Anda di halaman 1dari 24

1. 1.1.

PENDAHULUAN Latar Belakang Praktikum

Dalam praktikum kali ini,hal yang dilakukan dalam pengolahan bahan pangan dengan cara pengeringan, yaitu mengolah ikan menjadi dendeng. Dendeng memiliki rasa dan aroma yang khas, dan mengandung gizi hewani terutama protein dan lemak. Dendeng merupakan salah satu produk awetan daging yang dikelompokkan sebagai daging curing. Curing didefinisikan sebagai suatu proses yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme melalui penggunaan garam dapur dan pengendalian aktivitas air (aw) untuk mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme selanjutnya dan mencapai cita rasa daging yang diinginkan (Desrosier & Desrosier, 1977). Proses curing bertujuan untuk mengawetkan dan memperbaiki warna, rasa, serta kekerasan (tekstur daging). Proses curing dendeng digunakan bahan garam, gula, rempah-rempah, dan dapat ditambah pula pengawet buatan, seperti nitrat dan nitrit. Menurut Dewi & Ratna (2008), salah satu cara pengolahan ikan air tawar yang dapat dikembangkan adalah pembuatan dendeng ikan dalam bentuk fillet, seperti yang dilakukan dalam praktikum ini.Selain menggunakan ikan mujair jenis ikan yang lain juga memiliki potensi untuk dijadikan dendeng salah satunya yaitu ikan hiu dimana prosesnya dapat menggunakan tiga metode yaitu sinar matahari (sun drying),Oven drying dan oven vacuum drying (Huda, Nurul; Ahmad, Ruzita &Dewi,2010).

Proses pengeringan dendeng bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam bahan sampai batas tertentu dengan cara menguapkan air dalam bahan menggunakan energi panas. Kadar air yang minimum diharapkan perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan dapat dihambat. Warna dendeng menjadi merah kecoklatan dan tekstur dendeng menjadi agak liat. Pengeringan dapat dilakukan secara alami dengan penjemuran di bawah sinar matahari dan bisa juga dengan menggunakan alat (Fachruddin, 1997). Dalam praktikum ini, pengeringan dendeng dilakukan dengan

menggunakan dehumidifier.

1.2.Tujuan Praktikum Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui proses pembuatan dari dendeng ikan;mengetahui perbedaan selama proses perendaman dan juga pengeringan terhadap warna,tekstus,rasa,aroma serta pengaruhnya terhadap pengujian fisikdengan parameter Hardness,Chewiness,dan Adhesiveness.

1.3.Manfaat Praktikum Pengolahan dari daging ikan menjadi dendeng diawali dengan merendam daging ikan pada bahan curing dimana bahan curing mampu menarik air keluar dari daging dan bahan-bahan curing meresap ke dalam daging.Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini seperti garam, gula jawa, asam jawa, dan rempah-rempah.

Dimana, Garam dapat berfungsi menghambat atau menghentikan sama sekali reaksi autolisis dan membunuh bakteri yang terdapat di dalam tubuh ikan. Garam menyerap cairan tubuh ikan sehingga proses metabolisme bakteri terganggu karena kekurangan cairan (Afrianto & Liviawaty, 1989). Penggaraman sebelum pengeringan bertujuan untuk menarik air dari permukaan badan ikan dan mengawetkan ikan sebelum tingkat kekeringan yang dapat menghambat atau menghentikan kegiatan-kegiatan mikroorganisme tercapai selama proses pengeringan berlangsung (Moeljanto, 1992).

Gula berfungsi untuk melembutkan produk, menurunkan aktivitas air, memberikan rasa dan aroma, juga akan mengimbangi atau mengurangi rasa asin yang berlebihan (Fachruddin, 1997). Gula digunakan karena sifat dari gula yang higroskopis, mempunyai rasa manis. Dengan adanya gula dalam bahan pangan dapat meningkatkan cita rasa pada bahan pangan (Gaman & Sherington, 1994). Larutan gula memiliki tekanan osmotik yang tinggi dan dapat mengeluarkan kandungan air dari dalam sel mikroba atau mencegah difusi air menuju sel, sehingga dapat digunakan sebagai pengawet. Sirup pekat dapat mengawetkan bahan pangan tanpa dilakukan pendinginan. Konsentrasi kritis gula dalam air untuk mencegah pertumbuhan mikrobia berbeda, tergantung dari jenis mikroorganisme dan keberadaan

komponen-bahan pangan lainnya. Biasanya, larutan sukrosa 70% dapat menghentikan pertumbuhan semua mikroba pada bahan pangan (Potter & Hotchkiss, 1987). Rempah-rempah dapat menambah aroma dan cita rasa. Bumbu rempah yang biasanya ditambahkan adalah ketumbar, bawang merah, bawang putih, laos, jahe, asam dan kunyit. Sebagian dari rempah-rempah juga dapat menghambat pertumbuhan jasad renik. Asam jawa mengandung senyawa asam apel, asam sitrat, asam anggur, asam tartrat, asam suksinat, pektin dan gula invert. Kandungan gizi asam jawa per 100 gr kalori yaitu 239 kal, protein 2,8 gr, lemak 0,6 gr, karbohidrat 62,5 gr, kalsium 74 mg, zat besi 0,6 gr, vitamin A 30 SI, vitamin B1 0,34 mg, vitamin C 2 mg, dan air 31,4 gr. Bagian yang dapat dimakan dari asam jawa sebesar 48 % (Haryoto, 1998).Selain dapat mengetahui manfaat dari masing-masing bahan yang digunakan sebagai bahan curing.Dengan mengolah ikan menjadi dendeng ikan,dapat juga meningkatkan nilai ekonomis dari daging ikan yang digunakan.

