Anda di halaman 1dari 20

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk yang disertai dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat, akan berdampak pada makin meningkatnya kebutuhan akan sarana transportasi dan aktivitas industri. Hal ini akan berakibat pada kebutuhan bahan bakar cair yang jumlahnya semakin menigkat. Akibatnya akan memicu terjadinya krisis energi, khususnya Bahan Bakar Minyak (BBM) yang diinduksi oleh meningkatnya harga BBM dunia. Oleh karena itu sudah saatnya dikembangkan sumber energi alternatif terbaru, berbahan baku dari minyak nabati yang prospektif sebagai bahan baku biodiesel adalah tanaman jarak pagar (Jatropha curcas) (Hariyadi, 2005). Pemanfaatan minyak jarak pagar (Jatropha curcas) sebagai bahan biodiesel merupakan alternatif yang ideal untuk mengurangi tekanan permintaan BBM dan penghematan penggunaan cadangan devisa. Minyak jarak pagar selain merupakan sumber minyak terbarukan (renewable fuels) juga termasuk non edibel oil, sehingga tidak bersaing dengan kebutuhan konsumsi manusia seperti pada minyak kelapa sawit, minyak jagung dan lain sebagainya (Hariyadi, 2005). Tanaman jarak pagar dapat beradaptasi dengan lahan maupun agroklimat di Indonesia, bahkan tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada kondisi kering maupun pada lahan dengan kesuburan rendah seperti lahan marginal dan lahan kritis (Sujatmaka, 1992). Walaupun tanaman jarak pagar tergolong tanaman yang mudah tumbuh, tetapi ada permasalahan yang dihadapi dengan agribisnis saat ini, yaitu belum adanya varietas atau klon unggul dan teknik budidaya yang belum memadai, sehingga jumlah ketersediaan benih masih sangat terbatas, dalam waktu yang singkat diharapkan dapat menyediakan benih yang bagus dan berkualitas serta cepat berkecambah.

Biji jarak pagar mempunyai struktur kulit biji yang keras atau berdaging (Fahn, 1995). Hal ini akan menghambat proses perkecambahan benih. Kulit biji yang keras tersebut memerlukan perlakuan khusus sebelum disemaikan. Perlakuan khusus ini dapat dilakukan dengan cara fisik, kimia maupun secara mekanis. Salah satu perlakuan mekanis yang dilakukan untuk mematahkan dormansi biji agar cepat berkecambah adalah menghilangkan sebagian kulit bijinya dengan cara digosok dengan amplas. Wilkins (1989) menyatakan bahwa pada perlakuan mekanis tidak perlu menghilangkan keseluruhan kulit biji itu, tetapi menghilangkan kulit pada bagian yang dekat dengan radikula. Pengirisan memanjang atau pengelupasan kulit-kulit biji itu mengakibatkan peningkatan perkecambahan dan efek itu jauh lebih ditingkatkan jika biji-biji yang diproses demikian diletakkan dalam sebuah kondisi oksigen yang terbatas, misalnya Betula pubescens. Perlakuan mekanis ini juga dilakukan untuk mengecambahkan biji Makadamia, karena biji Makadamia memiliki struktur kulit biji yang keras. Setelah 13 hari perkecambahan, hasilnya adalah sebanyak 75 % biji makadamia yang diberi perlakuan mekanis dapat berkecambah (Suheryadi, 2002).

