ular" dimuat dalam "Liberty" pada tahun 1999
31. "Buronan" dimuat dalam majalah "Suara Muhamadiyah" No. 75, pada
tanggal 1 sampai 15 Sptember 1990
32. "Lelaki di Dalam Kereta" dimuat dalam "liberty, No. 1785, pada tanggal
1sampai 15 November 1992
33. "Sandal" dimuat dalam harian umum "Republika"pada tahun 2001
34. "Pulang Ke Padang Ilalang" dimuat dalam "Fadila" pada tahun 2003
35. "Kunti, Cintanya Yang Hilang" dimuat dalam majalah "Anita Cemerlang"
20
36. "Anastasia" dimuat dalam Majalah "Femina"
37. "Di Bawah Langit Pegunungan" dimuat dalam majalah "Anita Cemerlang
38. "Suatu Hari Dalam Pegunungan" dimuat dalam majalah "Anita
Cemerlang"
39. "Perjalanan Sunyi" dimuat dalam majalah "Anita Cemerlang"
40. "Cinta, Ombak dan Pasir Pantai" dimuat dalam minggu Pagi
41. "Sampai Kapan Aku Harus Menunggu" dimuat dalam majalah "Kartini"
42. "VW Kodok" dimuat dalam majalah "Krtini"
43. "Kalung Bermata Berlian" dimuat dalam Harian "Bisnis Indonesia"
44. "Balada Kadir dan sumi" dimuat dalam "Liberty"
45. "Mak Menari Di Padang Ilalang" Mendapat juara pertama Lomba pnulisan
cerpen majalah "Kartini" pada tahun 2004
46. "Maaf Kami salah Tangkap" dimuat dalam harian umum "Solo Post" pada
tahun 1999
47. "Titisan Dewi Drupadi" dimuat dalam harian "Solo Post"
48. "Gong" Dimuat dalam harian umum "Solo Post"
49. "Istriku Menghitung Bintang" dimuat dalam majalah "NOVA"
dan masih banyak lagi yang tidak terdokumentasi.
23

Kumpulan Cerpen yang sudah Di Terbitkan

23
Ibid,
21
1. "Tanda-Tanda Kebesaran Allah" diterbitkan oleh MM Corp, Jakarta 2003
2. "Kehormatan Ibu" diterbitkan oleh priogres Narasi Yogyakarta 2004
3. "Cinta yang Hilang" diterbitkan oleh Media Presindo Narasi Yogyakarta
2004
4. "Parcel" masuk dalam antologi "Mudik" Benteng 1996
5. "Kucing Itu Mati" Masuk dalam Antologi "Pagelaran" FKY tahun 1996
6. "Sang Bos" masuk dalam Antologi "Lukisan Matahari" harian "Bernas"
7. "Bawa Celurit" masuk dalam Antologi "Condromowo" harian "Bernas"
8. "Jenazah" masuk dalam Antologi "Pembisik" harian "republika."
24

Cerita Bersambung atau Novelet
1. "Tandak" dimuat dalam harian umum "Surabaya Post, pada tahun 1992
2. "Birunya Langit Yogya" dimuat dalam majalah "Anita Cemerlang pada
tahun 1990
3. "Pria Idaman Lain" Dimuat dalam PIL "SuraBaya Post" pada tahun 1993
4. "primadona" dimuat dalam harian umum Surabaya Post pada tahun 1995
5. "Kembang Kampus" dimuat dalam harian umum Jawa Post" pada tahun
2004
6. "Merpati Biru" dimuat dalam harian umum "Jawa Post" pada tahun 1995

24
Ibid,
22
7. "Bayang-Bayang Hitam" dimuat dalam harian umum "Jawa Post" pada
tahun 1989
8. "Cemara-Cemara" dimuat dalam harian umum "Jawa Post" pada tahun
1994
9. "Tikungan" dimuat dalam harian harian umum "Republika" pada tahun
1994
10. "Angin Pantai Selatan" dimuat dalam harian umum "Republika" pada
tahun 1995
11. "Jalan Kehidupan" dimuat dalam harian umum "Republika" pada tahun
1996
12. "Sawitri Perempuan Panggung" dimuat dalam majalah "NOVA", pada
tahun 2002
13. "Darah Biru" dimuat dalam majalah "NOVA", edisi bulan Maret sampai
Agustus tahun 2004
14. "Pasir-Pasir Pantai" dimuat dalam harian umum " Republika" tahun 1988
15. "Ken Dedes" dimuat dalam harian umum "Yogya Post" tahun 1995
16. Bulan Terlalu Jauh" dimuat dalam majalah "Kartini"
17. "Memburu Bayang-Bayang" dimuat dalam majalah "Kartini"
18. "Mujsim Petik Apel" dimuat dalam majalah "Kartini"
19. "Tanaka San" dimuat dalam majalah "Kartini"
23
20. "Tembang-Tembang" dimuat dalam majalah "Femina"
21. "Bibir Merah" dimuat dalam harian "Suara Pembaharuan"
22. "Perempuan-Perempuan" dimuat dalam harian "Suara Pembaharuan"
23. "Persaingan" dimuat dalam "Matras" tahun 1993
24. "Padang Perburuan" dimuat dalam harian "Minggu Pagi"
25. "Lipstick" dimuat dalam harian umum "Jawa Post" tahun 2003.
25


Karya Novel atau novelet yang Sudah di Bukukan
1. "Merati Biru" diterbitkan oleh penerbit Navila Yogya Cetakan Pertama
tahun 2000
2. "Tikungan" diterbitkan oleh penerbit Navila cetakan pertama tahun 2000
3. "Perempuan Yogya" diterbitkan oleh penerbit Navila Yogya cetakan
pertama tahun 2001
4. "Kembang Kampus" diterbitkan oleh penerbit gita Nagari yogya cetakan
pertama tahun 2003
5. "Primadona" diterbitkan oleh penerbit Gita Nagari Cetakan pertama Tahun
2003
6. "Sang Penindas" diterbitkan olehb Navila Yogya Cetakan pertama Tahun
2003

25
Ibid,
24
7. "Terbanglah Merpati" diterbitkan oleh penerbit Gita Nagari cetakan
pertama tahun 2002
8. "Kasidah Lereng Bukit" diterbitkan oleh Gita Nagari yogya cetakan
pertama tahun 2003
9. "Pengorbanan Rum" diterbitkan oleh narasi Yogya cetakan pertama tahun
2003
10. "Perempuan di Simpangan Jalan" diterbitkan oleh penerbit Narasi Yogya
cetakan pertama tahun 2003
11. "Kupu-Kupu Malam" diterbitkan oleh Media Pressindo Yogya Cetakan
pertama tahun 2003
12. "Lipstick" diterbitkan oleh Media Pressindo cetakan pertama tahun 2003
13. "Sawitri Perempuan Tangguh" diterbitkan oleh penerbit Prima Media
Pustaka jakarta tahun 2004
14. "Bibir Merah" diterbiotkan oleh penerbit Navila Yogya cetakan pertama
tahun 2004
15. "Cinta yang Hilang" diterbitkan oleh Narasi Yogya cetakan pertama tahun
2004
16. "Mengukir Cinta di Pasir Pantai" diterbitkan oleh diva Yogya cetakan
pertama tahun 2004.
26

Karya Non fiksi

26
Ibid.
25
1. Dwi Tunggal Samawi Wonohito Kedaulatan Rakyat (KR) Yogya tahun
1985
2. Tokoh Arab Ummu Kaltsum - Saddam Hussein Kota kembang tahun
2003
3. Haji Perjalanan Air Mata Tim penulis Benteng 1994
4. Berikan Cinta Apa Adanya Amor tahun 2004
5. Cinta Modal Prangko amor tahun 2004.
27

D. Latar Belakang Lahirnya Novel "Kasidah Lereng Bukit"
Setiap karya yang dihasilkan oleh seorang sastrawan pasti mempunyai
latar belakang sehingga terciptanya karya tersebut, begitu juga dengan novel
"Kasidah Lereng Bukit". Menurut Achmad Munif novel ini terinspirasi dan
ditulis setelah beliau diundang kepondok pesantren (PP) "Bahrul Ulum
"Tambak Beras, Jombangdan pondok pesantren "Darul Ulum" Peterongan,
jombang. Achmad Munif baru tahu ternyata buku-bukunya seperti "Merpati
Biru", "Tikungan", "Perempuan Jogja" dan "Sang Penindas" digemari oleh
para santri yang ada dua Pondok Pesantren tersebut. Padahal beliau
berprasangka bahwa karya-karyanya yang digemari itu tidak begitu Islami,
lalu ia mempunyai keinginan dan bertanya-tanya dalam benaknya "mengapa
saya tidak menulis novel yuang sedikit lebih Islami yang barangkali lebih

27
Ibid.
26
sesuai untuk bacaan kalangan muda pesantren", maka lahirlah "Kasidah
Lereng Bukit".
28

Novel "Kasidah Lereng Bukit" menceritakan dua anak manusia yang
saling mencintai tetapi novel ini berbeda dengan kisah cinta sebagaimana di
gemari oleh banyak penulis dan pembaca lainnya. Menurut Acmad Munif
bahwa cinta tidak sama dengan seks. Maka dengan lahirnya novel ini beliau
sedikit memberi penyadaran kepada "yang mau percaya" bahwa cinta tidak
selalu identik dengan seks, karena cinta adalah "perasaan" yang bisa
diekspresikan melalui anggota tubuh yang lain misalnya laki-laki dan
perempuan yang sedang bercinta ia sedang merasakan keindahan dan
kenikmatan di dalam perasaannya, keindahan cinta tergantung kepada siapa
yang merasakannya. Misalnya hanya saling pandang, mendengarkan suaranya,
membaca surat, ucapan sepatah atau dua patah kata bisa jadi sangat indah.
Achmad Munif masih ingat dengan kata-kata Buya Hamka "Cinta itu
Suci dan datang dari Allah, ia menjadi tidak suci karena manusia sendiri yang
mengotorinya dengan nafsu birahi". Maka menurut Achmad Munif cinta yang
benar adalah cinta yang tidak "membius" seperti candu atau sabu-sabu, yang
membuat orang melayang di awan jauh dari segala macam kesulitan padahal
ia berada di bumi yang penuh dengan kerumitan. Cinta perlu dijalani secara
wajar sambil belajar, membaca buku, nonton sepak bola, atau naik sepeda.
Cinta tidak harus ada di mall-mall, berdua-duaan digunung dan dipantai atau
di restoran dan kafe-kafe. Cinta yang benar adalah yang memberi semangat,

28
Ibid
27
menyegarkan kembali bagi yang loyo, bukan yang melemahkan, yang
membuat kita lalai karena terlalu sering melamun, mengubar angan-angan dan
mimpi. Cinta yang benar bukan berpesta ganja dikamar hotel ketika cowok
dan cewek berpelukan tampa busana, dengan mata setengah memejam dan
tubuh lemah lunglai, dan baru sadar ketika digropyok polisi. Dan lebih dari itu
cinta itu suci dan bukan nafsu barahi, cinta itu barokah dan bukan musibah
dan cinta tidak mengajarkan kepada keburukan. Dalam pengertian yang benar
cinta adalah proses menuju pernikahan, cinta itu tidak boleh hanya untuk iseng
dan main-main. Tetapi memang untuk membangun keluarga yang melahirkan
anak-anak yang menurut istilah agama "Qurrota 'a'yun seperti do'a setiap kali
selesai shalat, bukan anak-anak yang dhuafa' atau anak-anak yang lemah.
Menurut Achmad Munif cinta yang benar adalah saling memberi semangat
saling memberi perhatian, saling mengingatkan ketika salah. Memang bercinta
adalah hak setiap orang akan tetapi yang realistis karena menurut beliau masa
muda adalah masa untuk menentukan kualitas masa yang akan datang, pacaran
yang berkuwalitas tinggi adalah pacaran yang realistis dan sebaliknya pacaran
atau bercinta yang kuwalitasnya rendah adalah cinta yang tidak realistis, jika
salah melangkah bisa akibatnya patal, cita-cita yang tinggi sudah digantung
sejak lama bisa hancur berantakan.
Achmad Munif menciptakan novel yang islami akan digemari oleh
pembaca, walau bukan novel yang beradegan seks seperti novel "Layla
Majnun" (Syaikh Nizam) yang diterbitkan "Navila" bahkan menjadi "Best
seller" dan juga "Salamah" karya Ahmad Baksir (Navila) lalu novel-novel
28
yang Islam yang diterbitkan "Mizan" karya Gola Ging, Asma Nadia, Helfi
Tiana Rosa dan lainya, bahkan majalah "Annida" yang memuat cerpen-cerpen
Islami yang memuat tanpa adegan seks sama sekali yang sangat luar biasa
laris dibaca oleh kalangan anak muda, dengan kata lain bahwa karya tanpa
seks memiliki penggemar sendiri yang jumlahnya tidak sedikit.
Dalam mengungkapkan kata-kata Achmad Munif lebih cenderung
memakai kata kiasan untuk memperhalus bahasa dan memperindah suasana.
Sebab adakalanya suatu pernyataan tidak dilontarkan begitu saja, misalnya
agar tidak menyinggung perasaan orang lain. Misalnya dalam karyanya
"Kasidah Lereng Bukit" beliau mengatakan bahwa sebagai ustaz Abah Nur
tidak hanya menyuruh para santrinya untuk membaca Al-Qur'an dan al-Hadits
atau kitab-kitab kuning tetapi juga membaca alam semesta yang menghampar
didepan kita. Karena dengan membaca alam semesta, manusia semakin
menyadari kebesaran dan Kemaha Penciptaan Allah. Membaca tanda-tanda
kebesaran Allah itu tidak hanya membaca kitab-kitab tetapi juga merenungi
alam semesta misalnya tentang "Matahari Bersinar Terik" sebagai ustaz, Abah
Nur meminta kepada para santrinya untuk merenungi fungsi matahari dengan
sinarnya. Berfikirlah bahwa terik matahari dibutuhkan manusia sebab kalau
hujan sepanjang tahun banjir besar akan datang dimana-mana. "Tentang
hembusan angin yang menyejukkan alam semesta". Rasakan betapa Allah
telah menciptakan keseimbangan antara "terik matahari" dan "angin
menyejukkan alam semesta", rasa gerah ditubuh kita akan terkurangi oleh
hembusan angin. Tentang burung jalak yang bergoyang diranting Terembesi
29
renungkanlah betapa burung itu juga sedang merasakan merasakan angin sejuk
yang bertiup. Betapa adilnya Allah. "Tentang Alang-alang terus bergoyang-
goyang menari-nari". Renungkanlah goyangan alang-alang kekiri dan kekanan
sebagai bentuk zikirnya kepada tuhan. Pokoknya Abah Nur ingin santri-
santrinya merenungkan alam disektarnya. Karena disanalah akan menyadari
betapa Maha besarnya Allah
Di samping menggambarkan tentang keadaan pondok Achmad Munif
juga mengungkapkan mengapa beliau banyak menggunakan bahasa Jawa
Timuran. Pertama karena beliau berasal dari Jawa Timur Kedua karena
menurut beliau bahasa Jawa Timur sangat dinamis, Ketiga beliau berkeinginan
lebih menggunakan bahasa Jawa Timur kepada khalayak yang lebih luas
karena ini merupakan sebuah misi beliau karena beliau merasa iri kepada
bahasa Betawi dipergunakan hampir semua sinetron televisi. Beliau optimis
bahwa bahasa Jawa Timur akan memperkaya khasanah sastra Indonesia "bagi
saya bahasa daerah termasuk Jawa Timur akan memperkaya khasanah Sastra
Indonesia" dan hal ini akan mendorong dialog suku-suku antar bangsa di tanah
air. Masuknya bahasa daerah kebahasa Indonesia akan memperkaya kosa kata
bahasa Indonesia itu sendiri.
29
Hal ini menurut Achmad Munif sebagai
pengarang yang melatar belakangi menulis novel Kasidah Lereng Bukit ini
karena beliau sebagai pengarang itu sendiri. Yang membedakan antara
pengarang dan manusia biasa adalah kepekaannya, setiap hal yang