2. 2.1.

MATERI METODE Materi

2.1.1. Alat Alat-alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah neraca,dehumidifier,deep fat fryer dan texture analyzer. 2.1.2. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah Fillet ikan mujair,gula jawa,asam jawa,bawang merah,bawang putih,bubuk ketumbar,lengkuas,garam,air dan minyak goring. 2.2. Metode

2.2.1. Pembuatan Dendeng Ikan

Fillet ikan mujair disiapkan sebanyak 250 gram dengan ketebalan daging ikan 3 mm

Bahan curing yang terdiri dari 100 gram gula jawa, 10 gram asam jawa, 12,5 gram bawang merah, 25 gram bawang putih, 5 gram ketumbar, 7,5 gram lengkuas, dan 10 gram garam ditumbuk halus

Bahan curing yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam 250 ml air yang mendidih,lalu bahan curing diaduk hingga mengental

Fillet ikan mujair direndam kedalam bahan curing yang telah mengental selama 16 jam (untuk kelompok 1 dan 2), 17 jam (untuk kelompok 3 dan 4) dan 18 jam (untuk kelompok 5) dan ditutup dengan cling wrap

Fillet ikan yang telah dicuring dikeringkan dengan menggunakan dehumidifier selama 5 jam (untuk kelompok 1 dan 2), 5,5 jam (untuk kelompok 3 dan 4), dan 6 jam (untuk kelompok 5)

Dendeng digoreng dengan menggunakan deep fat fryer

Dilakukan pengujian sensori meliputi Warna, Tekstur,Aroma dan Rasa

Dilakukan Pengujian Fisik dengan Texture Analyzer

3.

HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan dari dendeng ikan yang meliputi pengujian sensori dan pengujian fisik dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2 sebagai berikut 3.1. Hasil Pengujian Sensori pada Dendeng Ikan

Hasil pengamatan dari pengujian sensori dengseng ikan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1.Pengujian Sensori Dendeng Ikan Kel Lama Perendaman 1 16 jam 2 16 jam 3 17 jam 4 17 jam 5 18 jam Keterangan: Warna 1.Pucat 2.Agak Coklat 3.Kecoklatan 4.Coklat 5.Sangat Coklat Rasa 1.Hambar 2.Tidak Berasa Ikan 3.Agak Berasa Ikan 4.Berasa Ikan 5.Sangat Berasa Ikan Lama Pengeringan 5 jam 5 jam 5,5 jam 5,5 jam 6 jam Warna 2 1 3 4 5 Tekstur 2 1 3 4 5 Aroma 2 1 3 4 5 Rasa 2 1 3 4 5

Tekstur 1.Sangat Lembek 2.Lembek 3.Agak Liat 4.Liat 5.Sangat Liat

Aroma 1.Tidak Beraroma 2.Tidak Tajam 3.Agak Tajam 4.Tajam 5.Sangat Tajam

Dari data percobaan diketahui kelompok 5 yang melakukan perendaman dalam larutan curing selama 18 jam dan didehumidifier selama 6 jam menghasilkan fillet yang memiliki warna sangat coklat,tekstur paling liat, aroma sangat tajam, dan memiliki rasa yang sangat berasa ikan. Sedangkan pada kelompok 1 dan 2 yang melakukan perendaman selama 16 jam dalam larutan curing dan didehumidifier selama 5 jam memiliki perbedaan dimana pada kelompok 1 menghasilkan dendeng ikan mujair dengan warna agak coklat,tekstur lembek,aroma tidak tajam dan rasa yang tidak berasa ikan lalu pada kelompok 2

menghasilkan dendeng ikan mujair dengan warna pucat,tekstur sangat lembek,tidak beraroma dan rasa yang hambar.Pada kelompok 3 dan kelompok 4 pun memiliki perbedaan meskipun telah mengalami perendaman dalam larutan curing selama 17 jam dan didehumidifier selama 5,5 jam yang sama yaitu kelompok 3 menghasilkan dendeng ikan mujair dengan warna kecoklatan,tekstur agak liat,aroma agak tajam dan rasa yang agak berasa ikan sedangkan kelompok 4 menghasilkan dendeng ikan mujair dengan warna coklat,tekstur liat,aroma tajam dan rasa yang berasa ikan.

3.2.Hasil Pengujian pada Dendeng Ikan hasil pengamatan dari dendeng ikan mujahir dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2.Pengamatan Dendeng Ikan Kel Lama Perendaman Lama Hardness Chewiness Pengeringan 1 16 jam 5 jam 2700,8 11,980 1699,7 0,95013 723,14 6,1945 2 16 jam 5 jam 2139,5 1,6479 1393 3,4491 572,21 0,23508 3 17 jam 5,5 jam 2160,7 1,5676 825,61 0,71490 4247,8 4,2701 4 17 jam 5,5 jam 2813,9 2,5235 1598 2,0692 3036,8 8,0127 5 18 jam 6 jam 1541,2 1,9863 2006,2 4,545 1213 0,55981 Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa dendeng ikan dengan perlakuan Adhesiveness -0,076 -0,02358 -0,00037 0,161 0,012271 -0,0025907 0,039694 0,004004 -0,00091135 0,0012138 0,37932 -0,00020905 -0,00040153 0,012095 0,0024966 perendaman dan

pengeringan yang berbeda-beda memiliki nilai Hardness,Chewiness dan Adhesiveness yang berbeda pula pada 3 kali ulangan.Pada kelompok B1 nilai Hardness yang dimiliki sebesar 2700,8,1699,7 dan 723,14 , Chewiness sebesar 11,980,0,95013 dan 6,1945 Sedangkan nilai Adhesiveness yang dimiliki sebesar -0,076,-0,02358 dan -0,00037. Kelompok B2 nilai Hardness yang dimiliki sebesar 2139,5 , 1393 dan 572,21 , Chewiness sebesar 1,6479,3,4491 dan 0,23508 Sedangkan nilai Adhesiveness yang dimiliki sebesar