1.2 Permasalahan Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat ditarik suatu masalah, apakah perlakuan mekanis dapat memacu perkecambahan biji jarak pagar. 1.3 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempercepat perkecambahan biji jarak pagar (Jatropha curcas). 1.3 Manfaat Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi tentang kecepatan perkecambahan biji jarak pagar (Jatropha curcas) dengan adanya perlakuan mekanis.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Tanaman Jarak Kedudukan tanaman jarak dalam ilmu tanaman (botani) diklasifikasikan sebagai berikut: Divisio Sub divisio Classis Ordo : Spermatophyta : Angiospermae : Dikotyledonae : Euphorbiales

Familia: Euphorbiaceae Genus : Jatropha (Steenis, 1992)

Species: Jatropha curcas

2.2 Biologi Tanaman Jarak Jarak pagar (Jatropha curcas)termasuk dalam tipe tanaman perdu besar dengan tinggi bisa mencapai 3 meter. Batang tanaman mempunyai percabangan yang tidak teratur. Batang tanaman yang masih muda bergetah jernih. Warna batang muda hijau, sedangkan warna batang tua cokelat. Daunnya lebar berbentuk jantung, bertangkai panjang. Bunganya berbentuk cawan, terdiri atas bunga jantan, bertangkai panjang. Bunganya berbentuk cawan, terdiri atas bunga jantan dan bunga betina. Warna bunga hijau kekuningan. Buahnya berbentuk kendaga, berwarna kuning kalau muda kemudian akan menjadi kehitaman kalau sudah tuadan kering. Buahnya mengandung tiga rongga, setiap rongganya berisi satu biji. Bijinya berbentuk bundar lonjong dan berwarna hitam (Sujatmaka, 1992). Secara ekonomi, tanaman jarak pagar dapat dimanfaatkan seluruh bagian tanamannya, mulai dari daun, buah, kulit batang, getah dan batangnya. Daun yang diekstraksi dapat

digunakan menjadi bahan pakan ulat sutra dan obat-obatan herbal. Kulit batang juga dapat diekstraksi menjadi tanin atau sekedar dijadikan bahan bakar lokal untuk kemudian menghasilkan pupuk. Bagian getah bisa diekstraksi menjadi bahan bakar. Batang jarak dapat digunakan untuk kayu bakar. Potensi terbesar jarak pagar adalah pada buah yang terdiri dari biji dan cangkang (kulit). Pada biji terdapat inti dan kulit biji, inti biji inilah yang menjadi bahan dasar pembuatan biodiesel, sumber energi pengganti solar.

2.3 Dormansi Biji Dormansi adalah keadaan benih yang tidak aktif dan bersifat sementara, artinya walaupun berada dalam lingkungan yang sesuai bagi perkecambahannya, benih tidak mampu tumbuh (Kartasapoetra, 1986). Biji-biji dari banyak spesies adalah dorman ketika dipanen, tetapi tidak memerlukan perlakuan khusus untuk mengatasi dormansi tersebut. Jika biji-biji tersebut diletakkan di bawah kondisi penyimpanan kering pada suhu normal, maka pematahan dormansi dapat terjadi yaitu berkisar dari beberapa minggu sampai beberapa bulan. Banyak dari sereal umumnya memperlihatkan dormansi ini, misalnya jewawut, oat dan gandum (Wilkins, 1989). Menuryt Bewley and Black (1978), ada dua tipe dormansi yang mempunyai mekanisme berbeda, yaitu: a. Dormansi embrio Dormansi embrio penyebabnya berada dalam benih. Menurut Kartasapoetra (1986), dormansi embrio ada dua macam yaitu morfologis dan fisiologis. Morfologis disebabkan oleh embrio yang rudimenter, sedangkan dormansi fisiologis karena kematangan benioh tidak terjamin sehingga kemampuan untuk membentuk zat-zat yang diperlukan untuk perkecambahan sangat kecil. b. Dormansi Struktural

Dormansi struktural penyebabnya adalah terletak di kulit benih dan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: kedapnya kulit biji terhadap air atau oksigen, adanya zat penghambat dan adanya resistensi mekanis. Menurut Rolston (1978) dalam Goldsworthy dan Fisher (1992), banyak jenis legum dan biji tanaman hutan menunjukkan suatu bentukdormansi mekanis yang disebabkan oleh kulit biji kedap terhadap air. Kedapnya kulit benih terhadap air atau oksigen disebabkan kulit biji terlalu keras, karena adanya lapisan gabus atau lilin. Kerasnya kulit biji menyebabkan resistensi mekanis dan menyebabkan embrio yang memiliki daya untuk berkecambah tidak dapat menyobek kulit sehingga tidak dapat keluar untuk tumbuh (Kartasapoetra, 1986).