29
Ibid,
30
dijumpainya dan dipikirkannya merupakan bahan baku untuk karya-
karyanya.
30

E. Sinopsis Novel Kasidah Lereng Bukit
Novel "Kasidah Lereng Bukit" ini menceritakan kisah cinta dan
kekuasaan terkadang acapkali bersentuhan sebagai kawan dan terkadang
menjadi lawan, kekuasaan sering menyerimpung, menghadang dan mencabik-
cabik cinta. Hal ini seperti digambarkan oleh penulis novel pada tokoh Ahmad
Furkondan Nurul Fitria. Kisah cinta ini berawal dari suara alunan Shalawat
Nabi atau Dibaan yang sudah menjadi rutinitas santri, santri wati pesanteren
Darul Iman beserta pemuda dan pemudi desa Kedungpring kecamatan
Tumpang sebuah kabupaten dilereng bukit di Jawa Timur.
Suara merdu yang dilantunkan oleh Nurul Fitria sesekali mengganggu
hati nurani seorang pemuda ganteng yaitu Ahmad Furkon, tetapi gangguan itu
bukanlah sebuah gangguan yang sembarangan, tetapi merupakan gangguan
yang sangat indah dirasakan oleh Ahmad Furkon. Nurul Fitria yang
mempunyai seraut wajah cantik, hidung tidak terlalu mancung bibir mungil
indah, mata bening dan bulat terbayang dalam benak Ahmad Furkon. Ternyata
benih cita yang sudah bersemi itu mendapat dukungan dari teman-temannya
dipesantren.
Ahmad Furkon yang masih tinggal bersama orang tuanya, tidak jarang
ibunya menanyakan tentang hubungan anaknya dengan Nurul Fitria anak Gus
Muali sehingga ibunya merencanakan melamar dan menikahi kedua pemuda

30
Ibid..
31
itu karena kekawatiran ibunya sebagai orang tua, apalagi Ahmad Furkon
mempunyai rencana untuk melanjutkan kuliyah.
Ahmad Furkon dan Nurul Fitria memang warga asli desa Kedung
Pring. Disamping sekolah SMU dikabupaten mereka juga nyantri dipondok
pesantren Darul Iman yang diasuh oleh Gus Nur atau sering dipanggil Abah
Nur, akan tetapi karena rumah Nirul Fitria dan Ahmad Furkon tidak jauh dari
pesantern maka mereka tidak tinggal dipesantern seperti santri yang berasal
dari daerah lain
Ahmad Furkon hanya keluarga yang sederhana secara ekonomi tetapi
terkenal keluarga yang agamis didesanya dia punya tekat untuk melanjutkan
sekolah ke Jogja setelah menamatkan SMU, ia yakin bahwa Allah akan
melapangkan rizki bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Di balik tekat untuk
melanjutkan kuliyah Ahmad Furkon tidak bisa meninggalkan Nurul Fitria, ia
selalu bertanya-tanya dalam benaknya apakah Gus Muali sebagai orang tua
gadis yang ia cintai akan merestui hubungan mereka karena ia merasa
keluarga Nurul Fitria adalah keluarga yang serba berkecukupan dibandingkan
dengan keluarganya.
Ibu Masyitoh orang tua Nurul Fitria sangat merestui hubungannya
dengan Ahmad Furkon karena ibunya tahu bahwa Ahmad Furkon adalah
orang yang baik-baik dan pengetahuan tentang agama sangat luas berbeda
dengan ayahnya Gus Muali yang menginginkan calon suami anaknya
setidaknya berkecukupan dalam hal materi dan mengabaikan sisi agama yang
dimiliki. Ayahnya berpanndangan bahwa hidup harus realistis, kenyataan
32
tidak seindah angan-angan. Ayahnya berkeinginan menjodohkan Nurul Fitria
dengan Kahar anak Wak Mukri juragan tembakau yang katanya mempunyai
masa depan yang cerah. Karena Kahar anak satu-satunya Wak Mukri dan
dialah yang akan mewarisi seluruh harta orang tuanya.
Lama kelamaan rasa cinta Ahmad Furkon terhadap Nurul Fitria
semakin bertambah akan tetapi diiringi rasa bimbang dihatinya karena dia
merasa dirinya jauh dari kriteria yang diinginkan orang tua gadis yang ia
cintai. Cinta terkadang menjadi barang dagangan, bahkan terkadang lebih
tidak berharga, tetapi cinta memang tak pernah hinggap dalam hati orang yang
ambisius selalu meraih kekuasaan dengan kejam, cinta menjadi orang lemah
memegang kekuasaan. Kekuasaan diraih dengan cinta tentu berbeda dengan
kekuasaan yang diraih dengan ambisi
Di desa Kedungpring akan diadakan pergantian kepala desa karena
kepala desa yang lama sebentar lagi akan lengser. Diperkirakan akan ada dua
orang yang akan mencalonkan diri dalam pemilihan kepala desa Kedung Pring
yaitu Gus Muali orangtua Nurul Fitria dan pak Hudori orang tua Ahmad
Furkon. Para tokoh agama desa Kedungpring menaruh perhatian pada Pak
Hudori ayahnya Ahmad Furkon karena kesederhanaan, kesabaran rendah hati
dan penuh dengan religius yang dimilikinya, sehingga predikat kepercayaan
masyarakatpun disandangnya di desa tersebut, di samping akhlak sesama
masyarakat yang cukup baik keluarganya juga terkenal dengan keluarga
sakinah mawaddah warahmah, sehingga pencalonan dirinya menjadi Lurah ia
musyawarahkan bersama keluarganya terlebih dahulu, berbeda dengan Gus
33
Muali dalam pencalonan ini diiringi dengan ambisius, intrik dan perdukunan
yang kuat sehingga berbagai cara yang dilakukan untuk mendapatkan
kekuasaan. Tidak hanya itu sifat ambisius itu juga diiringi berselingkuh
dengan Ning Lestari seorang janda yang ditinggal mati suaminya kerena
tertembak beberapa tahun yang lalu disebabkan mencuri untuk menambah
tidak harmonisnya rumah tangga yang semula sudah tidak harmonis.
Kabar Gus Muali akan mencalonkan menjadi kepala desa telah
tersebar di seluruh desa Kedung Pring, ia menyuruh Sandrak sebagai tim
suksesnya untuk menghembus-hembuskan kabar itu, sementara para warga
gelisah mendengar kabar itu seolah mereka tidak menyepakati jika ia akan
menggantikan pak Sanhaji sebagai kepala desa
Ahmad Furkon baru dua bulan tinggal di Jogja, setelah ia diterima
di fakultas sastra Arab ia tinggal dikost dan terkenal dengan anak yang baik
di kosnya, di manapun ia berada bisa membawa diri. Keprihatinan Ahmad
Furkon terhadap orang tuanya dalam pencalonan lurah tetap ada, nasehat dan
dukungan kepada orang tua yang selalu ia komunikasikan lewat surat.
Dalam pemilihan lurah tersebut ada dua bendera yang akan menjadi
lambang yaitu jagung sebagai lambang dari kubu pak Hudori dan pepaya
sebagai lambang dari kubu Gus Muali. Melihat lambang jagung sangat
diminati oleh masyarakat Kedungpring maka Gus muali berkeinginan
menukar lambang bendera tersebut, karena jagung merupakan mata
pencaharian masyarakat desa Kedungpring. Berapa hari yang lalu Kang
Bakron sebagai ketua pemilihan kepala desa dan masih famili Gus Muali
34
mendatangi Pak Hudori dikebunnya, selain untuk silaturrahmi ia juga
membicarakan masalah hubungan Ahmad Furkon dengan Nurul Fitria. Akan
tetapi kedatangan Bakron itu berbagai macam penafsiran oleh masyarakat.
Ada yang menduga Pak Hudori mengurungkan niat untuk mencalonkan diri
jadi kepala desa, ada yang menduga bahwa Pak Hudori menduga menerima
uang dari Gus Muali dan ada juga yang menduga pertemuan itu membicarakan
hubungan Ahmad Furkon dan Nurul Fitria.
Eyang Sumo sebagai penasehat (dukun) Gus Muali memberi nasehat
untuk segera menukarkan lambang pepaya menjadi lambang jagung walau
bagaimanapun caranya. Gus Muali bingung walaupun sudah banyak cara yang
dilakukannya diantaranya mengutuskan Bakron untuk menemui Pak Hudori
tetapi pertemuan itu tidak mendapatkan hasil, melihat keadaan yang begitu
panas Ning Lestari tidak sampai hati Kang Bakron dimarahi Gus Muali, ia
datang untuk menengahi dengan mengusulkan bahwa Gus Muali saja yang
menemui Pak Hudori.
Gus Muali datang menemui Pak Hudori, di samping membicarakan
tentang hubungan anaknya mereka juga membicarakan masalah pertukaran
bendera. Tetapi Pak Hudori setuju-setuju saja benderanya jagung ditukar
dengan bendera pepaya. Pak Hudori yakin bahwa yang akan dipilih dalam
pemilihan kepala desa nanti bukanlah lambang tetapi orangnya.
Pemilihan lurah semakin dekat sebagian pendukung Pak Hudori
kecewa dengan pertukaran bendera itu, tim sukses Pak hudori berusaha untuk
meyakinkan masyarakatnya bahwa dalam pemilihan nanti bukan lambang
35
jagung atau pepaya yang akan dipilih tetapi orangnya. Dari tim sukses Gus
Muali sedikit oleng mendengar prinsip Pak Hudori yang sudah tidak
mempersoalkan masalah bendera sementara Pak Hudori hanya bisa bersabar,
tabah memohon do'a kepada Allah, ia tidak pernah lupa ingat pada Allah,
apapun yang akan terjadi beliau siap menerima kenyataan.
Akhirnya sampailah pada hari pemilihan kepala desa Kedungpring,
balai desa dipercantik dengan berbagai perhiasan, suasana ramai dan meriah,
pemilihan akan dimualai pukul 08.00 pagi, sedangkan perhitungan suara
dilakukan pukul 14.00 semua orang berdebar-debar, Gus Muali semakin
gelisah sementara Pak Hudori sempat juga gelisah. Sampai pada perhitungan
terakhir di papan suara tertulis perolehan pak Hudori 2545 suara, sedangkan
Gus Muali 2454 suara jelaslah Pak Hudori mengungguli Gus Muali, para
Pendukung Pak Hudori serentak berteriak gembira
Hanya kegelisahan yang ada pada diri Gus Muali, dia menyalahkan
anak dan istrinya tidak becus mendukung dirinya, ia juga menyalahkan Eyang
Sumo sebagai dukun, ia bagaikan Elang patah kedua sayapnya apalagi teringat
hutang kepada Wak Mukri orang tua Kahar mau tidak mau harus dibayar,
sedangkan salah satu jalan untuk melunasinya yaitu menikahkan anaknya
Nurul Fitria dengan Kahar
Gus Muali hanya pasrah penuh malu dan penyesalan ia hanya bisa
berandai-andai, andaikata tidak berambisi menjadi lurah, tidak menyogok
calon-calon lain, tidak berselingkuh dengan Ning Lestari, andai tidak
menghalangi hubungan Nurul Fitria dengan anak pak Hudori, andai tidak
36
berhutang dengan Wak Mukri, andai tidak menjadi rentenir, andai tidak
berambisi punya menantu Kahar, andai tidak sering meninggalkan Shalat, dan
seribu andaikata lainnya
Akan tetapi niat Nurul Fitria ingin membahagiakan orangtuanya
dengan menerima Kahar menjadi suaminya menjadi pendamping hidup, tidak
tercapai. Di akibatkan Kahar mati terbunuh dalam keributan bersama teman-
temannya, akhirnya Nurul Fitria kembali kepangkuan Ahmad Furkon lagi.



BAB III
PESAN-PESAN DAKWAH DAN UNSUR-UNSUR INTRINSIK DALAM
NOVEL "KASIDAH LERENG BUKIT"
KARYA ACHMAD MUNIF
A. Pesan-pesan Dakwah dalam Novel Kasidah Lereng Bukit Karya Achmad
Munif.
1. Keimanan
Pesan dakwah yang memuat tentang tema keimanan dalam novel
"Kasidah Lereng Bukit" tidak dominan karena novel ini lebih banyak
menyampaikan pesan akhlak adapun pesan dakwah tentang keimanan
atau aqidah adalah larangan mempercayai dukun
37
Salah satu yang bisa mencampakkan manusia kufur kepada Allah
adalah mempercayai dukun, seseorang yang tidak istiqomah atau tidak
teguh pendirian dalam meniti jalan Allah. Istiqomah adalah sikap teguh
dalam mempertahankan keimanan dan ke Islaman sekalipun menghadapi
pelbagai macam tantangan dan godaan.
31

Islam sangat melarang mempercayai ahli Nujum, dukun, peramal,
tukang sihir, orang yang mengaku mengetahui jiwa orang atau peristiwa-
peristiwa yang lalu yang tidak diketahui orang atau mengetahui apa yang
terjadi dimasa yang akan datang.
32
Berkenaan dengan hal tersebut
Rosulullah SAW bersabda:
Barang siapa yang mendatangi peramal dan menanyakan sesuatu
kepadanya, maka tidak diterima shalat baginya selama empat puluh hari
(HR. Muslim)
Melalui tokoh Pak Hudori Achmad Munif Menggambarkan betapa
istiqomahnya Pak Hudori menghadapi tantangan pencalonan kepala desa
Kedungpring. Dalam pencalonan tersebut terdapat dua kubu yaitu kubu
Gus Muali yang kental dengan perdukunan demi mendapatkan pangkat
sebagai kepala desa dan kubu Pak Hudori. Pak Hudori tetap istiqomah
walaupun sebagian masyarakat menuduh bahwa beliau menggunakan
dukun, dengan sabar dan tabah beliau menepis tuduhan tersebut bahkan
istri Pak Hudoripun terpengaruhi dengan tuduhan masyarakat.
Untuk desa Kedungpring lambang kemakmurannya bukan pepaya
tetapi jagung. Lha wong kedung Pring ini penghasilan utamanya

31
. Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: LPPI, 1994), hlm 97
32
Syeh Mohammad Bin Jameel Zeeno, Bimbingan Islam Untuk Pribadi dan Masyarakat, Jakarta:
Darul Haq, 1994), hlm. 39
38
jagung kok memilih kates? Kata dukun itu Gus Muali terlalu gegabah
memilih bendera. Kedung Pring ya jagung bukan bukan pepaya. Ada
yang mengatakan Gus Muali terlalu grogi mendengar kata-kata Pak
dukun
Pak Hudori tersenyum.
Jangan percaya pada dukun, Bu. Tidak ada gunanya kita shalat setiap
hari kalau masih percaya kepada sesuatu selain Allah. Tuhan
menciptakan dan menumbuhkan jagung dan pepaya sama-sama bagus
dan bermanfaat bagi manusia.
33

Betapa yakinnya Pak Hudori kepada pertolongan Allah akan
datang kepadanya dengan sabar beliau meyakinkan masyarakat bahwa
dalam pencalonan nanti murni dari hati nurani bukan mengharapkan
sesuatu dari pencalonan ini bahkan ingin membuang jauh-jauh tradisi
perdukunan dan intrik yang sudah mengalir dimasyarakat beliau rela
menukar lambang bendera pencalonannya yang pada mulanya jagung
menjadi lambang bendera pepaya, Pak Hudori berbicara didepan
masyarakat.
Tentu bapak-bapak bertanya atas dasar apa saya menukar jagung
dengan pepaya? Pertama atas dasar penghargaan saya terhadap Gus
Muali yang sudah mau datang kerumah saya, kedua atas dasar
keparcayaan saya bahwa dengan bendera apapun saya akan menang
jika Allah menghendaki. Dan dengan bendera apapun juga saya akan
kalah jika Allah tidak menghendaki, ketiga saya ingin menghilangkan
atau paling tidak mengurangi tradisi perdukunan dalam setiap ada
pemilihan lurah didesa ini.
34

Begitu sabar dan tabahnya perjuangan Pak Hudori dalam
memerangi tradisi yang sudah mendarah daging didesa Kedungpring, akan
tetapi dengan keteguhan hati itulah yang membuat Pak Hudori yakin atas