0,161,0,012271 dan -0,0025907.Lalu pada kelompok B3 nilai Hardness yang dimiliki sebesar 2160,7,825,61 dan 4247,8 , Chewiness sebesar 1,5676,0,71490 dan 4,2701 Sedangkan nilai Adhesiveness yang dimiliki sebesar 0,039694,0,004004 dan -0,00091135. kelompok B4 nilai Hardness yang dimiliki sebesar 2813,9, 1598 dan 3036,8 , Chewiness sebesar 2,5235 , 2,0692 dan 8,0127 Sedangkan nilai Adhesiveness yang dimiliki sebesar 0,0012138 , 0,37932 ,dan -0,00020905. Pada kelompok B5 nilai Hardness yang dimiliki sebesar 1541,2, 2006,2 dan 1213 , Chewiness sebesar 1,9863 , 4,545 dan 0,55981 Sedangkan nilai Adhesiveness yang dimiliki sebesar -0,00040153 , 0,012095 ,dan 0,00024966.

4.

PEMBAHASAN

Dalam praktikum ini dilakukan pengolahan ikan dalam bentuk dendeng ikan.Dimana ikan yang digunakan dalam pengolahan merupakan ikan mujahir. Menurut Samsundari (2007), ikan mujair merupakan hasil budidaya perairan darat yang mudah dikembangbiakan, mempunyai adaptasi lingkungan yang baik dan dapat tumbuh dengan pakan yang berkualitas jelek. Kandungan gizi ikan mujair juga cukup baik yaitu mengandung protein antara 43,57 55,60%, kadar lemak 2,70 11,20 pada kadar air 6,34 12,04%.Dendeng ikan sendiri menurut Fachruddin (1997) dapat diartikan sebagai bentuk makanan semi basah (kadar air 20-40%) yang terbuat dari daging ikan, berbentuk tipis dan lebar, dibumbui dan dikeringkan. Menurut Dewi & Ratna (2008), salah satu cara pengolahan ikan air tawar yang dapat dikembangkan adalah pembuatan dendeng ikan dalam bentuk fillet, seperti yang dilakukan dalam praktikum ini. Selain menggunakan ikan mujair jenis ikan yang lain juga memiliki potensi untuk dijadikan dendeng salah satunya yaitu ikan hiu dimana prosesnya dapat menggunakan tiga metode yaitu sinar matahari (sun drying),Oven drying dan oven vacuum drying (Huda, Nurul; Ahmad, Ruzita &Dewi,2010).

Pada praktikum ini akan dibuat dendeng dengan perlakuan yang berbeda-beda dari lama perendaman dalam larutan curing dan lama pengeringan pada dehumidifier. Tiap perlakuan yang berbeda ini akan dibandingkan dari parameter warna, tekstur, aroma, rasa, Hardness, Chewiness, Adhesiveness. Pada prinsipnya menurut Astawan & Astawan (1988), dendeng merupakan salah satu produk awetan daging yang dikelompokkan sebagai daging curing. Curing didefinisikan sebagai suatu proses yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme melalui penggunaan garam dapur dan pengendalian aktivitas air (Aw), diikuti dengan penggunaan nitran (sendawa) untuk mempertahankan warna daging dan pengasapan untuk mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme selanjutnya dan mencapai cita rasa daging yang diinginkan.

4.1. Proses Pembuatan Dendeng Ikan Pada pembuatan dendeng ini, bahan yang digunakan adalah ikan segar, yaitu ikan mujahir. Ini sesuai dengan teori Fachruddin (1997), yang menyatakan bahwa bahan baku yang digunakan dalam pembuatan dendeng harus dipilih yang segar, berwarna merah cerah, tidak berbau busuk, dan jika ditekan terasa kenyal. Selain itu ikan yang digunakan sebaiknya adalah ikan yang berukuran sedang dan kurang bernilai ekonomis. Sebelum dibuat menjadi dendeng, sebaiknya ikan dicuci dahulu sehingga kotoran-kotoran yang menempel pada tubuh ikan hilang. Setelah itu ikan disiangi dan dibelah. Hal ini dilakukan supaya daging ikan yang akan digunakan untuk membuat dendeng tidak terlalu tebal, sebab semakin tebal daging ikan, proses penetrasi garam akan berjalan semakin lambat dan semakin banyak pula jumlah garam yang dibutuhkan dalam pembuatan dendeng ini (Aitken et al., 1982).