2.4 Pematahan Dormansi Dengan Perlakuan Mekanis Kulit biji mempunyai peranan penting di dalam dormansi dari banyak spesies, tidak hanya karena kulit biji ditembus air, tetapi juga pada biji-biji yang memerlukan purna masak, saat penyimpanan kering, saat biji-biji dengan kebutuhan pendinginan, dan pada saat biji peka cahaya. Dormansi biji utuh tergantung pada terdapatnya kulit-kulit yang meliputi testa, bersama endosperm dan perikarp di dalam sebagian biji (Wilkins, 1989). Peran kulit biji umumnya dikaitkan oleh interferensi dengan pertukaran gas, terutama dengan pengambilan oksigen. Jadi biji-biji dorman tertentu bisa diinduksikan untuk berkecambah dalam konsentrasi oksigen yang tinggi, misalnya sereal-sereal, Avena fatua dan Rumex crispus, tetapi proses seperti ini tidak efektif dengan banyak spesies lainnya. Terlebih lagi, bahwa kulit biji spesies tertentu membentuk sebuah penghalang terhadap difusi oksigen oleh embrio. Pematahan dormansi karena kulit biji keras tidak perlu untuk menghilangkan keseluruhan kulit biji itu, namun menghilangkan kulit biji yang membungkus ujung radikula (Wilkins, 1989).

2.5 Perkecambahan Biji Pada tanaman berbiji pertumbuhan tanaman biasanya diawali oleh proses perkecambahan biji. Menurut Copeland (1976) dalam Abidin (1984) perkecambahan dapat didefinisikan sebagai suatu aktivitas pertumbuhan yang terjadi dalam waktu yang sangat singkat, yaitu embrio didalam biji meliputi beberapa proses yang berpengaruh yaitu; penyerapan air (imbibisi), aktivitas enzim, pertumbuhan embrio, pecahnya kulit biji dan pembentukan tanaman kecil (seedling) yang diikuti dengan memperkuat tubuh tanaman kecil tersebut (establishment of seedling). Menurut Sutopo (1998), benih adalah biji tumbuhan yang digunakan untuk penanaman atau budidaya. Menurut Bewley and Black (1978), ada dua tipe benih, yaitu: 1. Tipe epigeal, yaitu munculnya radikula diikuti dengan memanjangnya hipokotil secara keseluruhan, kotiledon terangkat ke atas tanah dan umumnya menjadi berwarna hijau serta dapat berfotosintesis. Daun tumbuh di atas permukaan tanah. 2. Tipe hipogeal, yaitu perkecambahan biji yang ditandai dengan munculnya kotiledon dari kecambah dan kotiledon tetap berada di bawah permukaan tanah.

2.6 Mekanisme Perkecambahan Biji yang berkecambah ditandai dengan terlihatnya akar (radikula) dan daun (folium atau plumula) yang menonjol keluar dari biji (Kamil, 1982). Menurut Kuswanto (1986), benih dikatakan berkecambah jika persentase kecambah normal minimal sama dengan ketentuan (seed law) sertifikasi benih yang berlaku disuatu negara dan sesuai dengan kelas benih yang diuji. Menurut Kartasapoetra (1986), proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologi, dan biokimia. Proses awal

perkecambahan benih dimulai dengan proses penyerapan air dalam benih, sehingga kadar air dalam benih mencapai persentase antara 50-60 % (Kuswanto, 1996). Penyerapan air oleh benih merupakan proses imbibisi yang kemudian diikuti melunaknya kulit benih. Bersamaan dengan proses imbibisi akan terjadi peningkatan laju respirasi yang akan mengaktifkan enzim-enzim yang terdapat didalamnya sehingga terjadi proses perombakan cadangan makanan (katabolisme) yang akan menghasilkan ATP dan unsur hara yang diikuti oleh pembentukan sel-sel baru pada embrio. Akibat dari proses imbibisi, kulit benih menjadi lunak dan retak-retak (Kuswanto, 1996). Pembentukan sel-sel baru oleh embrio diikuti oleh proses diferensiasi sel-sel sehingga terbentuk plumula yang merupakan bakal batang dan daun serta radikula yang merupakan bakal akar. Kedua organ tersebut bertambah besar sehingga benih akan berkecambah (Mugnisjah dan Setiawan, 1990).