33
Achmad Munif, loc. cit, hlm. 118
34
ibid, hlm. 164
39
pertolongan Allah. Berkenaan dengan hal tersebut Allah SWT berfirman
dalam Surat Fussilat ayat 30
Ep) -g~-.- W-O7~
E44O +.-
W-O4c- NEO464->
O)_^1U4 OE:j^UE^-
W-OC` 4
W-O+^4O^4` W-NOg=u4
gOE4O_^) /--
+L7 ]4NO> ^@
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang menyatakan Tuhan kami
ialah Allah kemudian ia istiqomah, maka malaikat akan turun
kepada mereka (dengan mengatakan) janganlah kamu merasa
takut dan janganlah kamu merasa sedih dan bergembiralah
kamu dengan memperoleh sorga yang sudah dijanjikan
kepadamu. (QS. Fushilat 30)

Setelah mendengar pidato Pak Hudori sebagian masyarakat sudah
mulai yakin bahwa selama ini yang dibicarakan seputar lambang bendera
jagung dan pepaya masyarakat mulai sadar bahwa yang akan di pilih
bukan lambang bendera dan jagung akan tetapi siapa pribadi orang yang
akan dipilih.
Pak Hudoripun berani menukar bendera yang sudah ia pegang
bendera jagung menjadi bendera pepaya. Dengan senang hati dan yakin
bahwa pertolongan Allah pasti datang kepadanya. Demikianlah sikap
istiqomah yang dimiliki oleh tokoh Pak Hudori dengan kreatif Achmad
Munif menggambarkan sosok beliau, sehingga sikap istiqomah yang patut
untuk diikuti karena tampa sikap seperti itu seseorang akan cepat putus asa
dan cepat lupa diri sehingga mudah untuk terombang ambing oleh
40
berbagai macam arus. Orang tidak istiqomah ibarat baling-baling diatas
bukit yang berputar mengikuti arah mata angin yang berhembus.
35

2. Hukum-hukum Islam (syari'at)
Penyampaian pesan dakwah tentang hukum Islam dalam novel
"Kasidah Lereng Bukit" hanya satu yaitu tentang ajaran shalat
Dalam Novel Kasidah Lereng Bukit digambarkan Achmad Munif
bahwa kehidupan masyarakat Kedungpring tenang, adem ayem karena
diwarnai dengan suasana pesanteren. Malam jumat para santriwan dan
santri wati serta pemuda dan pemudi menyelenggarakan Dibaan
menambah tampaknya desa Kedungpring penuh dengan nuansa religius.
Jika datang waktu Shalat Subuh, Fitria segera mengibaskan
selimutnya lalu bangkit dan turun dari tempat tidurnya. Fitria keluar dari
kamarnya menuju padasan (tempat air wudhu') untuk mengambil air
Wudhu kemudian pergi kemasjid untuk melakukan Shalat jamaah.
36
Jika
suara adzan dari masjid desa Kedung Pring sudah dikumandangkan, jiwa-
jiwa yang dalam hatinya tersemayam iman yang kuat dan ikhlas berhamba
kepada Allah, bergerak meninggalkan kesibukan mereka masing-masing
melangkah menghadap dan menyembah Allah SWT.
Kewajiban orang tua terhadap anaknya Pak Hudori selalu
menggambarkan keadaannya hidup agamis dan harmonis walaupun
Ahmad Furkon jauh dari orang tua, pergi untuk menuntut ilmu di Jogja,

35
H. Yunahar Ilyas, loc. cit, hlm. 103
36
Ibid, hlm 15
41
rasa perhatian Pak Hudori kepada anakanya beliau selalu mengirimkan
surat, mengingatkan agar tidak melupakan Shalat lima waktu dan rajin
belajar hal yang penting diingatkan ayahnya.
37

Selain Shalat-shalat wajib Shalat sunatpun kerap ia lakukan hal ini
tergambar pada sosok Pak Huduri tatkala ia selalu minta petunjuk ingin
mencalonkan diri menjadi lurah desa Kedungpring seperti dalam cuplikan
berikut dalam isi suratnya
Bapak juga sudah berapa kali Shalat Istikhoroh dan menurut bapak
Allah memberikan tanda-tanda agar bapak menerima permintaan
orang-orang desa kedung Pring. Ibumu sendiri juga mendukung
asalkan pencalonan itu tidak didasarkan ambisi untuk memperoleh
jabatan.
38

Di samping Shalat Istikhoroh Shalat Tahajjud kerap dilakukan oleh
Ahmad Furkon seperti digambarkan penulis novel melalui tokoh Ahmad
furkon
Furkon menatap jam dinding yang jarum sekonnya bergerak
berlahan-lahan. Sudah menjelang tengah malam Furkon beranjak dari
kursi belajarnya lalu melangkah kekamar mandi, tiba-tiba ia ingin
Shalat Tahajjud.
39

Furkon selalu ingat pesan dari orang tuanya bahwa selain shalat
wajib lima waktu dalam sehari ada Shalat-shalat sunnah yang jika di
kerjakan dengan khusuk bisa menentramkan hati. bangunlah tengah
malam dan Shalatlah kata ibunya. Ketika orang lain tidur nyenyak,
bangunlah lalu mengambil air wudhudan bersujudlah kata ayahnya.

37
Ibid, hlm. 87.
38
Ibid, hlm. 88.
39
Ibid, hlm. 187.
42
Pak Hudori digambarkan sebagai sosok orang yang sederhana dan
terkenal dengan keluarga sakinah didesanya. Ia selalu istiqomah
menjalankan Shalat Tahajjud. Pada malam itu beliau ingin merenung dan
pergi keladangnya. Disamping untuk merenung ia ingin menjaga
ladangnya agar terhindar dari kere-kera berekor panjang merusak
tanamannnya. Pak Hudori masuk kedalam rumah, lalu ia tersenyum
sendiri, ia ambil korek gas lalu di hidupkan dengan cahaya korek api itu ia
melihat jam tangannya sudah menunjuk pukul 03.00 dini hari.
Pak Hudori mengambil air wudhu dari ember yang tadi dibawa dari
rumahnya, setelah wudhu ia gelar tikar dan sajadah lalu ia shalat.
Sepi sekali, yang terdengar hanya gemersik daun-daun jagung yang
disapa angin malam.
Allahuakbar.....!.
40

Cuplikan tersebut menggambarkan keistiqomahan, kesabaran dan
kedamaian dan agamisnya jiwa mereka, walaupun penuh kesederhanaan,
mereka selalu istiqomah menjalankan perintah Allah, memohon ridho dan
pertolongan dari Allah dengan penuh kekhusuan sesuai dengan perintah
Allah dalam firmannya surat al-Baqarah ayat 45:
W-ONL1g4c-4 )OO)
jE_OUO-4 _ OgE+)4
NE4OO)l ) O>4N
4-gg=C^- ^j)
Artinya : Jadilah sabar dan Shalat sebagai penolongmu, dan
sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi
orang-orang yang khusyu (Q.S al-Baqarah ayat:45)
Dengan Shalat yang khusyu manusia dapat meningkatkan derajat
dan kwalitas dirinya sebagai hamba yang bertakwa.
41
Hanya taqwa

40
Ibid, hlm 189.
43
kepada Allah manusia akan memperoleh kemuliaan dari pada-Nya, karena
Shalat mempunyai efek dan kaitan yang sangat luas, maka shalat yang
khusyu laksana miraj Nabi Muhammad SAW, dia akan memperoleh
jalan dan tangga menuju kemuliaan dan kebahagiaan yang didambakan.
42

Shalat merupakan ibadah orang Islam, setiap Muslim dapat
berhubungan langsung dengan Allah. Di dalam komunikasi antara
makhluk dan khaliknya inilah secara timbal balik manusia akan
mendapatkan-Nya dan getaran-Nya yang sangat indah dan mengasikkan.
43

Oleh karena itu walaupun masyarakat Kedungpring mayoritas petani
jagung mereka berusaha untuk selalu mendekatkan diri kepada sang
pencipta.
Di tengah gencarnya isu pemilihan kepala desa Kedungpring,
diantaranya dengan menggunakan kekuatan dukun yang dilakukan oleh
calon kepala desa yang lain akan tetapi berbeda dengan Pak Hudori,
ketentraman hati adalah dambaan setiap manusia, ia tetap ingat kepada
Allah dan memohon kepada-Nya bahwa apapun yang akan terjadi entah
kalah atau menang dalam pemilihan nanti beliau siap menerima kenyataan.
Di pendopo kelurahan pemilihan sudah selesai, acara diskor dua
jam sebelum acara perhitungan suara dilakukan. Pak Hudori,
Furkon, Sartono dan Marhaban menuju masjid untuk melakukan
jamaah shalat Dzuhur. Bu Kusnah mengajak Rosyatin anak gadisnya
dan Arum pulang dulu nanti kembali lagi pada saat perhitungan
suara.
44


41
Kamaludin SF, Shalat Jamaah Jalan Terindah menuju Surga, dalam suara Merdeka , Th. XXVI.
No. #04, Kolom Halaman: VIII/1-2-IX/14.
42
Ibid, hlm. 3.
43
Ibid, hlm.3.
44
Achmad Munif, op.cit., hlm. 217.
44
Achmad Munif menggambarkan usaha seorang hamba yang
berusaha khusyu dalam Shalatnya dengan lengkap dan memikat. Disaat
itulah Pak Hudori merasakan ketenangan dan ketentraman jiwa walaupun
menghadapi tantangan dalam pemilihan kepala desa ia hanya tersenyum
ringan setelah jamaah Shalat Dzuhur orang-orang menyalaminya. Atau ia
hanya angkat bahu saja kala ada yang menanyakan prakiraan hasil
pemilihan. Hal ini menunjukkan betapa rendah hati (tawaddhu) nya
seorang Hudori. Ia merasa pristiwa yang sesungguhnya tidak pernah dia
inginkan terjadi maka terjadi juga. Bagi beliau semua itu karena misteri
kehidupan yang tidak pernah ia mengerti.
Secara implisit Achmad Munif menggambarkan kesadaran
manusia akan keterikatan seseorang dengan Illahinya. Melalui Shalat
seseorang mampu menepis kegelisahan batinnya dan menemukan hikmah
dibalik kejadian dan cobaan yang dihadapinya, pencerahan batin seseorang
diperoleh dari jalan yang ditentukan Allah yakni melalui Shalat.
Shalat adalah salah satu yang ditetapkan Tuhan sebagai
pengejawantahan dari keyakinan. Karena itu shalat telah menjadi
kebutuhan bukannya beban atau kewajiban. Manusia adalah makhluk yang
memiliki naluri cemas dan mengharap. Ia selalu membutuhkan sandaran
kepada Allah terutama pada saat cemas, disaat inilah manusia bersandar
45
pada Allah bukan pada manusia karena bersandar pada manusia tidak akan
membuahkan hasil.
45

3. Akhlak atau Moral
a. Dzikir Kepada Allah
Dzikir berasal dari kata dzakara artinya mengingat,
memperhatikan, mengenang, mengambil pelajaran, mengenal atau
mengerti. Biasanya dzikir diperlihatkan orang hanya dalam bentuk
renungan sambil duduk, al-Quran memberi petunjuk bahwa dzikir
bukan hanya ekspresi dengan ingatan yang dilakukan dengan komat-
kamit lidah sambil merenung akan tetapi lebih dari itu, dzikir bersifat
implementatif dalam berbagai menciptakan yang aktif dan kreatif.
46

Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imran ayat 191
4g~-.- 4pNO7'O4C -.-
V41g~ -41ON~4 _O>4N4
)_)ONLN_ 4pNOO:E4-4C4
O) -UE= g4O4OO-
^O-4 4L+4O 4`
=e^UE= -EOE- 1EgC4
ElE4E:c E4 =-EO4N
jOEL- ^_
Artinya : Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya
berkata Ya tuhan kami, tiadalah engkau mencptakan ini
dengan sia-sia maha suci Engkau, maka peliharalah kami
dari siksa Neraka (Ali Imran 191)

45
M. Quraish Shihab, Lentera Hati, (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 162.
46
H.M. Amin Syukur, M.A. "Dzikir Fungsional" dalam Suara Merdeka, Tahun No:XLII/319
Halaman Kolom VII/6-9.
46
Sebagai bukti bahwa dzikir bersifat implementatif dalam
berbagai variasi yang aktif dan keratif, Achmad Munif menampilkan
sosok pemuda yang sedang di landa cinta yaitu Ahmad Furkon.
Bersama teman-teman yang lain dikala senda guraunya Ahmad Furkon
yang sedang asik mendengarkan Abah Nur yang selalu memberi
pencerahan rohani setiap bertemu bertemu santrinya, tetapi yang
terpikir dalam benak Ahmad Furkon adalah alunan shalawat yang
dilantunkan oleh santriwati Nurul Fitri. Di kala asik mendengarkan
suara tembang Kasidah Furkon tersentak kaget karena ditanya
temannya Sohib Ridwan masalah kepergiannya ke Jogja untuk
melanjutkan studinya.
Lekaslah ente ke Jogja. Disana tidak ada yang menghukum engkau.
Furkon blingsatan.
Istighfar Furkon, istighfar.
Furkon tergagap.
Astaghfirullahaladzim.
47

Dengan berzikir dapat menjaga lidah dari perkataan yang tidak
bermanfaat, karena manusia tidak pernah berhenti berbicara selama
hidupnya, akan tetapi jika pembicaraannya mengandung nuansa zikir
dan mengingat perintah-Nya akan lebih bermanfaat.
48

Keluarga Ahmad Furkon memang terkenal keluarga yang
harmonis hingga tidak jarang keluarga ini menyempatkan diri untuk
bersenda gurau bersama anak dan istrinya, karena di desanya akan

47
Achmad Munif, "Kasidah Lereng Bukit" (Yogyakarta: Gita Nagari 2003), hlm. 25.
48
Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah, Zikir Cahaya Kehidupan, (Jakarta: Gema Insani 2002 hlm. 50.
47
diadakan pergantian kepala desa, pak Hudori berpaling pada Furkon
sedang belajar tidak jauh dari tempatnya bersantai.
Furkon?.
Ya,Pak.
Bagamana Pendapatmu kalau bapak mencalonkan diri
menjadi lurah?
Astaghfirullah hal adzim, istighfar, Pak, istighfar
Lo kenapa, Le?
Furkon tertawa ngakak
49


Walaupun Nurul Fitria tidak disetujui ayahnya berteman
dengan Furkon tetapi ia selalu saja mencari kesempatan untuk bertemu
Furkon. Ditengah lamunan Nurul Fitria datang.
Cak?!
Astaghfirullah....
Furkon tersentak, Nurul Fitria sudah berdiri dekatnya.
50


Orang yang selalu mengingat Allah dikala melakukan
aktivitasnya, akan menimbulkan ketenangan dan keterikatan batin
yang selalu bersandar pada kuasa-Nya. Keterikatan untuk selalu
menjadikan Allah sebagai tempat untuk berlindung dari segala
persoalan hidup Allah berfirman dalam Surat al-Fatihah ayat 5 :
iyyaka nakbudu waiyyaka nastaiin hanya Engkaulah (ya Allah) yang

49
Ibid., hlm. 38.
50
Ibid., hlm. 48.
48
kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon
pertolongan.
Islam dan tauhid sebagai prinsip ajaran-Nya, mengutamakan
integritas (persatuan), Tuhan adalah Esa dan manusia yang diciptakan
terpadu dan menyatu, baik dalam pikir maupun dalam dzikir serta
prilaku sehari-harinya dengan pusat hidup dan proses segala-galanya,
penyatuan dan integritas itu disebut dzikir.
51
Hal ini digambarkan
Achmad Munif ketika Gus Nur dan tokoh-tokoh masyarakat Kdung
Pring lainnya mendukung Pak Hudori untuk mencalonkan diri menjadi
lurah, walaupun dari sekian banyak masyarakat yang telah memberi
dukungan tetap saja Pak Hudori berfikir jauh bahwa menjadi
pemimpin adalah amanat dari Allah.
52

Pak Hudori adalah tokoh spritual didesa Kedungpring, ibadah-
ibadah dilakukan sebagai aktivitas sehari-harinya, di samping ibadah-
ibadah wajib, ibadah-ibadah sunatpun kerap dilakukannya seperi shalat
duha, shalat tahajjud dilakukannya dini hari. Kebiasaannya setelah
selesai mengucap salam terakhir shalatnya beliau mengambil tasbih
dari saku bajunya, kemudian mengucapkan tasbih, tahmid, dan takbir,
dengan menghitung biji-biji tasbih ditangannya masing-masng 33 kali
lalu dilanjutkan dzikir dengan hitungan yang tidak terbatas.
53