Selain daging ikan, bahan lain yang digunakan dalam pembuatan dendeng ikan ini adalah gula jawa, asam jawa, bawang merah, bawang putih, ketumbar, lengkuas, dan garam sebagai bumbu untuk membuat bahan curing. Hal ini sesuai dengan teori Astawan & Astawan (1988) yang menyebutkan bahwa dendeng adalah hasil dari suatu proses kombinasi antara kuring daging dan pengeringan. Pembuatan dendeng di Indonesia menggunakan bumbu lengkuas, lada, ketumbar, bawang merah, dan bawang putih. Gula dan garam dapat pula ditambahkan untuk lebih menegaskan cita rasa dendeng yang diinginkan. Lebih lanjut menurut Fachruddin (1997), sebagai bahan kuring untuk dendeng, digunakan bahan garam, gula, rempah-rempah, dan dapat ditambah pula pengawet buatan, seperti nitrat dan nitrit. Namun, dalam praktikum dendeng ikan ini, tidak digunakan pengawet buatan. Penambahan bahan kuring pada daging ikan ini bertujuan untuk mengawetkan daging, mempersiapkan daging pada penggunaan berikutnya, menghambat pertumbuhan mikroba, menimbulkan rasa dan flavor yang enak, serta memperbaiki warna dan kekerasan (tekstur) daging.

Menurut Haryoto (1998), garam merupakan bahan tambahan yang dibutuhkan dalam proses curing dendeng. Garam bersifat osmotis, sehingga mampu menarik air keluar dari jaringan,

sehingga aktivitas air dalam bahan dapat berkurang. Garam juga berfungsi merangsang cita rasa pada produk. Gula berperan dalam proses curing. Gula berfungsi mengurangi rasa asin yang berlebihan, memberikan rasa lembut pada produk, dan juga berpengaruh terhadap cita rasa dan warna produk. Gula digunakan karena sifat dari gula yang higroskopis, mempunyai rasa manis. Bila dibandingkan tingkatan rasa manis gula atu sukrosa lebih tinggi dari glukosa, maltosa dan galaktosa, laktosa dan fruktosa. Bumbu untuk menambah aroma dan cita rasa dendeng. Bumbu rempah yang biasanya ditambahkan adalah ketumbar, bawang merah, bawang putih, laos, jahe, asam dan kunyit. Selain itu, bumbu-bumbu tersebut secara alami memberikan daya awet. Bawang putih bersifat antimikrobia karena adanya zat allicin yang efektif membunuh bakteri. (Fachruddin, 1997). Asam jawa mengandung senyawa asam apel, asam sitrat, asam anggur, asam tartrat, asam suksinat, pektin, dan gula invert (Haryoto, 1998).

Setelah campuran bumbu jadi, kemudian dimasukkan ke dalam air yang telah mendidih dan dipanaskan serta diaduk-aduk hingga mengental. Pemanasan ini, selain bertujuan untuk mempercepat pencampuran bumbu-bumbu, juga bertujuan untuk menguapkan kelebihan air sehingga diperoleh larutan bumbu yang kental dan berkualitas. Selanjutnya daging ikan direndam dalam larutan bumbu tersebut. Perendaman daging dalam larutan bumbu yang menggunakan garam dapur ini disebut dengan curing (Astawan & Astawan, 1988). Proses curing yang kita lakukan dalam praktikum ini termasuk proses curing cara basah, sebab dilakukan dengan cara merendam bahan dendeng dalam larutan bahan curing. Proses curing ini bertujuan untuk mengawetkan dan memperbaiki warna, rasa, serta kekerasan (tekstur daging). Menurut Fachruddin (1997), hal ini dikarenakan selama proses curing, terjadi gerakan osmotik. Bahan-bahan curing mampu menarik air keluar dari daging dan bahan-bahan kuring meresap ke dalam daging.

Kemudian tiap kelompok dibedakan lama perendaman serta lama pengeringan dengan dehumidifier setelah curing tersebut. Menurut Fellows (1990), pengeringan merupakan suatu proses pengambilan air dari bahan pangan padat dengan menggunakan energi panas. Tujuan utama pengeringan yaitu untuk memperpanjang umur simpan sebab pengeringan

dapat mengurangi Aw sehingga menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas enzim. Hal ini sesuai dengan pendapat menurut Hadiwiyoto (1993), tahap-tahap pembuatan dendeng meliputi persiapan bahan, pengirisan atau penggilingan, pemberian bumbu, pencetakan, dan pengeringan. Dalam percobaan kali ini, pengeringan dendeng dilakukan dengan bantuan dehumidifier (salah satu contoh artificial drying). Menurut Winarno

(1995), penggunaan dehumidifier memberikan keuntungan antara lain pengeringan lebih cepat, suhu dapat diatur, dan kebersihannya lebih terjamin. Selama pengeringan ini, sebaiknya daging ikan dibalik-balik agar pengeringannya merata dan lebih cepat. Hasil dari pengeringan ini disebut dengan dendeng mentah ikan.

Kemudian tahap terakhir dalam pembuatan dendeng ikan adalah penggorengan dendeng ikan mentah. Dendeng digoreng dengan deep fat fryer selama 1 menit. Menurut Winarno et al. (1980), proses penggorengan yang dilakukan pada dendeng ikan bertujuan untuk menguapkan air yang ada dalam dendeng mentah, serta membuat dendeng menjadi kering dan terbentuk lapisan kulit. Selain itu, penggunaan minyak goreng selama penggorengan akan menambah rasa gurih dan nilai kalori pada dendeng ikan. Selain itu, penggorengan dendeng ikan juga akan menurunkan Aw sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak. Menurut Toledo (1991), proses penggorengan dendeng ikan ini menggunakan metode deep fat frying, dimana bahan pangan yang digoreng terendam dalam minyak dan suhu minyak dapat mencapai 200205oC. Pada saat bahan pangan dimasukkan ke dalam minyak panas, maka temperatur permukaannya akan naik dengan cepat dan air yang ada di dalamnya akan menguap dan permukaan bahan akan menjadi kering. Selama evaporasi terjadi pada bahan, tekstur bahan akan menjadi keras.