2.7 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Perkecambahan Biji Proses perkecambahan biji dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: 1. Air Fungsi air untuk melunakkan kulit biji, mengencerkan protoplasma, transport larutan makanan dan fasilitas masuknya oksigen ke dalam biji. 2. Suhu Suhu merupakan syarat penting untuk perkecambahan benih karena suhu berkaitan erat dengan laju respirasi dan efektifitas enzim-enzim di dalam benih tersebut. Suhu optimum bagi kebanyakan benih tanaman adalah 26,5 35 0C (Cordes, 1992). 3. Oksigen Pada saat berlangsungnya perkecambahan benih, proses respirasi akan meningkat disertai pula dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan karbondioksida,

air dan energi yang berupa panas. Biji akan berkecambah dalam udara yang mengandung 20 % oksigen (Kuswanto, 1996). 4. Cahaya Kebutuhan benih terhadap cahaya untuk perkecambahan berbeda-beda tergantung pada jenis tanaman (Sutopo, 1998). Cahaya berperan dalam merangsang aktifitas molekul pigmen untuk mengadakan reaksi kimia yang berpengaruh pada perkecambahan (Kuswanto, 1996).

III. METODE PENELITIAN

3.1 Metode 3.2.1. Studi Pustaka Merupakan usaha pencarian informasi melalui buku-buku referensi atau literaturliteratur yang berkaitan dengan perkecambahan dan dormansi biji. 3.2.2. Praktek Merupakan suatu metode untuk memperoleh data dengan melakukan praktek langsung. 3.2 Bahan dan Alat 3.3.1. Bahan 3.3.2. Alat : Biji Jarak pagar (Jatropha curcas), akuades : Cawan petri, pipet tetes, gelas ukur, kertas saring, kertas amplas, penggaris.

.3.3 Cara Kerja 3.4.1. Persiapan - Seleksi Biji Biji jarak dipilih yang sehat, tidak mempunyai cacat, mempunyai ukuran yang seragam dan bentuk biji utuh. - Persiapan media perkecambahan Perkecambahan biji dilakukan pada cawan petri yang diberi alas kertas saring basah.

3.4.2. Perlakuan - Biji jarak pagar sebelum dikecambahkan, dihilangkan dahulu sebagian kulit bijinya dengan cara digosok dengan amplas. - Kemudian direndam dalam air selama kurang lebih 24 jam. Setelah itu biji di letakkan ke dalam cawan petri yang telah dipersiapkan sebelumnya.

- biji yang dikecambahkan untuk setiap cawan petri sebanyak 10 butir biji.

3.4.3. Pemeliharaan - Pemeliharaan pada saat perkecambahan dilakukan dengan penyiraman akuades untuk menjaga atau mempertahankan media perkecambahan tetap basah.

3.4.4. Pengamatan - Pengamatan dilakukan setiap hari sampai pada hari ke-11 atau bila sudah mencapai perkecambahan 60 % setelah benih dikecambahkan (Anonim, 1997). - Parameter yang diamati yaitu: 1. Persentase perkecambahan Persentase perkecambahan = jumlah kecambah normal x 100 % jumlah benih 2. Panjang hipokotil kecambah yaitu dengan mengukur dari kotiledon sampai pangkal akar. 3. Panjang akar yaitu dengan mengukur dari pangkal sampai ujung akar.