51
HM. Amin Syukur, op. cit, hlm 31.
52
Achmad Munif, op. cit., hlm. 79.
53
Ibid, hlm. 189.
49
Sebagai hamba Allah yang taat, selalu mengingat Allah dalam
setiap langkah dan geraknya, tentu saja ia rindu dan ingin selalu
merasa dekat dengan-Nya. Menjelang pemilihan lurah desa
Kedungpring, Pak Hudori sudah siap apapun yang akan terjadi ketika
pemilihan nanti dalam artian jika kalah beliau tidak kecewa dan
menangpun tidak bangga karena ia ingat bahwa menjadi pemimpin
bukanlah suatu penghormatan akan tetapi merupakan amanat dari
Allah yang harus dipertanggaung jawabkan dihari akhir nanti.
Walaupun kadang terbersit dalam renungnya jika ia dipanggil
masyarakat Pak Lurah dan istrinya dipanggil Bu Lurah lalu dia
sadar dari lamunannya lalu berucap Astaghfirullah.... ia
bergumam.
54

Istrinya adalah perempuan yang sederhana sepanjang hidupnya
tidak memiliki ambisi apa-apa kecuali mati tetap dalam Islam. wala
tamutunna illa wa antum muslimuun. Dan berapa keinginan lagi ia
ingin anaknya menjadi anak yang shaleh dan shalehah. Bu Kusnah
perempuan sederhana yang tidak banyak tuntutan yang harus selalu
menuntut persamaan hak perempuan dan laki-laki.
Dengan demikian betapa pentingnya mengetahui (marifat) dan
mengingat (dzikir) Allah baik terhadap nama maupun sifat-safat-Nya,
kemudian ditumbuh kembangkan dalam diri secara aktif, karena
sesungguhnya iman adalah keyakinan dalam hati, diucapkan dengan

54
Ibid., hlm 199.
50
lidah (lisan) dan direalisasikan dalam amal perbuatan. Seorang yang
mampu menginternalisasikan sifat-sifat dan nama-nama Allah ke
dalam dirinya, kemudian mengekpresikannya dalam prilaku sehari-
harinya, jadilah orang tersebut manusia yang baik dan dijamin masuk
Surga.
55

Tidak ada suatu jalan yang menyelamatkan manusia kecuali
zikir kepada Allah. Praktek membuktikan barang siapa lidahnya telah
terbiasa zikir kepada Allah, maka ia akan terjaga dari perkataan batil
dan sebaliknya jika lidah kering dari menyebut nama Allah maka akan
basah dengan kebatilan.
b. Bertaubat Atas Dosa Yang Telah di Perbuat
Taubat berakar dari kata taba yang berarti kembali. Orang
yang bertaubat kepada Allah SWT adalah orang yang kembali dari
sesuatu menuji sesuatu, kembali dari sifat-sifat tercela menuju sifat
yang terpuji, kembali dari larangan Allah menuju perintah-Nya.
56

Taubat ini dilakukan dengan menghentikan maksiat, menyesali diri
atas dosa yang telah diperbuat dan berjanji tidak akan mengulangi lagi.
Setelah sekian lama Gus Muali mengatur siasat buruknya
dengan maksud ingin mencari jabatan menjadi kepala desa
Kedungpring, lalu ambisi itu dilakukannya dengan menghalalkan
segala cara, yaitu mengorbankan anak perempuannya dijadikan

55
HM. Amin Syukur, op.cit, hlm. 30.
56
H. Yunahar Ilyas, Kuliyah Akhlak, (Yogyakarta: Lembaga Pengajian dan Pengamalan Islam,
LPPI), hlm. 57.
51
taruhan hutang, pencalonan dengan mengambil jalan pintas, dengan
mengundang dukun dengan tujuan ingin mendapatkan kekuasaan,
hutang tersebar dimana-mana dan nama baik dimasyarakatpun sudah
tercemar, lalu Gus Muali hanya bisa berandai-andai andaikata tidak
berambisi menjadi lurah, andaikata tidak menyogok calon-calon Lurah
yang lain, andaikata tidak menghalangi hubungan Fitria dengan
Furkon, andaikata tidak berhutang kepada Wak Mukri, andaikata tidak
menjadi rentenir, andaikata tidak berambisi punya menantu Kahar,
andaikata tidak sering meninggalkan Shalat lima waktu dan seribu
andaikata lainnya.
57

Dalam keadaan galau tidak tahu apa yang harus ia lakukan
kecuali penyesalan yang mendalam, hatinya menjerit, menangis dan
satu-satunya yang bisa ia lakukan adalah beristighfar dan mengingat
Allah. Hampir setiap malam Gus Muali senang melihat istrinya Shalat
Tahajjud dan menderaskan al-Quran setiap habis Shalat Subuh.
Padahal dulu Gus Muali sangat membenci anak dan istrinya rajin
beribadah.
Gus Muali menyesali kesalahan yang telah ia perbuat, ia telah
melakukan dosa besar sehingga mendatangkan bencana bagi dirinya
dan rumah tangganya kalau dulu aku tidak kedonyan (cinta dunia),
menganggap harta satu-satunya yang bisa memberi kebahagiaan,

57
Achmad Munif, op. cit., hlm. 245.
52
ternyata harta hanya bisa memberikan kesenangan, tetapi bukan
kebahagiaan.
58

Gus Muali tidak segan meminta nasehat kepada istrinya Ny.
Masyitoh dan Eyang Mus, karena kegelisahan hati dan kebingungan
yang ia rasakan. Dari rumah Bakron ia langsung ngebut mengendarai
mobil menuju rumah Eyang Sumo di Banyu Wangi sampai rumah
Eyang Sumo, laki-laki tua itu sedang nglaras (menyanyi) dikursi
goyang diberanda rumahnya yang bergaya joglo.
Eyang Sumo tersenyum.
Kamu mau menyalahkan Eyang lagi? Kamu belum bisa menerima
kekalahan itu?Muali, disetiap ada pertarungan itu hanya ada dua
kemungkinan, menang atau kalah. Memang kadang berakhir seri, dan
pertarungan diulangi untuk mengetahui siapa yang paling kuat posisi
seri itu hanya sementara saja sebab pada akhirnya yang muncul
adalah pemenangnya.
59

Masalahnya bukan itu, Eyang. Saya sudah menerima kekalahan.
Lalu apa lagi, minta aku nyantet Hudori?. Aku tidak bisa sebab santet
itu akan berbalik menyerangku. Hudori terlalu baik untuk dicelakai.
60

Saya memang salah Eyang? Lalu apa yang harus saya lakukan?
Kembalilah kerumah!
"Apa itu mungkin?
61


Dalam hati Gus Muali bisa menerima nasehat Eyang Sumo,
maka ia merasa tidak ada gunanya berlama-lama di Banyu Wangi, ia
ingin segera kembali kepada anak dan istrinya. Mendengar nasehat
Eyang Sumo, terbitlah cahaya harapan diwajah Gus Muali karena

58
Ibid, hlm 255.
59
Ibid, hlm. 242.
60
Ibid, hlm. 242.
61
Ibid, hlm 244.
53
dalam keadaan bingung, cemas dan putus asa ada seorang yang mau
menolong dan menyejukkan hatinya serta memberikan alternatif yang
baik.
Tobat yang dianjurkan Eyang Sumo hakekatnya adalah tobat
Nasuha yang dianjurkan untuk menghapus segala kealpaan dan
kesalahan seperti yang telah difirmankan Allah dalam surat al-Tahrim
ayat: 8
Og^4C -g~-.-
W-ONL4`-47 W-EO+O> O)
*.- LO4O> ~OO^^ _/=O4N
74O p 4Og]NC 744N
7g>4*jOEc
:U=;NC4 eELE_
O@O^_` }g` E_g^4`
NOE_u^- 4O4C O@O^C7
+.- O/EL-
=}Cg~-.-4 W-ONL4`-47
+OE4` W -+OO+^ _/4ROEC
-u-4 jguC
jg+EuC)4
4pO7O4C .4L+4O
g^> 4L 4^4OO+^
Og^N-4 .4L W ElE^)
_O>4N ] 7/E* EOCg~
^g
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah
dengan tobat yang semurni-murninya, mudah-mudahan
Tuhanmu akan menghapus kesalahan-kesalahan dan
memasukkan kamu kesurga yang mengalir dibawahnya
sungai-sungai (at-Tahrim: 8)

Pada akhirnya Gus Muali bisa menerima apa yang di nasehati
Eyang Sumo kepadanya untuk segera kembali kepada Allah dan
54
membangun kembali keluarga yang sudah tidak harmonis lagi.
Mungkin dengan jalan itu Gus Muali semakin menyadari keberadaan
dirinya dihadapan Allah. Dengan cara halus penuh hikmah Eyang
Sumo dan istrinya memberi nasehat agar Gus Muali kembali kepada
jalan Allah, membangkit kembali religiusitas Gus Muali yang nyaris
hilang dalam hidupnya.
Aku lupa sangkan paraning dumadi. Aku lupa bahwa dulu pemuda
miskin yang berhasil karena dimodali mertua. Aku menyombongkan
diri seolah-olah apa yang aku dapatkan seluruhnya hasil keringatku
sendiri. Aku lupa bahwa dalam setiap keberhasilan manusia, takdir
Tuhan ikut berperan. Aku lupa Shalat, Shalat jamaah dimasjid hanya
menghabis-habiskan waktu
Sudahlah Pak, yang berlalu biarlah berlalu. Sekarang kita pikirkan
anak kita, Ibu kasihan sekali sama si Fit, ia terpaksa berkorban demi
orang tua, kita ini terbalik seharusnya orang tua berkorban untuk anak
tapi Fit berkorban untuk kita itukan terbalik Pak!

c. Do'a dan Ikhtiar
Ikhtiar dan doa merupakan cara yang di anjurkan Islam untuk
mencapai apa yang diinginkan oleh seseorang, manusia tidak akan
mendapatkan hal yang diinginkan jika tidak diiringi dengan usaha atau
iktiar. Begitu juga sebaliknya walaupun usaha sudah dilakukan dengan
maksimal jika Allah tidak menghendaki, maka seseorang tidak akan
mendapatkan apa yang ia inginkan. Maka ikhtiar dan doa adalah satu
jalan yang harus dilakukan seiring, Allah berfirman dalam surat al-
Rad ayat 11:
55
+O e4l]EN` }g)`
u-4 gOuCE4C ;}g`4
gOgUE= +O4^OOE^4 ;}g`
@O^` *.- ]) -.-
+O)O4NC 4` `O) _/4EO
W-+O)O4NC 4`
jgO^) .-O)4
E1-4O +.- O)
-w7EOc E E14O4` +O _
4`4 _ }g)` gOg^1 }g`
-4 ^
Artinya: sesungguhnya Allah tidak merubah suatu kaum sehingga
mereka merubah keadaan yang ada pada dirinya (QS. Al-
Rad ayat 11)

Di samping belajar ilmu Islam para santri pondok pesantren
juga diajarkan para ustazdnya cara bercocok tanam, suatu hari para
santri setelah menyelesaikan kerja mereka menanam biji-biji jagung
dilubang-lubang dibeberapa petak tanah ladang itu. Para santriwan
membuat lubang-lubang itu dengan alu santriwati memasukkan biji-
biji jagung dilubang tersebut, setelah bekerja mereka memisahkan diri
dalam dua kelompok, Abah Nur datang melihat hasil cocok tanam
santri dan santriwati, disamping itu Abah Nur seperti biasa
memberikan sedikit semangat agar anak-anak didiknya selalu
semangat melakukan aktivitas mereka, seperti dalam cuplikan berikut:
Allah itu suka kepada orang-orang yang mau bekerja keras.
Innallaha la yughoyyiru ma biqoumin hatta yughoyyiru ma
biamfusihim.
62



62
Ibid, hlm.23
56
Abah Nur sebagai seorang Ustadz yang terkenal baik dan
berwibawa di pondok pesanteren itu tidak pernah jenuh memberikan
nasehat kepada para santri dan santriwati.
Sudah saatnya kita kembali kepesanteren, sekarang empat petak
cukup, besok kita tingkatkan menjadi lima petak !
Setuju?
Apakah kalian tidak tahu Allah memberikan rezeki dan
menyempitkannya bagi siapa yang dikehendaki. Tapi insyaallah kita
akan diberi rizki yang banyak karena kita mau bekerja keras dan
bersyukur.
Amiiin.
63


Cuplikan diatas menggambarkan para santri dan santriwan
selalu optimis bahwa Allah pasti akan memberi rezeki kepada para
hamban-Nya, ini menunjukkan bahwa ikhtiar yang mereka lakukan
tetap disandarkan kepada Allah.
Suatu perasaan yang tidak menyenangkan, kecemasan dapat
membangun dan mendorong terjadinya tingkah laku yang efektif dan
positif.
64
Ketika Ahmad Furkon berkeinginan untuk melanjutkan
studinya keperguruan tinggi ia merasa cemas bahwa orang tuanya tidak
bisa membiayai kuliyahnya disamping itu ia juga hawatir bahwa ia
tidak diterima diperguruan tinggi yang ia inginkan, akan tetapi Pak
Hudori sebagai ayahnya selalu memberikan yang terbaik untuk
anaknya seperti dalam cuplikan berikut:

63
Ibid, hlm. 24
64
Rahmadsjah Said, Dengan Berdoa Membentuk Jiwa yang Sehat, dalam pelita , Th XVIII, hlm.
IV J
57
Kapan rencana kamu ke Jogja? tanya Pak Hudori sambil makan
Untuk menghemat biaya, nanti saja kalau dekat ujian masuk.
Sekitar sebulan lagi.
Kamu sudah siap?
Belajar sih sudah Pak. Tapi masuk Gadjah Mada itukan sulit,
saingannya banya ribuan.
Mintalah kepada Allah. Uduni astajib lakum. Kalau kamu minta
dengan sungguh-sungguh Allah pasti ngijabihi
65

Kadang-kadang saya malu Pak. Masak kita ini minta terus.
Lo Gusti Allah justru akan marah kalau kita tidak pernah minta,
Allah maha kaya dan maha pemberi.
66

Pak hudori tidak pernah jenuh untuk meyakinkan anaknya.
Soal biaya jangan kamu pikirkan bener, bapak yakin bisa cari uang
untuk sekolah kamu, Allahu yabsuthu rizqon liman yasyau min
ba'dihi wayaqdiru lahu bikullisyaiin aliima, Allah melapangkan rizki
bagi siapa saja yang dikehendakinya diantara hamba-hambanya dan
dia pula yang menyempitkan baginya. Sesungguhnya Allah maha
mengetahui segala sesuatu.