Berdasarkan jurnal yang digunakan, sifat pengolahan dari dendeng ikan yang masih tradisional, mengakibatkan produk dendeng ikan tidak dikemas dengan baik sehingga mudah terkontaminasi oleh mikroorganisme. Dengan terkontaminasinya dendeng tersebut, daya awetnyapun juga berkurang. Selain itu kadar air dari produk relatif masih tinggi. Untuk mendapatkan kadar air yang lebih rendah, maka produk dendeng tidak dibuat dalam bentuk tebal tetapi dalam bentuk irisan yang tipis. Hal ini bertujuan agar bumbu dapat lebih

cepat merasuk kedalam irisan fillet daging, serta proses pengeringannya lebih cepat (Dewi & Ratna,2008).

4.2. Analisa Sensori pada Dendeng Ikan Dendeng yang telah kering selanjutnya diamati secara organoleptik (warna, tekstur, dan aroma). Dari hasil pengamatan, warna dendeng yang dihasilkan rata-rata adalah coklat. Menurut Lees & Jackson (1973), warna cokelat tersebut timbul akibat terjadinya reaksi maillard dan browning. Reaksi Maillard merupakan reaksi yang terjadi antara gugus-gugus asam amino dengan gula pereduksi, sehingga menyebabkan timbulnya warna cokelat. Sedangkan reaksi browning yaitu reaksi antara gula (gula jawa) dan komponen cita rasa lainnya akibat adanya panas atau suhu yang tinggi. Dengan mengurangi kadar airnya, bahan pangan mengandung senyawa-senyawa seperti protein, karbohidrat, lemak, dan mineralmineral dalam konsentrasi yang lebih tinggi, akan tetapi vitamin-vitamin dan zat warna pada umumnya menjadi rusak atau berkurang (Winarno, 1995).

Dari hasil pengamatan, tampak bahwa untuk waktu perendaman yang makin lama akan menghasilkan warna yang semakin coklat. Waktu perendaman 18 jam memberikan warna sangat coklat daripada waktu perendaman 16 dan 17 jam. Hal ini disebabkan karena dengan makin lamanya daging ikan direndam dalam larutan bumbu, berarti semakin banyak bumbu yang meresap ke dalam daging (termasuk gula) sehingga reaksi Maillard dan browning yang terjadi akan semakin besar dan mengakibatkan warna coklat yang semakin jelas. Jadi dapat disimpulkan, bahwa semakin lama proses curing dan pengeringan, maka warna dendeng yang dihasilkan menjadi semakin tua.

Untuk kelompok B1 dan B2 dengan waktu perendaman 16 jam dan pengeringan 5 jam menghasilkan warna yang berbeda yaitu pucat (Kelompok B1) dan berwarna agak coklat (kelompok B2).Perbedaan tersebut kemungkinan disebabkan karena panas saat

penggorengan. Panas yang kurang akan menyebabkan dendeng tidak matang dengan baik sedangkan panas yang terlalu tinggi akan menyebabkan dendeng cepat hitam/gosong (Rumbay et al., 1985).demikian juga yang terjadi pada kelompok B3 dan B4 yang memiliki

hasil warna yang berbeda meskipun menggunakan waktu perendaman dan pengeringan yang sama.Semakin lama proses penggorengan, warna dendeng yang dihasilkan akan semakin coklat, sebab semakin banyak kesempatan asam amino bereaksi dengan gula perduksi untuk menyebabkan reaksi maillard menjadi lebih besar, sehingga timbul warna yang lebih kecoklatan. Ketidaksesuaian hasil pengamatan terhadap parameter warna dendeng ini juga dapat disebabkan oleh perbedaan ketebalan fillet ikan yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan dendeng. Jika fillet semakin tebal, maka bahan kuring mungkin butuh waktu lama untuk meresap hingga jauh ke dalam fillet (Aitken et al., 1982), sehingga warna yang dihasilkan tidak secoklat dendeng yang irisan fillet-nya lebih tipis. Begitu pula pada fillet yang tipis, maka tranfer panas ke dalam fillet lebih optimal sehingga warna dendeng menjadi lebih coklat. Selain hal-hal yang telah disebutkan, ketidaksesuaian juga karena pengamatan organoleptik warna ini sifatnya sangat subyektif. Tergantung panelis yang melakukan pengamatan sehingga tidak objektif. Penilaian masing-masing orang bisa saja berbeda-beda karena tidak ada patokan yang pasti. Oleh karena itu data yang dihasilkan hanya bersifat relatif dan tidak sepenuhnya akurat seperti bila mengukur menggunakan alat.

Untuk parameter tekstur, kelompok B5 dengan lama perendaman 18 jam dan pengeringan 6 jam menghasilkan tekstur paling liat dibandingkan kelompok lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Fachruddin (1997) bahwa semakin lama waktu perendaman seharusnya dendeng yang dihasilkan semakin liat karena semakin banyak bumbu curing yang diserap daging ikan begitu juga dengan lamanya pengeringan, makin lama pengeringan, teksturnya semakin liat. Proses pengeringan dendeng bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam bahan sampai batas tertentu dengan cara menguapkan air dalam bahan menggunakan energi panas. Selama proses curing, terjadi gerakan osmotik. Bahan-bahan curing mampu menarik air keluar dari daging dan bahan-bahan curing meresap ke dalam daging. Karena air dalam daging ikan ditarik keluar oleh larutan curing maka dagingnya menjadi semakin liat.