3.4 Analisis Data Data yang diambil dalam penelitian ini adalah jumlah biji yang berkecambah, panjang hipokotil dan panjang akar kecambah sebagai parameter perkecambahan. Data yang diperoleh kemudian dianalisa menggunakan Uji T Dua Sampel Indipenden untuk mengetahui apakah perlakuan mekanis berpengaruh terhadap perkecambahan antara kontrol dengan biji yang diamplas. Adapun hipotesa yang digunakan adalah sebagai berikut: Diduga biji Jatropha curcas yang diamplas dengan yang tidak diamplas akan memberikan pengaruh terhadap kecepatan perkecambahan. H0: Pengamplasan tidak berpengaruh terhadap perkecambahan H1: Pengamplasan berpengaruh terhadap perkecambahan

Dengan kriteria pengambilan keputusan: F Hitung < F Tabel atau probabilitasnya > 0.05 maka H0 diterima F Hitung > F Tabel atau probabilitasnya < 0.05 maka H0 ditolak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Persentase Perkecambahan Pengamatan pengaruh perlakuan mekanis biji jarak pagar yang diamplas berbeda dengan kontrol yang tidak diamplas. Perbedaan persentase perkecambahan biji jarak pagar antara kontrol dengan yang di beri perlakuan mekanis (diamplas) dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 4.1. Rata-rata persentase perkecambahan biji jarak pagar antara kontrol dengan perlakuan mekanis. Pengamatan hari ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Persentase Perkecambahan (%) K0 0 0 0 0 2 8 12 12 14 20 20 K1 0 4 12 16 22 24 26 26 28 28 28

Keterangan: K0 = Kontrol K1 = Biji yang diamplas Dari tabel 4.1 dapat diketahui bahwa perlakuan mekanis ini dapat mempercepat perkecambahan biji jarak pagar, karena pada kontrol, biji mulai berkecambah setelah 4 hari dikecambahkan. Tetapi pada biji yang diamplas, pada hari kedua setelah dikecambahkan biji sudah mulai berkecambah. Selain itu persentase perkecambahan biji jarak yang diamplas lebih besar (28 %) daripada kontrolnya (20 %). Dengan demikian perlakuan mekanis terhadap biji dengan cara diamplas kulit bijinya, dapat mempengaruhi perkecambahan biji jarak pagar.

Perkecambahan adalah pengaktifan kembali embrionic axis di dalam biji yang terhenti untuk kemudian membentuk bibit (Kamil, 1982). Menurut Abidin (1984), perkecambahan merupakan suatu aktivitas pertumbuhan embrio di dalam biji dan berkembang menjadi tanaman muda. Perkecambahan biji jarak pagar dimulai dari pecahnya kulit biji kemudian muncul radikula dan hipokotil. Kulit biji dapat pecah dikarenakan adanya penyerapan air ke dalam biji, sehingga kulit biji lunak dan pecah. Proses pelunakan kulit biji dapat terjadi melalui mekanisme sebagai berikut: dinding sel tersusun atas mikrofibril selulosa yang terikat pada matrik nonselulosik polisakarida. Mikrofibril selulosa terdiri dari protein, pektin dan polisakarida (Wareing and Philip, 1989). Penyerapan air menyebabkan enzim menjadi aktif dan masuk ke dalam endosperm serta mendegradasi zat cadangan makanan. Enzim amilase merombak pati menjadi glukosa, enzim lipase merombak lemak dan gliserol, sedangkan enzim protease merombak protein menjadi asam amino. Senyawa-senyawa sederhana ini akan ditransport ke embrio untuk pertumbuhan. Aktivitas kerja enzim protease akan menghasilkan asam-asam amino yang berguna untuk pembentukan protein baru misalnya enzim amilase. Apabila enzim amilase semakin meningkat maka proses hidrolisa amilum menjadi gula sederhana dapat berlangsung lebih cepat. Pembentukan amilase juga dipengaruhi oleh asam giberelat yang ada di embrio. Pada awal perkecambahan asam giberelat menjadi aktif dan membentuk amilase (Gardner, et al., 1991). Hasil yang diperoleh pada kontrol maupun pada perlakuan mekanis menunjukkan bahwa perkecambahan tidak mencapai 100 % dalam waktu 11 hari. Hal ini dapat terjadi karena biji jarak yang dikecambahkan belum di sertifikasi, sehingga belum diketahui apakah biji jarak ini sudah memenuhi standar untuk dijadikan benih ataupun masih belum memenuhi standar. Namun demikian biji jarak yang digunakan dapat dikategorikan biji yang bagus, karena dalam perkecambahannya akar keluar lebih dulu baru kemudian hipikotil dan plumula. Menurut Kartasapoetra (1986), salah satu penilaian yang kurang baik terhadap benih yaitu, saat