Di tengah kebingungan dan kebimbangan antara mencalonkan
diri menjadi lurah atas permintaan masyarakat Kedungpring dengan
tidak mencalonkan diri menjadi lurah, Pak Hudori selalu
berkomunikasi dengan anaknya walaupun Ahmad Furkon jauh dari
orang tuanya. Komunikasi dilakukan dengan surat.
Furkon, maafkan Bapak kalau menerima permintaan orang-orang
Kedungpering, Bapak tidak bisa menolak setelah Abah Nur menemui
Bapak maaf yo Le. Berdoalah kamu untuk Bapak, kalau dalam
pemilihan nanti bapak kalah, semoga Bapak tetap tegar. Kalau Bapak
menang doakan semoga Allah membimbing Bapak agar bisa
memimpin desa Kedungpring dengan baik. Mungkin kamu kecewa
atas keputusan Bapak ini, tapi Bapak sudah Bismillah Bapak juga
sudah berapa kali Shalat Istikhoroh dan menurut Bapak, Allah
memberikan tanda-tanda agar bapak menerima permintaan orang-

65
Op Cit, Acmad Munif, hlm 33
66
Ibid, hlm 24
58
orang Kedung Pring, Ibumu sendiri juga mendukung asalkan
pencalonan itu tidak berdasarkan ambisi untuk memperoleh jabatan.
67


Achmad Munif sebagai penulis novel Kasidah Lereng Bukit
memberikan solusi melalui tokoh Pak Hudori dan Abah Nur berupa
ikhtiar dan doa ketika seorang sedang menghadapi cobaan hidup
dengan ikhtiar seorang dapat merealisikan apa yang dikehendakinya.
Tanpa ikhtiar apa yang diharapkan tidak akan menjadi kenyataan.
Achmad Munif memberi solusi tidak hanya sebatas ikhtiar saja dalam
novelnya, akan tetapi diiringi dengan doa. Karena dengan doa
merupakan harapan yang sangat dalam serta kepercayaan yang sangat
teguh bahwa Allah akan menjauhkan segala halangan yang akan
menghambat tercapainya maksud dan tujuan. Sehingga dengan doa
dapat memupuk rasa optimis dalam diri seorang, percaya diri terhadap
apa yang akan dihadapi dan akan menyingkirkan keragu-raguan dan
kecemasan serta mempertebal keimanan.
68

d. Syukur
Syukur adalah memuji sipemberi nikmat atas kebaikan yang
telah dilakukannya.
69
Hakekat syukur dapat dikualifikasikan menjadi
tiga macam (1) syukur dengan hati yaitu dengan merenungkan nikmat
itu sendiri. (2) syukur dengan lisan atau lidah yaitu dengan memuji dan
menjunjung sang pemberi nikmat. (3) syukur dengan anggota badan,

67
Ibid, hlm. 88.
68
Rahmadsjah Said, op. cit., hlm. 4.
69
Ibid, hlm. 50.
59
yaitu dengan membalas nikmat yang diterimanya sesuai dengan
kemampuan dan etika bersyukur.
70
Sudah sepantasnya seorang hamba
selalu bersyukur terhadap nikmat yang telah diberikan kepadanya.
Allah berfirman dalam surat al-Baqoroh ayat 152 :
EO)+NO7^O 7O7^O
W-NO:;--4 Oj 4
pNO'> ^)g
Artinya: Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat
(Pula) Kepadamu, dan bersyukurlah Kepada-Ku, dan
janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku (QS: al-Baqarah:
152)

Abah Nur seorang ustadz yang selalu memberi motivasi kepada
santri-santrinya, beliau tidak pernah jenuh, tidak kenal lelah mengajak
santri-santrinya bekerja untuk meringankan beban orang tua santri.
Setelah tanaman jagung berhasil para santri akan mendapat subsidi dari
hasil penjualan jagung itu hal ini digambarkan dalam cuplikan berikut:
Abah Nur tersenyum .
Berapa petak hari ini?
Empat petak Abah......
Para santriwan menjawab serentak.
Bagus kita tinggal menunggu jagung-jagung itu tumbuh, berbuah
lalu kita memanennya. Alhamdulillah semuanya harus kita syukuri,
mudah-mudahan jagung-jagung yang kita tanam tumbuh dengan baik
dan tidak dimakan hama
Amiiin.....
71

Janji Allah tidak akan pernah diingkari ketika hamba-Nya
selau bersyukur atas nikmat yang telah diberikan, begitulah Abah Nur
tidak kenal lelah memberi nasehat kepada muridnya. Karena beliau

70
Abdullah bin Jarullah, Fenomena Syukur, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), hlm. 47
71
Op Cit, Achmad Munif, hlm. 22-23.
60
tahu bagaimana kondisi ekonomi anak didiknya. Tidak semua santri
serba berkecukupan, akan tetapi ada sebagian anak didiknya berasal
dari keluarga yang tidak mampu. Abah Nur selalu meyakinkan
santrinya bahwa Allah akan memberikan rezeki dan menyempitkan
bagi siapa yang dikehendaki-Nya, tapi Insya allah kita akan diberi
rezeki yang banyak karena kita mau bekerja keras dan bersyukur.
Amiiin....!
72


Hal tersebut seperti difirman Allah dalm surat Ibrohim ayat: 5
;4 4LUEcO _E<ON`
.E4g4C4*) ]
@Ou= El4`O~ ;g`
geEUe- O)
jOO4- -O]O4
++C) *.- _ ]) O)
CgO e4CE ]7g
O*l= OO7E- ^)
Artinya: Jika kamu bersyukur akan Kutambah (nikmat-Ku)
untukmu, dan bila kamu kufur, maka sesungguhnya
siksa-Ku amat pedih (QS. Ibrohim: 5)

Hakekat syukur yang diaplikasikan oleh tokoh Abah Nur
adalah syukur lisan dan anggota badan karena disamping beliau
mengucapkan kata syukur beliau juga mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari. Anak-anak muridnya diajak bekerja untuk
mendapatkan tambahan biaya belajar mereka.
e. Prasangka
Salah satu ajaran moral dalam Islam adalah baik sangka
(khusnu al-zan) menurut Abu Muhammad baik sangka adalah
meniadakan prasangka buruk.
73


72
Ibid, hlm. 24.
61
Novel "Kasidah Lereng Bukit" karya Achmad Munif dengan
kreatif menggambarkan sebuah keluarga yang selalu membentuk
pribadi-pribadi yang selalu berbaik sangka terhadap siapapun,
misalnya keluarga Pak Hudori ketika menepis perkataan anaknya
Furqon, dia menyangka walaupun menyukai Nurul Fitria, dalam
benaknya bahwa orangtua Nurul Fitria tidak akan merestui
hubungannya dengan gadis yang ia cintai. Furkon merasa pisimis
Nurul Fitria tidak mencintai dia dengan alasan keluarganya miskin,
sedangkan Nurul Fitria adalah anak orang kaya di Desa Kedungpring.
Perkataan Furkon langsung ditepis oleh bapaknya seperti dalam
cuplikan berikut:
Gane ngerti, kon saiki wiss pinter Le. Kamu sudah pas jadi suami
Fitria
" Iya kalu bapaknya setuju, selama kantong kita tipis mana dia mau.
Ya jangan begitu, jangan prasangka buruk dulu. Ojo suuzon, apike
khusnudzon ae, Le
Tidak prasanka buruk, Pak. Tapi saya sudah mendengar Gus Muali
pernah menyatakan tidak akan merestui hubungan saya dengan anak
gadisnya
Itu dulu, kan?
Sampai kapanpun.
Kamu ini pisimis saja bawaannya.
74


Agar selalu berprasangka baik tidak semua orang
melakukannya dengan mudah akan tetapi prasangka buruk (suu al-

73
Drs. A. Ilyas Ismail, Pintu-pintu kebaikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 4.
74
Acmad Munif, op. cit, hlm. 34-35.
62
Zan) merupakan keharusan untuk dijauhi. Allah SWT berfirman dalam
surat al-Hujarat ayat 12:
Og^4C 4g~-.-
W-ONL4`-47 W-O+lg[4-;_-
-LOOg1E =}g)` ^-}--
]) 4*u4 ^-}-- _^)
W 4 W-OOOOOO_` 4 U4-^4C
7_u+ _u4 _ OUg47
4 p 4C =
gO1= 6-^14`
+O+u-@O _
W-OE>-4 -.- _ Ep)
-.- _-O> 7gOO ^g
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan
dari berburuk sangka, sesungguhnya sebagian berburuk
sangka adalah dosa (al-Hujarat: 12)

Parkara hubungan furkon dan Fitria sangat berkaitan dengan
masalah pencalonan orang tua mereka menjadi kepala desa, karena Pak
Hudori dan Gus Muali keduanya mencalonkan diri menjadi kepala
desa. Suatu hari Gus Muali mengutus tim suksesnya Bakron untuk
mendatangi Pak Hudori kekebunnya, dalam pertemuan itu berbicara
masalah hubungan Furkon dan Nurul Fitria, hal ini diceritakan Pak
Hudori kepada istrinya, Bu Kusnah tidak bisa menghilangkan rasa
herannya, ada apa tim sukses Muali datang kepada suaminya, mereka
menganggap perubahan Gus Muali terlalu cepat.
Kalau Ibu bagaimana?.
Saya ini setuju saja, Pak tapi apakah keinginan Gus Muali itu tulus
?.
Jangan suuzon, kita Khusnudzon saja
63
Tidak suuzon , tapi ada apa?.
Bapak sendiri tidak tahu.
Lalu bapak tadi bilang apa?.
Kamukan tahu bapak ini selalu berprasangka baik kepada siapa saja
yang datang. Saya bilang kepada Bakron kalau maunya Muali begitu
saya manut saja. Bukankah Furkon memang mencintai Fitria?
75


Kedatangan Bakron tim sukses Muali ketempat Pak Hudori
dengan cepat kabar tersebar keplosok desa Kedungpring. Berbagai
penafsiran dari pristiwa itu. Pak Hudori memang tidak tahu siapa yang
menyebar kabar yang beterbangan. Berbagai kabar burung dan
prasangka yang di duga oleh masyarakat desa Kedung Pring. Perkara
kedatangan Bakron inipun menjadi masalah dalam pencalonan kepala
desa, pada mulanya sebagian masyarakat sudah yakin memilih Pak
Hudori akhirnya berpihak kepada Gus Muali dan sebaliknya yang
sudah yakin memilih Gus Muali akhirnya berseberangan ingin memilih
Pak Hudori.
Setelah terpilihnya Pak Hudori menjadi kepala desa, pada
mulanya hubungan Furkon dan Fitria sudah disetujui orang tuanya
untuk menikahkan Nurul Fitria menjadi istrinya akan tetapi Gus Muali
di landa kesulitan di mana-mana banyak hutang, sedangkan hubungan
dengan Pak Hudori sedikit renggang, ia merasa malu kepada pak
Hudori padahal Pak Hudori tidak mempermalukan dia, akhirnya Gus
Muali berencana menikahkan Nurul Fitria kepada Kahar anak Wak
Mukri juragan tembakau karena hutang kepada orang tua Kahar. Suatu

75
Ibid., hlm. 117.
64
hari Kahar ingin mengajak Nurul Fitria untuk jalan-jalan, akan tetapi
Bu Masyitoh selalu berprasangka yang tidak enak terhadap Kahar, ia
takut anaknya terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Gus Muali
berusaha menepis prasangka istrinya.
Jangan membayangkan yang buruk-buruk.
Tapi Firasat saya?.
Masak sih ada seorang calon suami berniat buruk terhadap calon
istrinya?.
Siapa tahu.
Kita tidak boleh Suuzon, Bu. Masak kepada calon menantu
Suudzon.
Saya sendiri kepinginnya ya Khusnudzon saja, Pak. Tetapi perasaan
saya mengatakan lain.

Cuplikan tersebut sungguh berbaik sangka tidak mudah untuk
diaflikasikan dalam kehidpan sehari-hari kendati keinginan sudah
menghendaki untuk berbaik sangka akan tetapi hati tidak demikian.
f. Tawadhu
Tawadhu artinya rendah hati, lawan dari sombong atau
takabur. Orang yang rendah hati tidak memandang dirinya lebih dari
orang lain, sementara orang yang sombong menghargai dirinya secara
berlebihan.
76

Pesan dakwah dari sosok yang di gambarkan Achmad Munif
melalui tokoh Pak Hudori adalah bahwa rendah hati merupakan
anjuran Islam yang pantas untuk diikuti oleh orang-orang muslim. Hal

76
H. Yunahar Ilyas, loc. cit, hlm. 123
65
ini terbukti bahwa implikasi dari aplikasi tawadhu pengakuan Bu
Narmi sebagai Ibu kos Acmad Furkon dalam cuplikan novel berikut.
Pada suatu saat orang-orang akan akan melihat pamor itu lalu
mengangkatnya menjadi pemimpin. Banyak orang yang merasa
dirinya pemimpin tetapi sebenarnya ia bukan apa-apa dan sama sekali
tidak kewahyon. Orang semacam ini memang bisa saja memaksa diri
atau dipaksa menjadi pemimpin namun dia tidak akan berhasil. Pak
Hudori, ayahmu itu Nak Furkon, orang yang rendah hati, ia merasa
dirinya tidak berarti apa-apa, merasa miskin, padahal mempunyai
kekayaan jiwa yang luar biasa besarnya.
77


Sikap tawadhu terhadap sesama manusia adalah sifat mulia
yang lahir dari kesadaran akan kemahakuasaan Allah atas segala
hambanya. Ia menyadari bahwa apa-apa yang dimiliki, baik bentuk
rupa yang cantik atau tampan, ilmu pengetahuan, harta kekayaan
maupun pangkat yang tinggi, kedudukan dan lain-lain adalah akan
diminta pertanggung jawaban kepada Allah.
78
Allah SWT berfirman
dalam surat an-Nah layat 53:
4`4 7) }g)` lOEugE^
=}g *.- W O -O)
N7OO4` GOO- gO^O)
4pNO4*^_` ^)@
Artinya: Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari
Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh
kemudhoratan, maka hanya kepada-Nyalah kamu meminta
pertolongan (QS. An-Nahl: 53)

Dengan kesadaran yang ada pada diri seseorang tidak pantas
bagi dirinya untuk menyobongkan diri terhadap Allah, bahwa dengan

77
Acmad Munif, loc. cit, hlm. 84
78
H. Yunahar Ilyas loc. ci.t, hlm. 123.
66
tawadhu tidak akan membuat derajat seseorang menjadi rendah,
malah ia akan dihormati dan dihargai.
79
Rosulullah SAW bersabda :

Tawadhu tidak ada yang bertambah bagi seorang hamba kecuali
ketinggian (derajat), oleh sebab itu tawadhulah kamu, niscaya
Allah akan meninggikan derajatmu (HR. Ad-Dailami)

Hal tersebut terbukti digambarkan Achmad Munif dalam
karyanya "Kasidah Lereng Bukit" melalui tokoh Pak Hudori, dengan
kerendahan hatinya, beliau mendapat kepercayaan menjadi kepala desa
Kedungpring, masyarakat tidak pernah menyangka bahwa ia benar-
benar Nyolong Petek, orang tidak menyangka bahwa Pak Hudori
adalah satria piningit yang sebelumnya hanya dikenal hanya sebagai
orang yang biasa, tetapi ketika tiga bulan memimpin desa keluar
pamornya. Pelbagai kebijakan bahwa Pak Hudori memang pemimpin
yang berorientasi kerakyatan.
g. Mengucapkan Shalawat dan Menebarkan Salam (Absussalam)
Allah SWT memerintahkan kepada orang-orang yang beriman
untuk mengucapkan Shalawat dan salam kepada Nabi bukan berarti
Nabi membutuhkannya. Sebab tampa doa dari siapapun beliau sudah
pasti akan selamat dan mendapatkan tempat yang paling mulia dan
paling terhormat disisi Allah SWT. Allah berfirman :

79
Ibid, hlm. 124.
67
Ep) -.- +O4-E:j^U4`4
4pOwU=NC O>4N +]/EL- _
Og^4C -g~-.-
W-ONL4`-47 W-OwU= gO^OU4N
W-OggUEc4 1)UO
^)g
Artinya : Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya
bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriaman,
bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam
penghormatan kepadanya (al-Ahzab: 56)
Perintah untuk bershalawat dan salam kepada Nabi Muhammad
SAW dengan pernyataan bahwa Allah dan malaikat-Nya bershalawat
kepada beliau hal ini disamping menunjukkan betapa mulia dan
terhormatnya kedudukan beliau disisi Allah SWT, juga menunjukkan
betapa pentingnya perintah bershalawat dan salam itu untuk
dilakukan.
80

Tradisi masyarakat, yang dilakukan pemuda dan pemudi
beserta santri dan santriwati di desa Kedungpring setiap malam jumat
adalah menyelenggarakan dibaan diantara Shalawat yang sering
dilantunkan oleh masyarakat ini adalah:
Ya Robby solli alaa Muhammad
Ya Robby sholli alaihi wasallim
Ya Robby balighul washilah
Ya Robby khushoh bil fadhilah
Ya Robby wardho anissohabah.
81



80
H. Yunahar Ilyas, op. cit, hlm. 76
81
Op Cit, Achmad Munif, hlm 1
68
Nurul Fitria sebagai santriwati yang kreatif dalam memimpin
dibaan. Shalawat yang sering di lantunkan oleh Nurul Fitria bersama
teman-temannya adalah :
Ya Nabi salam alaika
Ya Rosul salam alaika
Ya Habib salam alaika
Shalawatullah alaika.
82


Kegiatan dibaan seperti yang dilakukan masyarkat ini
tergambarlah bahwa cintanya masyarakat kepada baginda Nabi,
disamping untuk menambah keimanan juga untuk menambah aktivitas
yang bernuansa positif dimasyarakat Kedungpring. Ucapan shalawat
dan salam dari kita, orang-orang yang beriman, disamping sebagai
bukti penghormatan kepada beliau, juga untuk kebaikan diri sendiri.
83