Untuk pengamatan dendeng pada kelompok B1 dan B2 dengan lama perendaman dan lama pengeringan yang sama memiliki perbedaan tekstur ,dimana pada kelompok B1 teksturnya

sangat lembek dan pada kelompok B2 tekstur yang dimiliki dendeng ikan lembek.hal tersebut juga terjadi pada kelompok B3 dan kelompok B4.Perbedaan tekstur tersebut mungkin disebabkan oleh semakin tipisnya fillet yang digunakan dalam pembuatan dendeng ikan, sehingga mengakibatkan semakin cepat air keluar karena ditarik oleh bahan kuring selama perendaman dalam larutan kuring, sehingga ketika dikeringkan dalam dehumidifier, dendeng menjadi benar-benar kering dan keliatannya berkurang Selain (Fachruddin,1997).Sementara, salah satu dari karakteristik dendeng itu sendiri adalah teksturnya yang agak liat. Faktor lain yang menyebabkan ketidaksesuaian karena pengamatan organoleptik tekstur ini sifatnya sangat subyektif. Tergantung panelis yang melakukan pengamatan sehingga tidak objektif. Penilaian masing-masing orang bisa saja berbeda-beda karena tidak ada patokan yang pasti. Oleh karena itu data yang dihasilkan hanya bersifat relatif dan tidak sepenuhnya akurat seperti bila mengukur menggunakan alat.

Pada pengamatan aroma, dendeng yang direndam selama 18 jam dan dikeringkan selama 6 jam memiliki aroma sangat tajam. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Fellows (1990),dimana semakin lama perendaman daging, maka semakin banyak bumbu yang meresap dalam daging sehingga aroma dendeng akan semakin tajam. Sementara dendeng yang direndam selama 16 jam memiliki aroma yang bervariasi yaitu untuk kelompok B1 memiliki aroma yang tidak tajam,kelompok B2 tidak memiliki aroma.Demikian juga untuk dendeng yang mengalami perrendaman selama 17 jam mengalami variasi dalam terbentuknya aroma,yaitu kelompok B3 memiliki aroma yang agak tajam,dan kelompok B4 memiliki aroma yang tajam.Perbedaan yang terjadi pada tingkat aroma (aroma menjadi kurang tajam) selama proses pengeringan dapat disebabkan oleh oksidasi pigmen, vitamin, dan lipid selama masa penyimpanan. Laju perusakan pada aroma ini, ditentukan oleh suhu penyimpanan dan kadar air pada makanan. Perubahan pada aroma ini berkaitan erat dengan perubahan pada rasa. Timbulnya aroma yang khas pada dendeng ini disebabkan karena perendaman fillet ikan dalam larutan kuring di mana bahan kuring ini akan memberikan aroma khas pada dendeng (Fachruddin, 1997). Menurut Astawan & Astawan (1988), penambahan bumbu - bumbu dapat berfungsi untuk meningkatkan aroma dan cita rasa pada produk akhir yang dihasilkan. Selain itu, aroma

dendeng juga dapat dipengaruhi oleh proses pengeringan karena menurut Fellows (1990), selama proses pengeringan akan terjadi perubahan aroma.

Parameter terakhir adalah rasa, dendeng kelompok B5 yang direndam selama 18 jam dan dikeringkan selama 6 jam memiliki rasa ikan yang sangat kuat. Sementara itu, dendeng yang direndam selama 17 jam dan dikeringkan selama 5,5 jam memiliki rasa mulai dari yang cukup berasa ikan hingga berasa ikan. Dendeng ikan yang direndam 16 jam dan dikeringkan 5 jam yang dilakukan kelompok B1 dan B2 memiliki rasa tidak berasa ikan dan rasa yang hambar.Menurut Fachruddin (1997), semakin lama waktu perendaman maka semakin banyak bumbu yang meresap. Yang dimaksud dengan proses curing adalah proses penambahan garam dan gula. Selama proses curing, terjadi gerakan osmotik. Bahan-bahan curing mampu menarik air keluar dari daging dan bahan-bahan curing meresap ke dalam daging. Sehingga rasa yang kuat adalah rasa dari bumbu tersebut sedangkan rasa dari ikannya menjadi berkurang. Hal ini tidak sesuai dengan hasil percobaan dimana pada kelompok B5, rasa ikannya yang paling kuat. Kemudian pada proses pengeringan ini juga menyebabkan perubahan rasa. Akibat terjadinya oksidasi pigmen, vitamin, dan lipid selama masa penyimpanan (Fellows, 1990). Pengeringan dapat menurunkan kualitas dan kandungan nutrisi. Selama pengeringan, dapat terjadi perubahan warna, tekstur, aroma, dll, meskipun perubahan-perubahan tersebut dapat dibatasi seminimal mungkin dengan jalan memberikan perlakuan pendahuluan terhadap bahan pangan yang akan dikeringkan. Dengan mengurangi kadar airnya, bahan pangan mengandung senyawasenyawa seperti protein, karbohidrat, lemak, dan mineral-mineral dalam konsentrasi yang lebih tinggi, akan tetapi vitamin-vitamin dan zat warna pada umumnya menjadi rusak atau berkurang (Winarno, 1995).