berkecambah tunas keluar dulu daripada akarnya, benih tidak mengeluarkan akar, akar berbentuk spiral dan akar yang keluar bukan akar utama tetapi akar samping

4.2 Panjang Hipokotil Kecambah Pengamatan pengaruh perlakuan mekanis terhadap biji yang diamplas dengan kontrol berbeda terhadap panjang hipokotil kecambah biji jarak dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 4.2. Rata-rata panjang hipokotil kecambah (cm) antara biji yang diamplas dengan kontrol. Pengamatan hari ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Panjang Hipokotil (cm) K0 0.1 0.1 0.3 0.7 1.0 1.2 1.4 K1 0.2 0.3 0.5 0.8 1.8 2.4 2.6 3.0 3.6

Keterangan: K0 = Kontrol K1 = Biji yang diamplas Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa pada biji jarak yang diamplas hipokotilnya lebih panjang dari kontrol, tetapi perbedaan panjang antara biji yang diamplas dengan kontrol tidak terlalu signifikan, hal ini dapat diketahui dengan adanya uji T (lampiran 2) terhadap panjang hipokotil kecambah. Biji yang diamplas bisa lebih panjang karena biji yang diamplas berkecambah lebih dahulu daripada kontrolnya. Perlakuan mekanis dengan cara mengamplas kulit biji sebelum dikecambahkan ini tidak berpengaruh terhadap panjang hipokotil, karena

perlakuan mekanis hanya mempengaruhi fase awal perkecambahan, tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan biji selanjutnya.

4.3 Panjang Radikula Kecambah Pengamatan pengaruh perlakuan mekanis (diamplas) dan kontrol berbeda terhadap panjang radikula kecambah biji jarak pagar dapat dilihat pada tabel 4.3. Tabel 4.3. Rata-rata panjang radikula kecambah (cm) pada biji yang diamplas dengan kontrol. Pengamatan ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Panjang Radikula (cm) K0 0.1 0.1 0.3 0.7 1.0 1.2 1.4 K1 0.2 0.3 0.5 0.8 1.8 2.4 2.6 3.0 3.6

Keterangan: K0 = Kontrol K1 = Biji yang diamplas Dari tabel 4.3 dapat diketahui bahwa pada biji jarak yang diamplas radikulanya lebih panjang dari kontrol, tetapi perbedaannya juga tidak terlalu signifikan, hal ini dapat diketahui dari uji T yang dilakukan terhadap panjang radikula kecambah (lampiran 3). Perlakuan mekanis ini tidak berpengaruh terhadap pemanjangan radikula. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: pemanjangan radikula terdapat tiga zona yaitu zona maturasi, elongasi dan proliferasi. Zona elongasi merupakan bagian yang akan tumbuh memanjang terus sehingga antara saat sebelum dan sesudah pemanjangan terjadi perbedaan yang jelas. Pemanjangan radikula pada awalnya