Nabi Muhammad SAW bersabda:
Barang siapa yang bershalawat kepadaku satu kali, maka dengan
shalawatnya itu Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali (H.R
Ahmad)
Selain bacaan Shalawat yang di bacakan dalam Shalat dan di
lantunkan seperti dalam bentuk Dibaan, salam diaflikasikan lebih
kreatif lagi dalam kehidupan sehari-hari dan dalam berbagai
kesempatan baik dalam pidato, ceramah seminar, diskusi maupun
dalam pembicaraan sehari-hari.
84


82
Ibid, hlm 5.
83
Op Cit, H. Yunahar Ilyas, hlm. 77.
84
Ibid, hlm 78.
69
Salam merupakan ucapan ketika bertemu antara orang Islam
satu dengan orang Islam lainnya. Salam ini berisi do'a keselamatan
yang sangat dianjurkan agama Islam. Hadits yang diriwayatkan oleh
Abu Hurairoh mengatakan:
"Ya ayyuhannaas afsussalam wa'at'imul mutho'aam washilularham"
Wahai sekalian manusia, tebarkan salam, dan beri makan, dan
hubungilah famili.(Bahresyi: 1987: 50)

Adapun ucapan salam itu banyak dituturkan dalam agama
Islam, seperti mulai dari yang paling pendek sampai yang paling
panjang adalah "assalamu;alaikum". "assalaamu'alaikum
warohmatullahi" dan "assalamualaikum warohmatullahi
wabarokaatuh". Bagi yang diberi dan mendengarkan salam wajib
menjawab dengan ucapan yang sama atau lebih baik yakni
"wa'alaikum salam", wa'alaikum salam warohmatullahi" atau
wa'alaikum salam warohmatullahiwabarokatuh". (Bahreisyi: 1987:
53-54)
Melalui tokoh Abah Nur, Achmad Munif menggambarkan
secara inplisit bahwa peraktek salam selalu diaplikasikan dalam
kehidupan pemuda dan pemudi, santri santriwati desa Kedungpring.
Setiap berjumpa dengan santri dan pemuda Abah Nur pertama kali
diucapkan adalah salam.
Assalamualaikum...!
Waalaikum salam, jawab santri serentak.
70

Di samping pertemuan Abah Nur dengan santri yang sengaja
maupun tidak disengaja, pertemuan rutin yang sifatnya sengaja beliau
selalu membiasakan untuk memuji kehadirat Allah SWT dan shalawat
beserta salam sebelum mengawali pengajian bersama santrinya.
Betapa pentingnya shalawat dan salam untuk selalu
diaflikasikan dalam kehidupan sehari-hari, sebagai wujud dari iman,
cinta dan hormat kepada Nabi Muhammad SAW, dan juga sebagai
bentuk rasa terimakasih atas jasa-jasa beliau yang tidak ada tandingnya
untuk umat manusia, lebih khusus lagi untuk orang-orang yang
beriman, tentu tidak pantas sebagai umatnya berhemat-hemat
mengucapkan shalawat dan salam kepada beliau, apalagi jatuh kepada
sifat Bakhil atau kikir.
85
Di samping sebagai rasa hormat dan untuk
mempertebal keimanan kita kepada Nabi Muhammad, salam
merupakan doa bagi orang muslim, setiap bertemu ,bertatap muka
ucapan yang pertama kali keluar dari mulut adalah salam, sebagai
pembeda antara orang Muslim dan non Muslim, maka dari itu dalam
ajaran Islam tidak dianjurkan untuk mengucapkan salam kepada orang
yang non Muslim.
h. Menjaga Keharmonisan Rumah Tangga
Pak Hudori adalah seorang sosok yang terkenal sederhana,
sabar dan jujur. Setelah berapa tahun beliau menikah dengan Bu

85
Ibid, hlm. 80.
71
Kusnah dan dikaruniai dua orang anak. Bu Kusnah adalah seorang istri
yang sangat patuh kepada suaminya tidak banyak tuntutan ia bukan
perempuan dari gerakan peminin yang terus menerus menuntut
persamaan hak. Ia tidak mengerti betul apa itu emansipasi, baginya
dalam rumah tangga apabila sudah ada saling saling pengertian sudah
cukup, tidak perlu tugas istri dan suami dibagi-bagi agar rata dengan
demikian akan terasa adil. Sebab bagi Bu Kusnah apa yang disebut adil
jika suami dan istri sudah memenuhi kewajibannya dengan baik, suami
memberi nafkah dan istri membelanjakannya dengan hati-hati. Gusti
Allah telah memberikan jatahnya masing-masingkepada setiap orang
Nrimo Ing Pandum bagi Bu Kusnah jangan diartikan sebagai
kepasrahan total. beliau juga termasuk orang yang sederhana sehingga
beliau punya perinsip bahwa dia tidak banyak punya ambisi kecuali
mati dalam keadaan Islam Wala tamutunna Illa wa'antum
Muslimuun.
86
Di samping itu beliau ingin anaknya menjadi anak
Shaleh dan Shalekhah. Namun sebagai ungkapan rasa syukur
mendapatkan rezeki dari hasil usaha yang sudah dilakukan, oleh
karena itu bagi Pak Hudori istrinya adalah bintang bercahaya yang
selalu menjadi penerang jalan hidupnya yang kadang-kadang terasa
gelap apalagi pada masa-masa sulit tahun 60-an ketika ia sering di

86
Ibid, hlm. 199.
72
kirim kekantong-kantong pemberontak di hutan-hutan dan Goa di Jawa
Timur bagian Selatan.
87

Istrinya selalu mengingatkan agar tidak lupa membaca
Bismillah atau La haulawala quwwata illa billahil'aliyil'adzim, agar
selalu mendapat keselamatan dari Tuhan. Pak Hudori tidak tahu apa
yang akan terjadi ketika menghadapi masa-masa sulit jika tidak
dibimbing oleh perempuan penyabar bagaikan Dewi Prupadi itu.
Pak Hudori senyum sendiri.
"Dulu ia sering memuji istrinya bagaikan Dewi Drupadi istri Prabu
Puno Dewo yang kesabarannya tanpa tanding. Dan biasanya, istrinya
protes kalau disamakan dengan Dewi Drupadi dengan mencubitnya
kuat-kuat. Dan ia selalu menghindari cubitan yang datangnya bertubi-
tubi bagaikan peluru yang ditembakkan. Disinilah romantisnya Pak
Hudori bersama istrinya. Kadang Pak Hudori menyamakan istrinya
dengan Dewi Setyawati Permaisuri Prabu Salya yang memiliki
kesetiaan yang luar biasa hebat. Dan istrinya protes karena Permaisuri
Prabu Salya itu bunuh diri ketika suaminya gugur dimedan perang."
88


Walaupun kehidupan mereka terkenal keluarga yang sederhana
didesanya namun rumah tangga yang dibangun dengan kasih tulus itu
selalu mengalirkan kebahagiaan. Hal itu tidak lepas dari upaya mereka
untuk mewujudkan keharmonisan hubungan suami istri yang dicapai
melalui:
1) Saling Mencintai dan Saling Menerima Kekurangan
Pak Hudori adalah seorang Tentara Nasional Indonesia
(TNI), bisa dikatakan dari orang yang berpendidikan dan

87
Ibid, hlm. 200.
88
Ibid, hlm 201.
73
berpengalaman, akan tetapi Bu Kusnah istrinya hanya Ibu rumah
tangga yang tidak punya penghasilan apa-apa. Jika dipehatikan
disinilah keharmonoisan terbentuk, saling menerima kekurangan
masing-masing. Bu Kusnah sangat yakin walaupun beliau hanya
bekerja seputar mengurus rumah tangga dan anaknya ia yakin
bahwa itu merupakan ibadah kepada Allah. Sudah semestinya Bu
Kusnah mendapatkan perlakuan yang baik dari suaminya karena
Bu Kusnah selalu memberikan yang terbaik kepada suaminya.
Allah firman dalam Surat an-Nisa ayat: 19
O}-+O=4N4
NOuE^) _ p)
O}-O+u-@OE -/=OE
p W-O-4O'> 6*^OE-
E^_4 +.- gO1g
-LOOE= -LOOg1 ^_
Artinya: Dan bergaullah dengan mereka secara patut,
kemudian jika kamu tidak menyukai mereka (maka
bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai
sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan
yang banyak (QS. An-Nisa: 19)

2) Tetap Setia dalam Suka dan Duka
Pak Hudori dalam beberapa hari yang lalu pamong atau
petinggi desa yang lama datang kepadanya, mereka memberi
dorongan agar Pak Hudori mencalonkan diri menjadi kepala desa.
Sebab kepala desa yang lama Bapak Sanhaji sudah menjabat dua
priode dan tidak bersedia di pilih lagi dengan alasan kesehatannya
yang sudah tidak memungkinkan. Hal tersebut dimusyawarahkan
74
oleh Pak Hudori bersama istri dan anaknya terlebih dahulu, pada
dasarnya Beliau tidak pernah berambisi ingin menjadi kepala desa,
beliau heran bisa-bisanya mereka menilai dirinya pantas
memimpin desa.
Gak keliru, tah?
Pak Hudori berpaling pada Furkon yang sedang belajar tidak
jauh dari tempat santainya.
Furkon?
Ya, Pak.
Bagaimana pendapatmu kalau bapak mencalonkan diri jadi
lurah?
Astaghfirullahal adziiim, Istighfar , Pak Istighfar!
Lo, kenapa, Le?
furkon tertawa ngakak, Bu Kusnah muncul dari dapur.
Ada apa, Le?
Bu, Bapak arep nyalon lurah.
Kata-kata Furkon itu disambut dengan tawa renyah Bu Kusnah.
Ketemu pirang perkoro, Paak, kok peno arepe nyalon lurah
barang.
89


Musyawarah selalu dilakukan dalam keluarga Pak Hudori
entah musyawarahnya besar maupun hal yang kecil, karena anak
dan istri bagi Pak Hudori adalah tempat berbagi suka dan duka
kehidupan masalah kecilpun ia musyawarahkan dan ia tidak segan
meminta pendapat anak dan istrinya tentang apa yang sedang
dipikirkannya. Melalui tokoh keluarga Pak Hudori Achmad Munif
menggambarkan keluarga yang bahagia penuh dengan

89
Ibid, hlm. 37-38.
75
keharmonisan selalu memaafkan dan selalu bahu membahu untuk
kesejahteraan bersama dalam keluarganya.






B. Penyampaian Pesan-pesan Dakwah Melalui Unsur-unsur Intrinsik Cerita
Rekaan Novel Kasidah Lereng Bukit Karya Achmad Munif
Setelah menelaah pesan-pesan dakwah dalam Novel Kasidah Lereng
Bukit karya Achmad Munif pembahasan berikutnya adalah bagaimana
penyampaian pesan-pesan dakwah diintegrasikan (disatukan, dipadukan)
kedalam unsur-unsur intrinsik cerita rekaan.
Unsur-unsur intrinsik dalam cerita rekaan seperti yang telah penulis
jabarkan pada bab satu adalah meliputi tema, tokoh dan perwatakan, alur,
setting, teknik penceritaan dan diksi. Sebuah cerita rekaan tidak dapat
dipisahkan dari unsur intrinsiknya, karena unsur itulah yang membuat sebuah
cerita menjadi satu kesatuan yang utuh dan terpadu. Begitu pula dengan pesan
dakwah yang ditampilkan dalam cerita, maka pesan dakwah akan menjadi
sebuah bagian dalam sebuah cerita yang berhubungan dengan unsur intrinsik
76
cerita tersebut. Pengarang menggunakan unsur intriniknya untuk menuangkan
semua idenya sehingga cerita menjadi utuh dan saling padu, termasuk pesan-
pesan dakwah yang dituangkan dalam cerita.
Berikut ini penulis mengemukakan analisis penulis tentang
penyampaian pesan-pesan dakwah yang di integrasikan kedalam unsur-unsur
intrinsik cerita rekaan dalam novel Kasidah lereng Bukit karya Achmad
Munif.
1. Tema
Tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita.
90
Pesan
dakwah yang ditampilkan melalui tema berarti memang pesan dakwah
itulah yang ingin ditonjolkan oleh pengarang dalam cerita rekaannya.
Meskipun ada tema yang secara jelas digambarkan oleh pengarang dan ada
yang secara samar-samar, tetapi jika pembaca membaca novel tersebut
maka tema yang muncul dalam pikiran pembaca, jika novel mengandung
pesan-pesan dakwah akan menimbulkan sebuah persepsi bahwa novel
tersebut bernuansa Islami, karena unsur dakwah yang menonjol dalam
temanya. Dan inilah salah satu kelebihan penyampaian pesan-pesan
dakwah melalui tema, yaitu pesan tersebut akan lebih tampak sehingga
pembaca lebih mudah memahami adanya pesan-pesan dakwah tersebut.
Selain itu penyampaian pesan-pesan dakwah melalui tema juga
menjadikan nilai dakwah dalam novel itu menjadi menonjol dan kokoh
karena di dukung oleh unsur intrinsik lain yang ikut membangun

90
Burhan Nurgiantoro, loc. cit., hlm.67.
77
munculnya tema yang bermuatan dakwah tersebut. Dalam sebuah novel
pada dasarnya bukan hanya satu tema yang akan di kemukakan oleh
pengarang, akan tetap dari banyak tema yang di sampaikan, ada satu tema
yang menjadi tema pokok, karena tema pokok merupakan gagasan dasar
umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung dalam
teks sebagai struktur simentis (Tata makna, kata-kata) dan yang
menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan.
91

Novel Kasidah Lereng Bukit misalnya tema novel ini ada banyak
makna (tema) diantaranya masalah (1) dua anak muda desa kecil di lereng
bukit yang saling jatuh cinta. Hubungan Ahmad Furkon dan Nurul Fitria
tidak direstui orang tuanya pihak gadis dengan alasan keluarganya miskin.
Akan tetapi orang tua gadis (Gus Muali) ingin merebut kekuasaan menjadi
kepala desa, Nurul Fitria pura-pura diizinkan menjalin hubungan dengan
Ahmad Furkon. Akan tetapi kekuasan tidak dapat diraih oleh orang tua
gadis, karena terlalu berambisi dan menghalalkan segala cara untuk meraih
kekuasaan. (2) masalah dua pribadi yang bertentangan pola berpikir.
Tradisi perdukunan dan intrik (persekongkolan). Gus Muali digambarkan
sebagai tokoh yang sangat ambisius untuk mendapatkan kekuasaan
sedangkan Pak Hudori di gambarkan sebagai tokoh yang rendah hati
tawakkal, sabar dan rajin menjalankan syariat Islam sehingga dengan
kerendahan hati beliau mendapatkan kepercayaan dan dukungan langsung
dari masyarakat desa Kedung Pring. (3) tentang Nurul Fitria di jodohkan

91
Ibid, hlm. 168.
78
orang tuanya dengan Kahar anak Wak mukri juragan tembakau didesanya.
(4) masalah Ning Lestari yang mencoba merebut cinta ayah Nurul Fitria
dan berniat menyingkirkan Ibu gadis tersebut, ternyata setelah jelas
kekalahan Gus Muali mencalonkan diri menjadi lurah Ning Lestari lari
dari genggaman Gus Muali karena sudah tidak ada harapan lagi untuk
mendapatkan kekayaan Gus Muali. (5) tentang kegigihan Furkon
menuntut ilmu walaupu orang tuanya hidup apa adanya dan penuh
kesederhanaan. Tetapi ia yakin jika ada kemauan pasti ada jalan untuk
melanjutkan studinya ke Jogja.
Dari tema-tema yang ditawarkan dapat diambil pesan-pesan
dakwah (1) Islam mengajarkan umatnya untuk slektif dalam menentukan
calon pendamping hidup, Rosulullah SAW bersabda yang menjadi titik
poin utama dalam memilih calon suami atau istri adalah agama. Karena
agama telah melewati tiga kriteria yaitu kaya, catik dan keturunan baik-
baik.
92
(2) Kritik sosial tentang tradisi perdukunan, dalam Islam
mempercayai selain Allah merupakan dosa besar sehingga hadits
Rosulullah SAW mengatakan Barang siapa mendatangi seorang
peramal dan menanyakan sesuatu kepadanya, maka tidak diterima
baginya shalat selama empat puluh hari (HR. Muslim), (3) pesan lain
bahwa Islam mengangkat derajat seseoang yang mempunyai ilmu
pengetahuan dengan berapa derajat, Islam juga mnganjurkan umatnya
untuk menuntut ilmu dari lahir hingga akhir hayatnya. (4) dalam hidup

92
H. Yunahar Ilyas, loc. cit, hlm. 162.
79
berumah tangga kehadiran orang ketiga dalam rumah tangga seringkali
menjadi batu penghalang, salah satunya perselingkuhan.
2. Tokoh dan Perwatakan
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa dalam
berbagai peristiwa.
93
Unsur ini menampilkan tokoh cerita (karakter) yang
biasanya disebutkan nama dan latar belakangnya secara jelas oleh
pengarang. Tetapi ada juga pengarang yang tidak menyebutkan latar
belakang tokohnya secara jelas atau tampa menjelaskan nama lengkapnya,
biasanya tokoh ini disebut peran pembantu atau tokoh bawahan, misalnya
dalam novel Kasidah Lereng Bukit peran Santriwan dan Santriwati
disini tidak disebutkan nama secara lengkap dan latar belakang masing-
masing individu secara jelas.
Selain menyebut tokoh, pengarang juga menampilkan perwatakan
dari sang tokoh meskipun kadang tidak jelas atau tidak langsung, misalnya
melalui sikap dan tindakan watak tokoh tersebut dalam menghadapi
masalah kehidupan atau konflik dalam cerita tersebut. Biasanya ada tokoh
protaganis (pemeran penting) atau panglima.
94
Dan ada tokoh antagonis
(tokoh penentang) dalam cerita rekaan. Pengarang menggambarkan tokoh
Pak Hudori sebagai tokoh protaganis, dalam cerita digambarkan sebagai
orang yang taat pada syariat Islam dan Gus Muali sebagai tokoh
antagonis, yang bertentangan dengan syariat Islam.

93
Panuti Sudjiman, Memahami Cerita Rekaan (Jakarta: Pustaka Jaya, 1998), hlm.16
94
Ibid, hlm. 17.
80
Penyampaian pesan-pesan dakwah melalui tokoh yang tercermin
dari sikap dan tindakan tokoh biasanya memang kurang tangkap secara
langsung oleh pembaca, apalagi tokoh tersebut bukan tokoh utama, dan di
sinilah salah satu kelemahan penyampaian pesan-pesan dakwah melalui
tokoh. Oleh karena itu tokoh dalam cerita harus tokoh yang hidup atau
tokoh yang berpribadi, berwatak dan memiliki sifat-sifat tertentu, bukan
tokoh mati yang merupakan boneka ditangan pengarang, datar dalam
bersikap, tidak memiliki respon dalam cerita dan diam tidak berubah
(statis dan tidak ada gejolak emosional). Seorang tokoh atau pemeran
secara wajar dapat diterima bila dapat dipertanggungjawabkan dari segi
fisik, sosiologis dan psikologis.
95

Keberadaan tokoh cerita yang hidup diharapkan akan
meninggalkan kesan di hati pembaca sehingga membuat pembaca
mengingat keberadaan tokoh tersebut, begitu juga dengan tindakan dan
sikap tokoh yang mencerminkan nilai-nilai Islam sebagai pesan-pesan
dakwah.
Penyampaian pesan dakwah melalui tokoh dan perwatakan dalam
novel Kasidah Lereng Bukit dapat digolong sebagai penyampaian
pesan-pesan dakwah secara implisit (secara halus) karena tercermin dari
sikap dan tindakan tokoh. Seperti tokoh Abah Nur sebagai seorang yang
taat beribadah kepada Allah, penuh karismatik dan menjadi tokoh agama
yang disegani dimasyarakat Kedungpring, akan tetapi tokoh ini secara

95
Frans Mido, loc. ci.t, hlm. 21.
81
fisik tidak ditampilkan dan tidak berpareasi dalam keterlibatannya sebagai
tokoh hanya digambarkan dari segi sosialnya saja.
Tokoh Pak Hudori ditampilkan sebagai tokoh yang rendah hati dan
istiqomah dalam menjalankan syariat, hal ini tergambar pada keterlibatan
pribadi tokoh dalam cerita contohnya bagaimana beliau menyikapi konflik
yang ada dalam pencalonan kepala desa yang penuh dengan perdukunan
dan persekongkolan masyarakat dalam pemilihan kepala desa.
Tokoh Gus muali sebagai tokoh yang menentang Pak Hudori
digambarkan sebagai orang yang buruk akhlaknya dikalangan desa
Kedungpring. Padahal anak dan istrinya adalah seorang yang taat
beribadah, sabar dan tegar dalam menghadapi sikap Gus Muali yang tidak
taat kepada ajaran syariat dan egoisme tinggi hal ini bisa dipahami pada
cerita tentang Nurul Fitria dijodohkan dengan Kahar anak juragan
tembakau dan dilihat dari cara Gus Muali mencalonkan diri menjadi
kepala desa akan tetapi pada akhirnya ia sadar bahwa apa yang telah ia
perbuat sangat bertentangan dengan ajaran Islam.
Ada berapa metode dalam watak tokoh atau metode penkohannya
yaitu metode langsung dan metode tak langsung.
96
Metode langsung yaitu
metode dimana pengarang tidak memaparkan watak tokoh tetapi hanya
dapat menambah tentang watak tokoh. Sedangkan tokoh tak langsung
adalah watak tokoh dapat ditonjolkan pengarang, bahkan juga dari segi
penampilan fisiknya serta dari gambaran lingkungan atau tempat tinggal

96
Panuti Sujdiman, loc. cit.
82
tokoh. Dalam novel Kasidah Lereng Bukit karya Achmad Munif ini
tokoh Ahmad furkon digambarkan sebagai tokoh tak langsung hal ini
tergambar ketika bersama teman-teman kampusnya memberi lakob atau
panggilan kepada Ahmad Furkon Pak Kiyai karena secara fisiknya dan
penampilan sehari-harinya, begitu juga dengan tutur kata yang
diungkapkan selalu mengungkapkan kata yang bermakna bagi teman-
temannya.
Tokoh Nurul Fitria, Bu Kusnah, dan Ny. Masyitoh sebagai tokoh
bawahan, yaitu tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita akan
tetapi kedudukannya dalam cerita sangat diperlukan untuk menunjang atau
mendukung tokoh utama.
97
Ketiga orang tersebut di gambarkan sebagai
tokoh yang rendah hati dan selalu menjadi panutan bagi masyarakat kaum
hawa di desa Kedungring. Secara fisik Nurul Fitria sebagai gadis yang
selalu menjaga kehormatandalam kehidupan seharinya jilbab selalu
dikenakannya untuk menutupi auratnya. Dalam ajaran Islam menutup
aurat adalah suatu kewajiban bagi kaum hawa, Allah telah menjajikan agar
mereka yang menggunakan jilbab agar mudah untuk dikenal.
3. Alur/Plot
Alur atau plot adalah urutan peristiwa yang bersambung-sambung
dalam sebuah cerita yang berdasarkan hubungan sebab akibat atau
hubungan kausal, sehingga membentuk jalinan peristiwa.
98
Kelemahan

97
Ibid, hlm. 14.
98
Jaka sumarjo dan saini K.M, Apresiasi kesusastraan, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
1994), hlm. 49.
83
penyampaian pesan dakwah melalui alur adalah pesan dakwah tersebut
tidak tampak dan tidak menonjol karena jalinan peristiwa lebih domonan
dalam pemikiran pembaca. Kecuali pengarang secara jelas membuat cerita
dengan konflik tentang masalah keagamaan, maka kesan agamis ataupun
pesan-pesan dakwah dalam alur cerita tersebut akan lebih menonjol. Akan
tetapi meskipun alur tidak menonjol, pesan dakwah akan lebih menyatu
dengan cerita dan tidak terkesan di paksa untuk di tonjolkan.
Novel "Kasidah Lereng Bukit"ini ditinjau dari tegangannya
merupakan alur primidal yaitu puncak klimak tidak terdapat diawal dan
diakhir cerita tetapi pada pertengahan. Konflik pencalonan kepala desa
antara Pak Hudori dan Gus Muali belum ditemukan pada permulaan cerita
tetapi ditemukan pada pertengahan cerita. Lalu konflok diakhiri dengan
solusi yautu Pak Hudori sesuai dengan perbuatannya ia berhasil menjadi
kepala desa sedangkan Gus Muali menyesali perbuatannya ketika gagal
menjadi kepala desa.
Sedangkan dari urutan pengisahannya mengunakan alur progresif
yaitu cerita dibuka dari awal cerita kisah cinta Ahmad Furkon dan Nurul
Fitria dan ditutup dengan akhir cerita penyesalan Gus Muali atas
perbuatannya dan Nurul Fitria bersama Ahmad Furkon bersatu kembali.
Jika dilihat dari tema-tema yang ingin disampaikan pengarang,
pesan dakwah tampak dalam dialog yang di gunakan. Misalnya dialog
antara Pak Hudori dengan Ahmad Fukon, dalam kesempatn itu Pak Hudori
menasehati anaknya Furkon supaya punya tekat bulat untuk menuntut ilmu
84
karena mengingat hadits Rosulullah SAW tolabul ilmi faridhotun ala
kulli muslimin, utlubul ilma walau bissin, kemudian tampak juga pada
dialog antara Nurul Fitria dengan ibunya Ny. Masyitoh masalah hubungan
Nurul Fitria dengan Ahmad urkon disetujui Ibunya karena Ahmad Furkon
adalah pemuda yang mempunyai nilai religius pada dirinya. Dalam dialog
tersebut tampak Nurul Fitria memanggil Ibunya dengan panggilan
Ummi menggunakan bahasa Arab
Selanjutnya tampak pada dialog antara Abah Nur dengan santrinya
ketika memberi tausiyah atau siraman rohani kepada santri anak didiknya,
bahwa do'a dan ikhtiar merupakan hal yang paling penting untuk
dilakukan karena Allah tidak akan merubah suatu kaum sehingga kaum itu
sendiri yang yang merubah keadaannya. Selain itu pada dialog antara Pak
Hudori dengan masyarakat Kedungpring, pada kesempatan itu Pak Hudori
berusaha meyakinkan masyarakat untuk tidak mempercayai sesuatu selain
Allah, selalu mengerjakan shalat baik shalat lima waktu dan shalat-shalat
sunnah lainya, jangan percaya kepada kekuatan dukun dan menjauhi syirik
atau mensekutukan Allah.
4. Latar atau Setting
Latar adalah tempat bermainnya cerita, tidak hanya terbatas pada
pengertian geografis tetapi juga antriopologis.
99
Unsur Islami tampak pada
latar akan menimbulkan kesan Islami pada novel itu apalagi jika unsur
Islami ada dalam semua latarnya, baik latar tempat, sosial ataupun

99
Frans Mido, loc. cit. hlm. 52.
85
suasananya, novel Kasidah Lereng Bukit karya Achmad Munif hampir
semua latarnya berhubungan dengan nuansa Islami. Tidak hanya latar
tempat saja, misalnya pesantren, suasana dibaan didesa Kedung Pering,
suasana kampus, suasana santri bercocok tanam disela-sela jam belajar
mereka, tetapi juga latar sosialnya yang menampilkan nilai Islami,
misalnya suasana masjid di kampung kecil selalu di hiasi dengan jamaah
shalat.
Achmad Munif sendiri mengatakan sebagian besar novel Kasidah
Lereng Bukit settingnya memang menampilkan suasana pesantren dan
menggambarkan sebuah kampung yang penuh dengan suasana religius.
Menurutnya novel ini muncul terinspirasi ketika Beliau di undang
kepondok pesanteren Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang dan pondok
pesanteren Peterongan Jombang, ternyata dua pondok tersebut novelnya
yang lain sangat digemari oleh santri dan santriwati padahal ia merasa
novelnya yang digemari tersebut tidak terlalu Islami. Lalu ia berkeinginan
dan berkata mengapa saya tidak menulis novel yang sedikit Islami dan
lebih pas untuk bacaan kalangan muda pesanteren.
100
Inilah yang
membuat Achmad Munif semangat membuat novel Kasidah Lereng
bukit walaupun latar belakang kehidupannya bukan berasal dari
lingkungan pesanteren atau sekolah-sekolah Islam tetapi keinginan untuk
memperluas syiar Islam tetap digemarinya.

100
Wawancara dengan pengarang novel Kasidah Lereng Bukit tanggal, 27 Oktober 2004
86
Latar atau setting dalam novel "kasidah Lereng Bukit" karya
Acmad Munif ini lebih menggunakan latar tripikal yaitu memiliki dan
menonjolkan sifat khas latar tertentu menyangkut waktu, tempat maupun
sosial misalnya suasana pesantren yang dipenuhi dengan suasana Islami
oleh para santri.
5. Teknik Penceritaan
Teknik penceritaan adalah bagaimana pengarang menentukan pusat
cerita (pengisahan) atau siapa yang menjadi subyeknya. Ada tiga metode
yang digunakan oleh pengarang untuk menyebut subyek cerita yaitu:
pertama, sudut pandang orang ketiga si dia dalam novel Kasidah
Lereng Bukit yang menceritakan pusat pengisahan orang ketiga ketika
pengarang mengisahkan tokoh Ahmad Furkon, Nurul fitria, dan Ning
Lestari. Sering kali pengarang menggunakan kata "Dia", "Ia" atau "nya",
sedangkan kata ganti orang ketiga Beliau ini sering digunakan pada
pengisahan tokoh Abah Nur, Pak Hudori, Gus Muali, Bu Kusnah, dan Bu
masyitoh. Kata ganti beliau terkadang pengarang menggunakan kata
ganti dia atau ia untuk Abah Nur, Pak Hudori, gus Muali, Bu
Masyitoh dan Bu Kusnah.
Sedangkan pengisahan orang ketiga mereka digunakan untuk
santri dan masyarakat desa Kedung Pring akan tetapi terkadang untuk
menceritakan orang ketiga pengarang menyebutkan jumlah tokoh
misalnya ketiga orang ketika pengarang menyebut nama Pak Rahardi,
Lik Basofi dan Mas Sasminto.
87
Kedua, Sudut pandang personal pertama aku. Gaya aku narator
orang yang terlibat dalam cerita. Ia adalah tokoh yang mengisahkan
peristiwa dan tindakan yang diketahui dan dilihatnya kepada pembaca.
Dalam novel kasidah Lereng Bukit beberapa alur cerita yang
menggunakan sudut pandang orang pertama misalnya dialog Furkon
dengan Nurul Fitria tentang kepergian Furkon melanjutkan sekolah ke
Jogja, tetapi terkadang pengarang menggunakan nama pada dialog antara
Gus Muali dengan Eyang sumoharjo, disini Eyang Sumoharjo menyebut
namanya dengan lakob atau gelar Eyang bukan aku.
Eyang tidak bisa merubah nasibmu kalau kamu sendiri tidaka mau
merubahnya.
101

Ketiga, adalah sududut pandang campuran aku dan dia.
Pengarang dapat berganti-ganti dari satu teknik keteknik yang lain. Dalam
novel Kasidah Lereng Bukit ini yang sering menggunakan teknik sudut
pandang campuran sering kali pada tokoh Ahmad Furkon. Terkadang
pengarang mengisahkan dari sudut pandang aku dan dia secara
bergantian. Mula-mula cerita dikisahkan dari sudut aku namun
kemudian terjadi pergantian ke dia dan kembali ke sudut aku.
Penggunaan sudut pandang tersebut dalam sebuah novel terjadi karena
pengarang ingin memberikan cerita secara lebih banyak kepada
pembaca.
102


101
Achmad Munif, loc. cit, hlm. 121
102
Burhan Nurgiantoro, Loc Cit, hlm. 268
88
Penyampaian pesan-pesan dakwah melalui unsur teknik
penceritaan sebenarnya tidak jauh berbeda dengan penyampaian pesan-
pesan dakwah melalui tokoh dan perwatakan. Hanya saja dalam
penyampaian pesan dakwah melalui teknik penceritaan pengarang tidak
terfokus pada penyebutan nam-nama tokoh dalam cerita itu tetapi
pengarang bisa menyebut tokoh-tokoh dalam ceritanya dengan sebutan
aku dan nya. Misalnya pada pusat cerita tentang penyesalan Gus
Muali, pengarang menggunakan tokoh aku untuk mengungkapkan rasa
penyesalannya bahwa ternyata harta satu-satunya yang bisa memberi
kebahagiaan. Ternyata memberikan kesenangan tetapi bukan kebahagiaan.
Cerita lain pada Novel Kasidah Lereng Bukit ketika
menceritakan tradisi perdukunan, tokoh aku kadang juga menyebut
tokoh Eyang Sumoharjo yang mengaku dirinya lebih tua umurnya dari
umur Gus Muali, dan Eyang sumoharjo juga lebih tahu tradisi pencalonan
kepala desa daerah Jawa Wetan yang menunjukkan dirinya sebagai orang
pintar (dukun) yang menunjukkan bahwa dirinya tidak mempunyai sifat
istiqomah.
Tokoh Ahmad Furkon digambarkan sebagai tokoh dia
diceritakan sebagai anak muda yang mempunyai kegigihan dalam
menuntut ilmu.
Penyebutan tokoh cerita ia pada tokoh Nurul Fitria melalui
gambaran wataknya dan settingnya yang mengambarkan gadis yang taat
kepada syariat Islam.
89
Tokoh Pak Hudori, Abah Nur, Bu Kusnah dan Bu Masyitoh
digambarkan sebagai sebutan penghormatan tokoh Beliau dan dia
yang tekun beribadah, sabar dan penuh dengan kesederhanaan, apalagi
tokoh Bu Masyitoh Beliau adalah istri Gus Muali. Walaupun Gus Muali
digambarkan sebagai tokoh antagonis akan tetapi dengan keistiqomahan
Bu masyitoh ia tidak terpengaruh sama sekali walaupun pribadi suaminya
sehari-hari jauh bertentangan dengan ajaran Islam.
Penyebutan tokoh cerita dengan tokoh aku, "dia, iaatau nya
merupakan metode yang ditentukan oleh pengarang, penyebutan kata
"aku", dia, "ia, mereka dan nya" hanya untuk menunjukkan pada tokoh
tertentu yang disebutnya. Pada tokoh tersebut pengarang dapat
memasukkan pesan dakwah, baik dari karakter tokoh, sikap dan tindakan
atau melalui kalimat yang diucapkan tokoh dengan menggambarkan watak
tokoh itu sendiri oleh pengarang. Pengarang hanya menentukan tokoh
mana yang akan dijadikan sebagai media penyampaian pesan-pesan
dakwah dan pada tokoh tersebut pengarang bisa menggunakan sebutan
"aku", "dia", "ia", "mereka" dan "nya".
6. Diksi
Diksi merupakan salah satu unsur cerita rekaan yang sangat erat
hubungannya dengan unsur-unsur lain dalam cerita rekaan. Karena diksi
adalah tata bahasa. Bagaimana seorang pengarang menggunakan tata
bahasanya untuk menerangkan cerita. Diksi merupakan alat bagi
pengarang untuk mengungkapkan ide ceritanya termasuk untuk
90
mengungkapkan dan merangkul pesan-pesan dakwah yang ingin di
tampilkan dalam cerita baik melalui tema, tokoh dan perwatakan, alur,
setting dan teknik penceritaan. Jadi diksi dalam hal penyampaian pesan-
pesan dakwah melalui integrasi kedalam unsur-unsur intrinsik cerita
rekaan berfungsi sebagai alat yang di gunakan untuk menyampaikan
pesan-pesan dakwah melalui unsur intrinsik cerita rekaan.
Penggunaan diksi tergantung pada bagaimana pengarang mengolah
kata-kata dan kalimat dalam cerita yang di buatnya secara sederhana untuk
menciptakan sebuah cerita yang saling bersambung, tetapi tidak terlepas
dari unsur-unsur intrinsik cerita. Kalimat yang dibuat pengarang dalam
novel biasanya berhubungan dengan target atau sasaran pembaca novel,
bagaimana keadaan sasaran pembaca novel mengharuskan pengarang
untuk merangkul gaya bahasa yang disesuaikan dengan karakteristik
pembaca agar pembaca mudah memahami isi novel tersebut.
Achmad Munif sendiri menggunakan kalimat yang menurutnya
sederhana dan gampang untuk dicerna karena sasaran pembacanya adalah
masyarakat umum yang keadaannya majemuk baik kondisi budaya
ataupun tinggkat pendidikannya.
Novel Kasidah Lereng Bukit disini pengarang menggunakan
bahasa campuran yaitu bahasa Jawa Timuran yang mungkin karena beliau
berasal dari Jawa Timur, bahasa Indonesia secara mayoritas dan bahasa
Arab seperti "Ummi" untuk panggilan ibu, ngijabahi (mengabulkan),
"Kunfayakuun" dan "su'udzon, Khusnuzon (prasangka) sebagai bumbu
91
penyedap cerita agar berpareasi dalam memahami bahasa. Akan tetapi
bahasa Jawa yang disampaikan pengarang adalah bahasa yang mudah
untuk dicerna oleh para pembaca misalnya " yok opo Bapak iki, rek",
"koen kok ngerti ae , Kus. "Wedi ambek mbok towo, tah?", "koen ojok
mincing-mancing aku Dap"! begitu juga dengan bahasa Arab , yaitu
dalil-dalil yang sudah tidak asing di dengar oleh orang awam misalnya
"wala tamutunna illa wa'antum muslimuun", utlubul 'ilma walau
walau bissiin". Novel Kasidah Lereng Bukit ini tercipta karena
terinspirasi dengan sasaran yang akan membaca, beliau berharap anak
muda pesanteren, siswa dan mahasiswa akan membaca novelnya. Karena
ia merasa sangat relevan untuk kalangan anak muda atas pesan yang di
sampaikan dalam novel Kasidah Lereng Bukit
Gaya bahasa yang digunakan pengarang dalam novelnya sangat
berpengaruh terhadap respon pembaca, gaya bahasa yang sederhana
biasanya akan lebih banyak diterima oleh pelbagai kalangan pembaca
karena lebih mudah untuk dipahami isi cerita dan pesan-pesan didalamnya.
Begitu juga dengan pesan dakwah dalam novel, jika menggunakan
bahasa yang sederhana, ringan dan lugas akan lebih mudah untuk di
pahami oleh berbagai kalangan pembaca, dan pemahaman terhadap pesan-
pesan dakwah tersebut akan membawa kepada pengamalan terhadap nilai-
nilai dan ajaran agama Islam bagi pembaca.

92




BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan-pembahasan pada bab-bab sebelumnya dari
skripsi ini, maka kesimpulan yang dapat penulis kemukakan antara lain:
1. Bentuk pesan-pesan dakwah yang terdapat dalam novel Kasidah Lereng
Bukit karya Achmad Munif sering kali tidak terlepas dari tiga aspek,
yaitu:
a) Aspek aqidah, dalam novel "Kasidah Lereng Bukit karya Achmad
Munif tidak banyak hanya ada satu pesan yaitu larangan mempercayai
dukun, ini merupakan kritik sosial bagi masyarakat tentang tradisi
perdukunan dan budaya intrik atau persekongkolan, hal ini baik untuk
dipahami bahwa tradisi perdukunan akan menjebak manusia pada
jurang kemusyrikan.
b) Aspek Syariah dalam novel Kasidah Lereng Bukit terdapat ajaran
Islam yang mengajak pembaca untuk selalu menjalankan shalat baik
shalat-shalat wajib maupun shalat-shalat sunat, karena shalat
93
merupakan salah satu jalan bagi makhluk (manusia untuk memperoleh
ketenangan batin dan merupakan sarana manusia untuk berkomunikasi
langsung pada Robbnya.
c) Aspek akhlak, dalam novel Kasidah Lereng Bukit banyak pesan-
pesan mengenai akhlak yaitu ikhtiar (usaha) dan doa merupakan dua
jalan yang tidak bisa dipisahkan untuk mendapatkan apa yang di
inginkan, menjauhi prasangka buruk, mensyukuri nikmat yang telah
dianugerahkan, bertobat dan menyesali dosa yang telah diperbuat ,
mengucap shalawat sebagai ungkapan rasa hormat dan do'a umat
kepada Nabi besar junjungan kita Muhammad SAW walaupun pada
dasarnya beliau tidak mengharapkan. Absussalam atau menebarkan
salam merupakan ajaran moral dan menebarkan do'a sesama muslim,
menjaga keharmonisan rumah tangga, melalui tokoh Pak Hudori
Achmad Munif menggambarkan bagaimana rumah tangga yang
sakinah mawaddah warohmah berlandaskan ajaran Rosulullah SAW
ada tiga hal yang paling pokok yaitu kesetiaan, kesabaran dan
keadilan. Tawadhu (rendah hati) lawan rendah diri bahwa apapun
yang di miliki oleh setiap manusia merupakan milik Allah dan suatu
saat akan kembali kepada Allah baik berupa harta, jabatan dan apapun
yang di miliki akan di minta pertanggung jawaban di hadapan Allah.
2. Ditinjau dari unsur intrinsiknya novel Kasidah Lereng Bukit sebagian
besar beralur lurus, tokohnya semuanya beragama Islam. Ditinjau dari
tegangan merupakan alur primidal yaitu puncak klimak tidak terdapat
94
diawal dan di akhir akan tetapi pada pertengahan, sedangkan ditinjau dari
urutan pengisahan menggunakan alur progresip cerita dibuka dari awal
cerita dan ditutup akkhir cerita. Sedangkan latar novel menggunakan latar
atau setting tripikal yaitu menonjolkan sifat khas latar tertentu menyangkut
waktu, tempat maupun sosial. Latar tempat, sosial, ataupun latar
suasananya berhubungan dengan nuansa Islami. Ada berapa tema yang
bersifat Islami yang ingin disampaikan oleh pengarang seperti
menghilangkan budaya intrik dan perdukunan, pergaulan muda mudi
dalam perihal cinta, semangat menuntut ilmu, yang paling menonjol
disampaikan pengarang. Tidak semua pesan dakwah disampaikan melalui
unsur pesan melalui dialog akan tetapi ada pesan yang disampaikan
melalui watak tokoh seperti tokoh Nurul Fitria yang digambarkan sebagai
wanita yang selalu menjaga kehormatannya dengan menggunakan jilbab
atau hijab. Sedangkan unsur teknik penceritaan pengarang menggunakan
semua teknik pusat pengisahan cerita rekaan dalam cerpen-cerpennya
yaitu: aku, dia, mereka dan nya. Diksi yang digunakan dalam novel
Kasidah Lereng Bukit menggunakan bahasa yang sederhana sehingga
mudah dipahami dan diidentifikasikan.
B. Saran-Saran
1. Kepada Bapak Achmad Munif kami harapkan untuk tetap konsisten dalam
menulis karya-kaya yang bernuansa dakwah, guna memperkaya khazanah
media dakwah Islam
95
2. Penulis memohon kepada bapak Achmad Munif Hendaknya selalu
konsisten dalam menyampaikan karya sastra yang menceritakan keimanan,
Islam dan moral karena tidak semua orang memahami dan mengerti
bagaimana mengaplikasikan iman, Islam dan akhlaq yang benar sesuai
dengan ajaran Islam dalam kedupan yaumiyah atau kehidupan sehari-hari,
sehingga dengan adanya ide yang dituangkan berbentuk sastra para
pembaca sastra bisa mengambil hikmah dari ide yang bapak tuangkan
dalam karyanya.
3. Kepada para juru dakwah hendaknya dapat menggunakan metode dakwah
ini yaitu dakwah dengan media tulis terutama mahasiswa Komunikasi
Penyiaran Islam, dengan karya sastrapun atau jurnalis bisa
mengembangkan dakwah dalam rangka Amar maruf Nahi munkar









96





DAFTAR PUSTAKA
Al-Khusit, Muhammad Ustman, Penyelesaian Problem Rumah Tangga Secara
Islami, Maktabatul Qur'an Kairo: CV. Pustaka Mantiq, 1992
Al-Jauziyyah, Ibnul qoyyim, zikir Cahaya Kehidupan, Jakarta: Gema Insani, 2002
Aw. Wijaya, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, Jakarta: PT Bina Aksara,
1986
Azra, Azyumardi, Konteks Bertheologi di Indonesia, Jakarta: Paramadina, 1999
Bahreisj, Husein, Himpunan Hadits Shahih Muslim, Surabaya: 1987
Dahana, Radhal Panca, Kebenaran dan Dusta dalam Sastra, Magelang:
Indonesiatra, 2001
Damono, Sapardi Djoko, Simposium Nasional dan Seresehan Kesenian dalam
horison No.I TH. XIX, 1984
Daulay, Hamdan, Dakwah di Tengah Persoalan Budaya dan Politik, Yogyakarta:
Lembaga Studi Filsafat Islam (LESFI), 2001
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Jakarta: Proyek Pengadaan
Kitab Suci Al-Quran, 1997
Effendi, Onong Uchjana, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: Remaja
Rosda Karya, 1992
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, (yogyakarta: Lkis,
2001
97
Gazalba, Sidi, Asas Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1978
Harahap, Nasruddin, CS. (ed) Dakwah Pembangunan, Yogyakarta: DPD golkar
TK. I, 1992
Ilyas, Yunahar, Kuliah Akhlak, Yogyakarta: LPPI, 2001
Ismail, Ilyas, Pintu-pintu Kebaikan, Jakarta:PT. Raja Grapindo Persada, 1997
Isror, C, Sejarah Kesenian Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1997
Jameel, Zeno Bin Muhammad, Bimbingan Islam untuk Pribadi dan Masyarakat,
Jakarta: arul Haq,1994
Jarullah, Abdullah, Fenomena Syukur, surabaya: Risalah Gusti, 1996
Kamaludin, SF, Shalat Jama'ah Jalan Terindah Menuju Surga, Suara MerdekaTh.
XXVI, No.304
Mido, Frans, Cerita Rekaan dan Sluk bluknya, NTT: Nusa Indah, 1994
Munif Achnad, Kasidah Lereng Bukit,Yogyakarta: Gita Nagari, 2003
Nurgiantoro, Burhan, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gajah Mada
University (UGM) Press, 1995
Pardopo, Djoko, Rahmat, Beberapa Teori Sastra, Yogakarta: pustaka Pelajar,
1995
Rahmad, Jalaludin, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung: Remaja Rosda
Karya, 1984
Raqhmat, Jalaludin, Mukhtar Ganda Atmaja, Keluarga Muslim dalam Masyarakat
Modern, Bandung: Remaja Rosda Karya,1993
Said, rahmatsjah, dengan Do'a Membentuk Jiwa yang Sehat, Pelita: Th, XVIII
Shihab, Alwi, Memilih Bersama Rasulullah, Jakarta: PT. Grapindo Persada, 1998
Shihab, Quraish, Lentera Hati, Bandung: Mizan,1994
------------------ Wawasan Al-Quran, Bandung: Mizan 2000
Shihata, Abdullah, Dakwah Islamiyah, Tim Penerjemah RI, Jakarta: CV, Rasindo,
1986
98
Sudjiman, Panuti, Memahami Cerita Rekaan, Jakarta: Pustaka Jaya, 1991
Sumarjo, Jaka dan Daini KM, Apresiasi Kesusastraan, Jakarta: Gramedia, 1994
Surahman, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung: Tarsito, 1980
Susanto, Ready, Sastra Buat Komunikasi atau Komunikasi Melalui Sastra,
Jakarta: Sabtu 16 November, 1991
Syamsul, Asep, , M. Ramli, Jurnal Praktis, Bandung: PT Angkasa Putra, I Bandar
Udara Adi Sucifto, Yogyakarta: Remaja Rosda Karya Offset, 1987
Syukur, Amin, Dzikir Fungsional, Suara Merdeka: Th.-No. XLII/319
Tarigan, Henry Guntur, Prinsip-prinsip Dasar sastra, Bandung: Angkasa 1986
Tasmara, Toto, Komunikasi Dakwah, Jakrta: Gaya MediaPratama, 1987
Wellek, Rene, Warren, Austin, Teori Kesusastraan, Jakarta: Pt Gramedia Pustaka
Utama, 1983
Wijaya, Mangun, Sastra dan Religiositas, Yogyakarta: Kanisius, 1988
Wijoyo, Kunto, Paradigma Islam dan Interpensi untuk Aksi, Bandung: Mizan,
1991
Yudiono, KS, Telaah Kritik Sastra Indonesia, Bandung: Bina Aksara, 1986

Anda mungkin juga menyukai