1.3. Analisa Fisik Dendeng Ikan Pengujian analisa fisik ini dilakukan dengan menggunakan texture analyzer.Dimana ada 3 parameter yang diukur, yaitu hardness, chewiness, dan adhesiveness. Menurut Rosenthal (1999), Hardness merupakan gaya yang dibutuhkan untuk menekan sampel di antara gigi geraham. Chewiness merupakan tenaga yang digunakan untuk mengunyah sampel padat

hingga sampel tersebut siap untuk ditelan. Adhesiveness adalah daya yang dibutuhkan untuk menarik sampel, semakin besar daya yang dibutuhkan maka tingkat adhesiveness atau kelengketannya semakin tinggi.

Dari hasil percobaan diketahui bahwa nilai hardness terbesar adalah pada dendeng ikan mujahir B4 dengan lama perendaman 17 jam dan lama pengeringan 5,5 jam yaitu sebesar 2482,9 yang didapatkan dari hasil rata-rata 3 ulangan. Sedangkan yang terendah adalah pada dendeng ikan mujahir B2 dengan lama perendaman 16 jam dan lama pengeringan 5 jam yaitu sebesar 1368,23 yang didapatkan juga dari hasil rata-rata 3 kali ulangan. Hal ini sesuai dengan teori Fachruddin (1997) sebab semakin lama waktu perendaman seharusnya dendeng yang dihasilkan semakin keras karena semakin banyak bumbu curing yang diserap daging ikan begitu juga dengan lamanya pengeringan, makin lama pengeringan, teksturnya semakin keras. Proses pengeringan dendeng bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam bahan sampai batas tertentu dengan cara menguapkan air dalam bahan menggunakan energi panas. Selama proses curing, terjadi gerakan osmotik. Bahan-bahan curing mampu menarik air keluar dari daging dan bahan-bahan curing meresap ke dalam daging. Karena air dalam daging ikan ditarik keluar oleh larutan curing maka dagingnya menjadi semakin keras.

Nilai Chewiness yang tertinggi didapatkan pada dendeng ikan mujahir B1 dengan lama perendaman 16 jam dan lama pengeringan 5 jam yaitu sebesar 6,375 yang didapatkan dari hasil rata-rata 3 kali ulangan.Sedangkan nilai Chewiness terendah adalah pada dendeng ikan mujahir B2 dengan lama perendaman 16 jam dan lama pengeringan 5 jam.Seharusnya semakin keras dendeng yang dihasilkan, chewinessnya semakin rendah karena apabila dendeng semakin lunak maka akan terasa lebih kenyal.

Untuk nilai adhesiveness mungkin ada hubunganya dengan lama perendaman dengan larutan bumbu yang mengandung gula jawa. Gula jawa tersebut akan memberikan efek lengket pada dendeng yang dihasilkan ketika dilakukan penggorengan karena terjadi karamelisasi. Jadi, semakin lama waktu perendaman maka gula semakin meresap pada daging sehingga saat digoreng reaksi karamelisasinya semakin besar dan produk yang

dihasilkan semakin lengket. Namun pada hasil percobaan tidak sesuai dengan teori, karena adhesivenessnya memberikan nilai negatif hal tersebut ditunjukan pada kelompok B1. Hal ini mungkin disebabkan karena ketebalan irisan daging. Semakin tebal daging ikan, proses penetrasi garam akan berjalan semakin lambat (Aitken et al., 1982). Jika irisan daging tebal maka penetrasi larutan curing menjadi kurang dan dan gula yang terserap dalam daging berkurang.

Selain itu, tampaknya chewiness lebih memiliki keterkaitan dengan adhesiveness, dibandingkan dengan hardness. Karena jika dendeng semakin adhesive atau dengan kata lain dendeng memiliki sifat yang semakin lengket, maka tentu saja lebih sulit untuk mengunyahnya. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa semakin besar adhesiveness dari dendeng, maka semakin besar pula energi yang diperlukan untuk mengunyah dendeng tersebut karena kelengketannya yang tinggi. Jadi, seharusnya adhesiveness berbanding lurus dengan chewiness. Dan hal ini sesuai dengan hasil percobaan yang ada. Menurut Astawan & Astawan (1988), ada tiga faktor yang menentukan keempukan daging yang dihasilkan, yaitu antara lain suhu, lama pemasakan, serta jenis daging. Sedangkan faktor yang secara langsung mempengaruhi keempukan dendeng adalah kandungan lemak dan kadar air daging yang digunakan.

5.

KESIMPULAN Ikan mujair merupakan hasil budidaya perairan darat yang mudah dikembangbiakan, mempunyai adaptasi lingkungan yang baik dan dapat tumbuh dengan pakan yang berkualitas jelek.

Kandungan gizi ikan mujair juga cukup baik yaitu mengandung protein antara 43,57 55,60%, kadar lemak 2,70 11,20 pada kadar air 6,34 12,04%. Dalam pembuatan dendeng ikan ini adalah gula jawa, asam jawa, bawang merah, bawang putih, ketumbar, lengkuas, dan garam sebagai bumbu untuk membuat bahan curing.

Garam bersifat osmotis, sehingga mampu menarik air keluar dari jaringan, sehingga aktivitas air dalam bahan dapat berkurang.

Gula berfungsi mengurangi rasa asin yang berlebihan, memberikan rasa lembut pada produk, dan juga berpengaruh terhadap cita rasa dan warna produ

Proses curing yang kita lakukan dalam praktikum ini termasuk proses curing cara basah, sebab dilakukan dengan cara merendam bahan dendeng dalam larutan bahan curing.

Sifat pengolahan dari dendeng ikan yang masih tradisional, mengakibatkan produk dendeng ikan tidak dikemas dengan baik sehingga mudah terkontaminasi oleh mikroorganisme.

Fillet semakin tebal, maka bahan kuring mungkin butuh waktu lama untuk meresap hingga jauh ke dalam fillet

Perbedaan tekstur yang terjadi pada tiap kelompok dengan menggunakan perlakuan yang sama disebabkan oleh semakin tipisnya fillet yang digunakan dalam pembuatan dendeng ikan, sehingga mengakibatkan semakin cepat air keluar karena ditarik oleh bahan kuring selama perendaman dalam larutan kuring,

Hardness merupakan gaya yang dibutuhkan untuk menekan sampel di antara gigi geraham. Chewiness merupakan tenaga yang digunakan untuk mengunyah sampel padat hingga sampel tersebut siap untuk ditelan.

Adhesiveness adalah daya yang dibutuhkan untuk menarik sampel, semakin besar daya yang dibutuhkan maka tingkat adhesiveness atau kelengketannya semakin tinggi. Nilai Chewiness yang tertinggi didapatkan pada dendeng ikan mujahir B1 dengan lama perendaman 16 jam dan lama pengeringan 5 jam yaitu sebesar 6,375 yang didapatkan dari hasil rata-rata 3 kali ulangan.

Nilai Chewiness terendah adalah pada dendeng ikan mujahir B2 dengan lama perendaman 16 jam dan lama pengeringan 5 jam. Semakin keras dendeng yang dihasilkan, chewinessnya semakin rendah karena apabila dendeng semakin lunak maka akan terasa lebih kenyal. Nilai adhesiveness berhubungan dengan lama perendaman dengan larutan bumbu yang mengandung gula jawa.

Nilai Adhesiveness pada kelompok B1 menunjukkan nilai negatif. Hal ini mungkin disebabkan karena ketebalan irisan daging. Semakin tebal daging ikan, proses penetrasi garam akan berjalan semakin lambat

Semakin besar adhesiveness dari dendeng, maka semakin besar pula energi yang diperlukan untuk mengunyah dendeng tersebut karena kelengketannya yang tinggi.

Praktikan

Semarang,3 Oktober 2011 Asisten Dosen Henny Oktalia

Yessy Christanti (09.70.0011)

6.

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. & E. Liviawaty. (1989). Pengawetan dan Pengolahan ikan. Kanisius. Yogyakarta. Aitken, A.; I. M. Mackie; J. H. Merritt; and M. L. Windsor. (1982). Fish Handling & Processing second edition. Ministry of Agriculture, Fisheries & Food. Edinburgh. Astawan dan Astawan. (1988). Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. Cv Akademika Pressindo. Jakarta. Desrosier, N. W. dan Desrosier. (1977). Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Dewi, Eko Nurcahya dan Ratna Ibrahim. (2008). Mutu dan Daya Simpan Fillet Dendeng Ikan Nila Merah yang Dikemas Hampa Udara dengan Vacuum Sealer Skala Rumah Tangga. Jurnal Saintek Perikanan Vo. 4 No. 1 2008 : 7 15.http://eprints.undip.ac.id/19082/1/EKO_Nur.pdf Fachruddin, L. (1997). Membuat Aneka Dendeng. Kanisius. Yogyakarta. Fellows, P. (1990). Food Processing Technology : Principles and Practise. Ellis Horwood Limited. New York. Gaman, P. M. & K. B. Sherrington. (1994). Ilmu Pangan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hadiwiyoto, S. (1993). Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Liberty. Yogyakarta. Haryoto. (1998). Sirup Asam. Kanisius. Yogyakarta. Huda, Nurul; Ruzita Ahmad; and Ratna Sari Dewi. (2010). Effect of Various Drying Methods on The Quality of Shark Dendeng. Universiti Sains Malaysia. http://pdfcast.org/download/effects-of-various-drying-methods-on-the-quality-of-sharkdendeng.pdf Lees, R. and E. B. Jackson. (1973). Sugar Confectionery and Chocolate Manufacture. Leonard Hill. Glasgow. Moeljanto. (1992). Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta. Potter, N. N. and J. H. Hotchkiss. (1996). Food Science. CBS Publisher and Distributors.

Rumbay, J. O.; S. Sumarni; K. Banteng; D. Tami; J. E. Mnpo & F. Wangka. (1985). Pengembangan Pembuatan Kerupuk Sagu Barut. Badan Litbang Industri Departemen Perindustrian. Samsundari.(2007). Identifikasi Ikan Segar Yang Dipilih Konsumen Beserta Kandungan Gizinya Pada Beberapa Pasar Tradisional di Kota Malang. Vol.14.No.1.Th.2007 . http://ejournal..umm.ac.id/index.php/protein/article/viewFile/83/88_umm_scientific_journa l.doc Toledo, R. T. (1991). Fundamentals of Foods Process Engineering. Chapman & Hall, Inc. New York. Winarno, F. G. (1995). Pangan, Gizi, Teknolgi, dan Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Winarno, F. G.; S. Fardiaz; dan D. Fardiaz. (1980). Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

7. 7.1.

LAMPIRAN Jurnal

7.2.

Laporan Sementara

Anda mungkin juga menyukai