lebih banyak didominasi oleh pemanjangan sel daripada pembelahan sel. Radikula mempunyai daerah meristematik yang terbentuk selama proses perkembangan embrio saat pembentukan biji. Pemanjangan sel akan menyebabkan penonjolan radikula ke luar kulit benih, sedangkan pembelahan sel hanya menyebabkan perbanyakan jumlah sel. Pembelahan sel tidak menyebabkan pertambahan ukuran, tetapi hasil pembelahan sel itu yang tumbuh dan menyebabkan pertumbuhan. Pembelahan sel lebih berperan dalam proses pertumbuhan pada fase lanjut dan sangat menentukan panjang suatu organ tanaman (Salisbury and Ross, 1995). Perlakuan mekanis (pengamplasan) tidak mempengaruhi pembelahan sel dan pemanjangan organ. Panjang suatu organ tanaman akan terlihat nyata apabila pertumbuhan yang terjadi merupakan perpaduan antara pembelahan sel dan pembesaran volume sel penyusun suatu organ.

V. SIMPULAN

Berdasarkan hasil kerja praktik yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa, perlakuan mekanis dengan cara pengamplasan dapat mempercepat proses perkecambahan biji jarak pagar. Tetapi panjang hipokotil dan panjang radikula kecambah tidak dipengaruhi oleh adanya perlakuan mekanis (pengamplasan).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1997. Pedoman Perkecambahan Benih Jati. Direksi Perum Perhutani. Jakarta. Bewly, D. And M, Black. 1978. Physiologi and Biochemistry of Seeds. Spinger Verlag Berlin. Heidelberg. Cordes, J. W. H. 1992. Hutan Jati di Jawa. Perum Perhutani Unit II. Malang. Jawa Timur. Fahn, A. 1995. Anatomi Tumbuhan. Edisi ke-3. UGM Press. Yogyakarta. Gardner, F. W; P. Pearce and Mitchen. 1991. Fisiologi Pertumbuhan Dan Perkembangan Tanaman. UI Press. Jakarta. (Alih bahasa: Herawati). Goldsworthy, P. R and N. M. Fisher. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. UGM Press. Yogyakarta. Hariyadi. 2005. Prospektif Sumberdaya Lokal Bioenergi. www.ristek.go.id. http://pkumweb.ukm.my/~ahmad/tugasan/s3_99/eliah.htm. Kamil.1982. Teknologi Benih. Angkasa Bandung. Kartasapoetra, A. G. 1986. Teknologi Benih. Bina Aksara. Jakarta. Kuswanto, H. 1996. Dasar-Dasar Teknologi, Produksi dan Sertifikasi Benih. Andi. Yogyakarta. Mugnisjah, W. Q dan A. Setiawan. 1990. Pengantar Produksi Benih. Rajawali Press. Jakarta. Salisbury, F. B and C. W, Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid III. Edisi ke-IV. ITB. Bandung. (Alih Bahasa: Diah R. Lukman dan Sumaryono). Steenis, C. G. G. G. J. Van. 1992. Flora. Cetakan ke-6. PT Pradnya Paramita. Jakarta. Sujatmaka. 1992. Prospek Pasar dan Budidaya Jarak. Penebar Swadaya. Jakarta. Sutopo, L. 1998. Teknologi Benih. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Wareing, P. F and L. D. J. Philip. 1989. Growth and Differentiation Plants. 3rd edition. Pergamon Press. Chicago. Wilkins, M. B. 1989. Fisiologi Tanaman. Bina Aksara. Jakarta.

LAPORAN KERJA PRAKTIK

PERLAKUAN MEKANIS TERHADAP BIJI

UNTUK MEMACU PERKECAMBAHAN BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas)

Disusun oleh: Dewi lestari

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 10 TEBO TENGAH 2010

Baca Dulu....................

-Laporan ini udah fiks, kalau kamu mau ngedit lg , silakan di-edit aja. -kalau menurutmu masih ada yang kurang silakan tambahin sendiri...krn laporan ini udah ku sesuaikan untuk level SMA bukan untuk kuliah.oleh krn itu ada beberapa bagian yg aku delete. -semogaa bermanfaat ........

www.abangoek.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai